Anda di halaman 1dari 19

1

ANALISIS KONDISI BIOFISIK (LAND USE, TOPOGRAFI, JENIS


TANAH, ORDO SUNGAI) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI HANAKAU
(Laporan Praktikum Daerah Aliran Sungai)

Oleh

Ezra Zeilika
1614151002

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis kondisi biofisik DAS (land use, topografi, jenis tanah dan ordo sungai).

Sebagai suatu ekosistem, DAS terdiri dari unsur organisme dan lingkungan

biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat

keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Ekosistem DAS

terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai

fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS, seperti fungsi tata air,

sehingga perencanaan DAS bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian

mengingat bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur

hidrologi. Kegiatan perubahan penggunaan lahan dan atau pembuatan

Menurut Mangundikoro (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu

wilayah daratan yang menampung dan penyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam

sub-DAS. Wilayah DAS adalah wilayah yang terdiri dari 2 atau lebih sub DAS

yang secara geografis dan fisik teknis layak digabungkan dalam upaya

perencanaan rehabilitasi dan konservasi tanah. ini saat ini sudah diperbaharui

dengan peraturan pemerintah nomor 37.


3

Pengelolaan DAS melibatkan banyak pihak, sehingga membutuhkan kordinasi

dan sinkronisasi untuk menyatukan tujuan yang ingin dicapai dan cara – cara yang

efektif untuk memenuhi tujuan tersebut. Sebelum melakukan pengelolaan, perlu

terlebih dahulu dirancang sistem yang akan digunakan untuk pengelolaan tersebut.

Perencanaan ini membutuhkan analisis biofisik dari lapangan berupa land use,

topografi, jenis tanah, dan ordo sungai. Tujuan dilaksanakannya praktikum

pengleolaan DAS tentang analisis kondisi fisik Daerah Aliran Sungai adalah agar

mahasiswa mengetahui cara menganalisis suatu keadaan DAS. Studi kasus dlaam

praktikum yang dilakukan ini adalah kondisi DAS Hanakau Way Kanan.

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini diantaranya adalah :

1. Agar mahasiswa dapat memahami apa itu DAS.

2. Agar mahasiswa memahami cara menganalisi DAS, terutama dari segi biofisik

(land use, topografi, jenis tanah, dan ordo sungai.

3. Agar mahasiswa mengetahui cara menyimpulkan hasil analisis


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di

laut sampai dengan batas perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS

juga diartikan sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung punggung gunung dan

air akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2004 dan

Kementerian Kehutanan, 2009).

Pengelolaan DAS sendiri merupakan merupakan sumber daya yang dapat

diperbaharui yaitu tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat

maksimal dan berkesinambungan. Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia

dalam mengendalikan hubungan timbale balik antara sumber daya alam dan

manusia dengan segala aktifitasnya di dalam DAS.Tujuan pengelolaan DAS

adalah untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan

pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Naibaho,

2002). Masukan (input) utama dalam suatu DAS adalah curah hujan. Proses

pergerakan curah hujan menjadi limpasan di dalam suatu DAS ditentukan oleh
5

karakteristik DAS yaitu : a) karakteristik lahan (topografi, tanah, geologi dan

geomorfologi) dan b) karakteristik vegetasi dan pola penggunaan lahan yang ada

di atasnya (Paimin et all, 2010).

Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya beda tinggi

apabila beda tinggi dua tempat tesebut di bandingkan dengan jarak lurus mendatar

sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan. Bentuk lereng bergantung pada

proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan parameter

topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi

relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu

bahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara

fisik, kimia dan biologi, sehingga akan membahayakan hidrologi produksi

pertanian dan pemukiman.  Salah satunya dengan menbuat ( Yusuf, 2012).

B. Sistem Pengelolaan DAS

Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012, tentang pengelolaan DAS,

bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan

sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,

yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan

daerah perairan yang terpengaruh aktivitas daratan. Sebagaimana sudah diketahui

fungsi DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik

terutama bagi masyarakat di daerah hilir. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi
6

lahan pertanian atau bukan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas

tata air pada DAS, yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir.

