Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI


KECAMATAN KARANGTENGAH KABUPATEN DEMAK

Metodologi Riset

Oleh :

Raden Retzki Reno Gunarwo 31201500734

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi fisik geografi,
lahan adalah tempat sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam
penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah suatu
sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Khambali,
2017). Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, kedalaman
efektif dan sebagainya. Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada
pemanfaatan lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan
dengan maksud untuk pembangunan secara optimal dan efisien (Khambali, 2017).
Faktor yang mempengaruhi perubahan lahan salah satunya adalah nilai land rent
kegiatan pertanian yang rendah maka secara logis pertumbuhan ekonomi akan
mendorong terjadinya alokasi lahan yang bisa ke sektor ekonomi lain dan
menimbulkan konversi lahan pertanian, hal ini dapat mempengaruhi tingkat
produktifitas tanaman pangan.

Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam


pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian serta adanya potensi yang besar membuat sektor ini perlu mendapatkan
perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. Pada
dasarnya pertanian di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam seperti
dilansir dalam bukunya Mubyarto (1972). Yang pertama adalah pertanian dalam
arti luas yang meliputi: Pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit,
Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan. Yang kedua adalah pertanian
dalam arti sempit atau pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana
diproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija, dan tanaman-tanaman
holtikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kebanyakan para petani di Indonesia
masih bersifat subsisten, yang berarti produksi mereka hanya digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari. Belum mengarah bagaimana menciptakan keuntungan dari
pertanian mereka.

Kabupaten Demak merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa


Tengah yang memiliki sistem pertanian yang sudah baik. Hal ini dikarenakan selain
jenis tanah yang subur untuk pertanian, jumlah lahan pertanian di Kabupaten
tersebut cukup luas. Kabupaten Demak juga terletak di daerah jalur pantura yang
banyak menghubungkan Kota-Kota besar di Pulau Jawa, pertumbuhan industri di
sepanjang jalan pantura juga cukup pesat. Kabupaten Demak juga merupakan
hiterland dari Kota Semarang sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan
alih fungsi lahan pertanian yang ada di Kabupaten Demak (Zaenil Mustopa, 2015).

Kabupaten Demak merupakan salah satu lumbung padi Jawa Tengah karena
sanggup swasembada dan surplus produksi. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di
Kabupaten Demak adalah 1.379.861 jiwa dan kebutuhan pangan regional sebanyak
133.428,60 ton beras (300/orang/hari), sedangkan jumlah produksi padi mencapai
884.432,30 ton. Dari jumlah tersebut yang dapat dikonsumsi hanya 65%
(rendemen) atau sebanyak 555.380,99 ton. Sehingga pada tahun 2013 Kabupaten
Demak mengalami surplus beras sebanyak 441.952,40 ton. Perhitungan prediksi
swasembada pangan di Kabupaten Demak dipengaruhi oleh dinamika pertumbuhan
penduduk dan penyusutan (alih fungsi) lahan pertanian. Pertumbuhan penduduk
rata-rata di Kabupaten Demak sebesar 1,013% per tahun dan penyusutan lahan
sawah sebesar 0,46% per tahun. Dengan demikian jumlah kebutuhan pangan akan
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sedangkan
ketersediaan pangan akan semakin menurun seiring dengan menyusutnya lahan
sawah. (Masdwia Sadewa, 2017).

Berdasarkan interpretasi dan digitasi citra didapatkan luas lahan pertanian


di Kecamatan Karangtengah pada tahun 2018 seluas 3.684,98 ha atau sekitar 80%
dari total luas administrasi. Kemudian 20% penggunaan lahan di Kecamatan
Karangtengah meliputi Area Terbuka, Fasilitas Olahraga, Fasilitas Transportasi,
Hankam, Industri, Jalan, Kesehatan, Pendidikan, Perairan, Perekonomian,
Peribadatan, Perkantoran, Permukiman dan Peternakan. Perubahan penggunaan
lahan di Kecamatan Karangtengah pada tahun 2010 – 2018 terjadi pada penggunaan
lahan Area Terbuka, Fasilitas Olahraga, Industri, Jalan, Perairan, Perekonomian,
Permukiman, Pertanian dan Peternakan. Perubahan penggunaan lahan terbesar
adalah lahan permukiman yang bertambah seluas 4,91 ha sedangkan untuk lahan
pertanian Kecamatan Karangtengah yang berkurang seluas 5,43 ha. (Laporan Akhir
Penyusunan Data dan Peta LP2B Kabupaten Demak, 2018).

Pada tahun 2010 – 2018 Kecamatan Karangtengah telah mengalami alih


fungsi lahan pertanian seluas 5,43 ha. Sehingga diindikasi dapat mengakibatkan
penurunan hasil produksi pertanian di Kecamatan Karangtengah. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa produksi pertanian tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh
luas lahan, tetapi juga dipengaruhi oleh serangan hama, bencana dan faktor lain
yang bersifat sementara (Gapoktan, 2018). Mengingat pentingnya tanaman pangan
untuk menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Demak maka perlu adanya
pengendalian alih fungsi lahan. Dalam rangka untuk memberikan informasi tentang
pentingnya pengendalian alih fungsi lahan pertanian maka dilakukan pengkajian
tentang pengaruh perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini membahas tentang


“Pengaruh perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan di Kecamatan
Karangtengah”. Penelitian ini dikaji untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
dari perubahan lahan terhadap produksi pertanian tanaman pangan yang ada di
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak. Adapun beberapa rumusan masalah
yang ada sebagai berikut :

1. Alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Karangtengah mencapai 5,43


ha.
2. Penurunan produksi tanaman pangan pada tahun 2017

1.2 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap produksi
tanaman pangan?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan
pertanian?

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perubahan penggunaan lahan terhadap produksi pertanian tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah.

1.3.2 Sasaran

• Menganalisis pengaruh dari perubahan lahan terhadap produksi pertanian


tanaman pangan
• Menemukan faktor pengaruh perubahan lahan terhadap produksi
pertanian.
1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dibagi menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah yang
mencakup ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Ruang Lingkup Materi

Menrurut Utomo Tahun 1992 alih fungsi penggunaan lahan adalah


perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian, baik secara tetap
maupun sementara. Setelah ditemukan seberapa besar perubahan lahan di
Kecamatan Karangtengah dilakukan komparasi terhadap hasil produksi tanaman
pangan yang ada. Perubahan lahan yang digunakan adalah lahan pertanian,
dimana produksi tanaman pangan hanya ditanam dilahan pertanian. Untuk
melihat pengaruh perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah dengan menggunakan analisis regresi. Dengan
menggunakan analisis regresi dapat dilihat seberapa besar pengaruh dari
perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan di Kecamatan Karangtengah.
Kemudian dilakukan observasi dan didapatkan faktor lain yang mempengaruhi
produksi tanaman pangan. Sehingga batasan materi dalam penelitian ini adalah
mengidentifikasi pengaruh perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
A. Ruang Lingkup Wilayah Makro
Demak sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah terletak pada
koordinat 6°43’26” - 7°09’43” Lintang Selatan dan 110°27’58” - 110°48’47” Bujur
Timur. Wilayah ini sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut
Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten
Grobogan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten
Semarang, serta sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak terjauh dari
barat ke timur adalah sepanjang 49 km dan dari utara ke selatan sepanjang 41 km.

