2, Oktober 2017
e-mail: indra.christiawan@undiksha.ac.id
Abstrak
Permukiman kumuh di wilayah pesisir memiliki entitas tersendiri yang tidak terlepas dari
kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir sebagai nelayan. Dalam rangka
membedah entitas permukiman kumuh tersebut, maka kajian ini bertujuan untuk
memahami kondisi permukiman kumuh masyarakat pesisir, serta mengkaji entitas
sosial-ekonomi dan lingkungan fisik permukiman kumuh di Desa Sangsit. Teknik
random sampling digunakan sebagai dasar pemilihan sampel subjek sebesar 100
masyarakat pesisir di 3 area sampel, dan dianalisis secara kualitatif. Secara sosio-
ekonomi masyarakat pesisir memliki kelemahan dari sisi demografi dengan kepadatan
penduduk dan jumlah anggota keluarga yang bersar, serta tingkat pendapatan, besaran
tabungan dan tingkat pendidikan yang rendah. Dari aspek fisik, sebagian besar
bangunan rumah masyarakat pesisir bersifat non-permanen ditinjau dari material
bangunan, memiliki keterbatasan sarana prasarana kebersihan dan berbagai pelayanan
publik serta lingkungan rumah dapat mengganggu kesehatan pemukim. Permukiman
kumuh merupakan bentuk nyata dari kemiskinan masyarakat nelayan yang bertempat
tinggal di wilayah pesisir.
Abstract
Slums in coastal areas have their own entities that are inseparable from the livelihoods
and life of coastal communities as fishermen. In order to dissect the slum entity, this
study aims to understand the slum conditions of coastal communities, as well as to
examine socio-economic entities and the physical environment of slums in Sangsit
Village. The random sampling technique was used as the basis for selecting subject
samples for 100 coastal communities in 3 sample areas, and analyzed qualitatively.
Socio-economically coastal communities have demographic weaknesses with
population density and large number of family members, as well as low income, savings
and education. From the physical aspect, most of the coastal community buildings are
non-permanent in terms of building materials, have limited cleanliness infrastructure and
various public services and home environment can bother the health. Slums are a
tangible form of the poverty of fishermen who live in coastal areas.
dengan Desa Suwug dan Desa Jagaraga di • Sebagian besar saluran drainase non
sebelah selatan dan berbatasan langsung dan semi permanen yang terbuka
dengan Desa Kerobokan dan Desa dijadikan tempat membuang sampah
Sinabun di sebelah barat. Desa Sangsit sehingga ketika hujan sering terjadi
terbagi menjadi 7 dusun/banjar yaitu Banjar genangan bahkan banjir.
Dinas Pabeansangsit, Beji, Celuk, Sema, • Jalan pada kawasan permukiman
Peken, Tegal, dan Banjar Dinas Abasan. nelayan yang berupa jalan sirtu dan
Desa Sangsit memiliki luas 3,60 km2. jalan tanah saat hujan menjadi becek.
Secara astronomis Desa Sangsit terletak
pada posisi 08°04’23’’ LS - 115°07’15’’ BT - Kondisi permukiman nelayan yang kumuh
115°09’21’’ BT. dengan ketimpangan yang ada di dalamnya
Desa Sangsit yang merupakan dapat menjadi semakin buruk apabila tidak
bagian dari wilayah Kabupaten Buleleng ditangani secara tepat, dan akan berpotensi
yang memiliki sumberdaya kelautan yang mengancam pembangunan sektor
potensial, dan juga memiliki produktivitas perikanan dan pariwisata bahari yang
hasil tangkapan ikan yang tinggi. dirancang oleh pemerintah daerah. Dalam
Berdasarkan data (BPS Kabupaten rangka menciptakan penanganan yang
Buleleng, 2015) memperlihatkan bahwa tepat dalam mengatasi permasalahan
selama kurun waktu tahun 2013 – 2014 kekumuhan di wilayah pesisir Desa
produksi perikanan secara umum di Sangsit, maka dipandang penting untuk: (1)
Kecamatan Sawan mengalami trend yang memahami permukiman kumuh masyarakat
positif yaitu adanya peningkatan dari 316,2 nelayan di Desa Sangsit, serta (2) mengkaji
ton menjadi 368,4 ton. Meskipun entitas sosial-ekonomi dan lingkungan fisik
produktivitas hasil tangkapan ikan permukiman kumuh di Desa Sangsit.
