Verstappen (1983) dalam Retno Sriwayanti (2009), mengemukakan bahwa ada beberapa
faktor geomorfologi mayor yang berpengaruh dalam pengembangan lahan yaitu bentuk lahan,
proses geomorfologis, dan kondisi tanah. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuk lahan
mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya
dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup
kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk
lahan memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah
tertentu.
Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas
manusia (Retno Sriwayanti, 2009). Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai
bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia Bentuk lahan antropogenik merupakan salah
satu bentuk lahan mikro.Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan
direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada
maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang
telah ada.
Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada.
Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi
seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan struktural dan fluvial
dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan struktural dan denudasional dari bukit yang
telah mengalami perubahan bentuk akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro
Mojokerto.
Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan.
Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh inibukan merupakan bentuk lahan
antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse karena sawah
dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah dan permukiman hanya
termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan. Bisa saja sawah ada di dataran
bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan
permukiman juga bisa terdapat di dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng,
namun keberadaan sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk
lahan antropogenik (Retno Sriwayanti, 2009).
Misalnya Pantai Marina Semarang, pantai ini merupakan pantai yang terbentuk karena
aktivitas reklamasi. Kawasan yang direklamasi tersebut memanjang sesuai dengan bibir atau
garis pantai. Daerah yang direklamasi cukup luas yaitu sekitar 200 hektar. Material yang
digunakan berupa batuan vulkanik dan breksi. Pada bagian bawah diisi dengan breksi.
Kemudian diatasnya diisi dengan batuan vulkanik.
Perubahan garis pantai mengakibatkan perubahan arus mengarah ke pantai. Arus yang
sedianya dapat tertahan di Pantai Marina kemudian berubah arah masing-masing ke arah barat
dan timur. Arus yang ke arah timur memiliki arus yang relatif besar dengan tidak membawa
sedimen laut. Pada arus ini akan mengakibatkan abrasi terhadap pantai. Akibat abrasi pantai
sekitar lima hektare lahan yang telah diuruk hilang.
Selain abrasi, reklamasi Pantai Marina secara umum berpengaruh pada terjadinya erosi
pantai di Sayung, Demak. Padahal, daerah tersebut dahulunya merupakan kawasan
sedimentasi. Namun sekarang kondisinya sudah berbeda jauh, di kawasan pantai itu banyak
yang mengalami erosi. Reklamasi atau pengurukan kawasan pantai akan mengubah sifat arus
yang kemudian berdampak pada erosi pantai di daerah lain. Karena itu, setiap ada pengurukan
kawasan pantai harus diwaspadai sifat arus pantai. Sifat arus air di Pantai Semarang berputar
ke timur karena pada sisi timur Semarang terdapat tanjung. Arus air yang berputar seperti itu
menyebabkan rawan erosi, perubahan fisik pantai, dan sedimentasi pantai dapat berubah.
Selain mengakibatkan dampak tersebut, reklamasi pantai juga akan menambah jarak tempuh
air sungai. Hal ini berpengaruh pada keterbentukan sedimentasi di muara yang lama sehingga
terjadi pendangkalan di sana.
Gambar 1. Pantai Marina Semarang
Sumber: http://sayaindonesia.com/forum/viewtopic.php?f=101&t=394
Atau contoh lainnya yaitu Kansai International Airport. Kansai International Airport (KIA)
merupakan bandara internasional yang dibangun di atas lahan reklamasi di Teluk Osaka,
Jepang.
Kansai International Airport merupakan bukti kepedulian pemerintah Jepang akan solusi
sebagai akibat dari semakin terbatasnya tanah yang ada di negeri matahari terbit ini. Sekaligus
sebagai upaya untuk mengurangi polusi suara pada daerah-daerah hunian bagi masyarakat
Jepang.
Pantai Marina dan Kansai International Airport termasuk ke dalam lahan antropogenik
karena aktivitas reklamasi tersebut telah mengubah kondisi morfologi pantai. Garis pantai
Marina menjadi lebih menjorok ke laut.
2. Waduk
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan.
Waduk dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut
penuh. Waduk dapat terbentuk dari bentuk lahan lain yang telah ada. Misalnya berasal dari
bentuk lahan struktural dan fluvial. Waduk merupakan bentuk lahan antropogenik karena
terbentuk oleh aktivitas manusia yang merubah lahan menjadi berbentuk cekungan.
Gambar 4. Waduk Pluit, Jakarta
Sumber: http://lintasjakarta.com/04/2009/456/waduk-pluit-akan-direhabilitasi-pada-juli-2009/
3. Pelabuhan
Menurut peraturan pemerintah RI no. 69 tahun 2001
tentang kepelabuhanan, yang dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan
perairan di sekitarnya dengan batas batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan atau bongkar muat barang yang di lengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar
moda transportasi.
Pelabuhan termasuk lahan antropogenik karena bentuknya telah merubah bentuk lahan
pesisir sebelumnya.
4. Penambangan Pasir
Penambangan pasir termasuk ke dalam lahan antropogenik karena aktivitas tersebut
merubah bentuk lahan yang berbukit. Selain itu penambangan pasir juga dapat mengakibatkan
erosi dan sedimentasi serta menurunkan keanekaragaman flora dan fauna.
Gambar 7. Aktivitas Penambangan Pasir
Sumber: http://www.iai-banten.org/2008/02/08/dari-gunung-hutan-dan-pantai-menyusuri-banten-
lebih-dekat-day-2/
Misalnya Bukit Ngoro yang terletak di sekitar daerah perbukitan dan patahan Watukosek
Mojokerto. Bukit ini merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang kemudian telah
mengalami degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya penambangan pasir dan
pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur lapindo Sidoarjo.
Referensi