Sebelah Utara : Kabupaten Jepara


Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan
Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang
Sebelah Barat : Kota Semarang

Peta 1. 1
Ruang Lingkup Makro
B. Ruang Lingkup Wilayah Mikro
Kecamatan Karangtengah merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Demak. Sebelah utara wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Bonang, Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan
Demak, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Guntur, serta sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Sayung.
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kecamatan Bonang, Kecamatan Wonosalam, dan
Kecamatan Demak
Sebelah Selatan : Kecamatan Guntur
Sebelah Barat : Kecamatan Sayung.

Peta 1. 2
Ruang Lingkup Mikro
1.5 Kerangka Pikir
MASALAH :
adanya alih fungsi lahan
pertanian yang diindikasikan
menurunkan produksi
tanaman pangan

TUJUAN :
Mengetahui pengaruh
1. Teori Perubahan perubahan lahan terhadap
penggunaan lahan produksi pertanian
tanaman pangan
(Tahlim, 2005),
(Widjanarko, 2006) Metode kuantitatif deduktif
2. Teori Produksi positifistik
pertanian tanaman
pangan (Mubyarto,
2001).

Analisis Regresi.

ANALISIS
1. Menganalisis pengaruh dari perubahan lahan terhadap
produksi pertanian tanaman pangan
2. Menemukan faktor pengaruh perubahan lahan terhadap
produksi pertanian.

Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap produksi


tanaman pangan di Kecamatan Karangtengah Kabupaten
Demak

Kesimpulan & rekomendasi


terhadap produksi tanaman
pangan

Sumber : Hasil Analsis 2018


Gambar 1. 1
Kerangka Pikir
1.6 Keaslian Penelitian
Tabel I. 1
Keaslian Penelitian
No
Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi Variabel Tujuan Teknik Analisis Hasil Penelitian
1 Bambang Dampak Konversi Pulau Jawa 1. Konversi Lahan 4. mengidentifikasi Deskriptif Dalam pengendalian konversi lahan
Irawan Lahan Sawah di 2. Produksi besaran luas kuantitatif sawah disamping pendekatan law
Jawa Terhadap Pertanian konversi lahan emforcement yang selama ini sudah
Produksi Beras 3. Pengendalian sawah di Jawa berjalan, perlu didukung oleh peraturan
dan Kebijakan Kebijakan 5. Mengkaji dampak lainnya, pengawasan dan penerapan
Pengendaliannya dari konversi lahan sangsi yang adil. Disamping itu
sawah tersebut pendekatan ekonomi seperti melalui
terhadap produksi kompensasi, dan pajak adalah perlu
beras dipertimbangkan.
6. Mempelajari sajauh
mana upaya yang
telah dilaksanakan
oleh pemerintah
dalam
mengendalian
besaran konversi
lahan sawah
tersebut, terutama
yang berhubungan
dengan kebijakan-
kebijakan mengenai
pengendalian
konversi lahan
sawah.
2 Zaenil Analisis Faktor- Kabupaten 1. Alih fungsi 3. Untuk mengetahui Deskriptif Secara keseluruhan baik itu jumlah
Mustopa Faktor yang Demak lahan perkembangan alih kuantitatif penduduk, jumlah industri, maupun
2. Lahan fungsi lahan dengan analisis jumlah PDRB berpengaruh positif
pertanian pertanian ke non regresi terhadap besarnya alih fungsi lahan.
Mempengaruhi pertanian beberapa Akan tetapi hanya variabel jumlah
Alih Fungsi tahun ke belakang penduduk dan jumlah industri yang
Lahan yang terjadi di terbukti signifikan. Variabel jumlah
Pertanian di Kabupaten Demak PDRB terbukti tidak signifikan. Dari
Kabupaten 4. Untuk mengetahui analisis dengan metode grafik dapat
Demak pengaruh diketahui bahwa jumlah alih fungsi lahan
peningkatan jumlah di Kabupaten Demak cenderung
penduduk, jumlah meningkat dari tahun ke tahun. Dari
industri, serta analisis tersebut dapat diketahui bahwa
besarnya PDRB alih fungsi lahan tersebut digunakan
terhadap besarnya untuk pemukiman penduduk serta
alih fungsi lahan pembangunan pabrik untuk sektor
yang terjadi di industri.
Kabupaten Demak.
3 Rizky Pengendalian Kabupaten 1. Pemanfaatan Mendapatkan Deskriptif 1. Penerapan mekanisme disinsentif dan
Rangga Perubahan Banyuasin Lahan arahan kuantitatif sanksi administratif sebagai bentuk
Wijaksono Pemanfaatan 2. Pertanian pengendalian kualitatif instrumen pengendalian perubahan
Lahan tanaman konversi pemanfaatan lahan pertanian tanaman
Pertanian pangan lahan pertanian pangan terhadap kegiatan perkebunan
Tanaman Pangan tanaman pangan 2. Penerapan zoning regulation sebagai
di Kabupaten instrumen pengendalian perubahan
Banyuasin, pemanfaatan lahan pertanian tanaman
Provinsi pangan ke permukiman
Sumatera Selatan
(Untuk
Mendukung
Program
Lumbung Pangan
Nasional)
4 Bandi Analisis Pengaruh Kabupaten 1. Alih fungsi Mengetahui Kuantitatif Lahan sawah irigasi dan lahan tegalan
Sasmito, Perubahan Lahan Pati lahan besarnya perubahan dengan analisis yang menurun masing-masing
ST., MT Pertanian 2. Produksi luas lahan pertanian Supervised 12.606,9775 Ha dan 3.537,842 Ha.
Terhadap Hasil tanaman yang terjadi serta Classification Namun untuk luas lahan sawah tadah
Produksi pangan hasil produksi hujan mengalami peningkatan sebesar
Tanaman Pangan tanaman pangan 24.239,8506 Ha. Serta terjadi defisit
di Kabupaten Pati yang dihasilkan dalam ketersediaan pasokan beras terkait
terkait dengan Ketahanan Pangan Lokal. Dengan
perubahan luas kebutuhan beras per kapita per hari
lahan sebesar 0,24 kg, sedangkan angka
pertanian ketetapan dari Dinas Ketahanan Pangan
sebesar 0,3 kg.
5 Erwin Analisis Spasial Kecamatan 1. Penggunaan Mengetahui Kuantitatif 1. Perubahan penggunaan lahan
Febriyanto Perubahan Tasikmadu, lahan sebaran perubahan dengan analisis pertanian menjadi permukiman yang
Penggunaan Kabupaten pertanian penggunaan lahan korelasi product terjadi di daerah penelitian selama
Lahan Karangany 2. Lahan pertanian ke kurun waktu 2004 – 2011 adalah
Pertanian ar permukiman permukiman dan seluas 76 ha. Dimana persebaran
Menjadi mengetahui faktor perubahan penggunaan lahan terjadi
Permukiman dominan yang di hampir setiap Desa di Kecamatan
di Kecamatan mempengaruhi Tasikmadu, yang paling tinggi terjadi
Taasikmadu perubahan di Desa Papahan yaitu seluas 25 ha
Kabupaten penggunaan lahan (32,89%).
Karanganyar dari pertanian ke 2. Faktor yang paling dominan dalam
permukiman perubahan penggunaan lahan di
Kecamatan Tasikmadu adalah faktor
pertambahan fasilitas sosial ekonomi.

