Anda di halaman 1dari 12

OBSERVASI EKOSISTEM MANGROVE DI KECAMATAN JUWANA

KABUPATEN PATI
ABSTRAK
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan pada dasarnya memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahtreraan seluruh masyarakat. Oleh karena itu kelestarian sumberdaya harus
dipertahankan sebagai landasaan utama untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Misalkan,
sumberdaya hayati laut, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di harapkan tidak
menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground maupun nursery ground ikan. Selain itu,
pengelolaan dan pemanfaatan ikan tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang dan
padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan.
Pantai Utara Jawa Tengah khususnya Kecamatan Juwana Kabupaten Pati merupakan salah satu
daerah dengan kondisi pantai dengan dasar berlumpur. Sedimentasi di wilayah juwana cukup tinggi
disebabkan karena Pantai di Juwana muara bagi sungai yang mengalir dari pegunungan kendeng
yang melewati daerah pertanian yang luas di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Pucak
Wangi. Wilayah hutan mangrove di Kecamatan Juwana tersebar di sekitar sungai dan muara sungai
serta di sebagian lokasi tambakSebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan
ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi
ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat
(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery
ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur
iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya
dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan
(mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan.
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa
ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil
bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem
lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak
mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi
sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove
juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme
yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang.

Kata Kunci: Kecamatan Juwana, Mangrove, Sumber daya perikanan, pemanfaatan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Citra Indonesia sebagai Negara bahari adalah suatu kesatuan dari ragam fakta geografis, sumber
daya, kultur serta sejarah yang melekat pada negeri ini. Indonesia sebagai Negara kepulauan
terbesar di dunia memiliki luas wilayah ± 5,8 juta Km2, terdiri dari kepulauan dan teretorial seluas
3,1 Km2 serta memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang
keempat di dunia.
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Juwana adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pati, Provinsi
Jawa Tengah, Indonesia. Kota Juwana terletak di jalur pantura yang menghubungkan kota Pati dan
kota Rembang. Kecamatan ini mempunyai banyak lapangan kerja. Hal yang menjadi ciri khas
Kecamatan Juwana adalah usaha kerajinan logam kuningan yang sebagian besar terdapat di Desa
Growong Lor dan sekitarnya, serta usaha tambak perikanan di Desa Bajomulya, Agung Mulyo dan
desa-desa sekitarnya. Pelabuhan Juwana menjadi salah satu tulang punggung kekuatan
perekonomian kecamatan Juwana. Pelabuhan ini menjadi salah satu pintu masuk kapal-kapal
pengangkut kayu dari Kalimantan (sekarang sudah tidak aktif). Hasil tambak maupun tangkapan
nelayan yang didapat antara lain: bandeng, udang, tongkol, kakap merah, kepiting, ikan pe, cumi,
dan kerapu (Sudarso. 2007).
Pantai Utara Jawa Tengah khususnya Kecamatan Juwana Kabupaten Pati merupakan salah satu
daerah dengan kondisi pantai dengan dasar berlumpur. Sedimentasi di wilayah juwana cukup tinggi
disebabkan karena Pantai di Juwana muara bagi sungai yang mengalir dari pegunungan kendeng
yang melewati daerah pertanian yang luas di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Pucak
Wangi. Wilayah hutan mangrove di Kecamatan Juwana tersebar di sekitar sungai dan muara sungai
serta di sebagian lokasi tambak.
Kegiatan manusia di wilayah pesisir sangatlah beragam, mulai dari sektor perikanan, pemukiman,
industri dan pariwisata. Permasalahan pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir antara lain
adanya pembangunan di sepanjang pesisir tanpa memperhatikan sempadan pantai, pola
pembangunan yang membelakangi pantai, banyaknya bangunan liar (tidak ber-IMB) sepanjang
pesisir pantai yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, baik dari aspek penataan
maupun sanitasi lingkungan, sehingga menimbulkan kesan kumuh di wilayah perairan pesisir seperti
menyebabkan rusaknya ekosistem hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang
lamun serta dapat memberi dampak gangguan terhadap kehidupan biota yang di dalamnya.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan pada dasarnya memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahtreraan seluruh masyarakat. Oleh karena itu kelestarian sumberdaya harus
dipertahankan sebagai landasaan utama untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Misalkan,
sumberdaya hayati laut, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di harapkan tidak
menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground maupun nursery ground ikan. Selain itu,
pengelolaan dan pemanfaatan ikan tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang dan
padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan.
Sumberdaya ikan termasuk kedalam kelompok sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable
resources) yang regenerasinya tergantung pada kelangsungan proses biologi (reproduksi) (Dahuri,
2003)
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan.
Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara
lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari
makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan
(spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi
ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan
penghasil bibit. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi
ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak,
pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai
keperluan.

1.2 PERMASALAHAN
Belum adanya deskripsi tentang ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana serta pengaturan
pemanfaatan mangrove di Kecamatan Juwana mengakibatkan perusakan ekosistem pesisir
khususnya ekosistem mangrove akhir-akhir ini menjadi hal yang marak terjadi, dengan dalih
pembangunan hutan mangrove dibuka untuk tambak, pemukiman, pelabuhan, dan direklamasi.
Masalah tersebut tentunya memiliki dampak terhadap lingkungan khususnya dampak terhadap
sumber daya perikanan yang bersinggungan langsung dengan ekosistem mangrove tersebut.

1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah pemantauan eksositem mangrove di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati adalah
untuk mengidentifikasi jenis mangrove, mengetahui titik lokasi ekosistem mangrove di Kecamatan
Juwana dan memetakan ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana.
1.4 METODE
Metode yang digunakan dalam Pemantauan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Juwana adalah
dengan cara observasi atau dilakukan penilaian secara langsung di lapangan (terestris) untuk
mendapatkan data primer dari lapangan, meliputi identifikasi mangrove baik jenis ataupun ukuran,
titik koordinat, serta kondisi ekosistem mangrove tersebut yang kemudian di gambarkan kedalam
peta.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. DEFINISI DAN JENIS MANGROVE


2.1.1. Definisi Mangrove
Mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Nontji, 1987), dimana banyak dijumpai di wilayah pesisir
yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis. Hutan mangrove
adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan
terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai
adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen
Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam
perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili,
dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus
(Bengen, 2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat
tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua
sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae
menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk
individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau
hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya
kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di
mangrove.

2.2. JENIS-JENIS TANAMAN MANGROVE


Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut.
Tumbuhan manggrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup
di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut
akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan
tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan Mangrove disebut juga ”Coastal Woodland” (hutan pantai) atau ”Tidal Forest” (hutan
surut)/hutan bakau, yang merupakan tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di wilayah
tropika (Saenger,1983).
Beberapa jenis Mangrove yang terkenal:
Bakau (Rhizopora spp)
Api-api (Avicennia spp)
Pedada (Sonneratia spp)
Tanjang (Bruguiera spp)
Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik ,
sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN EKOSISTEM MANGROVE


3.1.1 Deskripsi Umum Mangrove di Kecamatan Juwana
Dari hasil pengamatan ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana sebagian besar berada di
sekitar Sungai Juwana atau sepanjang bantaran Sungai Juwana, selain itu juga terintregasi dengan
tambak. Jenis mangrove didominasi oleh Rhizopora apiculata dan Avicennia spp. Lokasi pengamatan
diantara adalah di Pulau Seprapat dan Muara Sungai Juwana (3 Lokasi) total dilakukan pengamatan
di 4 lokasi yang berbeda.
Lokasi Pengamatan di Pulau Seprapat dengan 3 Titik Lokasi Pengamatan (berbentuk segitiga)yaitu; 1.
60 41’37.5” LS, 1110 09’20,88” LU; 2. 60 41’36,53” LS, 1110 09’23,98 LU”, 3. 60 41’34,80” LS, 1110
09’21,88 LU”. Hasil identifikasi jenis mangrove di Pulau Seprapat adalah jenis Rhizopora apiculata
dan Avicennia spp. Jenis Rhizopora apiculata berada di sekitar sungai, sedangkan Avicennia spp
berada di daratan yang tidak tergenang air. Jenis Avicennia spp rata-rata tinggi diatas 3 Meter
dengan lingkar batang rata-rata diatas 30 cm.
Lokasi Pengamat di sebelah timur muara Sungai Juwana 3 titik lokasi pengamatan (berbentuk
segitiga) yaitu; 1. 60 40’07.61” LS, 1110 11’06,23” LU; 2. 60 40’02,55” LS, 1110 11’14,08”LU, 3. 60
40’17,22” LS, 1110 11’15,57” LU. Hasil identifikasi jenis mangrove di sebelah timur Muara Sungai
Juwana adalah jenis Rhizopora apiculata dan Avicennia spp. Jenis Rhizopora apiculata berada di
dekat perairan muara dengan jumlah sedikit, sedangkan Avicennia spp berada menjorok ke daratan
yang tidak tergenang air. Jenis Avicennia spp rata-rata tinggi ±2 Meter dengan lingkar batang rata-
rata diatas 20 cm. Ditempat ini juga dijumpai koloni burung Kuntul Putih (Ardea alba) dan burung
Cangak Laut (Ardea sumatrana). Di lokasi ini juga ditemukan banyak sekali sampah, baik yang
terhampar di pinggir pantai maupun yang berada di dalam koloni tanaman mangrove. Jenis biota
lain yang terpantau diantara ikan Gelodok (Periopthalmus sp), serta jenis krustacea dan moluska.
Lokasi Pengamat di sebelah barat muara Sungai Juwana 4 titik lokasi pengamatan (berbentuk
trapesium) yaitu; 1. 60 39’48,69” LS, 1110 10’42,02” LU; 2. 60 39’48,38” LS, 1110 10’46.31”LU; 3. 60
39’54,52” LS, 1110 10’50,68” LU; 4. 60 39’50,71” LS, 1110 10’46,27” LU Hasil identifikasi jenis
mangrove di sebelah timur Muara Sungai Juwana adalah jenis Rhizopora apiculata dan Avicennia
spp. Jenis Rhizopora apiculata berada di pinggir sedangkan Avicennia spp mendominasi bagian
tengah.
Lokasi pengamatan terakhir berada di sebelah barat dari lokasi pengamatan ketiga. Dengan 3 (tiga)
titik pengamatan/ berbentuk segitiga dengan titik: 1. 1. 60 39’45,88” LS, 1110 10’48,57” LU; 2. 60
39’48’54,34” LS, 1110 10’55.29”LU; 3. 60 39’55,22” LS, 1110 10’54,95” LU. Didominasi oleh jenis
Avicennia spp.
Untuk lokasi disepanjang sungai juwana dihitung dari TPI Bajomulyo I sampai dengan muara Sungai
Juwana ± 4 km dengan mangrove campuran antara jenis Rhizopora apiculata dan Avicennia spp.
Kondisi mangrove di sepanjang sungai cukup bagus akan tetapi disayangkan adanya sampah baik di
Sungai Juwana maupun di pinggir sungai yang terdapat pohon mangrove. Selain sampah aktifitas
perikanan juga berpengaruh terhadap ekosistem mangrove. Pembukaan mangrove untuk akses air
sungai ke tambak juga merupakan hal yang jamak dijumpai di lokasi ini
3.1.2 Denah dan Deskripsi Lokasi Pengamatan Mangrove
Daerah pengamatan ekosistem mangrove setelah diketahui titik koordinat pemantauannya dapat
selanjutnya di-plot pada peta menggunakan aplikasi pemetaan dari garmin. Hasil pemetaan dapat
dilihat pada gambar berikut ini;

Gambar 1. Denah Lokasi Pengamatan Mangrove


Untuk gambaran mangrove disepanjang Sungai Juwana sampai dengan Muara Sungai Juwana dapat
dilihat pada foto berikut ini;

Gambar 2. Mangrove di tepi Sungai Juwana


Gambar 3. Koloni Burung Kuntul Putih (Ardea alba)

Gambar 4. Mangrove di sebelah Timur Muara Sungai Juwana

Gambar 5. Mangrove di sebelah Barat Muara Sungai Juwana


3.2. PEMBAHASAN

Sistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang penting dalam menjaga rantai
kehidupan di laut. Beberapa jenis biota laut langsung ataupun tidak langsung berhubungan dengan
ekosistem mangrove, ekosistem mangrove menjadi nursery ground bagi beberapa jenis ikan,
maupun sebagai penyedia nutrien bagi lautan. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tinggi
namun dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani
secara khusus agar wilayah ini dapat berkelanjutan. Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu
ruang di kawasan pesisir harus memperhatikan kesesuaian antar kebutuhan (demand) dengan
kemampuanlingkungan dalam menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Dengan mengacu
kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan
ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan
ruang.
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa
ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil
bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem
lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak
mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi
sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove
juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme
yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang.
Di samping hal-hal tersebut di atas, ketiga ekosistem tersebut juga menjadi tempat migrasi atau
sekedar berkelana organisme-organisme perairan, dari hutan mangrove ke padang lamun kemudian
ke terumbu karang atau sebaliknya (Kaswadji, 2001).
Peran ekosistem mangrove sebagai terhadap sumber daya perikanan sangatlah beragam dan besar
manfaatanya. Berikut beberapa peran ekosistem mangrove:

1. Sebagai penyedia nutrien perairan


Guguran daun dari hutan mangrove apabila terurai menjadi unsur nitrogen yang diperlukan oleh
perairan dan fitoplanton.
2. Sebagai awal dari rantai makanan ekosistem perairan
Seperti pada poin pertama fitoplanton menggunakan unsur nitrogen dari sisa guguran daun yang
terurai sebagai bahan untuk berfotosistesis guna menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan
kemudian dimanfaatakan oleh zooplanton atau ikan kecil lainnya, ikan kecil merupakan ikan mangsa
dari ikan yang lebih besar. Begitu seterusnya sehingga kehidupan di perairan dapat terus berjalan
yang berdampak pada sumber daya perikanan.
3. Sebagai spawning ground / tempat bertelur dan reproduksi bebeerapa jenis ikan dan udang
Beberapa jenis ikan meletakkan telur dan berkembang biak di ekosistem mangrove, ekosistem
mangrove menjadi awal dari siklus hidup beberapa jenis ikan dan udang sehingga memiliki pengaruh
yang besar terhadap kelangsungan sumber daya perikanan.
4. Sebagai nursery ground beberapa jenis ikan dan biota laut
Beberapa jenis ikan dan udang memiliki siklus hidup di ekosistem mangrove, apabila ekosistem
mangrove rusak maka beberapa jenis ikan dan biota laut kehilangan tempat untuk tumbuh pada
awal masa pertumbuhannya (juvenil) sehingga berpengaruh kepada sumber daya perikanan secara
langsung.
5. Sebagai habitat beberapa jenis ikan
Seperti yang kita ketahui di ekosistem mangrove juga dijumpai jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomis penting, misalnya kepiting bakau dan ikan kakap. Rusaknya ekosistem mangrove
mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya jenis ikan-ikan tertentu yang berpengaruh kepada
kelangsungan sumber daya perikanan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:


1. Ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata dan
Avicennia spp.
2. Kondisi Mangrove di Kecamatan Juwana cukup baik dilihat dari pantauan langsung di lapangan.

2.2. SARAN

Dari makalah ini penulis memberi saran untuk ikut berperan aktif dalam menjaga ekosistem
mangrove, dengan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove yang berorientasi kepada
kelestarian ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana.
Diperlukan payung hukum dalam upaya menjaga ekosistem mangrove di Kecamatan Juwana seperti
adanya Perda Perlindungan Kawasan Mangrove atau penetapan daerah konservasi mangrove, dan
untuk implementasi yang paling sederhana misalnya dengan membuat papan larangan / peringatan
untuk tidak merusak mangrove.
DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.


Gramedia. Jakarta

Kaswadji, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir. Sebagian bahan kuliah SPL.727
(Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor, Indonesia.

Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetland


International – Indonesia Programme. Bogor, Indonesia.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta,
Indonesia.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya
Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai