Anda di halaman 1dari 17

BAB II

DAMPAK PENEBANGAN HUTAN MANGROVE TERHADAP

LINGKUNGAN PESISIR DI DESA HALONG

A. Penebangan Hutan Mangrove Wilayah Pesisir

Pelestarian alam di pesisir seperti Indonesia kaya akan alam dan segala

isinya. Kekayaan alam yang melimpah ruah dimanfaat oleh beberapa oknum

yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Pembalakan hutan

menjadi masalah yang tak kunjung usai, terjadi hampir di seluruh kawasan

hutan Indonesia. Tidak hanya hutan darat, hutan mangrove yang berada di

pesisir pun ikut menjadi sasaran. Sejatinya, adanya hutan mangrove menjadi

salah satu upaya pelestarian alam di pesisir. 1 Hutan mangrove berada di tengah-

tengah antara wilayah darat dan laut, sehingga keberadaan pohon mangrove

sangat bermanfaat, baik dari segi ekonomis, fisik, maupun segi ekologis. Kini

hutan mangrove semakin sedikit akibat penebangan liar oleh oknum-oknum

yang tidak tahu akan pentingnya pohon tersebut.

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut,

sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove

dapat tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya

ditumbuhi selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur.

Hutan mangrove terdapat didaerah pantai yang terus menerus atau berurutan

terendam dalam air laut dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas

lumpur dan pasir. Secara harafiah, luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3%

1 R.M.Gatot.P.Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta. 1996. halaman


78-79
dari luas seluruh kawasan hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove didunia.

Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka, karena luasnya hanya 2%

permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas

di dunia.2 Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosial-

budaya yang sangat penting; misalnya menjaga stabilitas pantai dari abrasi,

sumber ikan, udang dan keanekaragaman hayati lainnya, sumber kayu bakar

dan kayu bangunan, serta memiliki fungsi konservasi, pendidikan, ekoturisme

dan identitas budaya.

Hutan mangrove merupakan komonitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komonitas vegetasi

ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan subtidal yang cukup mendapat

aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang

dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem hutan

mangrove di Indonesia saat ini dalam keadaan kritis karena terdapat kerusakan

sekitar 68 %, atau 5,9 juta hektar dari laus keseluruhan 8,6 juta hektar. Untuk

memperbaiki kondisi ini, diperlukan perubahan sikap dan persepsi. Karena

berfunsi sebagai menjaga daratan dari gerusan ombak dan tempat hidup dan

berbiaknya biota laut, kawasan hutan mangrove juga berpotensi

dikembangkannya daerah wisata alam.

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

2 M. Daud Silalahi. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Di

Indonesia. Alumni, Jakarta. 2001.halaman 96


didominasi oleh spesies pohon mangrove seperti: bakau, api-api, tanjung dan

bogem, sehingga bermanfaat bagi biota laut yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Dampak

berkurangnya hutan mangrove akibat karena aktifitas manusia yaitu berupa

kegiatan tebang habis pada ekosistem hutan mangrove mengakibatkan

berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.3 Hal ini berakibat hutan mangrove

tidak dapat lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan dan pengasuhan bagi

biota laut. Hutan mangrove yang berfungsi sebagai daerah asuhan (Nursery

ground), daerah mencari makan (Feeding ground) dan daerah pemijahan

(Spawning ground) maupun bermacam-macam jenis biota laut menjadi

terganggu.

Mangrove mempunyai sejumlah bentuk khusus yang memungkinkan

untuk hidup diperairan yang dangkal yaitu berakar pendek, menyebar luas

dengan akar penyangga, atau ujung akarnya yang khusus tumbuh dari batang

atau dahan. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

disepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi

istimewa disuatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan

berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Vegetasi mangrove termasuk

ekosistem pantai atau komunitas dangkal yang sangat menarik, yang terdapat

pada perairan tropik atau subtropik. Vegetasi mangrove merupakan ekosistem

yang lebih spesifik, jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena

mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai tajuk yang rata,

3 Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Rineka Cipta, Jakarta. 2000. hlm. 3-4
tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentuk yang khas.