Penelitian terkait “pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap produksi tanaman pangan” telah banyak dilakukan, seperti
yang telah dijabarkan tabel di atas. Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang
sudah dilakukan, diantaranya adalah perbedaan lokus, fokus, metode, serta sasaran untuk menemukan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian pada kecamatan Karangtengah Kab. Demak, yang tentunya akan
berbeda dengan lokasi-lokasi yang telah dilakukan penelitian sebelumnya.
BAB II Kajian Teori

2.1 Lahan
2.1.1 Definisi Lahan
Sumber daya lahan merupakan sesuatu yang berada di bumi berada di bumi
ang mempunyai manfaat yang masih potensial dan dalam penggunaannya belum
dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan pemenuhan akan barang dan
jasa (Soeparmoko, 1997). Sumber daya alam yang ada di bumi merupakan suatu
modal yang sangat berpotensi dan perlu dikembangkan secara tepat untuk
pembangunan suatu wilayah dengan memperhatian karakteristik yang dimiliki.
Persepsi suatu lahan dapat dilihat atau dipandang dalam segi ekonomi yang
memiliki 6 (enam) konsep yaitu (1) konsep ruang, (2) factor produksi serta barang
konsumsi, (3) alam, (4) property, (5) situasi dan (6) modal (Nasucha, 1995 dalam
Kustiwan, 1996). Konsep yang berkembang salah satunya adalah lahan sebagai
ruang (spasial), yang berarti lahan yaitu sember daya alam spasial yang mengacu
pada unsr maupn sifat keruangan (posisi, luas serta penyebarannya).
Lahan adalah suatu sumber daya alam dimana keberadaanya sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk menunjang kelangsungan hidup. Lahan
mempunyai fungsi yang vital karena tidak hanya factor produksi yang ada di
dalamnya, tetapi adanya implikasi factor sosial budaya serta politik di dalamnya
yang menjadi implikasi dalam kehidupan manusia (Nasoetion, 1991). Definisi
lahan yang lainnya yaitu kemampuan suatu penggunaan lahan yang didalamnya
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan tersebut yang
berasal dari lingkungan fisik seperti iklim, hidrologi, relief tanah dan tumbuhan
termasuk aktivitas manusia dari masa lalu (lampau) hingga saat ini (FAO dalam
Arsyad 1989:1). Lahan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
memanfaatkannya. Bagi masyarakat suatu lahan mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu
sebagai tempat tinggal serta sebagai sumber mata pencaharian. Lahan sebagai
sumber mata pencaharian misalnya bagi seorang petani dapat memanfaatkan
lahan sebagai tempat produksi makanan yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan hidup.
Pembagian pengertian lahan menurut Rind and Hudson (1980) adalah
sebagai berikut :
1. Formal Landuse adalah penggunaan lahan secara resmi yang berdasarkan
pada keadaan fisik yang sebenarnya di tempat tersebut atau eksisting
(toko, pabrik, taman, hotel, jalan dan lainnya).
2. Functional Landuse adalah penggunaan lahan yang berdasarkan pada
fungsinya sebagai wadah kegiatan ekonomi sosial suatu daerah maupun
wilayah (komersial, industry, perumahan berkepadatan tinggi,
perumahan berkepadatan rendah, perumahan dan transportasi).
2.1.2 Sifat Lahan
Sifat lahan merupakan suatu ciri yang dimiliki lahan sebagai pembeda
dengan lahan lainnya. Sifat suatu lahan dapat mempengaruhi keadaan, artinya
yaitu dalam pemenuhan ketersediaan air, kepekaan terhadap erosi, sirkulasi udara,
ketersediaan akan unsur hara yang ada di dalamnya dan lainnya. Berikut
merupakan sifat lahan menurut Jamulya(1991:2) adalah :
a. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan merupakan suatu sifat lahan yang dapat diukur seperti
kemiringan lereng, intensitas curah hujan, struktur dan tekstur tanah.
b. Kualitas Lahan
Kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap kesesuaian lahan dalam
penggunaannya, kualitas lahan dapat dinilai dari karakteristik lahan yang
mempengaruhi kualitas lahan.
c. Pembatas Lahan
Pembatas lahan adalah suatu faktor yang dijadikan persyaratan untuk
memperoleh hasil produksi yang maksimal. Pembatas lahan sendiri
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pembtas lahan permanen dan pembatas
lahan sementara.
d. Persyaratan Penggunaan Lahan
Persyaratan penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
bagian sebagai berikut :
1. Persyaratan ekologikal, contohnya ketersediaan air, ketersediaan
unsur hara, ketersediaan oksigen, resiko banjir, lingkup temperatur,
kelembapan udara, dan periode kering.
2. Persyaratan pengelolaan, seperti persiapan untuk melakukan
pembibitan sampai sistem atau cara selama dilakukan panen.
3. Persyaratan konservasi, contohnya control erosi, resiko komplen
tanah, resiko pembentukan kulit tanah.
4. Persyaratan perbaikan, seperti pengeringan lahan dan melakukan
tanggap atau antisipasi terhadap terjadinya pemupukan yang
