Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH LAHAN BASAH

EKOLOGI, EKOSISTEM LAHAN BASAH


Dosen: Prof. Dr. Yusni Siregar

Oleh
Welasari
Oktaviadewi
Asmungi
Helmi

PROGRAM DOKTOR ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS NEGERI RIAU
PE KAN BAR U
2016

1.1 Definisi Lahan Basah


Oleh

Salim

Arrokhman

(1508100020)PROGRAM

Studi

(1508100021)Aufa

Biologifakultas

Matematika

Imiliyana
Dan

Ilmu

Pengetahuan Alaminstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya


Menurut Konvensi Ramsar, sebutan lahan basah (wetland) mencakup beraneka
ekosistempedalaman, pantai dan laut yang memiliki sejumlah tampakan yang
sama. Tampakan yangsama dari semua lahan basah ialah daerah-daerah
alami atau buatan berair yang bersifattetap atau berkala, dengan air
tenang (stagnant, static) atau mengalir, dan bersifat tawar,payau atau
asin.
Lahan basah mencakup lahan gambut, dataran banjir, hamparan
lumpur lepas pantai (mudfat), estuari, kawasan mangrove, air laut yang
kedalamannya (depth)sewaktu surut tidak lebih daripada 6 m, dan lahan basah
buatan seperti waduk, sawah dantambak (Notohanagoro, 2006).Menurut Poniman
dkk (2006), wilayah lahan basah memiliki beberapa karakteristik yangunik yaitu:
1. Merupakan dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir,
2. Merupakan wilayah yang mempunyai elevasi rendah,
3. Beberapa tempat dipengaruhi oleh pasang surut untuk di wilayah
dekat dengan pantai,
4. Dipengaruhi oleh musim yang terletak jauh dari pantai,
5. Sebagian besar wilayah ini tertutupi dengan gambut.Faktor-faktor yang
mempengaruhi

ekologi lahan basah antara

lain faktor klimatik

(iklim),fisiografik, edafik, dan biotik.


1.2 Faktor Iklim dalam Ekologi Lahan Basah
Iklim dapat mempengaruhi fungsionalitas, distribusi, dimensi, dan
bentuk sistem estuaridan pesisir. Perubahan iklim dapat berdampak pada
sistem pesisir dan estuari meliputi percepatan naiknya permukaan laut,
bertambahnya temperatur, berubahnya distribusi hujandan masuknya air tawar,
frekuensi serta intensitas badai, kesemuanya itu bekerja dalamjangkauan
skala temporal dan spasial. Efek perubahan iklim dapat semakin kuat
ketikaterjadi interaksi dengan aktifitas manusia di wilayah pesisir (Day et al,
2

2008).Berbeda dengan wilayah pesisir dan estuari, di ekosistem air tawar


faktor iklim belumbanyak diketahui dampaknya. Efek iklim yang
diketahui berdampak pada ekosistem air t aw ar an ta ra l ai n da la m ha l
p re s i pi ta s i da n ev ap or as i. P re s i pi ta s i da n ev ap or as i in i berdampak
pada ketersediaan air di ekosistem tersebut. Pada ekosistem air tawar
denganempat musim misalnya, pada musim gugur kolam air akan terisi
sebagian dengan hujan ya n g s e di ki t, s aa t mus i m s emi k ol a m a ka n
t er is i pe nu h da n s aa t mus i m di ng in k ol am tersebut akan membeku
(Brooks, 2009).Salah satu contoh perubahan iklim berdampak pada kenaikan
permukaan laut adalah kasusdi Florida Selatan. Sejak sekitar tahun 1930
ketinggian permukaan air laut relatif mulai naik. Sejak saat itu ketinggian
permukaan air laut di Florida Selatan bertambah sekitar 23cm. Maka dapat
diperkirakan laju kenaikan permukaan air laut di Florida Selatan
adalahsekitar 30 cm per abad. Kenaikan permukaan laut ini dapat
berdampak sangat besar padapembentukan ulang geomorfologi, pola sirkulasi,
pola salinitas, dan proses ekologi selamaabad ke 21 (Davis et al, 2005).
Eustatic sea level relative (ESLR) telah naik selama abad ke-20 sampai
sekitar 15-20 cm.Kebanyakan model iklim memprediksi bahwa ESLR di abad ke21 akan naik sekitar 20-60cm,

na mu n

ke j a di an

b ar u- b ar u

i ni

men un j u kk an ba hw a ES LR ak an na ik s a mp a i 1 m. ESLR akan lebih


tinggi di area-area tertentu seperti wilayah pesisir dan estuari.
NaiknyaESLR dapat menyebabkan perubahan yang signifikan pada
geomorfologi di ekosistempesisir, merusak kadar salinitas di estuari, dan
hilangnya asosiasi lahan basah diseluruh dunia. Tabel berikut menunjukkan
kejadian perubahan dalam skala waktu pada ekosistemlahan basah menurut Day
(2008)
Tingginya rasio dari penurunan tanah juga berperan dalam
tingginya ESLR, biasanyaterjadi di delta dikarenakan pemadatan,
penggabungan, dan sedimen yang mengering. Didelta Missisippi,
kenaikan ELSR-nya mencapai 10 mm/tahun. Delta sungai Nil kenaikan

ELSR-nya 5 mm/tahun. Sedangkan di delta Rhone dan Ebro kenaikan ESLR-nya


antara 2-6 mm/ t ah un . M an us i a j uga be rp er an da la m me mp er c ep a t
l aj u ke na ik an E S L R d en ga n drainase dan pengambilan air, minyak, dan gas
(Day, 2008).Sampai sekarang hanya ada beberapa fakta empiris yang
menyatakan

bahwa

frekuensibadai

tropis

dan

angin

topan

akan

meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur permukaan laut,


walaupun masih banyak diperdebatkan. Gelombang badai akanmenghantam
wilayah yang lebih jauh dari laut akibat naiknya ESLR. Badai
berdampak pada ekogeomorfologi lahan basah di wilayah pesisir pada
alur

dan

skala

g eo mo rf o lo g i,
barrier

pulau,

yang

berbeda.D ar i

a ng in d an omba k
erosi

di

dataran

s ud ut

p an da ng

f is ik

da n

da pa t men ye b a b k an pergerakan

tinggi

dan

lahan

basah,

dan

juga

menghancurkanvegetasi di lahan basah. Sedimen di subtidal dan intertidal juga


dapat berkurang sehinggasecara lokal dapat menambah kedalaman.
Kebanyakan

komponen

penyusun

ekosistemlahan

basah

di

wilayah pesisir terbentuk oleh badai. Badai dapat menyebabkan efek


baik langsung maupun tak langsung dan berdampak menguntungkan ataupun
merugikan. Badaida pa t men ye b a b ka n ke ma ti a n ba n ya k o rgan is me d i
l ah an ba s a h, me n ye b a bk a n al ir an polutan masuk atau keluar dari
ekosistem

lahan

basah,

dapat

menyebabkan

perubahan te rh ad ap

p ro du kt iv it as ek os i s t e m l ah an b as ah , da n d ap at men gu ba h s ta tu s
s u ks es i di ekosistem tersebut (Day, 2008).
1.4 Faktor Fisiografik
Pada skala besar, ekogeomorfologi ekosistem lahan basah dihasilkan dari
interaksi prosesgeofisik dengan proses-proses ekologi pada habitat lokal yang
juga dapat mengendalikanpertumbuhan dan zonasi tumbuhan. Gradien
dalam proses geofisik pada wilayah pesisir menghasilkan variasi aliran
energi dan siklus-siklus biogeokimia pada lahan basah estuari.Hal ini dapat
ditunjukkan dengan situasi yang beragam dari ekosistem yang berbeda dalamhal
zonasi tanaman, biomassa, produktivitas, biogeokimia, dan siklus nutrisi
serta bahanorganik dengan perairan pesisir (Day, 2008).
5

1.5 Faktor Edafik


Banyak literatur mengenai penelitian di lahan basah mengenai bagaimana
pembagian daur hidrologi berdampak pada struktur dan fungsi dari suatu
lahan basah (Fraser, 2005). Die ko s i s t e m man gr ov e d ek at p es is ir
mis a ln ya , s el ur uh pr os e s ek ol og i s e ca ra hi dr ol og y
dikendalikan oleh aliran air tawar dari darat menuju wilayah mangrove tesebut
yang akansecara langsung berinteraksi dengan air asin. Aliran air tawar dari darat
dapatmempengaruhi ekosistem estuari mangrove dalam hal hidrologi, salinitas,
dan suplai fosfor (Davis, 2005). Sedangkan di ekosistem air tawar sementara
(ephemeral freshwater system),hidrologi

khususnya

hidroperiodisasi

dan

hidroregim (pola temporal dari banjir) adalahfaktor abiotik yang sangat


besar pengaruhnya (Brooks, 2008). Sedangkan menurut Day (2008),
naiknya permukaan air laut dapat meningkatkan frekuensi terjadinya badai,
badaiini akan secara langsung atau tak langsung berpengaruh terhadap
ekosistem lahan basah,terutama daerah pesisir.
Tumbuhan di lahan basah dapat mentolerir penggenangan secara
periodik, namun bibittanaman belum dapat mentolerir penggenangan yang
terlalu tinggi dan lama. Secara umumbiomassa, pertumbuhan, dan tingkat
kelulusan hidup tanaman bergantung pada variasi kedalaman penggenangan.
Semakin dalam penggenangan, tidak hanya biomassa tanamanyang berkurang
namun juga tingkat kelulusan hidupnyapun juga berkurang (Fraser, 2005).
1.6 Faktor Biotik
Menurut Poniman (2006), lahan basah di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi enamtipe lahan basah berdasarkan karakteristik
sistem lahan, yaitu:
Rawa pasang surut (Tidal swamps)
Rawa musiman (Seasonal swamps)
Dataran Aluvial (Alluvial plains)
Sabuk meander (Meander belts)
Rawa gambut dan marshes (peat swamps and marshes)