Persepsi umum yang berkembang sekarang, konversi hutan menjadi lahan

pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air,

mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Hutan selalu dikaitkan

dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem DAS (Noordwijk dan

Farida, 2004).

C. Kerusakan DAS

Kerusakan pada DAS akibat dari intervensi dan kebutuhan manusia nyang terus

meningkat serta alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan kaidah kaidah

kesesuaian dan kemampuan lahan menyebabkan munculnya berbagai bencana

alam, keadaan ini menyebabkan semakin meningkatnya DAS kritis dan rusak.

Dewasa ini kondisi DAS semakin memprihatinkan dan kualitas daerah aliran

sungai semakin terdegradasi. Penurunan kualitas daerah aliran sungai ini

disebabkan oleh rusaknya wilayah hulu

DAS sebagai daerah tangkapan air yangsudah mengalami penebangan vegetasi

dan beralih fungsi, sehingga terjadi erosi. Kerusakan DAS juga dipercepat oleh

peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan

penduduk dan perkembangan ekonomi, kebijakan yang belum berpihak kepada

pelestarian sumberdaya alam, serta masih kurangnya kesadaran dan partisipasi

masyarakat dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam. Sejak tahun 2004, luas

lahan kritis di Provinsi Bali semakin meningkat, sebagaimana diketahui telah


7

terjadi peningkatan luasan lahan kritis dari tahun 2004 – tahun 2008. Pada tahun

2008 luas tingkat kekritisan lahan di luar kawasan hutan mencapai 116.767,28 ha,

yang terdiri dari agak kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan adalah

Kabupaten Buleleng 50.863,84 ha, Kabupaten Karangasem 45.742,95 ha dan

Kabupaten Klungkung21.709,5 ha, sedangkan kabupaten yang lain tingkat

kekritisan lahannya kurang dari 13.000 ha. Luas lahan kritis di DAS Ayung,

adalah 3.756 ha, potensial kritis11.286 ha dan agak kritis seluas 15.742 ha

(BPDAS, 2012).

a. Kondisi DAS di Indonesia

Kondisi DAS di Indonesia semakin memburuk, menunjukkan masih lemahnya

sistem pengelolaan yang diterapkan, hal ini disebabkan oleh dinamika kondisi

DAS yang masih kurang terdeteksi secara dini dan periodik, sehingga

penanganannya kurang bertumpu pada masalah utamanya. Dalam kaitan ini,

maka sistem karakterisasi DAS dapat digunakan sebagai alat diagnosis atau

penyidikan secara cepat dan tepat terhadap degradasi DAS, yang mencakup letak,

penyebab,ataupun tingkat degradasinya. Setiap DAS di Indonesia memiliki sifat

atau karakteristik sendiri-sendiri, yang dapat berupa sifat alami maupun sifat yang

terbangun sebagai hasil intervensi manusia.

Pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang

menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Pengelolaan DAS pada

dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam suatu DAS

secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam
8

waktu yang tidak terbatas, berkelanjutan dan lestari. Usaha disertai dengan upaya

untuk menekan kerusakan seminimum mungkin, sehingga aliran air merata

sepanjang tahun (Asdak, 2004).

b. Tipe Tipe DAS

DAS berdasarkan ekosistemnya dibagi menjadi bagian hulu, tengah, dan hilir.

DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi yang mempunyai kerapatan

drainase lebih tinggi dan memiliki kemiringan lereng lahan yang besar. DAS

bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua bagian DAS hulu dan hilir.

DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan aliran kecil dan

memiliki kemiringan lahan yang kecil sampai sangat kecil.

Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian penting, karena mempunyai

perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, perlindungan tersebut dari segi fungsi

tata air (Asdak, 2004; BPDAS, 2009). Konsep pengelolaan DAS dalam

implementasinya merupakan tanggung jawab semua daerah di kawasan DAS dan

yang penting sekarang implementasinya seperti apa dan kapan dilaksanakan perlu

koordinasi antar instansi terkait dan sebaiknya juga melibatkan masyarakat

setempat. Paimin et al., (2010) menyatakan bahwa karakteristik DAS merupakan

faktor utama dalam pengelolaan DAS.

Penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah berdasarkan karakteristik DAS.

Karakteristik DAS dibagi dalam dua bagian, yaitu: (1) karakteristik statis

(variabel: bentuk,morfologi, dan morfometri DAS), dan (2) karakteristik dinamis


9

(variabel:hidrologi, klimatologi, penutupan lahan, penggunaan lahan, kondisi

sosial,ekonomi dan budaya masyarakatnya dan kelembagaan.

Pengelolaan DAS dapat juga disebutkan suatu bentuk pengembangan wilayah

yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumberdaya alam yang

secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan

kehutanan yang optimum dan berkelanjutan dengan upaya menekan kerusakan

seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat

merata sepanjang tahun. Keterpaduan biofisik tersebut menyebabkan daerah

aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh menyeluruh yang

terdiri dari sumber-sumber air, badan air, danau, dan waduk yang satu dengan

yang lainnya tidak dapat dipisah pisahkan (Kementerian Kehutanan, 2009).

c. Pengaruh Sistem Hidrologi Terhadap DAS

Sistem hidrologi dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang dapat maupun yang tidak

dapat dipengaruhi oleh manusia. Faktor yang dapat dipengaruhi oleh manusia

yaitu faktor tataguna lahan dan panjang lereng, oleh karena itu dalam perencanaan

pengelolaan DAS diperlukan kegiatan yang salah satu fokusnya ditujukan pada

perubahan tataguna lahan serta pengaturan panjang lereng. Fakto yang tidak

dapat dipengaruhi oleh manusia adalah iklim dan relief (Asdak, 2004).

Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha untuk menggunakan semua sumberdaya

(tanah, vegetasi, dan air) pada DAS tersebut secara rasional. Pengelolaan DAS

untuk mendapatkan penggunaan lahan yang berkelanjutan demi tercapainya


10

produksi optimum dalam waktu yang tidak terbatas, dan untukmenekan bahaya

kerusakan seminimum mungkin, sehingga didapat hasil air dalam jumlah, kualitas

dan distribusi yang baik. Meningkatnya jumlah penduduk disertai tuntutan akan

peningkatan penyediaan kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya sehingga

menyebabkan terjadinya kompetisi antara berbagai kemungkinan penggunaan

lahan, sehingga daya dukung lahan dan daya dukung DAS pada DAS tersebut

menurun (Naibaho, 2005). Daya dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk

mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem, serta meningkatnya

kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara

berkelanjutan.

Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang

tidak terkendali dan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air

dapat mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan

vegetasi, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir dari perubahan ini tidak

hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis,

penurunan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran, namun juga secara sosial

ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan

untuk berusaha di lahannya dan penurunan pendapatan dan kesejahtraan

masyarakatnya. Penurunan daya dukung DAS yang dicirikan dengan terjadinya

banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi dan kekeringan, hal ini menyebabkan

terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat khususnya di wilayah

DAS bersangkutan (Kementrian Kehutanan, 2012).


11

III. METODE PRAKTIKUM

A, Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop atau personal

komputer, software microsoft texel dan word, serta data yang akan dianalisis yaitu

data land use, jenis tanah dan ordo sungai.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang harus dilakukan dalam praktikum ini adalah

1. menyiapkan laptop dan software microsoft excel yang digunakan untuk

mengolah data agar dapat diketahui luasan lahan terbangun, topografi, jenis

tanah dan ordo sungai.

2. mengelompokkan data sesuai kegunaannya kemudian dipersentasekan.

3. menandai jenis tanah yang sama dan kemudian dikelompokkan.

4. menghitung ordo sungai.

5. mengolah data

6. membuat laporan akhir.