meningkat, tetapi kondisi masyarakat
nelayan masih terkategori miskin. METODE
Manifestasi kemiskinan masyarakat Pendekatan yang dipergunakan
nelayan di Desa Sangsit ini mengambil dalam kajian ini adalah pendekatan
wujud dalam bentuk permukiman kumuh. geografi yang mencakup pendekatan
Permukiman kumuh nelayan keruangan (spatial approaches) dan
merupakan gambaran kualitas lingkungan kompleksitas wilayah (regional complex
tempat tinggal yang rendah. Kualitas yang approaches). Pendekatan keruangan
rendah tersebut tidak hanya pada rumah dimaksudkan untuk mengkaji kekhususan
tinggal nelayan, tetapi juga di lingkungan struktur keruangan permukiman kumuh,
pesisir. Mengingat ekspresi keruangan sedangkan pendekatan kompleksitas
wilayah pesisir adalah hasil interaksi antara wilayah dimaksudkan untuk mengkaji
aktivitas manusia dengan lingkungan variasi entitas permukiman kumuh yang
sekitar. Permasalahan kekumuhan yang meliputi entitas sosial-ekonomi dan
ditemukan pada permukiman nelayan lingkungan fisik.
adalah sebagai berikut (Nurcahyanti, Rancangan dalam penelitian ini
Surjono, & Kurniawan, 2010). menggunakan rancangan penelitian survei
analitik. Adapun objek dalam penelitian ini
• Permukiman nelayan terlihat kotor dan adalah permukiman kumuh, sedangkan
kumuh. subjek penelitian adalah masyarakat pesisir
• Intensitas bangunan tinggi, terutama di yang bermukim di wilayah pesisir Desa
bagian timur-selatan permukiman. Sangsit. Kajian ini berbasis data primer dan
• Sampah berserakan dan menimbulkan sekunder. Data primer yang meliputi entitas
bau tidak sedap. sosial-ekonomi dan lingkungan fisik
permukiman kumuh dikumpulkan dari
terlepas dari pengaruh pasang surut air mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungan,
laut. Permukiman nelayan di Desa Sangsit pengelolaan persampahan, dan kondisi
menghadapi ancaman genangan (inundasi) drainase. Hal ini dikarenakan semakin
di setiap awal tahun, sehingga banyak besar jumlah penduduk, maka semakin
material bangunan rumah yang rusak, yang banyak limbah yang dihasilkan. Di sisi lain,
tidak diganti, atau diganti dengan material akan semakin besar juga ruang yang
seadanya. Inundasi adalah ancaman yang dibutuhkan untuk membentuk sanitasi,
dihadapi oleh banyak permukiman nelayan persampahan dan drainase. Limbah dan
di wilayah pesisir. Bahkan di tempat lain, di sampah penduduk yang belum dikelola
Tambak Mulyo, Semarang terdapat rumah dengan baik mengakibatkan tekanan
nelayan yang tenggelam akibat air pasang terhadap daya dukung fisik lingkungan
dan juga penurunan tanah (Setioko, Murtini, yang selanjutnya menyebabkan penurunan
& Pandelaki, 2011). Ketidak-mampuan kualitas lingkungan.
ekonomi mendorong nelayan untuk 2) Jumlah KK per rumah
mengganti material yang rusak dengan Jumlah anggota keluarga per rumah pada
material seadanya, dan sisanya permukiman nelayan Desa Sangsit secara
membiarkan kerusakan tersebut. Kondisi ini rata-rata adalah 5 orang/rumah.
mempercepat penurunan kualitas rumah Terdapatnya lebih dari 1 KK dalam 1 rumah
menjadi permukiman kumuh. mengakibatkan tingkat penggunaan luas
lantai bangunan dapat bernilai 2 m2/ orang.
