Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Wilayah Pesisir


Untuk dapat mengelola pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan (en-vironmental services) kawasan pesisir secara berkelanjutan (on a
sustainable basis), perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan
karakteristik utama dari kawasan ini.
Definisi wilayah pesisir bisa berbeda-beda, karena belum ditemukan suatu
istilah paten untuk mengartikannya. Sesuai dengan UU No.27 tahun 2007, wilayah
pesisir telah didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan
laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas
kabupaten/kota kearah pedalaman. Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa
wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Ada beberapa definisi mengenai wilayah pesisir dari berbagai sumber,
antara lain:
Menurut Dahuri (2001) memberikan penjelasan mengenai wilayah
pesisir sebagai berikut : Sampai sekarang belum ada definisi wilayah
pesisir yang baku. Namun demikian, kesepakatan umum di dunia bahwa
wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan
lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastal), maka suatu wilayah
pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar
garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai
(cross-shore) (Dahuri, 2001 : 6)
Menurut Poernomosidhi (2007) memberikan pengertian mengenai
wilayah pesisir sebagai berikut : Wilayah pesisir merupakan interface
antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan
dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik maupun sosial
ekonomi. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus sebagai
akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di
lautan. Ke arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan,
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Poernomosidhi, dalam Supriharyono,
2009 tentang Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis).

1.2 Ekosistem Hutan Mangrove


Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah
intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang
besar dan arus pasangsurut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di
pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. (Dahuri,
2003)
Hutan mangrove sering disebut hutan yang tumbuh digenangan air, hutan pasang
surut atau hutan bakau. Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut pantai berlumpur atau berpasir. Contoh jenis pohon mangrove antara lain
pohon api-api (Avicennia spp) dan bakau (Rhizophora spp). Hutan mangrove ini merupakan
ekosistem pesisir yang sangat penting untuk mendukung keberlangsungan hidup berbagai
biota laut. Merupakan tipe hutan tropis yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai
penahan abrasi akibat adanya gelombang air laut.
Adapun kemampuan adaptasi hutan mangrove untuk bertahan hidup di perairan
dangkal adalah :
a. Akar yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang
tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang.
b. Berdaun kuat dan mengandung banyak air
c. Mempunyai jaringan internal untuk menyimpan air dan kandungan garam yang
tinggi.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan mangrove, adalah :
a. Ketersediaan air payau.
b. Masukan bahan makanan atau nutrisi
c. Kestabilan unsur hara.
Ekosistem hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai macam satwa
liar antara lain reptil dan ikan-ikan genangan air, yang memiliki nilai ekonomis dan
biologis seperti bandeng, belanak dan udang. Lebih daripada itu, ekosistem hutan
mangrove sangat mendukung budidaya perikanan. Manfaat dan kegunaan hutan
mangrove bagi kehidupan manusia antara lain dapat digunakan sebagai kayu bakar,
bahan bangunan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, bahan obat-obatan,
teralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan sebagai tempat rekreasi.
Fungsi dan peran ekosistem hutan mangrove sangat penting sebagai tempat
untuk memijah, memelihara ikan, berlindung serta mencari makan bagi berbagai
jenis ikan. Oleh karena itu, kelestariannya harus dijaga. Penurunan kualitas dan
kuantitas ekosistem hutan mangrove akan mengancam kelestarian habitat tersebut
dan selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna.

Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Hutan Mangrove


Beberapa dampak kegiatan manusia yang mempengaruhi ekosistem
mangrove antara lain, (Bengen, D.G. 2000:27) :
1. Penebangan pohon tidak terkendali yang mengakibatkan tidak lagi
berfungsinya hutan mangrove sebagai daerah mencari makanan dan daerah
pemeliharaan yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang
memiliki nilai komersial.
2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi yang
mengakibatkan peningkatan salinitas hutan mangrove sehingga menyebabkan
dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi
lebih asin; ikan dan udang dalam tingkat larva dan juvenil (jentik) mungkin tak
dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif
terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Menurunnya tingkat kesuburan
hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang.
3. Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besar
yang mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove.
4. Aktivitas Penambangan yang mengakibatkan kerusakan total ekosistem hutan
mangrove di lokasi penambangan sehingga memusnahkan daerah
pemeliharaan (nursery ground) bagi larva, jentik ikan dan udang di lepas
pantai, dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut.