berlebihan terhadap lahan.
e. Perbaikan Lahan
Perbaikan lahan adalah suatu usaha untuk melakukan perbaikan atau
melakukan perawatan terhadap lahan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas suatu lahan. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan nilai ekonomi dalam produksi pertanian. Perbaikan lahan
dilakukan untuk menjaga kualitas agar tetap bertahan seiring waktu bagi
generasi di masa depan.
2.1.3 Definisi Pertanian
Pertanian merupakan suatu aktifitas produksi yang di dalamnya terdapat
proses produksi dan didasarkan pada pertumbuhan suatu tanaman maupun hewan
yang dikelola oleh para pertain. Pertanian dalam arti yang sempit merupakan suatu
usaha yang dijadikan sebagai mata pencaharian ynag terdiri dari bidang-bidang
yaitu bercocok tanam. Pertanian dalam arti yang luas merupakan suatu usaha yang
dijadikan sebagai sumber mata pencaharian yang meliputi bidang-bidang seperti
peternakan, perhutanan, pengelolaan dan pemasaran hasil bumi (Kaslan A Tohir
2003).
2.1.4 Jenis Lahan Pertanian
Jenis lahan pertanian apabila ditinjau menurutekosistemnya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok besar (Nurmala, 2012) yaitu:
1. Lahan pertanian basah, Ciri-ciri umum dari lahan sawah sebagai berikut:
a.) mempunyai pembatas baik berbentuk lurus maupun melengkung, b.)
permukaan sawah selalu datar walaupun sawah tersebut berada di daerah
perbukitan maupun pegunungan. c. sering diolah pada kondisi berair. d.)
kesuburan yang dimiliki lebih stabil dibandingkan dengan lahan kering.
e.) produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering. f.)
memiliki sumber pengairan yang lebih teratur kecuali sawah tadah hujan.
Lahan pertanian basah ditinjau dari system irigasi terbagi menjadi 9 tipe
sebagai berikut:
a) Sawah irigasi teknis, pada tipe sawah ini pengairan selalu tersedia
sepanjang tahun dan debit air dapat diatur.
b) Sawah irigasi setengah teknis, sawah tipe ini untuk urusan pengairan
tidak selalu terjamin setiap tahunnya.
c) Sawah irigasi sederhana (perdesaan), sumber pengairan sawah dari
lembah-lembah bukit yang kemudian airnya ditampung dalam kolam
yang telah dibuat semi permanen maupun permanen.
d) Sawah tadah hujan, tipe sawah ini hanya mengandalkan air hujan sebagai
sumber pengairan.
e) Sawah rawa, tipe sawah ini terdapat pada daerah-daerah cekungan yang
biasanya tidak terdapat pemasukan serta pembuangan air.
f) Sawah pasang surut, tipe sawah ini bergantung kepada pasang surut dari
air laut.
g) Sawah lebak, tipe sawah ini berada di muara sungai besar seperti sungai
bengawan solo.
h) Tambak, tipe dari lahan pertanian yang digunakan untung budidaya
udang, bandeng, nila, lele dan lainnya.
i) Kolam, tipe lahan pertanian yang digunakan untuk lahan perikanan.
2. Lahan pertanian kering, ciri dari lahan sawah kering sebagai berikut: 1)
produktivitas tanah cenderung rendah. 2) topografi lahan bervariasi. 3)
tidak memiliki pembatas antar petak, hanya saja terkadang menggunakan
tanaman tahunan atau pembatas buatan 4) tingkat erosi cenderung tinggi,
terutama apabila tidak ada tumbuhan. 5) karena persediaan air yang tidak
menentu atau terbatas maka tidak bisa digunakan secara intensif seperti
lahan sawah basah. 6) lahan sawah kering ini biasa digunakan pada saat
musim hujan dan saat musim kemarau dibiarkan tidak ditanami.
2.1.5 Penggunaan Lahan Pertanian
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh
manusia yang dapat mengubah tutupan suatu lahan. Aktivitas manusia yang
menghasilkan perubahan tutupan lahan menjadi faktoor utama jika dibandingkan
dengan factor alam seperti topografi, iklim, dan tanah.
Teori penggunaan lahan lebih melekat kepada seorang tokoh yaitu Von
Thunen. Teori Von Thunen lebih cenderung membahas tentang penentuan lokasi
kegiatan pertanian. Teori Von Thunen yang memiliki sebutan sebagai cincin Von
Thunen karena berbentuk lingkaran. Bid rent (kemampuan seseorang dalam
membayar harga sewa tanah) serta land rent (harga sewa tanah yang diminta)
merupakan variabel utama dalam model teori Von Thunen.
Teori Von Thunen menjelaskan tentang nilai suatu lahan yang akan semakin
tinggi apabila dekat dengan pasar. Model teori Von Thunen menunjukkan jauh
atau dekatnya suatu lahan dengan pusat pasar memiliki perbedaan dalam tata guna
lahan. 2 hal yang dikemukakan Von Thunen terkait model teorinya yaitu :
a. Produktivitas suatu tanaman dipengaruhi oleh jauh atau dekatnya jarak
antara lahan dengan pusat pasar. Produktifitas diukur mulai dari input
pertanian seperti banyaknya tenaga yang dibutuhkan (buruh), alat
pertanian, modal, bibit dan sebagainya yang mendukung suatu lahan
pertanian.
b. Jauh atau dekatnya lahan dari pusat pasar akan mempengaruhi jenis
penggunaan lahan.
Model teori Von Thunen yang berbentuk lingkaran dan membagi zona
peruntukan lahan seperti pada gambar di bawah :

Gambar 2. 1
Penentuan Lokasi Kegiatan Pertanian Menurut Von Thunen

1. Pertanian intensif
2. Hutan
3. Pertanian sistem rotasi
4. Lahan garapan dan peruntukan pada produk perahan
5. Pertanian sistem rotasi
6. Peternakan sapi intensif.
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada gambar pertama adalah pertanian
intensif, gambar kedua yaitu zona hutan. Zona ketiga menunjukkan lokasi atau
zona yang dapat menghasilkan tanaman biji-bijian, pada zona keempat terdapat
lahan garapan sertan hasil dari perahan atau produk perahan, susu, keju dan
mentega. Zona kelima diperuntukan sebagai pertanian rotasi karena hasilnya
berbeda-beda. Zona keenam yang berada paling luar atau paling pinggir
digunakan untuk lahan perumputan dan usaha ternak yang bersifat insentif.
Pembagian zona penggunaan lahan pertanian dibagi menjadi 4 (empat)
dalam lingkaran-lingkaran konsentris di sekitar pusat kota. Pembagian zona
penggunaan lahan tersebut yaitu pertanian insentif, pertanian ekstensif,
peternakan dan tempat pembuangan menurut Von Thunen dalam Rind and
Hudson (1980).
2.2 Perubahan Penggunaan Lahan
2.2.1 Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan merupakan suatu tindakan dalam upaya memenuhi
permintaan terhadap lahan yang kemudian menghasilkan suatu lahan baru dengan
karakteristik sistem produksi yang tidak sama. Alih fungsi lahan merupakan
bagian dari suatu perubahan struktur ekonomi nasional. Pertumbuhan penduduk
serta ekonomi dalam suatu wilayah maka akan mengakibatkan kebutuhan akan
lahan semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk mengakibatkan
daerah atau wilayah yang berada di pinggiran yaitu sebagian besar sebagai lahan
pertanian terutama sawah terkonversi untuk dijadikan lahan dengan peruntukan
fungsi yang lainnya yaitu nonpertanian (Dahuri dan Nugroho, 2004).
Konversi lahan adalah perubahan peruntukan fungsi lahan yang terjadi
secara alami yang dipengaruhi oleh terjadinya perkembangan suatu nilai ekonomi
dalam memilih lokasi. Alih fungsi lahan yang terjadi sering tidak memperhatikan
kepentingan umum yang berlaku, konversi lahan yang dimaksud dalam hal ini
seperti perubahan fungsi (land use), ketentuan serta intensitasmasa bangunan
(Zukaidi, 1999). Konversi lahan pertanian yang sering terjadi harus diperhatikan
secara intens agar pertumbuhan fisik suatu wilayah terjamin dari segi kualitas
hidupnya, baik dari segi sosial maupun lingkungan yang ada (Kivell, 2001).
Alih fungsi lahan adalah suatu tindakan yang merubah kondisi lahan dari
non urban menjadi urban maupun sebaliknya. Pembagian lahan dari segi
penggunaannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
1. Lahan yang digunakan di perkotaan seperti industry, perumikam maupun
lahan kosong yang digunakan untuk emplasemen;
2. Lahan yang digunakan di perdesaan seperti lahan sawah yang hanya
digunakan untuk menanami tanaman satu kali panen dalam setahun, lahan
sawah yang digunakan untuk menanami tanaman lebih dari satu kali panen
dalam setahun, lahan yang digunakan untuk kebun campuran, hutan,
perkebunan, tegalan dan lahan kosong (Sandy, 1977).
Upaya pengendalian serta pencegahan terhadap konversi lahan harus
dilakukan terutama terhadap lahan sawah, mengingat:
1. Konversi lahan sawah dengan system irigasi teknis akan mengancam
terpenuhinya kebutuhan pangan nasional;
2. Konversi lahan sawah yang semakin besar maka akan mengakibatkan
ketidak stabilan ekosistem sawah;
3. Lahan sawah merupakan salah satu pengikat kelembagaan perdesaan karena
akan mendorong masayarakat pedesaan bekerja lebih produktif (Sabiham,
2008).
Konversi lahan merupakan perubahan peruntukan fungsi suatu lahan ke
fungsi lainnya, perubahan penggunaan atau fungsi lahan tersebut menimbulkan
masalah terkait dengan tata guna lahan. Konversi lahan dalam hal ini termasuk
perubahan dalam pengalokasian suatu lahan dari satu fungsi ke fungsi lain. Alih
fungsi lahan sering terjadi di sekitar perkotaan guna mendukung pertumbuhan
suatu sector jasa dan industry (Ruswandi, 2005).
2.2.2 Pola Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pola alih fungsi lahan dapat dilihat dari beberapa aspek, yang pertama
adalah konversi lahan yang dilakukan langsung oleh sang pemilik lahan. Alasan
pemilik lahan untuk mengalih fungsikan lahan yang dimiliki yaitu untuk
memenuhi pemenuhan atas kebutuhan tempat tinggal serta meningkatkan
pendapatan dengan melakukan perubahan usaha. Alasan para petani mengalih
fungsikan lahan yang dimiliki karena pendapatan yang di dapat dari hasil
pertanian yang rendah disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam hal penentuan
harga hasil pertanian dikatakan kurang seimbang jika dibandingkan dengan harga
dari input pertanian. Alasan tersebut yang menyebabkan para petani atau pemilik
lahan pertanian mengalih fungsikan lahan mereka untuk dijadikan tempat tinggal
bagi keturunan maupun dijadikan sebagai usaha lain seperti membuka pertokoan
menurut Sumaryo dan Tahlim (2005).
Pola konversi lahan sawah selain yang telah disebutkan di atas ada beberapa
aspek yang dapat ditinjau yaitu dibedakan menjadi 2 (dua), pertama adalah
konversi lahan secara langsung yang artinya konversi lahan tersebut dilakukan
langsung oleh pemilik lahan, alasan dari alih fungsi lahan tersebut untuk
pemenuhan tempat tinggal dan meningkatkan nilai ekonomi. Kedua, konversi
lahan yang dilakukan dengan mengalihkan kepemilikan dengan cara menjual
kepada pihak lain (Bappenas, 2006)
2.2.3 Faktor Alih Fungsi Lahan Pertanian
Tindakan konversi lahan dapat dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, pertama adalah
adanya pembangunan perumahan maupun industri yang kemudian muncul akan
permintaan terhadap lahan oleh investor yang akan mengakibatkan meningkatnya
harga lahan. Kedua, dari meningkatnya harga lahan maka akan mempengaruhi
petani yang memiliki lahan akan mengalih fungsikan lahannya dengan cara
menjual kepada pihak lain (investor) menurut Irawan (2005). Alih fungsi lahan
yang terjadi secara umum dipengaruhi oleh pola pemanfaatan lahan yang masih
sektoral, kriteria kawasan yang belum jelas,koordinasi pemanfaatan ruang yang
masih lemah,penegakan hukum seperti UUPA (Undang-undang Pokok Agraria)
yang masih lemah serta delineasi antar kawasan yang belum jelas menurut Utomo
(1992).
Menurut Pakpahan (Fanny Anugrah K 2005), menyebutkan bahwa konversi
lahan di tingkat wilayah secara tidak langsung dipengaruhi oleh :