Fungsi biologi hutan mangrove adalah sebagai penghasil bahan pelapukan

yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan

bahan pelapukan, yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi

hewan yang lebih besar, sebagai kawasan pemijah atau asuhan bagi udang,

ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali lepas

ke pantai, sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak

bagi burung dan satwa lain, sebagai sumber plasma nutfah dan genetika,

sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainya. Fungsi

ekonomi hutan mangrove adalah penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang,

serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga, penghasil bahan

baku industri, misalnya pulpen, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol,

penyamak kulit, kosmetik, dan zat pewarna, penghasil bibit ikan, udang,

kerang, kepiting, telur burung madu. 4

Fungsi lain (wanawisata) hutan mangrove adalah sebagai kawasan wisata

alami pantai dengan keindahan vegetasi satwa, serta berperahu di sekitar

mangrove, sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian. Ekosistem

mangrove memiliki berbagai potensi manfaat baik langsung maupun tidak

langsung. Hutan mangrove juga merupakan sumber bahan baku berbagai jenis

industri dan habitat berbagai jenis fauna. Namun kenyataan di lapangan

menunjukkan adanya kerusakan hutan mangrove yang cukup

4 Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., Sitepu, M J. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir

dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan III, Edisi Revisi. Pradnya, Paramita. Jakarta. 2004
memprihatinkan. 5

Kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh adanya kegiatan di

lingkungan mangrove, seperti perubahan hutan mangrove menjadi penggunaan

lain (tambak, pemukiman, dan lain-lain), pencemaran lingkungan (minyak,

sampah, dan lain-lain), atau kegiatan lain tanpa memperhatikan kelestariannya.

Savitri, Khazali menjelaskan, “penebangan hutan mangrove secara besar-

besaran untuk dikonversikan menjadi usaha pertambakan dapat menyebabkan

terputusnya siklus hidup sumberdaya ikan dan udang di sekitarnya.

Berkurangnya ikan dan udang di daerah ini berarti mengurangi pendapatan

nelayan-nelayan kecil yang biasanya beroperasi di sekitar pantai, penyudu

udang, pencari kepiting dan penjala ikan. Hutan mangrove memiliki banyak

fungsi, selain manfaat yang langsung secara nyata dirasakan oleh masyarakat

dan bahkan menjadi sumber penghidupan ekonomi seperti kayu dan pohon,

ikan, kepiting, dan lain sebagainya juga manfaat tidak langsung penahan abrasi

dan tempat ikan bertelur dan memijah”.6

Namun, seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat di wilayah

pesisir dan kebutuhan yang yang tinggi menyebabkan hutan mangrove

mengalami tekanan yang dapat mengancam keberadaan dan fungsinya.

Kondisi tersebut pada akhirnya dapat merugikan manusia dan alam karena

terkait dengan berkurangnya fungsi-fungsi baik ekologis maupun ekonomi dan

fungsi lainnya. Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan

laut. ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun

5 Kordi K. Ekosistem Mangrove, potensi fungsi dan pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta. 2012
6 Indriyanto, Ekologi Hutan, Bumi Aksara, Jakarta. 2006.. hlm. 8-9.
terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut,

angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir

mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi

di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan

karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Hutan mangrove merupakan ekosistem khas di wilayah pesisir dan memiliki

manfaat yang luas ditinjau dari aspek ekologi, fisik, ekonomi, dan sosial.

Ekosistem hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang terbarukan,

terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang secara fungsional berhubungan

satu sama lain dan saling berinteraksi. Ekosistem ini memiliki tiga fungsi

penting yakni fungsi fisik, fungsi biologi/ekologis dan fungsi ekonomi. Namun

demikian, ekosistem mangrove dikenal sebagai fragile ecosystem yaitu

ekosistem yang mudah mengalami kerusakan apabila terjadi perubahan pada

salah satu unsur pembentuknya. 7

Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove, memberikan

konsekuensi bagi ekosistem hutan mangrove itu sendiri, yaitu dengan semakin

tingginya tingkat eksploitasi terhadap lingkungan yang tidak jarang berakhir

pada degradasi lingkungan yang cukup parah, sebagai contoh adalah

berkurangnya luasan hutan mangrove dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas

dari ulah manusia yang kurang paham akan pentingnya kelestarian ekosistem

hutan mangrove di kemudian hari. Masyarakat hanya menilai hutan mangrove

7 Sukardjo, S. 1984. Ekosistem Mangrove. Oseana. 9(4): 1984. 102-115


dari segi ekonominya saja, tanpa memperhatikan manfaat-manfaat fisik dan

juga biologi yang ditimbulkan.

B. Dampak Penebangan Hutan Mangrove

Hutan bakau merupakan salah satu jenis ekosistem yang memiliki banyak

manfaat bagi kehidupan di bumi. Kerusakan hutan bakau menimbulkan

berbagai dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Namun, faktanya

banyak hutan bakau yang telah rusak. Dilansir dari NASA, bumi telah

kehilangan seperempat hutan bakau dalam 50 tahun terakhir dikarenakan

pertanian, akuakultur, pembangunan perkotaan, dan juga eksploitasi

berlebihan. Jika laju penggundulan hutan bakau terus dibiarkan, hutan bakau

akan semakin rusak. Tanaman bakau merupakan ekosistem yang menjadi

habitat banyak makhluk hidup. Jika hutan bakau rusak, hewan-hewan yang

hidup di dalamnya akan kehilangan tempat tinggal, tempat menyimpan dan

menetaskan telur, tempat berlindung, dan mengalami kematian. Ikan, udang,

kepiting, monyet, katak, penyu, dan hewan lainnya yang tinggal di pohon

bakau akan kekurangan habitat, mengalami kematian, dan menurunkan

populasi mereka. 8

Menurut Smith sonian Ocean, hilangnya satu mil persegi hutan bakau akan

menyebabkan hilangnya 275 ribu ton ikan per tahunnya (sama beratnya dengan

paus biru kecil). Sehingga rusaknya hutan bakau mengurangi jumlah ikan yang

tersedia bagi manusia. Hal tersebut bisa membuat manusia kekurangan sumber

daya makanan dan juga mata pencahariannya. Berikut beberapa akibat

8 Supriharyono. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.

Gramedia Pustaka Utama. 2002


kerusakan hutan mangrove9:

1. Badai serta tsunami yang tak terbendung

Kekuatan akar bakau yang dapat memecah gelombang, menjadikan

hutan bakau sebagai peredam badai dan juga tsunami sebelum menerpa

pesisir. Berdasarkan Mongabay, pada Tsunami Aceh tahun 2004 beberapa

daerah lolos dari kehancuran karena terlindung oleh hutan bakau yang

meredam gelombang tsunami. Rusaknya hutan bakau akan mengakibatkan

tidak adanya penghalang dan peredam saat badai siklon maupun tsunami

datang. Hal tersebut dapat menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan

juga kerusakan infrastruktur yang lebih parah.

2. Rusaknya ekosistem padang lamun dan terumbu karang

Dilansir dari American Museum of Natural History, akar bakau

menahan sedimen dan polutan yang mengalir ke laut sehingga menjaga air

ke laut tetap bersih. Rusaknya hutan bakau membuat kualitas air menurun,

polutan dan limpasan nutrisi dengan bebas masuk ke laut. Hal tersebut

dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem sensitif laut seperti padang

lamun dan juga terumbu karang. Kerusakan kedua ekosistem tersebut

secara perlahan juga akan merusak kehidupan di laut. Limpasan nutrisi

yang mengalir juga menyebabkan ledakan pertumbuhan alga. Ledakan

pertumbuhan alga dapat mengurangi oksigen terlarut dalam jumlah besar

dan membunuh makhluk hidup di sekitarnya.