Dataran banjir L ah an b as ah p as an g s u ru t da la m t in j a ua n b io lo gi s
a da la h l ah an ya n g s e ca ra ut a ma ditumbuhi tumbuhan mangrove. Lahan ini
berada dekat muara sungai dan daerah pasangsurut sepanjang pantai. Mangrove
adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasioleh beberapa jenis
pohon

mangrove

yang

mampu

tumbuh

dan

berkembang

pada

daerahpasang surut pantai berlumpur atau berpasir (Mangkoedihardjo, 2005).


Banyak ragam hewan hidup dalam rawa mangrove. Oleh karena
rawa mangrove secarako ns t an men da p at nu tr ie nt me l a lu i al ir an a ir
p er mu k aa n da n pa s a ng s ur ut l au t mak a terdapat banyak kehidupan mulai
dari bakteri, protozoa, cacing, barnacles (Ballanus spp.),oyster (Crassostrea
spp.), dan invertebrate. Organisme-organisme tersebut merupakanbagian
dari

mata

rantai

makanan

ikan

dan

udang,

burung,

dan

juga

buaya(Mangkoedihardjo, 2005).Lahan basah non-pasang surut secara


biologis terutama ditumbuhi rumput yang adaptif terhadap air tawar dan
bergaram laut. Yang membedakan antara lahan basah pasang surutdan non-pasang
surut, secara biologis adalah tumbuhan Cattail (Typha latifolia) merupakanrumput
khas lahan basah non-pasang surut. Sedangkan lahan berawa campuran antara
air tawar dan air laut mempunyai kandungan tinggi nutrient sehingga dapat
dikatakan sebagaisalah satu ekosistem paling produktif di dunia. Lahan ini
dapat menjaga kesinambungan beragam kehidupan komunitas tumbuhan yang
mendukung

berbagai

perkembangbiakan

kehidupan

ikan,

udang,

konsumen.Lahan
mamalia

dan

itu

menjadi

tempat

burung(Mangkoedihardjo,

2005).Vegetasi pada lahan basah khususnya daerah pesisir berperan penting


dalampenanggulangan naiknya ESLR (Eustatic sea level relative). Pada
dasarnya lahan basahp e s i s i r d a p a t s e l a m a t d a r i k e n a i k a n E S L R
selama

lahan

basah

tersebut

m e n g a l a m i kenaikan tanah yang

sebanding dengan kenaikan ESLR. Kenaikan tanah pada lahan basahdapat


disebabkan oleh penambahan sedimen anorganik atau organik ke tanah
di lahanbasah tersebut. sedimen anorganik datang dari laut maupun
darat,

sedangkan

sedimenorganik

datang

dari

penambatan

sekaligus

pengelolahan bahan-bahan organik oleh vegetasidi lahan basah itu (Day, 2008). Di
7

Florida Selatan contohnya, mangrove di daerah tersebutberpotensi menaikkan


ketinggian

tanah

sebanyak

2-6

mm/tahun.

Rasio

tersebut

dapatdipengaruhi oleh bencana alam (topan, badai), dan keterbatasan nutrisi yang
menyebabkanlamanya pembentukan lapisan sedimen organik (Davis, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Robert T. 2009.Potential Impact of Global Climate Change on the Hydrology
and Ecology of Ephemeral Freshwater System of the Forest of the
northeasternUnited States.
Climatic Change (2009) 95: 469483 D a v i s , S t e v e M , e t a l . 2 0 0 5 .
A Conceptual Model of Ecological Interactions in theMangrove
Estuaries

of

the

Florida

Everglades

WETLANDS,

Vol.25,

No.4,December 2005, pp.832842Day, John W, et al. 2008.


Consequences of Climate Change on the Ecogeomorphology of Coastal Wetlands
. Estuaries and Coasts (2008) 31:477491Fraser, Lauchlan H, et al. 2005.
A

Comparative

Assessement

Of

Seedling

Survival

and Biomass

Accumulation For Fourteen Wetland Plant Spesies Grown Under Minor


Water-Depth Differences
. WETLANDS, Vol.25, No.3, September 2005,pp. 520530Mangkoedihardjo,
Sarwoko. 2005.
Perencanaan Tata Ruang Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Daratan: Sebuah KajianDengan Pendekatan
Energi, Ekosistem, dan Ekologi

. Seminar Nasional InovasiPraktek Penataan Ruang Dalam Desentralisasi


Pembangunan ITS Surabaya, 22September 2005Notohanagoro, Tejuyowono.
2006.
Perspektif Pengembangan Lahan Basah: Maslahat danMudarat.
Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah MadaPoniman, Aris, dkk. 2006.
Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah Untuk Mendukung Pembangunan
Nasional
. Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-134

10

Anda mungkin juga menyukai