Tabel
Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Hutan Mangrove
Kegiatan Dampak Potensial
" Tebang habis " Berubahnya komposisi
tumbuhan mangrove.
" Tidak berfungsinya daerah mencari
makanan dan pengasuhan.
" Pengalihan aliran air tawar, " Peningkatan salinitas
misalnya pada pembangunan hutan mangrove.
irigasi. " Menurunnya tingkat
kesuburan hutan.
" Konversi menjadi lahan " Mengancam regenerasi stok ikan
pertanian, perikanan, dan udang di perairan lepas
pemukiman dan lain-lain. pantai yang memerlukan hutan
mangrove.
" Terjadi pencemaran laut oleh bahan
pencemar yang sebelumnya diikat oleh
substrat hutan mangrove.
" Pendangkalan perairan pantai.
" Erosi garis pantai dan intrusi garam.
" Pembuangan sampah cair. " Penurunan kandungan oksigen terlarut,
timbul gas H2S.
" Pembuangan sampah padat. " Kemungkinan terlapisnya pneumatofora
yang mengakibatkan matinya pohon
mangrove.
" Pencemaran minyak " Perembesan bahan-bahan pencemar dalam
tumpahan. sampah padat.
" Kematian pohon mangrove.
" Penambangan dan ekstrasi "Kerusakan total ekosistem mangrove,
mineral, baik di dalam hutan sehingga memusnahkan fungsi ekologis
maupun di daratan sekitar hutan mangrove (daerah mencari makanan,
hutan mangrove. asuhan).
" Pengendapan sedimen yang dapat
mematikan pohon mangrove.

Sumber : Prosiding Pelatihan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Thn. 2001


Contoh hutan mangrove yang didominasi oleh bakau (Rhizopora spp)
dapat dilihat pada ga mbar berikut :

Gambar Hutan Mangrove

Hutan mangr ove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang


penting di wilayah p esisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota pe rairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,
penahan abrasi, pen ahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove j uga mempunyai
fungsi ekonomis sep erti penyedia kayu, daun-daunan sebagai b ahan baku obat
obatan, dan lain-lain, (Bengen, D.G. 2000:32.)
Segenap ke gunaan ini telah dimanfaatkan secara tr adisional oleh
sebagian besar masy arakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari h utan mangrove
yang belum dikembangkan secara optimal, adalah kawasan wisata alam
(ecotourism).
Hutan mangrove juga disebut hutan pantai, hutan pasa ng surut, hutan payau,
atau hutan b akau. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh
di sepa njang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Hutan mangrove dapat hidup dengan subur kalau wilayah pesisir tersebut
memenuhi s yarat-syarat seperti berikut:
Terlindungi dari gempuran ombak dan arus pasang surut
yang kuat. Daerahnya l andai atau datar.
Memiliki muara sungai yang besar
dan delta. Aliran sungai banyak
mengandung lumpur. Temperatur
antara 20-40 derajat Celcius.
Kadar garam air laut antara 10-30 per mil.
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting di wilayah
pesisir sebab memilikifungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Adapun fungsi
ekologis dari hutan mangrove yaitu :
Penyedia nutrien bagi biota perairan.
Tempat berkembang biaknya berbagai macam
ikan. Penahan abrasi, penyerap limbah.

Pencegah intrusi air laut.

Penahan amukan angin taufan dan gelombang


yang besar.

Fungsi Ekologis Hutan Mangrove


Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki
beberapa fungsi ekologis penting :
Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air
permukaan.

Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun
dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan
sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang
berperan dalam penyuburan perairan.
Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding
ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan
(ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai
maupun lepas pantai.
Gambar Makrofauna hutan mangrove yang memperlihatkan penyebaran

Fungsi ekonomis dari hutan mangrove yaitu untuk :Bahan bakar, bahan kertas, dan
bahan bangunan. Perabot rumah tangga. Bahan penyamak kulit dan pupuk hijau.

Pemanfaatan Hutan Mangrove


Hutan mangrove dim a nf a a t ka n t e r ut a m a sebagai penghasil kayu
untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, dan juga
untuk dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai
pemasok larva ikan dan udang alam.

Gambar 2.14 Manfaat ekologi dan ekonomi hutan mangrove (Dixon, )


BAB II
PERMASALAHAN DEGRADASI PESISIR TELUK AMBON

Propinsi Maluku terkenal sebagai salah satu lumbung ikan di Indonesia. Berbagai wilayah di
daerah tersebut merupakan wilayah yang potensial untuk berbagai usaha perikanan, salah satunya
adalah Teluk Ambon. Teluk Ambon terkenal sebagai ladang ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan
Tuna (Thunus sp.) yang juga merupakan kualitas eksport. Namun, tidak hanya itu, Teluk Ambon juga
merupakan tempat penangkapan ikan umpan seperti ikan Teri (Stolephorus spp.), ikan make
(Sardinella, spp.), ikan lalosi (Caesio spp.), ikan lompa (Thrissina spp.), ikan Momar (Decopterus
spp.) dan ikan tatari /Rastrelliger spp. Ikan-ikan umpan tersebut digunakan untuk keperluan kapal-
kapal penangkap ikan yang beroperasi di laut Banda. Di sisi lain, Teluk Ambon terbagi menjadi dua
wilayah teluk yang berbeda karakteristiknya, yakni: Teluk Ambon bagian luar dan Teluk Ambon
bagian dalam. Dua wilayah ini dipisahkan oleh suatu ambang/sill berkedalaman 12,8 meter dan lebar
7,8 meter, sehingga oleh karena keberadaannnya yang demikian, maka membentuk karakteristik yang
berbeda antara Teluk Ambon bagian luar dan dalam, yakni pada Teluk Ambon bagian luar memiliki
pola arus yang dipengaruhi oleh laut Banda sehingga arusnya lebih deras, sedangkan di teluk bagian
dalam, arusnya lebih tenang. Dengan kondisi demikian, maka wilayah Teluk Ambon bagian luar
dikhusukan untuk perikanan ikan tangkap dan umpan sedangkan teluk Ambon bagian dalam
dikhususkan untuk perikanan ikan tangkap, ikan umpan serta ditambah dengan keramba jaring apung
(KJA). Berdasarkan fakta tersebut, maka sudah barang tentu masyarakat pulau Ambon banyak
menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam yang ada di Teluk Ambon maupun di pesisirnya.

Teluk Ambon merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang mengalami pertumbuhan
dan pembangunan yang pesat, selain itu pulau Ambon memiliki bentang alam yang berbukit-bukit dan
bergunung disertai lereng terjal (450) dan hanya sekitar 20% saja yang berupa dataran rendah yang
sempit dan pada umumnya tersebar disekitar garis pantai, sehingga kondisi ini mendorong sebagian
besar pengembangan pemukiman dan fasilitas pendukung lainnya di kawasan pesisir pantai.
Pengembangan wilayah yang terlalu mengekploitasi wilayah pesisir dan daerah sekitarnya akan
mendorong terjadinya percepatan degradasi pesisir. Hal ini sesuai dengan hasil kajian ahli pesisir di
Asia Tenggara menyatakan, 80% penduduk terkonsentrasi pada wilayah antara 0 60 km dari laut. Ini
merupakan penyebab kondisi Teluk Ambon yang saat ini jauh dari kualitas daerah perairan yang ideal
dijadikan daerah perikanan, padahal banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber
daya alam yang ada di Teluk Ambon bahkan pesisirnya.
Gambar Peta Pulau Ambon (Sumber: Miller, 1999)