a. Perubahan struktur ekonomi


b. Pertumbuhan penduduk
c. Arus urbanisasi
d. Konsistensi implementasi rencana tata ruang.
Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh:
a. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi
b. Pertumbuhan lahan untuk industri
c. Pertumbuhan sarana pemukiman
d. Sebaran lahan sawah.
Karena adanya faktor tersebut sewa lahan (land rent) pada suatu daerah akan
semakin tinggi. Menurut Barlowe dalam Fanny Anugrah K (2005) sewa ekonomi
lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan
bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Urutan besaran
ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi
ditunjukkan sebagai berikut :
1. Industri manufaktur,
2. Perdagangan,
3. Pemukiman,
4. Pertanian intensif,
5. Pertanian ekstensif.
Kaiser, dkk (1995) menjelaskan hal utama dalam alih fungsi lahan adalah
berupaya mengarahkan alih fungsi lahan, antara lain :
1. Persiapan dan pelaksanaan kebijakan rencana-rencana penggunaan lahan
yang akan datang.
2. Review dan perijinan
3. Rekomendasi program perbaikan
4. Partisipasi pemerintah daerah dalam membuat keputusan dan pemecahan
masalah.
Kemudian menurut Pierce dalam Firman (1997), mengemukakan bahwa
alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat disebabkan ke dalam beberapa
faktor, yakni :
1. Pertumbuhan penduduk
2. Fungsi ekonomi yang dominan
3. Ukuran kota
4. Rata-rata nilai lahan permukiman
5. Kepadatan penduduk
6. Wilayah geografi
7. Lahan pertanian potensial
Berdasarkan aspek fisik lahan, bahwa konversi lahan dipengaruhi oleh dua
hal (Nana Apriana, 1996) :
1. Aspek kepemilikan lahan pertanian, pada aspek ini berhubungan dengan
pemilik lahan yang sah. Pada kepemilikan lahan tersebut yang
sebelumnya mengalami proses yang menyebabkan lahan pertanian yang
dimiliki mengalami pembagian kepemilikan menjadi sangat kecil. Dari
hal tersebut maka munculah kerawanan dalam lahan pertanian yang bisa
menyebabkan allih fungsi lahan pertanian.
2. Aspek penataan ruang, yakni dimana rencana tata ruang merupakan alat
yang sangat penting dalam pengendalian dan pemanfaatan ruang, oleh
karena itu dalam aspek ini benar-benar harus diatur sedemikian dan
mengambil langkah yang tegas untuk pelanggaran tata ruang terutama
alih fungsi lahan pertanian.
Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih
fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain :
1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di
suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah
meningkatkan permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup
masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor
non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif
untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil
pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor
kebutuhan keluarga petani yang semakin mendesak menyebabkan
terjadinya konversi lahan.
3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang
menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak
memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang
memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara
keseluruhan. Hal ini tercermin dari rencana tata ruang wilayah (RTRW)
yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan
tanah non pertanian.
5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari
peraturan yang ada.
Sedangkan menurut Gatot (2016), penyebab alih fungsi lahan yakni
meningkatnya jumlah dan taraf kehidupan, rasio pendapatan nonpertanian
terhadap pendapatan total yang semakin kecil, fragmentasi lahan pertanian,
degradasi lingkungan, kepentingan pembangunan wilayah yang sering kali
mengorbankan sektor pertanian, implementasi undang-undang yang lemah, status
kepemilikan lahan yang belum jelas, serta luas kepemilikan lahan yang sempit.
Pengertian perubahan penggunaan lahan secara umum adalah transformasi
dalam mengalokasikan sumberdaya lahan dari suatu pengguna ke pengguna
lainnya. Perubahan penggunaan lahan tersebut juga bukannya tanpa ada sebab,
terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan
lahan (Bourne, 1982), yaitu:
a. Perluasan batas kota;
b. Peremajaan pusat kota;
c. Perluasan jaringan infrastruktur khususnya jaringan transportasi;
d. Tumbuh dan hilangnya pemusatan aktivitas tertentu.
Dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, faktor-faktor tersebut antara lain manusia, aktivitas, serta lokasi kegiatan
(Catanese, 1986:317). Hubungan antara ketiga faktor tersebut sangat berkaitan
sehingga dapat disebut sebagai siklus perubahan penggunaan lahan. Dari
hubungan dinamik ini akan timbul bentuk aktifitas yang akan menimbulkan
beberapa perubahan (Bintaro, 1989). Perubahan yang akan terbentuk yaitu sebagai
berikut :
1. Perubahan lokasi (Location Change)
2. Perubahan Perkembangan (Developmental Change)
3. Perubahan Tata Laku (Behavioral Change).
Beberapa faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah adalah sebagai
berikut (Syaukat dan Agus, 2004) :
1. Faktor Kependudukan. Peningkatan jumlah penduduk yang cepat telah
meningkatkan permintaan lahan untuk perumahan, fasilitas bisnis,
perkantoran,industri, dan fasilitas umum lainnya.
2. Faktor ekonomi. Alasan ekonomi pengalihan lahan pertanian menjadi
lahan non-pertanian umumnya disebabkan karena tingginya tingkat
keuntungan (land rent atau rentabilitas lahan) yang diperoleh sektor
nonpertanian dan rendahnya land rent dari sektor pertanian. Berhubung
tingkat keuntungan yang diperoleh dari penggunaan non-pertanian
(perumahan, perkantoran, industri dan lainnya) tersebut lebih besar,
maka petani (pemilik lahan) tertarik untuk mengalihkan lahannya dari
lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Di lain pihak, tingkat
keuntungan usahatani relatif rendah, sehingga konversi lahan tidak dapat
dicegah. Land rent merupakan kontribusi faktor produksi lahan untuk
setiap aktivitas yang dilaksanakan diatasnya. Land rent merupakan
selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran faktor-faktor
produksi, kecuali lahan.
3. Rendahnya insentif untuk berusahatani. Insentif yang rendah tersebut
disebabkan oleh sering terganggunya pasokan saprodi ke berbagai
daerah, tingginya harga saprodi relatif terhadap harga jual gabah, dan
rendah serta berfluktuasinya harga gabah. Adanya beras impor dengan
harga yang lebih rendah merupakan salah satu penyebab utama
rendahnya harga beras dalam negeri.
4. Faktor sosial budaya yang dominan sejauh ini adalah keberadaan hukum
waris yang menyebabkan terfragmentasinya sawah, sehingga kurang
ekonomis untuk diusahakan. Selain itu, rendahnya minat pemuda bekerja
di sektor pertanian, karena petani dianggap sebagai lapisan masyarakat
yang rendah status sosialnya telah mendorong petani untuk menjual
sawahnya dan menggunakan dana yang diperoleh untuk modal usaha lain
di luar kegiatan pertanian.
5. Adanya sawah terisolasi atau kejepit yakni sawah-sawah yang tidak
terlalu luas karena daerah sekitarnya sudah beralih fungsi menjadi
perumahan atau kawasan industri, sehingga petani pada lahan tersebut
mengalami kesulitan untuk mendapatkan air, tenaga kerja dan sarana
produksi lainnya. Hal ini memaksa mereka untuk mengalihkan atau
menjual lahan sawah tersebut.
6. Faktor kebutuhan. Petani menjual sawahnya karena didesak oleh
kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya seperti biaya
pendidikan, mencari pekerjaan non- pertanian, pernikahan anak atau
lainnya.
7. Pembangunan real estate. Pembangunan real estate dan kawasan industri
memerlukan lahan yang luas, yang umumnya tidak terlalu jauh dari
perkotaan. Lahan-lahan yang digunakan pada umumnya sebagian besar
berasal dari lahan sawah.
8. Penyalahgunaan kepentingan. Atas nama kepentingan umum, lahan-lahan
sawah beririgasi teknis sering dikonversi ke penggunaan lain, tanpa ada
sanksi yang jelas. Misalnya, lahan-lahan sawah beririgasi teknis oleh
pemerintah daerah setempat (kabupaten/kota) dikonversikan menjadi
pasar, terminal, jalan raya, perkantoran, dan fasilitas umum lainnya.
9. Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor yang
menjanjikan keuntungan jangka pendek yang lebih tinggi guna
meningkatkan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan kepentingan
jangka panjang dan kepentingan nasional yang penting bagi masyarakat
secara keseluruhan.
10. Rusaknya lingkungan sawah sekitar pantai, sehingga mengakibatkan
terjadinya intrusi (penyusupan) air laut ke daratan. Kondisi ini berpotensi
merusak kualitas lahan, sehingga dapat merusak tanaman pangan (padi)
yang diusahakan.
2.2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian
Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan penduduk yang
cepat serta kurang terpenuhi mengakibatkan adanya alih fungsi lahan. Dampak
lain selain dampak negatif yaitu adanya dampak positif dengan bertambahnya
lapangan pekerjaan seperti industri serta jasa konstruksi maupun lainnya di sektor
nonpertanian. Dampak negatif yang muncul akibat konversi lahan menurut
Widjanarko, dkk (2006) yaitu :
1. Menurunnya hasil panen pertanian akibat dari berkurangnya lahan
pertanian.
2. Hilangnya atau berkurangnya lapangan pekerjaan di bidang pertanian
yang nantinya akan muncul lapangan pekerjaan baru dan mengakibatkan
persaingan dengan tenaga kerja pendatang. Dampak sosial ini akan
menimbulkan kecemburuan di kalangan masyarakat lokal.
3. Investasi pemerintah dalam hal pembangunan sarana dan prasarana
pengairan tidak maksimal karena pembangunan pengairan untuk lahan
pertanian menjadi sia-sia karena lahan sawah yang telah dikonversi.
4. Meningkatnya luasan lahan tidur atau lahan yang terbengkalai akibat dari
kegagalan dalam melakukan pembangunan untuk hunian yang
disebabkan oleh kesalahan perhitungan.
5. Ekosistem sawah di Pulau Jawa yang terganggu karena telah berkurang
akibat dari dampak konversi lahan, sementara pencetakan lahan sawah
yang baru di luar Pulau Jawa kurang memuaskan.
Dampak konversi lahan secara umum mempunyai 2 (dua) konsekuensi yang
akan muncul (Firman), yaitu :
1. Dampak secara langsung, artinya yaitu akan dampak yang secara
langsung terlihat pada berkurangnya luasan lahan pertanian. Hilangnya
atau berkurangnya luasan lahan pertanian akan berpengaruh terhadap
berkurangnya mata pencaharian sebagai petani, tidak hanya sampai disitu
tetapi juga akan mengakibatkan rusaknya ekosistem lahan pertanian yang
telah tercipta.
2. Dampak secara tidak langsung, artinya adalah berubahnya struktur sosial
ekonomi di kalangan masyarakat pinggiran kota akibat dari
meningkatnya pembangunan perumahan maupun industri oleh penduduk
pendatang.
Dampak dari konversi lahan yang akan terlihat dan dirasakan oleh
masyarakat yaitu dengan terancamnya kebutuhan pangan akibat dari
berkurangnya lahan pertanian sawah. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat akan meningkatkan kebutuhan akan pangan bertambah. Produk
pertanian yang awalnya dapat dihasilkan sendiri oleh pertanian lokal maka akan
digantikan oleh produkimpor. Alih fungsi lahan yang terjadi jika tidak ditangani
secara baik maka pemerintah akan membuat masyarakat bergantung pada produk
impor.
Alih fungsi lahan sawah mempunyai 2 (dua) persepsi maupun sudut
pandang. Persepsi yang pertama adalah lahan sawah yang mempunyai fungsi
sebagai penghasil bahan pangan (beras), artinya adalah jika lahan pertanian
terutama sawah dikonversi maka akan mengganggu ketahanan pangan nasional.
Persepsi yang kedua yaitu munculnya kerugian akibat dari investasi jangka
panjang dari pembuatan irigasi, waduk amupun pencetakan sawah yang kemudian
dialih fungsikan menjadi bangunan permanen. Tindakan konversi lahan pertanian
sawah juga berdampak terhadap terganggunya ekosistem sawah yang telah
tercipta, selain itu juga akan mengganggu hingga merusakan tata air tanah serta
menyebabkan berrangnya lahan terbuka hijau.