12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1.Tabel data penggunaan lahan di Sub-DAS Hanakau

No Penggunaan Lahan Jumlah Persentase


1. Padang Rumput/savana 1407.261 1,51%
2. Perkebunan 8297.437 8,90%
3. Pemukiman 3072.887 3,30%
4. Pertanian lahan kering 29172.6 31,31%
Pertanian lahan kering 49176.95
5.
campuran 52,78%
6. Sawah 198.991 2,1%
7. Semak belukar 916.2408 9,8%
8. Semak belukar rawa 907.6547 9,7%

Total 93181.8135 119,4%

Tabel 2. Tabel topografi/kemiringan lahan di Sub-DAS Hanakau

No Kemiringan Kelas Luas Presentase


1 8-15% landai 11.44920120560 50,58%
2 0-8% Datar 11.18606590120 22,12%
Total 22.63526710680 72,70%
13

Tabel 3. Tabel Jenis Tanah di Sub-DAS Hanakau

No Jenis Tanah USDA Nama Orde Luas Presentase%


1. Hapludox inseptisol 26487.652 28,43%
2. Dystropepts inseptisol 31524.446 33,83%
3.
Tropaquepts inseptisol 3347.996 3,59%
4. Humitropepts Ultisol 31821.723 34,15%
Total 93181.817 100%

Tabel 4. Tabel Ordo Sungai di Sub-DAS Hanakau

No Ordo Sungai Jumlah Persentase


1 Ordo 1 33 17.65%
2 Ordo 2 74 39.57%
3 Ordo 3 39 20.86%
4 Ordo 4 19 10.16%
5 Ordo 5 11 5.88%
6 Ordo 6 7 3.74%
7 Ordo 7 4 2.14%
jumlah 187 100%

B. Pembahasan

Daerah Aliran Sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas

sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem

manusia (human systems) dimana setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya

saling berinteraksi. DAS sebagai suatu sistem akan memelihara keberadaannya

dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui interaksi antar komponennya.

Kualitas output dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh kualitas interaksi

antar komponennya, sehingga dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan
14

hubungan antar komponen sangat menentukan kualitas ekosistem DAS (Slamet,

2007).

DAS merupakan suatu wilayah yang sangat penting bagi setiap makhluk yang ada

dibumi. Perlu dilakukan suatu kegiatan nyata dilapangan untuk menjaga tingkat

baiknya suatu DAS, baik dari segi perencanaan, aplikasi dilapangan bahkan

sampai pada titik monitoring pun harus berkelanjutan.

Pada praktikum kali ini, praktikan akan menganalisis data DAS Hanakau yang

berupa data land use, kemiringan lahan, jenis tanah dan jumlah ordo sungai.

Penggunaan lahan Hanakau memiliki luas total 93181.8135 dengan persentase

119,4 % yang terdiri dari semak belukar memiliki luas 916.2408 dengan

persentase 9,8 %. Perkebunan dengan persentase 8,90 %, pemukiman 3,30 %,

padang rumput/savana 1,51 %, semak belukar rawa 9,7 %, pertanian lahan kering

31,31 %, pertanian lahan kering campuran 52,78 %, dan sawah 2,1%.

Analisi data diatas memperlihatkan bahwa penggunaan lahan paling banyak

difungsikan sebagai pertanian lahan kering campuran yaitu sebesar 52,78%.

Sedangkan luasan hutan tidak mencapai 30 %. Berdasarkan Hal tersebut

memperlihatkan bahwa pengelolaan DAS tersebut tidak sesuai dengan Permenhut

60 tahun 2016 yang mengharuskan luasan hutan sebesar 30 % dari luas DAS.

Ketidaksesuaian tersebut dapat menyebabkan kerusakan DAS.Sedangkan

kemiringan lahan paling banyak berkisar antara 0-8 %.Menurut Permen no 60

tahun 2016, besar kemiringan lahan tersebut mengindikasikan bahwa lahan

tersebut masih mudah untuk di pulihkan, karena kisaran yang masih mungkin
15

untuk memulihkan kondisi lahan berkisar dari 0% - 25%.Semakin tinggi nilai

persentase kemiringan lahan maka semakin sulit untuk dipulihkan dan sebaliknya.

Jenis tanah yang mendominasi pada DAS ini adalah jenis tanah ultisol.

Dari keterangan – keterangan tersebut memperlihatkan bahwa kemungkinan besar

DAS Hanakau telah mengalami kerusakan, dilihat dari persentasi tutupan lahan

yang digunakan dan land use area. Namun das ini sulit untuk dipulihkan karena

kemiringan lokasi lebih dari 25%.