Berbagai hal yang melatarbelakangi banyaknya eksploitasi terhadap daerah pesisir adalah: (i)
perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut.
Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada wilayah ini terjadi
pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat
berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari
batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka. Sedang kekuatan yang
berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal
dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan
curah hujan; (ii) Ekosistem pesisir memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga
mempunyai berbagai sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu potensinya
meliputi keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang, padang lamun dan
2.1 Proses dan Dampak Degradasi Pesisir Teluk Ambon Terhadap Manusia

Pembukaan lahan di daerah upland akan meningkatkan erosi permukaan, dan merupakan faktor
utama yang meningkatkan suplai muatan sedimen ke laut. Selain itu, sedimentasi dalam skala yang
lebih kecil dapat terjadi karena transportasi sedimen sepanjang pantai. Sedimentasi di perairan pesisir
terjadi perlahan dan berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi terus
berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan kondisi lingkungan fisik
di daerah aliran sungai terkait. Pembukaan lahan yang meningkatkan erosi permukaan dapat
meningkatkan laju sedimentasi. Sebaliknya, pembangunan dam atau pengalihan aliran sungai dapat
merubah kondisi sedimentasi menjadi kondisi erosional. Bila sedimentasi semata-mata karena
tranportasi muatan sedimen sepanjang pantai, laju sedimentasi yang terjadi relatif lebih lambat bila
dibandingkan dengan sedimentasi yang mendapat suplai muatan sedimen dari daratan. Proses
sedimentasi berlangsung perlahan dan terus menerus selama suplai muatan sedimen yang banyak dari
daratan masih terus terjadi. Proses sedimentasi berhenti atau berubah menjadi erosi bila suplai muatan
sedimen berkurang karena pembangunan dam atau pengalihan alur sungai. Pendangkalan akibat
sedimentasi alamiah Membawa beberapa dampak negatif. Dasar di hilir sungai akan meninggi akibat
sedimentasi ini. Akibatnya, air tidak mengalir dengan baik sehingga meningkatkan kemungkinan
banjir. Ekosistem pesisir juga terancam oleh pendangkalan. Biota-biota perairan dangkal kehilangan
habibat. Dampak yang ditimbulkan terhadap aktifitas masyarakat di pesisir Teluk Ambon adalah: jika
kehilangan makanan, populasi ikan menyusut sehingga jumlah tangkapan nelayan berkurang. Bagi
pelayaran, dampak pendangkalan berupa menyempitnya alur. Akibatnya, perahu dan kapal semakin
terbatas ruang geraknya, terjadinya abrasi pantai, terlalu banyak organisme yang mati akibat tercemar
logam berat, habitat dan ekosistem banyak yang rusak disebabkan pengikisan pantai yang diakibatkan
oleh proses sedimentasi.

Limbah domestik biasanya berasal dari kegiatan manusia sehari-hari, baik berupa padatan
maupun cairan. Limbah domestik ini tergolong dalam limbah organik yang mudah terurai oleh bakteri
dan jamur. Sehingga dapat menyebabkan kandungan oksigen di suatu perairan menjadi rendah. Selain
itu dapat menyebabkan eutrofikasi (pengkayaan unsur hara) sehingga dapat menyebabkan blooming
fitoplankton di suatu perairan. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila lingkungan tersebut sudah
tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Maksud dari peruntukannya adalah lingkungan tersebut sudah
tidak bisa digunakan lagi sebagai tempat untuk hidup dan berkembangbiak oleh makhluk hidup. Hal
ini sesuai dengan pengelolaan UU No 32 tahun 2009, bahwa pencemaran lingkungan adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pencemaran di wilayah pesisir paling banyak terjadi akibat aktivitas manusia yang dengan sengaja
membuang sampah atau limbah industri ke laut tanpa memikirkan efek sampingnya. Akibatnya dapat
memberi pengaruh dalam kehidupan manusia, mangrove. Jenis ekosistem ini merupakan habitat
nursery ground bagi berbagai macam spesies ikan karang, gastropoda, bivalvia, dan kepiting bakau;
(iii) daerah pesisir merupakan salah satu jalur penghubung antar daerah bahkan antar negara, contoh:
adanya pelabuhan. Perkembangan daerah pesisir biasanya dimulai dengan adanya fasilitas pelabuhan.
Berawal dengan adanya pelabuhan maka daerah-daerah kawasan pesisir pun dieksploitasi. Teluk
Ambon memiliki pelabuhan utama yang setiap harinya memiliki lalu lintas laut yang sibuk karena
banyak kapal-kapal perikanan yang berlabuh, hal ini tentu saja merangsang pembangunan fasilitas
perikanan yang menjamur di sekitar teluk bahkan kemudian diikuti dengan berbagai fasilitas lainnya,
yang tanpa disadari turut mengeksploitasi daerah pesisir.

2.2 Penyebab Degradasi Pesisir Teluk Ambon


Adapun berbagai penyebab terjadinya degradasi pesisir Teluk Ambon adalah: (i) pembukaan
lahan di daerah upland untuk berbagai kepentingan mengakibatkan tutupan vegetasi berkurang.
Tutupan vegetasi yang berkurang akan menyebabkan terjadinya erosi yang kemudian berujung pada
sedimentasi; (ii) pencemaran minyak dan sampah, yakni limbah domestik dan limbah industri; (iii)
penyimpangan tata ruang untuk pemanfaatan daerah pantai, pembangunan di sepanjang pesisir yang
tidak terkontrol serta aktifitas daerah urban yang ada di sepanjang teluk.

Dari latar belakang tersebut, maka terlihat jelas bahwa degradasi yang terjadi di pesisir Teluk Ambon
berawal dari degradasi lahan dan tanah kemudian berlanjut dengan degradasi air permukaan hingga
menuju ke pesisir sebagai tempat pembuangan akhirnya.

Gambar. Salah satu daerah yang terkena sedimentasi di Teluk Ambon


organisme lain serta lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya dapat juga menyebabkan keanekaragaman
biota laut di perairan menjadi rendah. Limbah cair domestik umumnya dapat dibagi dalam dua
kategori: yaitu limbah cair yang berasal dari cucian seperti sabun, deterjen, dan minyak, limbah cair
yang berasal dari kakus seperti sabun, sampo, tinja, dan air seni. Limbah cair seperti ini menghasilkan
senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Limbah cair domestik adalah
air buangan dari residen/rumah tangga, institusi, fasilitas keterampilan, dan fasilitas-fasilitas lain yang
sejenis, yang bervariasi kuantitas dan komposisinya dari waktu ke waktu. Limbah ini mengandung
bahan organik dan anorganik yang berbentuk cair, suspensi, atau koloid. Setiap mililiter dari limbah
domestik ini biasanya mengandung jutaan sel mikroba, dan kebanyakan mengandung bakteri yang
berasal dari saluran pencernaan, karbohidrat, vitamin, protein sehingga dapat degradasi oleh
pengelolaan secara biologis. Aktivitas sehari-hari yang kita lakukan seperti mandi, mencuci dan
berbagai aktifitas lain yang kita anggap sepele namun menghasilkan sisa buangan ternyata dapat
membahayakan bagi manusia dan lingkungan khususnya lingkungan laut. Proses masuknya bahan
pencemaran ke dalam ekosistem laut Proses masuknya bahan pencemar kedalam laut kemudian
dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang terdapat pada lingkungan dipicu oleh tiga faktor yaitu :

1. Disebarkan melalui adukan/turbulensi dan arus laut.

2. Dipekatkan melalaui proses biologi dengan cara diserap oleh ikan, plankton nabati atau
ganggang, dan melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara absorbsi, pengendapan dan
pertukaran ion. Bahan pencemaran akhirnya akan mengendap di dasar laut.

3. Terbawa langsung oleh arus dan biola laut (ikan).

Sebagian bahan pencemar yang masuk ke dalam ekosistem laut dapat diencerkan dan
disebarkan keseluruh laut melalui adukan turbulensi dan arus laut. Untuk wilayah-wilayah laut yang
luas dan terbuka dengan pola arus dan turbulensi yang aktif, bahan-bahan pencemar akan terurai dan
terbuang ke perairan laut yang lebih luas sehingga dapat meminimalkan konsentrasi akumulasinya
dalam suatu badan perairan. Akan tetapi wilayah-wilayah laut yang sempit dan tertutup, bahan
pencemar akan mudah sekali terakumulasi didalam suatu badan perairan. Bahan pencemar juga akan
terbawa oleh arus laut atau ke biota yang sementara melakukan migrasi/ruaya ke wilayah laut lainnya.
Dan akan lebih menguntungkan apabila terbawa perairan laut terbuka. Bahan pencemar yang tidak
diencerkan dan disebarkan serta terbawa ke wilayah-wilayah laut yang luas dan terbuka, akan
diperlukan melalui proses biologi, fisik dan kimiawi, dimana dalam proses biologi, bahan pencemar
biasanya diserap oleh organisme laut seperti ikan, fitoplankton maupun tumbuhan laut diserap lagi
oleh plankton nabati kemudian akan berpindah ke tingkat-tingkat tropik selanjutnya seperti avertebrata
dan zooplankton dan kemudian ke ikan dan mamalia. Sedangkan dalam proses fisik dan kimiawi,
bahan pencemar akan diabsorbsi, diendapkan dan melakukan proses pertukaran ion.

Selain limbah domestik, pencemaran juga dapat berasal dari limbah industri yang berupa buangan
minyak ke laut. Buangan minyak ini berasal dari aktifitas PLTD yang berada di sekitar lokasi Teluk
Ambon dan juga kapal-kapal yang melintasi dan berlabuh di Teluk Ambon. Minyak merupakan bahan
kimia yang berbahaya yang berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan
binatang dasar (bentos), yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air).
Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin
panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan.
Masuknya molekul-molekul hidrokarbon minyak ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan
beraroma dan berbau minyak. Minyak menyebabkan kematian pada ikan disebabkan kekurangan
oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya. Untuk jangka
panjang, terutama bagi biota laut yang masih muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-
biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein.

Hal lainnya adalah penyimpangan tata ruang di kawasan pesisir teluk Ambon, yakni
pembangunan pemukiman yang terlampau jauh mengkapling kawasan pesisir bahkan pengeringan
yang berlebihan membuat jalan air menjadi sempit.

2.3 Cara Penanggulangannya


Untuk menanggulangi sedimentasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang salah satunya
dengan cara pengerukan. Untuk pekerjaan pengerukan, yang harus diperhatikan adalah:
a. Pekerjaan pengerukan meliputi dua jenis kegiatan, yaitu pekerjaan pengerukan yang hasil
material keruknya tidak dimanfaatkan atau dibuang dan pekerjaan pengerukan yang hasil
material keruknya dimanfaatkan.
b. Selain itu pengerukan dapat dikategorikan dalam dua pekerjaan yaitu pekerjaan
pengerukan awal dan pengerukan untuk pemeliharaan alur pelayaran dan atau kolam
pelabuhan.
c. Pekerjaan pengerukan terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pelaksanaan pengerukan,
transportasi material keruk ke lokasi pembuangan dan kegiatan pembuangan material
keruk di lokasi pembuangan material keruk (Dumping area).
Untuk lokasi pengerukan, harus diperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan di perairan yang meliputi : alur laut bebas, alur
angkutan perairan, alur pelayaran, alur masuk pelabuhan,anjir atau terusan, kanal dan lokasi-
lokasi lain.

b. Pekerjaan pengerukan dan atau penambangan harus memperhatikan lokasi keruk dan atau
tambang dengan memperhatikan zona-zona yang ada antara lain zona keselamatan (Zafety
zone), zona TSS (Trafficseparation Scheme), zona STS (Ship to ship transfer) dan zona
tempat labuh jangkar (anchorage area), zona kabel laut, zona pipa instalasi bawah air, zona
pengeboran lepas pantai (Off shore drilling), zona pengambilan barang-barang berharga, zona
keamanan sarana bantu navigasi (SBNP), maupun zona-zona lainnya yang diatur oleh
ketentuan Internasional maupun instalasi Pemerintah terkait.

c. Bagi pelaksana pekerjaan pengerukan/penambangan di zona trafficseparation sheme atau


lokasi lainnya yang merupakan alur pelayaran yang ditentukan oleh pemerintah aupun IMO
harus mematuhi segala ketentuanantara lain yang telah diatur dalam Convention on
Regulation for Preventing Collition at Sea 1972.

d. Setiap pekerjaan pengerukan/penambangan harus mencantumkan volume sistem kerja dan


jangka waktu pelaksanaan secara jelas, sedang lokasinya ditetapkan dalam bentuk koordinat
geografis agar dapat diinformasikan melalui Berita Maritim ke semua kapal yang akan
melintas di area pekerjaan oleh Syahbandar.

e. Area keruk/tambang di zona traffic separation scheme yang merupakan zona lintas batas
yang terdiri dari beberapa negara harus mendapat rekomendasi dari Negara Anggota
Tripartiate Technical Group (TTEG) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Untuk lokasi pembuangan hasil pengerukan yang perlu diperhatikan adalah:

a. Tempat pembuangan material keruk yang lokasinya di perairan, idealnya dibuang pada jarak
12 mil dari daratan danatau pada kedalaman lebih dari 20 m ataulokasi lainnya setelah
mendapat rekomendasi atau izin dari Direktorat Jenderal perhubungan Laut,melalui ADPEL
atau KAKANPEL setempat.

b. Tempat pembuangan material keruk di darat harus mendapat persetujuan dari PEMDA
setempat yang berkaitan dengan penguasaan lahan yang sesuai RUTR.

Gambar. Komponen Proses Pengerukan


Pada tahap selanjutnya, untuk meminimalisir jumlah sedimen yang masuk ke perairan maka
dapat digunakan teknologi subsurface flow system yaitu dengan menggunakan bantuan vegetasi
sebagai filter dan perangkap sedimen.

Gambar. Elemen-elemen yang diperlukan dalam Subsurface flow system (USEPA, 2000)

Untuk penanggulangan limbah industri dan domestik dapat dilakukan dengan melakukan
penanggulangan limbah terlebih dahulu. Dan khusus untuk limbah domestik, harus ada larangan dan
sanksi tegas dari pemerintah agar masyarakat tidak membuang limbah domestik ke perairan. Untuk
limbah industri, dalam hal ini minyak maka dapat ditanggulangi dengan biodegradasi.

Di tahun 1972 dikemukakan tentang penggunaan bakteri untuk membantu meningkatkan biodegradasi
minyak bumi, sehingga dapat mengurangi pencemaran. Secara biologis, biodegradasi oleh bakteri
merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak memiliki pengaruh sampingan pada
lingkungan karena tidak menghasilkan racun ataupun blooming (ledakan populasi) karena bakteri ini
akan mati seiring dengan habisnya minyak. Aktivitas organisme mampu membantu proses
pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak menjadi CO2 dan H2O. Pada lingkungan
laut, aktivitas degradasi hidrokarbon oleh bakteri dibatasi minimnya konsentrasi nutrisi yaitu nitrogen
dan fosfor. Penambahan nitrogen dan fosfor ke dalam komponen minyak dapat merangsang proses
biodegradasi tumpahan minyak. Biodegradasi merupakan suatu proses yang penting artinya bagi
rehabilitasi lingkungan yang tercemar oleh minyak bumi maupun produk-produknya, dengan
memanfaatkan aktivitas bakteri untuk menguraikan pencemar minyak menjadi bentuk lain yang lebih
sederhana, tidak berbahaya, dan diharapkan memiliki nilai tambah bagi lingkungan. Minyak banyak
mengandung bahan organik, hidrokarbonnya banyak dimanfaatkan oleh bakteri dalam proses
kehidupannya. Proses oksidasi hidrokarbon oleh bakteri dan fungi banyak membantu proses
dekomposisi minyak dan produk minyak. Beberapa jenis bakteri, fungi, yeast, sianobakter, dan alga
hijau menunjukkan kemampuan mengoksidasi hidrokarbon. Pada dasarnya semua bakteri mampu
mendegradasi minyak, hanya saja setiap jenis memiliki kemampuan yang berbeda-beda termasuk
diantaranya Pseudomonas, Cyanobacter, Mycobacter dan beberapa jenis yeast. Oksidasi hidrokarbon
oleh bakteri tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, pH dan nutrisi.

Untuk penyimpangan tata ruang yang sudah terlanjur terjadi, maka hanya pihak pemerintah yang
dapat mengatasinya dengan membuat kebijakan. Kebijakan tersebut dapat berupa alternative
penggunaan teknologi untuk meminimalisir kerusakan pesisir akibat penyimpangan tata ruang.

2.4 Kesimpulan

Sebagai penutup, untuk strategi pengendalian pencemaran ada tiga langkah penanganan yaitu:

1. Berdasarkan Kebijakan : Yang dimaksud dengan penanganan ini adalah berdasarkan


Peraturan perundang-undangan yang di terbitkan baik daerah pemerintah maupun
Pusat. (PP No. 82 Tahun 2001)

2. Berdasarkan Teknis : Bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan


buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah
alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.

3. Non Teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan
mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi
pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara
jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL,
pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Pedoman Teknis Kegiatan Pengerukan dan Reklamasi, Direktorat Pelabuhan dan
Pengerukan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.

Halverson, V,N, 2004, Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface Flow Wetlands, Savannah River
Site, Aiken.

Idris, I, 1997, Tesis, Penataan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan (Studi
Kasus di Teluk ambon Dalam, Kodya Daerah Tingkat II Ambon), Program Pascasarjana, Program Studi
Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kuriandewa, E, T, 1998, Lamun di Teluk Ambon dan Permasalahannya, seminar Pengenalan Lingkungan
Pesisir Pulau Ambon, Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI, Ambon.

Matakupan, S, M, 1983, Suatu Pembahasan tentang Ikan Umpan dan Daerah Penangkapannya di Teluk
Ambon pada Musim Timur, Fakultas Peternakan/Perikanan Universitas Pattimura, Afiliasi Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Miller, A, 1999, Resource Management in The Urban Sphere: Ambons Urban Environment, University

of Hawaii at Manoa, Cakalele vol 10: 7-37.

Sumadhiharga, K; Yulianto, K, 1987, Pengamatan Beberapa Aspek Biologi dan Masalah yang Dihadapi
Perikanan Ikan Umpan Di Teluk Ambon, Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI,
Ambon. Teluk Ambon vol 11: 29-35.

Vatria, B, tt, Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem
Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya, Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri
Pontianak.
Wiadnya, R,G,D, tt, Materi Kuliah, Konservasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Universitas
Brawijaya, Malang.

Wouthuyzen, S; Hutahaean, W; Supriyadi, 1996, Pemantauan Indeks Vegetasi Pulau Ambon Dengan
menggunakan Citra Satelit Landsat Serta Kaitannya Dengan Kondisi Lingkungan Teluk Ambon, Prosiding,
Balitbang Sumberdaya Laut-Puslitbang Oseanologi-LIPI & Bappeda Tk I Provinsi Maluku & Universitas
Pattimura, Ambon.

www.wahyuancol.wordpress.com/category/proses-bencana-alam/sedimen. Kepulauan Indonesia

www.vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html. Pencemaran Pesisir dan


Laut

Anda mungkin juga menyukai