Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE ARFAI, DISTRIK

MANOKWARI SELATAN, KABUPATEN MANOKWARI

BAB I.
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem penting dalam zona pertumbuhan dan unik karena bersifat
intertidal, dimana terjadi interaksi antara perairan laut, payau, sungai dan terestrial atau daratan (Rahim
dan Baderan 2014). Menurut Saparianto (2007), hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang di antara garis
pasang surut, namun juga mampu dan tumbuh pada daerah pantai dengan formasi karang, atau koral mati dengan
jenis tanah aluvial. Hutan mangrove terdistribusi dominan pada wilayah tropis dan sub tropis degan elevasi rendah
dan cenderung berlumpur (Arief 2003).
Hutan mangrove memiliki peran yang dominan dalam menjaga ekosistem perairan dan manfaat bagi
kehidupan manusia. Secara ekologis, hutan mangrove menyediakan siklus rantai makanan dan sumber pakan bagi
organisme dan mikroorganisme perairan di sekitarnya. Hutan mangrove juga mampu menjadi keseimbangan
lingkungan dengan kemampuan penyerapan (absorbtion) dan penyimpanan (sequestration) karbon dari atmosfer
dalam jumlah yang besar.
Kehadiran hutan mangrove mampu memberikan sumber mata pencaharian bagi masyarakat di sekitar hutan, dan
dapat meningkatkan nilai ekonomi dan pendapatan masyarakat, serta memberikan fungsi perlindungan karena
mampu menahan abrasi dan intrusi air laut.
Indonesia dengan luas hutan mangrove mencapai 3,3 juta hektar, menjadi ekosistem perairan penting di Indonesia
(Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-PulauKecil, 2021), dimana ketergantungan kehidupan manusia
menjadi cukup tinggi. Tingginya ketergantungan pada hutan dan ekosistem mangrove karena menyediakan banyak
manfaat baik langsung maupun tidak langsung kepada manusia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dampak
tingginya ketergantungan manusia pada hutan mangrove membawa dampak negatif berupa berkurangnya potensi
dan daya dukung hutan mangrove serta menurunnya keseimbangan ekosistem pesisir yang berdampak bukur bagi
kehidupan manusia. Terdapat dua faktor pendorong kerusakan hutan mangrove yakni faktor pendorong alami
(natural-based factor) dan faktor pendorong aktivitas manusia (antropogenic-basedfactor). Namun, secara umum
dampak aktivitas kegiatan manusia menjadi faktor pendorong utama kerusakan hutan dan ekosistem mangrove di
Indonesia (Sunarto dan Tanjdjung 2009; Ario dkk. 2015; Konom dkk. 2021).Sehingga dengan demikian terdapat
asumsi linear dimana tingginya populasi manusia dan aktivitasnya dengan hutan dan ekosistem mangrove, maka
besar potensi terjadinya penurunan fungsi ekosistem dan degradasi hutan mangrove.
Kabupaten Manokwari merupakan salah satu wilayah pesisir di provinsi Papua Barat yang sebagian besar
wilayahnya dikelilingi oleh laut dan ditumbuhi hutan mangrove. Namun, disisi lain sebagian besar wilayah pesisir
telah didiami penduduk dengan berbagai aktivitasnya. Sebagian wilayah yang ditempati bahkan masuk kawasan
hutan mangrove yang secara ekologis memiliki fungsi dan peran penyeimbang ekosistem pesisir dan penyangga
daerah pesisir Kota Manokwari. Dengan tingginya tingkat kerentanan terhadap kerusakan fungsi hutan dan
ekosistem mangrove di Kota Manokwari maka dipandang penting untuk dilakukan suatu studi ilmiah guna
mengidentifikasi faktor dan intensitas penyebab kerusakan hutan dan ekosistem mangrove di wilayah Kota
Manokwari.
Masalah
Kehadiran ekosistem mangrove menjadi zona penting di sekitar Kota Manokwari mengingat sebagian besar
wilayah Manokwari yang berdekatan dengan wilayah laut dan pesisir. Selama ini, sebagian ekosistem mangrove
berfungsi secara ekologis dan ekonomis dalam mendukung kehidupan komunitas dan penduduk yang bermukim di
sekitar wilayah pesisir Kota Manokwari, secara khusus wilayah Arfai, Distrik Manokwari Selatan. Namun dengan
semakin meningkatnya populasi penduduk dan kebutuhan lahan pemukiman, maka telah terjadi pemanfaatan
kawasan pesisir yang intensif, baik untuk kegiatan pembangunan pemukiman, kegiatan perindustrian,
kegiatan ekonomi, dan kegiatan lainnyayang secara langsung berhubungan dengan ekosistem mangrove di pesisir
wilayah Distrik Manokwari Selatan. Dengan tingginya berbagai aktivitas antropogenik penduduk di wilayah
pesisir tersebut, maka tentu akan membawa dampak negatif menurunnya fungsi ekosistem mangrove di sepanjang
garis pantai dan mendegradasi fungsi ekosistem mangrove sebagai kawasan penyangga penting terhadap
gelombang air laut, intrusi dan abrasiwilayah pesisir. Disamping itu, belum adanya peraturan pemerintah daerah
tentang pemanfaatan lahan pesisir di Kota Manokwari serta pengelolaan limbah buangan yang baik juga turut
menjadi faktor pendorong semakin terdegradasinya ekosistem mangrove di wilayah pesisir Distrik Manokwari
Selatan. Namun sejauh ini belum terlihat dengan jelas faktor-faktor pendorong utama menurunnya fungsi
ekosistem mangrove dan seberapa intens kerusakan yang telah terjadi pada ekosistem mangrove di sepanjang garis
pantai Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari.

Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor pendorong kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Distrik Manokwari Selatan.
2. Intensitas dan laju kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir Distrik Manokwari Selatan.
3. Mengetahui pola mitigasi dan pengelolaan ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Distrik ManokwariSelatan.

Manfaat
Diharapkan melalui penelitian ini, diperoleh informasi tentang:
1. Faktor-faktor pendorong laju intensitas kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Distrik Manokwari Selatan.
2. Mengetahui intensitas dan seberapa cepat laju kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Distrik Manokwari Selatan.
3. Mengetahui pola dan cara meminimalkan kerusakan ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Distrik Manokwari Selatan.
Hutan mangrove/ Ekosistem mangrove.

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut terutama pantai
terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam ( Raden Ario, dkk. 2015). Selain itu Mangrove memiliki jasa
ekosistem yang beragam seperti penyerapan karbon dan siklus nutrisi.

Ekosistem hutan mangrove disebut juga dengan hutan pasang surut karena hutan ini secara teratur
atau selalu digenangi air laut, atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan terdapat di daerah
litoral yaitu daerah yang berbatasan dengan darat. Ekosistem hutan juga disebut ekosistem hutan
payau karena terdapat di daerah payau (estuari), yaitu perairan dengan kadar garam/salinitas antara
0,5 % dan 30 % (Indriyanto, 2006).

Menurut Duke (2007). Mangrove merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi
sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut dan harus
tetap dipelihara kelestariaanya dikarenakan ekosistem mangrove menyediakan jasa, seperti
menyerap CO2 di udara, tempat perlindungan ikan, kepiting, kerang, sebagai zona padang lamun
dan terumbu karang, melindungi masyarakat dari kenaikan muka air laut, badai, dan tsunami, dan
lain-lain.

Indonesia merupakan sebuah negara yang mana terdiri dari 17.508 kepulauan yang didukung
dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km. Banyak pantai yang dengan kondisi geomorfologi
dan hidrologi yang beragam yang mana terbentuknya banyak tipe ekosistem mangrove.(Cholis
Qodarriah 2017).

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan jenis hutan lainnya. Perbedaan
tersebut terletak pada keanekaragaman flora, fauna, dan habitat tempat hidupnya, selain itu
ekosistem hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memberikan banyak keuntungan
bagi manusia, karena produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam yang
sangat baik . (Saparinto 2007).
Sebaran Hutan Mangrove di Indonesia

Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia
diperkirakan berkisar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia. Namun luas
tersebut terus mengalami penurunan karena konversi. Antara tahun 1969 sampai 1980 sekitar 1 juta
hektar hutan mangrove telah dirusak. Sedangkan dari FAO menyebutkan bahwa pada tahun 1986
hutan mangrove di Indonesia tersisa 3,2 juta Ha atau telah terjadi pengurangan luas hutan mangrove
sebanyak 33,61%. Saat ini luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan tersisa 1,2 juta Ha.
Konversi untuk pertambakan dan pemukiman serta pengambilan kayu secara berlebihan akan terus
mengurangi luas hutan mangrove yang ada di Indonesia (Ghufran dan Kordi, 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki
kekayaan hayati yang paling banyak. Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari
total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. (Aswenty
Musbihatin, 2020).

Hutan mangrove adalah salah satu tipe hutan hujan tropis yang berada pada garis pantai perairan
teropis dan subtropis yang memiliki ciri yang sangat unik, tumbuhan ini merupakan peralihan dari
ekosistem daratan dan ekosistem lautan sehingga hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai hutan
tipe yang tumbuh di daerah pasang surut yang mana tergenang pada saat pasang dan bebas dari
genangan pada saat surut serta tumbuhan yang termasuk ke dalam toleran terhadap garam atau
dalam kondisi dengan salinitas tinggi. (Cholis Qodarriah 2017).

Ciri khas dari ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang yang terbesar
di dunia. Mangrove banyak tersebar di Indonesia. Terutama di wilayah pesisir Sumatera,
Kalimantan dan Papua. Penyebaran yang luas dari mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25
juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50
juta hektar pada tahun 1993. Penurunan tercendrung dari teridentifikasinya bahwa terjadi degradasi
hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar pertahun. (Tri Wijayanti,)

Pemanfaatan Hutan Mangrove

Pengelolaan sumber daya pesisir oleh masyarakat menurut Nikijuluw (2002), dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat
untuk mengelola sumber dayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan,
keinginan, tujuan serta aspirasinya. Pengelolaan ini menyangkut juga pemberian tanggung jawab
kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan
dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka.

Menurut Ana (2015) Berikut ini adalah beberapa manfaat hutan mangrove secara umum, yaitu

* Mencegah Erosi Pantai

Hutan mangrove menjadi salah satu tempat yang bisa menjaga perbatasan antara kawasan darat dan laut. Erosi
pantai akan terus menggerus permukaan bumi sehingga mengancam lingkungan manusia. Bahkan kondisi serius
bisa menjadi bencana alam yang besar. Hutan mangrove menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk
menyelamatkan garis pantai dari perairan laut.

* Menjadi Katalis Tanah dari Air Laut

Tanah bisa masuk ke dalam air laut secara terus menerus, karena bagian tanah tersebut bersentuhan langsung
dengan air laut. Untuk mencegah hal ini maka manfaat hutan mangrove secara ekologis menjadi sumber yang
sangat jelas untuk melindungi tanah disekitar laut. Tanah akan menjadi lapisan yang lebih padat dengan adanya
pohon mangrove, sehingga hal ini akan menyelamatkan tanah agar tidak terus tergerus oleh air laut.

* Habitat Perikanan

Kawasan hutan bakau adalah salah satu tempat yang paling nyaman untuk beberapa jenis makhluk hidup dan
makhluk hidup. Beberapa spesies seperti udang, ikan dan kepiting banyak berkembang biak di kawasan hutan
bakau. Sementara manusia membutuhkan beberapa makhluk hidup tersebut sebagai sumber nutrisi dan bahan
makanan yang penting untuk kesehatan.

* Memberikan Dampak Ekonomi yang Luas

Pohon mangrove yang banyak ditanam di hutan mangrove bisa dipanen seperti jenis tumbuhan lain. Manfaat hutan
mangrove bagi manusia berguna untuk diolah menjadi berbagai benda hiasan atau kerajinan. Upaya ini sangat
penting untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan meningkatkan standar ekonomi di daerah tersebut.

* Sumber Pakan Ternak

Pohon mangrove juga bisa dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan ternak. Pohon bakau yang telah
dihancurkan dan digiling menjadi bubuk pakan ternak yang mengandung nutrisi sangat baik untuk pertumbuhan
ternak seperti sapi, kambing atau unggas.

Nutrisi seperti mineral, protein dan kalori akan meningkatkan perkembangan ternak. Selain itu pohon mangrove
juga mengandung tanin dan bahan alami lainnya.

*ManajerPemanas Global

Pemanasan global memang menjadi ancaman yang sangat serius bagi alam dan manusia. Salah satu cara untuk
mencegah atau mengurangi dampak pemanasan global adalah dengan mengembangkan kawasan hutan bakau.
Tanaman mangrove menjadi salah satu penopang pemanasan dari perairan laut. Selain itu mangrove juga berperan
untuk mengatasi masalah banjir di kawasan pesisir.
* Sumber Pendapatan Bagi Nelayan Pantai

Masyarakat yang tinggal di kawasan pantai biasanya banyak bekerja sebagai nelayan. Mereka mencari ikan dan
berbagai sumber daya untuk menopang ekonomi keluarga. Manfaat kawasan hutan mangrove menjadi tempat yang
paling sesuai untuk pembibitan ikan, udang dan berbagai potensi habitat laut lainnya. Kawasan hutan mangrove
telah membantu menjaga ketersediaan sumber daya ikan di laut yang tidak akan habis. Sumber daya tersebut dapat
dimanfaatkan oleh nelayan sebagai sumber mata kebutuhannya.

* Menjaga Kualitas Air dan Udara

Kawasan hutan mangrove juga membantu manusia dalam mendapatkan air bersih dan udara yang segar. Kawasan
hutan bakau memiliki fungsi untuk menyerap semua kotoran yang berasal dari sampah manusia maupun kapal yang
berlayar di laut. Manfaat hutan mangrove bagi kehidupan adalah akan menyerap semua jenis logam berbahaya dan
membuat kualitas udara menjadi lebih bersih. Selain itu mangrove juga membantu alam dalam mendapatkan
kualitas udara yang lebih baik dan bersih.

* Pengembangan Kawasan Pariwisata

Kawasan hutan mangrove dapat dikembangkan menjadi salah satu objek wisata. Dengan cara ini maka hutan
mangrove akan menjadi tujuan wisata dari berbagai daerah maupun mancanegara. Pariwisata akan memberikan
dampak ekonomi yang sangat baik bagi masyarakat di sekitarnya dan negara secara khusus.

* Penyediaan Sumber Kayu Bakar

Hutan bakau sangat bermanfaat bagi penduduk yang tinggal di kawasan sekitar hutan bakau. Pohon dan kayu
bakau yang sudah kering dan rusak bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Dengan cara ini maka secara tidak
langsung sudah mengurangi kebutuhan gas atau bahan bakar bagi sebuah negara. Selain itu, bagi masyarakat di
sekitar hutan mangrove juga bisa memakai kayu mangrove untuk bahan bangunan atau kontruksi rumah.

* Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hutan bakau menjadi salah satu tempat untuk mengembangkan berbagai jenis ilmu pengetahuan dalam bidang
kerumitan, perikanan dan kimia. Banyak peneliti yang membutuhkan hutan mangrove dan dijadikan berbagai
sumber penelitian. Hutan mangrove akan meningkatkan berbagai jenis penemuan yang bisa disebarluaskan ke
seluruh dunia. Bahkan banyak peneliti asing yang di negaranya tidak memiliki hutan mangrove dan harus datang ke
Indonesia. Harapan untuk menemukan manfaat yang lebih besar dari hutan Mangrove bisa dilakukan dengan
metode ini.

* Menjaga Iklim dan Cuaca

Perubahan iklim dan cuaca dapat terjadi karena berbagai macam faktor, salah satunya adalah kerusakan sistem
dalam alam. Hutan mangrove menjadi sumber yang sangat jelas untuk menjaga ekosistem perairan antara laut,
pantai dan darat. Selain itu, manfaat hutan mangrove juga akan membantu manusia dalam mendapatkan iklim dan
cuaca yang paling nyaman untuk mencegah bencana alam.

Melestarikan hutan mangrove adalah salah satu tindakan yang sangat tepat untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Karena itulah kampanye untuk menyelamatkan hutan bakau menjadi salah satu hal yang paling banyak merusak.
Termasuk di Indonesia yang memiliki jumlah hutan bakau yang luas.
Interaksi dan Tingkat Ketergantungan ManusiaTerhadap Hutan Mangrove

Bedasarkan hasil penelitian (Norhidayati dkk,. 2018) terkait dengan tingkat ketergantungan
masyarakat terhadap kelestarian hutan magrove 51,61% cenderung tinggi dan persepsi masyarakat
cenderung positif hal ini dikarenakan masyarakat bertergantung langsung dengan hutan mangrove.
Masyarakat yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi pada hutan mangrove yaitu masyarakat
yang memiliki sawah di sekitar hutan mangrove serta masyarakat yang bekerja sebagai nelayan
sehari-harinya, maka secara tidak langsung hutan mangrove memberikan dampak baik bagi alam
dan lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat

METODE PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April 2022 di kelurahan ARFAI, DISTRIK
MANOKWARI SELATAN, KABUPATEN MANOKWARI, Lokasi dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar (nanti di tampilkan peta)

Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Camera
b. Meter Roll
c. Tali Rafia
d. Pita Meter
e. Alat Tulis
f. GPS
c. Prosedur Penelitian

1. Analisis Persepsi Masyarakat

Data pandangan/persepsi masyarakat terhadap penyebab kerusakan ekosistem mangrove


dikumpulkan melalui data observasi, wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dengan
dilakukan wawancara kepada tokoh masyarakat dan masyarakat local yang terdiri dari 26 orang
meliputi, pengelola kawasan 2 orang, tokoh masyarakat 1 orang, pegawai Kelurahan Bira 1
orang, nelayan 7 orang dan masyarakat sekitar 15 orang.

2. Analisis Vegetasi Mangrove

3. Analisis Keanekaragaman Jenis (H’)

Untuk memperkirakan keanekaragaman spesies dipakai analisis Indeks Shannon atau Shannon
index of general diversity (H ’ ) (Odum, 1993; Soegianto, 1994). Keanekaragaman spesies dapat
digunakan untuk menyatakan struktur komunitas keanekaragaman spesies yang tinggi
menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki komplesitas tinggi karena interaksi spesies yang
terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.

H’ = -∑{(ni/n) ln (ni/n)}

Dimana :
H’= Indeks keanekaragaman
ni = jumlah individu
n = jumlah total
Dengan kriteria

1. Nilai H< 1 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies pada suatu


transek adalah sedikit atau rendah.
2. Nilai 1<H<3 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedang.
3. Nilai H>3 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies
pada suatu transek adalah melimpah.

4. Analisis Tingkat Kerusakan Mangrove


Metode yang digunakan untuk menghitung tingkat kerusakan mangrove berpedoman kepada
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang kriteria baku dan
pedoman penentuan kerusakan mangrove dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 1. Kriteria baku dan pedoman kerusakan mangrove.

a. Penutupan adalah perbandingan antara luas areal penutupan jenis I (Ci) dan luas
dan luas total areal penutupan seluruh jenis (∑C), atau
=(
/ ∑ C x 100
= ∑ BA/A
BA = µ 2
/4
Dimana:
= Penutupan (%),
A = luas total area pengambilan sampel (contoh),
BA = Basal Area,
π = 3, 1416 (konstanta), dan
2= CBH/µ (lingkar pohon setinggi dada).
b. Kerapatan pohon adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis I (ni) dan
jumlah total seluruh tegakan jenis (∑n), atau:
= (ni/∑ n) x 100
Dimana:
Rdi = Kerapatan pohon/ha,
Ni = Jumlah tegakan jenis I,
∑n = Jumlah total seluruh jenis tegakan

5. Nilai Rehabilitasi

Nilai rehabilitasi hutan mangrove diasumsikan menjadi total biaya untuk rehabilitasi hutan tersebut.
Biaya rehabilitasi yang diperlukan untuk mengkompensasi kerusakan yang terjadi dapat diketahui
melalui studi literatur dengan melihat biaya proyek rehabilitasi yang pernah dilakukan oleh BPDAS
Jeneberang Saddang. Biaya rehabilitasi per hektar Rp. 35.022.000. biaya ini mengacu pada
P.8/KSDAE/SET.2/10/2017 Tentang Standar Kegiatan dan Biaya Bidang Konservasi Sumber Daya
Alam Dan Ekosistem Tahun 2018 berdasarkan (Andi dan Hasnidar 2022) Untuk mengetahui biaya
kerusakan Rehabilitasi digunakan rumus sebagai berikut:
TBR = 0 x LAR
Dimana:
TBR = Total Biaya Rehabilitasi (Rp)
0 = Biaya Rehabilitasi berdasarkan tahun penetapan biaya rehabilitasi
(Rp/Ha)
LAR = Luas Area yang akan di Rehabilitasi (Ha)

d. Variabel Penelitian

e. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh langsung dilapangan, yakni dengan melakukan pengambilan data
dilapangan berupa data perhitungan dilapangan, pengisian kuesioner, dan wawancara dengan
beberapa pihak yang terkait dan berhubungan langsung dengan hutan mangrove juga terlibat
langsung dalam usaha-usaha yang berhubungan dengan hutan mangrove , selanjutnya. Data
sekunder iyalah data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data teknis dari pihak–
pihak yang memiliki keterkaitan dengan usaha yang dimaksut dan mempelajari literatur, data ini
berupa data – data dari pemerintah setempat dan jurnal – jurnal penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian.

f. Pengolahan & ANalisis Data

Data yang diperoleh akan dihitung dan dianalisis denganAnalisis deskriptif bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diteliti.
Data yang diperoleh setelah pengamatan dan perhitungan di lokasi kemudian di olah menggunakan
program exel dan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan gambar yang sistematik.
DAFTAR PUSTAKA

Ana, C. 2015. 12 Manfaat Hutan Mangrove bagi Kehidupan Manusia. Diakses pada Februari
2023.https://manfaat.co.id/manfaat-hutan-mangrove.html

Andi Muh Akram, Hasnidar. 2022. IDENTIFIKASI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE


DI KELURAHAN BIRA KOTA MAKASSAR. Universitas Muslim Indonesia. Journal of
Indonesian Tropical Fisheries ISSN 2655 4461 Vol. 5, No 1, Juni 2022 Hal 1 - 11 IDENT.

Aswenty Musbihatin,. 2020. KEANEKARAGAMAN MANGROVE DI KAWASAN


EKOWISATA HUTAN MANGROVE PETANGORAN, GEBANG, TELUK PANDAN,
PESAWARAN. FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG 1441 H/ 2020

Duke, N.C.,J.O. Meynecke, S. Dittmann, A.M. Ellison, and K. Anger,. 2007. A World without
Mangroves?. J. Science, 317:41-42

Gufran H. Kordi K. Ekosistem mangrove potensi, fungsi dan pengelolaan. Jakarta: Rineka cipta,
2012.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Nikijuluw, Victor P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.P3R. Jakarta.

Norhidayati, Sudirman Muin, Ahmad Yani. 2018. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP


KELESTARIAN HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG BAIK BUDI KECAMATAN MATAN
HILIR UTARA KABUPATEN KETAPANG. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura
Pontianak. JURNAL HUTAN LESTARI (2018) Vol. 6 (4) : 1020 – 1031
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Raden Ario, Petrus Subardjo, dan Gentur Handoyo. 2015. Analisis Kerusakan
Mangrove Di Pusat Restorasi Dan Pembelajaran Mangrove (PRPM), Kota
Pekalongan. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro.

Saparinto.C. 2007. Pendayagunaan Hutan Mangrove. Penerbit Dahara Prize Semarang.

Tri Wijayanti, " Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan". Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan, Vol.1 Edisi Khusus, hal.16.

Cholis Qodarriah,. 2017. Kesesuaian Dan Daya Dukung Ekowisata Mangrove Ciletuh, Sukabumi,
Jawa Barat...., h. 13.

Anda mungkin juga menyukai