Untuk melakasanakan kegiatan pemulihan lokasi tersebut harus melakukan

perencanaan yang menyeluruh melibatkan banyak pihak, untuk menentukan lokasi

yang paling pertama di rehabilitasi. Masyarakat di ikutsertakan karena

masyarakat dilokasi tersebut lebih mengetahui kondisi geografis daerah tersebut,

dibandingkan pemetaan diatas meja, atau meninjau seluruh lokasi yang

membutuhkan banyak biaya. Kesinergian antara pemerintah dan masyarakat

dipastikan dapat lebih membantu dan memudahkan proses pemulihan DAS

Hanakau.

Topografi / Kelerengan di Sub-DAS Way Hanakau terdiri dari dua kelas yaitu

kelas landai dan kelas datar. Kedua kelas tersebut masing-masing memiliki

kelerengan yang berbeda. Kelas landai memiliki kelerengan 0-8% dan kelas datar

memiliki kelerengan >8-15%. Kelas landai memiliki persentase sebesar

0.50581251% dengan luas lahan 11.44920120560 dari luas total 22.63526710680.

sedangkan kelas datar memiliki persentase 0.494187493 % dari luas lahan

11.18606590120.
16

Jenis Tanah di Sub-DAS Hanakau terdiri dari Hapludox dengan nama ordo

inceptisol 1 dengan luas 26487.652, Dystropepts dengan nama ordo inceptisol 2

dengan luas 31524.446, Tropaquepts dengan nama ordo inceptisol 3 yang

memiliki luas 3347.996 dan Humitropepts yang memiliki ordo ultisol dengan luas

31821.723 sehingga diperoleh luas total sebesar 93181.817 dengan persentase

total 100 %.

Ordo Sungai di Sub-DAS Hanakau terdiri dari 7 ordo yaitu orde 1, 2, 3, 4, 5, 6

dan 7. Ordo 1 memiliki jumlah 33, ordo 2 dengan jumlah 74, ordo 3 memiliki

jumlah 39, ordo 4 dengan jumlah 19, ordo 5 dengan jumlah 11, ordo 6 dengan

jumlah 7 dan ordo 7 memiliki jumlah 4 sehingga tota jumlah ordo adalah 187.

Dengan persentase total 100 %.


17

V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulakan sebagai berikut.

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung

gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh

punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke

sungai utama.

2. Cara menganalisis suatu kondisi fisik DAS adalah dengan cra melakukan

proses perhitungan di Microsoft Excel dan di buat dalam bentuk tabel agar

memudahkan pada saat poses analisis data.

3. Berdasarkan data yang telah dilakukan proses pengolahan data diketahui

bahwa land use DAS di Sub-DAS Hanakau masih tergolong bagus karena

persentase nya besar yaitu sekitar 119,4% Jenis tanah yang dominan pada Sub-

DAS Hanakau adalah Humitropepts. Kondisi Sub-DAS Hanakau relatif datar

dengan kemiringan 0-8% mencapai 22,12 %. lahan yang paling banyak

digunakan sebagai sebagai pertanian lahan kering campuran yaitu sebesar

52,78%.
18

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Yogyakarta.


Gadjah Mada University Pres.

BPDAS. 2012. Kerusakan DAS yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia.


Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Farida. 2004. Sistem pengelolaan DAS. Jakarta. Agromedia Pustaka.

Kementrian Kehutanan. 2009. Jakarta. Badan Litbang Kehutanan.

Mangundikoro, A.1995. Dasar-Dasar pengelolaan daerah aliran sungai terpadu.


Yogyakarta. Lokakarya. PDAS Terpadu.

Naibaho, Tety. 2005. Analisa kemampuan lahan untuk arahan rehabilitasi Sub
DAS Kragilan. Skripsi. Yogyakarta. Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.

Paimin et all. 2010. Pola pertanian terhadap kondisi DAS. London. Blackie
Academic and Proffesional.

Yusuf, rahman. 2012. Konservasi tanah dan air. Bandung. Penerbit ITB
19

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai