PIPIN NOVIATI SADIKIN Pengelolaan SDA & Lingkungan: Analisis Kerentanan Pesisir dan Pulau Kecil
[Pick the date]
pg. 2
menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Food and Agriculture Organization (FAO 2003) mengartikan mangrove sebagai vegetasi tumbuhan di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi social ekonomi dan lingkungan (Kustanti, 2011). Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
pg. 3
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran. Beberapa jenis mangrove yaitu: Bakau (Rhizopora spp.), Api-api (Avicennia spp.), Pedada (Sonneratia spp.), Tanjang (Bruguiera spp.) Peran dan manfaat hutan mangrove : pelindung alami yang paling kuat dan praktis untuk menahan erosi pantai. menyediakan berbagai hasil kehutanan seperti kayu bakar, alkohol, gula, bahan penyamak kulit, bahan atap, bahan perahu, dll. sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan, udang, burung, monyet, buaya dan satwa liar lainnya yang diantaranya endemik. mempunyai potensi wisata
Dari berbagai sumber lainnya, dinyatakan bahwa sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, pelindung daerah di belakang mangrove dari gelombang dan angin laut yang kencang, habitat (tempat tinggal) dan tempat berlindung, tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, pemasok hara dan makanan bagi plankton yang menjadi sumber makanan utama biota laut, penghisap CO2 dan penghasil O2 yang sangat dibutuhkan manusia, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit, serta ekowisata. Apabila hutan mangrove hilang , maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut ini: peningkatan abrasi pantai terjadi intrusi air laut lebih jauh ke daratan
pg. 4
terjadi banjir penurunan perikanan laut berkurangnya sumber mata pencaharian penduduk setempat
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya :Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel
(misalnyaRhyzophora spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi : Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.
pg. 5
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia pun, baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Dapat disebutkan di sini beberapa aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove beserta dampaknya. Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 (Widigdo, 2000). Bergantung cara pengukurannya, memang angka-angka di atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999), menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24 3,73 juta hektar. Kegiatan manusia yang berpotensi memberikan dampak kepada mangrove (Bengen 2000) dalam adalah sebagai berikut: 1. Tebang habis Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan atau irigasi Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitive terhadap perubahan lingkungan. Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zatzat hara melalui aliran air tawar berkurang.
pg. 6
3. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pertambangan Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground larva dan/atau stadium muda ikan dan udang. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove. Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di hutan mangrove. Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan manusia yang bermuara di laut. Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.
4. Pembuangan sampah cair Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H2S
5. Pembuangan sampah padat Kemungkinan terlapisnya pneumatoforayang mengakibatkan matinya pohon mangrove Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat
7. Penambangan dan ekstraksi mineral, baik didalam hutan maupun di daratan sekitar hutan mangrove Kerusakan total ekosistem mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove (daerah pencari makanan, asuhan) Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.
pg. 7
pg. 8
3. Jenis 1. Tipe perakaran jenis Bruguiera Sp. 2. Tipe perakaran jenis Rhizopora Sp. Tahan terhadap pencemaran, terutama pencemaran karena minyak. Pada lapisan, mangrove tertancap dalam maka Rhizopora semakin kuat. Tetapi bila lapisan dangkal maka Rhizopora mudah patah. Diantara akar-akarnya terdapat celah-celah sehingga ketika ada gelombang, termasuk gelombang tsunami, akan masuk melalui celah tersebut. 3. Tipe perakaran jenis Avicennia Sp Tahan terhadap gelombang dan tumbuh di area paling luar pantai yang mengarah ke laut. Avicennia paling rentan terhadap pencemaran laut (minyak) dan sedimentasi. 4. Umur Pendekatan umur mangrove adalah pendekatan spasial dan bukan mangrove individu. Spesies yang lebih muda lebih rentan daripada yang tua, dan teridentifikasi secara spasial. 5. Sistem zonasi Pada zonasi ini kerentanannya merupakan suatu kerentanan system. Namun ada beberapa jenis yang tidak membentuk zonasi. Sistem dengan luasan berbeda antara dua spesies dengan umur berbeda akan lebih rentan. Setiap zona punya kemampuan bertahan sehingga system zona akan menguntungkan. Misalnya, ketika zona A habis maka akan masih ada zona B. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kerentanan system zonasi mangrove adalah Jenis gangguan Jarak dari pantai Jarak dari sungai Tipe pantai atau topografi pantai
pg. 9
Mangrove air berada di belakang. Air laut masuk melalui sungai-sungai. Mangrove di sekitar sungai, yang terkena air laut adalah yang paling rentan. Sementara zonasi bukan dilihat per jenis melainkan ekosistem. Sehingga ketika jenisnya semakin sedikit keragamannya maka mangrove semakin rentan. Misalnya lapisan mangrove yang berbatasan dengan laut adalah jenis Avicennia, kemudian Soaneratia, Rhizophora, Bruguriera, Xylocarpus, Nypa, dan kemudian batas pantai. Menurut Hafizh (2008) parameter yang bisa digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan lingkungan pantai termasuk zonasi mangrove adalah parameter fisik dinamika pesisir untuk klasifikasi garis pantai, yaitu sebagai berikut: (1) tingkat pengaruh dan energy gelombang dan pasang surut, (2) kemiringan garis pantai, (3) tipe substrat bedrock/materi buatan/sedimen dan (4) produktivitas biologi dan sensitivitasnya.
Semakin tinggi gelombang, maka energy untuk membersihkan mangrove lebih kuat sehingga lebih mudah membersihkannya dari pencemaran dan kotoran. Sementara itu, bila kemiringan pantai semakin landai, maka akan semakin sulit membersihkan mangrove. Berdasarkan jenis substratnya, maka penetrasi pencemaran dan kotoran yang semakin besar, misalnya penetrasi minyak, maka akan semakin sulit untuk membersihkan zona tersebut. Adapun bagi produktivitas biologi pada zona mangrove pun akan terganggu dan terancam terkena dampak buruk. Zonasi mangrove dengan kemiringan yang landai pada kedalaman kurang dari 1 meter dengan kecepatan arus pasang surut dan arus menyusur pantai yang maksimum merupakan zona mangrove yang sangat rentan (Ali, Hafizh et al., 2008) Dalam kasus mangrove, aspek kerentanan ini bisa dimanfaatkan sebagai alat atau cara untuk melakukan pengelolaan, koservasi dan ekowisata. Pengelolaan berarti pengaturan, agar sumberdaya alam yang berada dalam ekosistem mangrove tetap ada dan terjaga. Selain itu, pengelolaan diperlukan sebagai untuk pemanfaatan ekologis, ekonomi dan sosialnya,serta untuk pelestarian atau konservasi.
pg. 10
Daftar Pustaka
Ali, Hafizh et al.,2008. Penentuan Indeks Kerentanan Lingkungan Pantai Berbasis Geospasial dan Parameter Fisik. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Kustanti, Asihing. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor. Rochana, Erna. et al Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. Noor, Yus Rusila et al., 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional. Bogor. Yulianda, Fredinan et al.,2010. Ekologi Ekosistem Perairan Laut Tropis. Pusdiklat Kehutanan Departemen Kehutanan RI, SECEM Korea International Cooperation Agency. Bogor. Http://Togarsilaban.wordpress.com
pg. 11