9 Sadino, Peran Serta Masyarakat dalam pemberantasan pembalakan liar hutan (Illegal Logging),
Kementerian Hukum dan HAM RI Badan Pembinaan Hukum Nasional, (Kementrian Hukum dan HAM
RI, Jakarta. 2011), Hlm 131.
3. Berkurangnya udara bersih

Hutan bakau menyerap polusi karbon dioksida dalam jumlah banyak.

Disadur dari Smithsonian Ocean, hutan bakau di dunia dapat menyerap

sekitar 34 juta metrik ton karbon dioksida per tahunnya. Jika hutan bakau

rusak, jumlah karbon tersebut akan tetap berada di atmosfer.

C. Dampak Penebangan Hutan Mangrove Wilayah Pesisir di Desa Halong.

Perusakan hutan adalah merupakan salah satu bentuk perusakan

lingkungan, oleh karena itu maka perusakan hutan adalah merupakan suatu

kejahatan. Salah satu bentuk perusakan hutan itu adalah pembalakan liar

(penebangan liar). Tidak dapat dipungkiri bahwa penebangan liar merupakan

suatu hal yang sedang berkembang pesat di Indonesia saat ini. Dalam

perkembangannya penebangan liar menjadi kejahatan yang berskala besar,

terorganisir, dan mempunyai jaringan yang sangat besar. Salah satu

permasalahan di sektor kehutanan tersebut adalah proses penegakan hukum,

banyak kejadian di lapangan yang membuktikan lemahnya penegakan hukum

tersebut. Maka upaya untuk menanggulangi penebangan liar semakin sulit dan

menjadi prioritas.

Hutan bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh

dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Sedangkan pesisir

didefinisikan sebagai wilayah di mana daratan berbatasan dengan laut. Batas

wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang

tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti
pasang surutnya air laut, angin laut dan intrusi air laut. Kawasan pesisir dan

laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara

timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan

fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari

salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap

keseimbangan ekosistem keseluruhan.

Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam

menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.

Mangrove mempunyai peran ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat

penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan rehabilitasi

menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini

meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan

penyebaran penyakit). Kota-kota yang berada di pinggir pantai dan memiliki

areal mangrove seluas 43,80 Hektar, maka kawasan tersebut berpotensi untuk

dikembangkan sebagai obyek wisata (ekoturisme). Bahkan jika perlu, setiap

kota di pinggir pantai harus merehabilitasi hutan bakaunya sebagai safety green

belt (sabuk hijau pengaman).

Salah satu kasus yang menjadi perhatian dalam skripsi ini adalah:

Penebangan Hutan Mangrove Di Desa Halong, Kecamatan Teluk Baguala Kota

Ambon dimana Kegiatan penebangan Hutan Mangrove terjadi tanpa izin

ataupun pengetahuan warga lokal setempat untuk kepentingan perluasan

pembangunan Rumah Sakit milik TNI Angkatan Laut kota Ambon. Hal ini

memicu berbagai dampak lingkungan dan aspek ekonomi yang terjadi dimana
penebangan Hutan Bakau menimbulkan Abrasi dan hilangnya mata

pencaharian warga lokal setempat.

Faktor terjadinya degradasi (penyusutan) hutan bakau di Indonesia

disebabkan masih banyaknya masyarakat yang belum memahami pentingnya

ekosistem hutan bakau, baik untuk menjaga lingkungan (ekologis) maupun

manfaatnya bagi kehidupan (ekonomis). Hutan bakau memiliki arti penting

bagi nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai

dan pulau-pulau kecil. Tak hanya menyelamatkan kehidupan mereka dari

ancaman abrasi pesisir pantai. Kawasan hutan bakau juga memberi kontribusi

ekonomi bagi mereka. Ikan, udang, kerang, kepiting, dan organisme lainnya

menempatkan kawasan bakau sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah

untuk bertelur (spawning ground), dan daerah untuk mencari makan (feeding

ground). Hal tersebut menunjukan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi

bagi biota perairan tersebut. Hutan bakau atau mangrove memiliki beberapa

fugsi jika kita tinjau deri beberapa aspek, misalnya aspek fisika, kimia dan

biologi.

Dari sisi aspek fisika, mangrove berperan sebagai pelindung garis pantai

dari ancama abrasi yang disebabkan meluapnya air laut ke daratan. Hutan

bakau meredam efek destruksi dari gelombang pasang, dan barperan sebagai

pelindung bagi kawasan perumahan 30 nelayan yang biasanya berada di

belakang hutan ini dengan mengurangi atau menghambat kecepatan tiupan

angin ribut dan badai. Aspek kimia, hutan bakau berperan sama halnya dengan

fungsi hutan pada umumnya, yaitu mengurangi terjadinya polusi udara dengan
menyerap gas karbondioksida (Co2) yang berada di udara kemudian

menghasilkan oksigen (O2) yang kemudian digunakan oleh mahluk hidup

untuk menjalani proses kehidupannya.

Kawasan mangrove juga dapat menyerap limbah buangan yang telah

mencemari laut baik limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, limbah

yang berasal dari lalu lintas perkapalan ataupun yang berasal dari darat. Aspek

biologi dari hutan mangrove yaitu menjadi lokasi atau tempat habitat beberapa

mahluk hidup untuk melakukan aktifitasnya, baik untuk berkembang biak atau

mencari makan. Hutan bakau juga sebagai tempat bersarang atau persinggahan

bagi beberapa jenis burung yang melakukan migrasi untuk melakukan

perkembangbiakan atau upaya menghindar dari ancaman pergantian musim.

Satu fungsi lagi yang harus kita ketahui bersama, jika ditinjau dari aspek sosial

dan ekonomi maka kawasan ini juga sangat berpengaruh terhadap

perkembangan kehidupan manusia yang berdomisili di sekitarnya. Dari aspek

ekonomi, hutan mangrove dapat dikembangkan menjadi hutan wisata yang

secara langsung berdampak positif pada kehidupan masyarakat sekitar.

Jika memperhatikan manfaat hutan mangrove di wilayah pesisir pantai

kota Ambon yang terkonsentrasi di negeri atau desa : Laha, Tawiri, Poka,

Hunut, Waiheru, Nania, Passo, Negeri Lama, Lateri, Latta, Halong, Rutong dan

Leahari dimanfaatkan oleh masyarakat setempat meliputi : kayu bakar,

kontruksi, obat-obatan, ikan, kerang, kepiting, belut, soasoa, dan ular, dimana

bentuk dan jumlah jenis manfaat di masing-masing negeri atau desa bervariasi,

yaitu berkisar antara 5 – 8 jenis manfaat, dengan total nilai manfaat langsung
per Hektar per tahun sebesar Rp.85.360.856/Hektar/tahun, sedangkan per

tahunnya sebesar Rp.149.695.745/tahun.10

Dalam undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal (3)

menyebutkan “Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:

a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran

yang proporsional

b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi,

fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat

lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari.

c. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.

d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan

keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan

berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan

sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal

dan.

e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan undang-undang pada pasal

tersebut sebab penebangan hutan mangrove harusnya diikuti dengan

penanaman Kembali pada Desa Halong dan kepentingan masyarakat adat

sesuai dengan pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999

10Setyobudiandi, I., dkk. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan, Terapan
Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan Laut. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. IPB -
Bogor.
“Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum

adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional.” Pencatuman “semua hutan” dan

“termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, memiliki makna

hukum bahwa hutan mangrove dan kekayaan yang terkandung didalam hutan

mangrove pun termasuk di dalam Undang-undang Nomor. 41 Tahun 1999.

Hal ini dikarenakan hutan mangrove diklasifikasikan sebagai hutan.

Definisi lain dari hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di wilayah tropis

di sepanjang pantai atau estuari yang dipengaruhi oleh pasang surut. Berkenaan

dengan wewenang Kementrian Kehutanan dalam mengelola hutan mangrove

dan kawasan lahan hutan mangrove menurut Pasal 4 ayat (2) UU No. 41 Tahun

1999 bahwa penguasaan hutan oleh Negara memberi wewenang kepada

pemerintah (yang didalam hal ini adalah Kementerian Kehutanan) untuk

mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan

hutan, dan hasil hutan, menetapkan status tertentu sebagai kawasan hutan atau

kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan dan mengatur dan menetapkan

hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perubahan-

perubahan hukum mengenai kehutanan. Salah satu wewenang yang dimiliki

Kementerian Kehutanan ialah menetapkan kawasan hutan mangrove menjadi

kawasan konservasi.

Pasal 1 Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil dijelaskan bahwa sumber daya pesisir dan pulau-

pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya
buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu

karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati

meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi

infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa

lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi

bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang

laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.

Pada Pasal 60 undang-undang no 27 tahun 2007 dijelaskan bahwa Dalam

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat mempunyai

hak untuk:

a. memperoleh akses terhadap bagian Perairan Pesisir yang sudah diberi

izin lokasi dan Izin Pengelolaan;

b. mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional ke dalam

RZWP-3K;

c. mengusulkan wilayah masyarakat hukum Adat ke dalam RZWP-3K;

d. melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau

kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil;

f. memperoleh informasi berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir

dan pulau-pulau kecil;

g. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas


kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;

h. Menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah

diumumkan dalam jangka waktu tertentu;

i. Melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan pencemaran,

pencemaran, dan/atau perusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

yang merugikan kehidupannya;

j. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merugikan kehidupannya;

k. Memperoleh ganti rugi; dan

l. Mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahan

yang dihadapi dalam Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara garis besar faktor penyebab kerusakan hutan mangrove:

1. Faktor manusia yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan

hutan mangrove dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan. Seperti:

a. Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka

dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan

murah.

b. Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga,

karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang.

c. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan

mangrove.
d. Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan

pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan

yang sudah tidak rasional.

2. Faktor alam, seperti: banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang

merupakan faktor penyebab yang relatif kecil. Namun pada realitanya

kerusakan mangrove yang terjadi di desa halong akibat pembalakan dan

penebangan secara massif namun tidak diiringi dengan tahapan

penanaman Kembali.

Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menekan dampak yang

terjaadi akibat penebangan hutan salah satunya dengan kegiatan rehabilitasi

dan restorasi. Saat ini program rehabilitasi mangrove di Indonesia menurut

Priyono, sudah mulai banyak dilakukan oleh stakeholder mangrove diberbagai

daerah. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan dengan cara menanam propagul dan

bibit mangrove. Setyawan dan Winarno, mengatakan bahwa “restorasi

mangrove mendapat perhatian luas dilihat dari tingginya nilai sosial-ekonomi

dan ekologi ekosistem mangrove. Restorasi ini merupakan kegiatan yang

diantaranya dapat menaikkan nilai sumberdaya hayati mangrove, memberi

mata pencaharian penduduk, mencegah kerusakan pantai, menjaga

biodiversitas, poduksi perikanan, dan lain-lain”.11

11 Sunarto. 2008. Karya Ilmiah Universitas Padjadjaran. Peranan Ekologis dan Antropogenis Lahan

Mangrove, (Online), (http://www.google.com/universitaspadja djaran/, diakses tanggal 30 November

Anda mungkin juga menyukai