Entitas Sosio-Ekonomi Permukiman 3) Tingkat pendapatan
Kumuh di Desa Sangsit Pendapatan rumah tangga merupakan
Entitas sosio-ekonomi pada pendapatan yang diperoleh rumah tangga
permukiman kumuh meliputi tingkat dari berbagai sumber pekerjaan (Fadilah,
kepadatan penduduk, jumlah anggota Abidin, & Kalsum, 2014). Mayoritas
keluarga per rumah, tingkat pendapatan, masyarakat pesisir di Desa Sangsit
besaran tabungan dan tingkat pendidikan. berpendapatan di bawah Rp 1.500.000,00
1) Tingkat kepadatan penduduk atau 79 % penduduk yang bekerja sebagai
Tingkat kepadatan penduduk pada nelayan berpendapatan di bawah UMK
permukiman di Desa Sangsit adalah 2747,5 Kabupaten Buleleng atau kurang dari Rp
jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk 1.800.000,00 seperti terlihat pada Tabel 1.
dan bangunan rumah (Mudana, 2013). Tabungan adalah sejumlah uang yang
Fasilitas dan bangunan rumah yang disimpan dan dapat dimanfaatkan kembali
mengalami kerusakan tidak mampu untuk meningkatkan kualitas hidup jangka
digantikan dengan material baru. Tingkat panjang atau dapat digunakan untuk
pendapatan yang rendah mengakibatkan memenuhi kebutuhan yang mendesak.
nelayan hanya berfokus pada pemenuhan Mayoritas nelayan di Desa Sangsit tidak
kebutuhan primer, yang meliputi pangan memiliki tabungan dengan jumlah nelayan
dan sandang, sehingga nelayan melakukan sebesar 66%, sedangkan kepemilikan
pembiaran terhadap fasilitas dan bangunan tabungan terbesar ada pada angka di
rumah yang mengalami kerusakan. bawah Rp 500.000,00 di Banjar Tegal
4) Besaran tabungan sebesar 41,4%.
tanah sering diambil, baik untuk sumber air Di sisi lain, permukiman kumuh masyarakat
bersih maupun maupun untuk irigasi, nelayan pada wilayah pesisir di Desa
melalui sumur terbuka, sumur tabling Sangsit memiliki permasalahan genangan
(sumur bor), bagi masyarakat pesisir yang akibat pasang air laut secara periodik.
bertempat tinggal di dekat pantai Upaya yang selama ini telah dilakukan
(Sahwilaksa & Kustini, 2014). masyarakat nelayan untuk meningkatkan
Sumber energi terbesar yang digunakan kualitas permukiman menjadi tidak optimal
oleh masyarakat pesisir di Desa Sangsit akibat pengaruh pasang air laut ini,
adalah bersumber dari pulsa listrik atau sehingga nelayan menjadi kehilangan
sebesar 46%. Kondisi ini mengindikasikan hasrat untuk memperbaiki kondisi rumah.
bahwa energi listrik sangat dibutuhkan oleh Dengan demikian permukiman masyarakat
masyarakat pesisir dalam menjalankan nelayan di wilayah pesisir selalu identik
aktivitas melaut, terutama dari sisi dengan permukiman kumuh.
perawatan mesin.
3) Aspek Lingkungan UCAPAN TERIMAKASIH
Aspek lingkungan rumah terdiri dari Kami ingin mengucapkan terima kasih
parameter kondisi sirkulasi udara dan kepada semua penulis yang tersurat dalam
halaman. kajian ini atas pemikiran mereka yang
Sebagian besar kondisi sirkulasi udara inspiratif dan konstruktif. Kami juga
rumah masyarakat pesisir di Desa Sangsit menunjukkan apresiasi kami kepada rekan
hanya terdiri dari 2-4 ventilasi atau sebesar kerja, teman, pejabat wilayah dan
59%, terutama di Banjar Pabean Sangsit. organisasi yang telah memberikan
Kondisi ini dipengaruhi oleh karakteristik kontribusi yang berharga dalam bentuk
angin yang berpasir, sehingga ketersediaan sumbangan informasi dalam penelitian
jendela sebagai tempat sirkulasi udara yang menjadi dasar penulisan artikel ini.
relatif sedikit. Dari jumlah ventilasi yang Hasil interpretasi dan kesimpulan yang
dimiliki, tidak semua difungsikan dengan diungkapkan secara keseluruhan adalah
baik. Dari sisi halaman, luasan vegetasi tanggung jawab penulis pertama. Penelitian
yang dimiliki lingkungan tempat tinggal ini dapat terlaksana atas bantuan dana
masyarakat nelayan sebagian besar kurang yang diterima dari Kementerian Riset
dari 30%. Kondisi ini sejalan dengan luas Teknologidan Pendidikan Tinggi, Indonesia
yang tersisa dari tutupan bangunan rumah dengan nomor surat kontrak penelitian
yang sedikit. Nomor: 192/UN48.15/LT/2017.