2.3 Produksi Tanaman Pangan


Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau
menambah nilai/guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung
pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi
produksi meliputi semua aktivitas menciptakan barang dan jasa (Gumbira dan
Harizt, 2001).
2.3.1 Produksi Pertanian
Produksi pertanian dapat dapat dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan
dan penumbuhan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada
proses produksi pertanian terkandung pengertian bahwa guna atau manfaat suatu
barang dapat diperbesar melalui suatu penciptaan guna bentuk yaitu dengan
menumbuhkan bibit sampai besar dan pemeliharaan (Albina, 2013).
Dalam proses produksi pertanian dibutuhkan bermacam-macam faktor
produksi seperti tenaga kerja, modal, tanah dan manajemen pertanian. Tenaga
kerja meliputitenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Faktor produksi
modal sering diartikansebagai uang atau keseluruhan nilai dari sumber-sumber
ekonomi non manusiawi (Mubyarto, 1994). Sering juga modal diartikan sebagai
semua barang dan jasa yangsudah di investasikan dalam bentuk bibit, obat-obatan,
alat-alat pertanian dan lainlainnya sumbangan faktor produksi tanah dalam proses
produksi pertanian yaitu berupa unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya
yang menentukan tingkat kesuburansuatu jenis tanah. Faktor produksi yang tidak
kalah pentingnya dalam produksi pertanian adalah manejemen pertanian yang
berfungsi mengkoordinir faktor-faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan
output secara efisien (Tohir, 1993).
2.3.2 Tanaman Pangan
Pangan merupakan komoditas yang strategis, karena fungsinya untuk
memenuhi kebutuhan pokok manusia yang sekaligus bagian dari pemenuhan hak
asasi dari setiap rakyat Indonesia (Riyadi, 2003). Hal ini tertuang dalam UU No
18 Tahun 2012 Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan
baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Kelompok tanaman
yang menghasilkan karbohidrat disebut tanaman pangan. Di Indonesia tanaman
pangan yang digunakan oleh masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis yaitu
padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Selain sebagai sumber karbohidrat, ada
tanaman pangan yang merupakan sumber protein. Pangan diartikan sebagai segala
sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang
tidak diolah.
A. Padi
Dari sekian banyak sumber karbohidrat, padi ternyata merupakan pangan
yang ideal bagi kita. Itulah sebabnya padi menjadi sangat penting bagi bangsa
Indonesia. Tanaman padi dapat dikembangbiakan secara langsung, baik dengan
benih maupun benih yang disemai dengan bibit. Budidaya padi sawah umumnya
menggunakan bibit yang dipindahtanamnkan dari persemaian.
B. Jagung
Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah
beras. Banyak kegunaan tanaman jagung selain sebagai makanan tetapi jagung
dapat dijadikan sebagai tepung, jagung rebus, jagung bakar dan lain-lain sehingga
dapat meningkatkan permintaan untuk tanaman jagung.
C. Ketela Pohon
Ubi kayu atau ketela pohon adalah salah satu komoditas pertanian jenis
umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan
maupun sumber pakan. Semua bagian tanaman ubi kayu mengandung glukosida.
Kandungan glukosida tertinggi terdapat pada pucuk muda. Curah hujan yang
cocok untuk tanaman ketela pohon antara 1.500 – 2.500 mm/tahun. Kelembapan
udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60 – 65%.
D. Ketela Rambat
Ubi jalar atau ketela rambat diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli
botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah
Selandia Baru, Polinesia, dan Amerikabagian tengah. Umbi ubi jalar berasal dari
akar adventif dan akar organ penyimpanan yang membengkak. Akar yang
berfungsi sebagai organ penyimpanan inisudah mulai membengkaksaat umur satu
bulan. Ubi jalar merupakan tanaman tahunan yang dibudidayakan sebagai
tanaman setahun atau semusim.
E. Kacang Tanah
Jenis kacang tanah yang ada di Indonesia ada dua tipe, yaitu tipe tegak dan
tipe menjalar. Tipe tegak adalah jenis kacang yang tumbuh lurus atau sedikit
miring keatas, buahnya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek,
dan kemasakan buahnya serentak. Sementara itu kacang tanah tipe menjalar
adalah jenis yang tumbuh ke arah samping, batang utama berukuran panjang, buah
terdapat pada ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah, dan umumnya berumur
panjang.
F. Kacang Hijau
Kacang hijau merupakan tanaman berbentuk semak yang tumbuh tegak.
Bunganya muncul diujung percabangan pada umur 30 hari. Munculnya bunga dan
pemasakan polong pada tanaman kacang hijau tidak serempak sehingga panen
dilakukan beberapa kali. Jenis tanah yang dikehendaki kacang hijau adalah tanah
liat berlempung atau lempung yang mengandung bahan organik tinggi, memiliki
tat air dan udara yang baik.
G. Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Tanah-tanah yang cocok untuk pertumbuhan kedelai, yaitu alluvial, regosol,
grumosol, latosol, dan andosol. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah
yang memiliki curah hujan sekitar 100 – 400 mm/bulan. Kedelai banyak
digunakan dalam berbagai pangan seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai,
kecambah dan minyak. Polong muda dapat dimanfaatkan sebagai sayur dan
ampasnya dapat digunakan sebagai campuran pakan.
2.3.3 Faktor Produksi Tanaman Pangan
Menurut Mubyarto (2001), menguraikan beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi dalam pertanian diantaranya tanah, modal dan tenaga
kerja.
a. Tanah Sebagai Faktor Produksi
Tanah merupakan satu faktor produksi seperti modal dan tenaga kerja
yang dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa bagi hasil) yang
sesuai dengan permintaan dan penawaran tanah dalam masyarakat dan
daerah tertentu. Faktor produksi tanah tidak hanya dilihat dari luas atau
sempitnya saja, namun dari segi lain seperti produktivitas tanah yang
bergantung pada jenis tanah, keadaan pengairan, sarana prasarana,
topografi (tanah dataran tinggi, dataran rendah atau daerah pantai). Jenis
tanah mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang sesuai,
pilihan teknologi, serta pilihan metode pengolahan tanah, selain itu juga
mempengaruhi petani dalam pemilihan tanaman, pilihan waktu dan cara
bercocok tanam.
b. Modal Dalam Produksi Pertanian
Modal adalah uang atau barang yang bersama-sama dalam faktor
produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru.
Modal yang dimilki petani selain tanah yaitu ternak beserta kandangnya,
cangkul, bajak, dan alat-alat pertanian lainnya bibit, pupuk, hasil panen
yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lainnya.
c. Tenaga Kerja Dalam Faktor Produksi
Tenaga kerja dalam usaha tani sebagian besar berasal dari keluarga
petani itu sendiri yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak petani.
Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan
tidak dinilai dengan uang. Faktor tenaga kerja petani yang berasal dari
luar juga berpengaruh terhadap produksi pertanian atau disebut petani
buruh atau penggarap. Sektor agraris merupakan sektor utama mata
pencaharian potensial di Indonesia yang masih dapat dikembangkan di
beberapa wilayah. Pemanfaatan potensi ini dapat dilaksanakan dengan
optimal melalui keterlibatan masyarakat terutama para petani. Kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian didukung dengan
Panca Usaha Tani :
1. Penggunaan Bibit Unggul
2. Pemupukan
3. Pemberantasan Hama dan Penyakit
4. Pengairan
5. Perbaikan Sarana dan Prasarana Bercocok Tanam

2.4 Pemanfaatan Lahan


2.4.1 Pengertian Lahan Dan Karakteristik Lahan
Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi fisik
geografi, lahan adalah tempat sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang
penting dalam penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi ekonomi, lahan
adalah suatu sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi
(Khambali, 2017). Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau
diestimasi. Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia,
kedalaman efektif dan sebagainya. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari
kegiatan survei dan/atau pemetaan sumberdaya lahan, karakteristik lahan dirinci
dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanah. Data tersebut
digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu
(Djaenudin et al. 2000).
2.4.2 Peningkatan Permintaan Lahan
Utomo dkk. (1992) dalam Lailan (2013) mendefinisikan alih fungsi lahan
atau lazim disebut dengan konversi lahan sebagai perubahan penggunaan atau
fungsi sebagian atau seluruhkawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang
direncanakan) menjadi fungsi lainyang membawa dampak negatif (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahansendiri. Alih fungsi lahan dalam artian
perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor
secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang
makin banyak jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik.
Irawan (2004) dalam Lailan (2013) mengungkapkan bahwa konversi lahan
berawal dari permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang
kurang elastis terhadap pendapatan dibanding dengan komoditas non pertanian.
Oleh karena itu pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan
pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas
non pertanian dengan laju lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan
komoditas pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah karena kebutuhan lahan
untuk memproduksi setiap komoditas merupakan turunan dari permintaan
komoditas yang bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang membawa
kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan
untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding kenaikan
permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.
2.4.3 Fenomena Perubahan Lahan Dan Faktor Determinan Yang
Mempengaruhi
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada pemanfaatan lahan
yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan dengan maksud
untuk pembangunan secara optimal dan efisien (Khambali, 2017). Faktor yang
mmempengaruhi perubahan lahan salah satunya adalah nilai land rent kegiatan
pertanian yang rendah maka secara logis pertumbuhan ekonomi akan mendorong
terjadinya alokasi lahan yang bisa ke sektor ekonomi lain dan menimbulkan
konversi lahan pertanian. Konversi lahan pertanian tersebut cenderung terjadi
pada lahan pertanian berproduktivitas tinggi seperti lahan sawah beririgasi.
Kecenderungan demikian sangat tidak menguntungkan kerja di pedesaan namun
terkesan sulit dihindari. Dua faktor utama yang dapat menjadi penyebabnya
adalah (Syarif:2008) :
• Ketersediaan infrastruktur ekonomi merupakan faktor positif dominanyang
berpengaruh terhadap preferensi investor dalam memilih lokasi lahan yang
akan dibangun untuk kegiatan di luar pertanian. Infrastruktur tersebut secara
umum lebih tersedia di daerah pertanian yang sudah berkembang akibat
pembangunan masa lalu. Konsekuensinya adalah permintaan lahan oleh
investor cenderung lebih tinggi di daerah pertanian yang sudah berkembang,
utamanya yang mendekati sasaran konsumennya seperti di daerah pinggiran
kota.
• Perlindungan pemerintah terhadap lahan pertanian produktif relatif lemah.
Kondisi demikian dapat terjadi akibat penilaian pasar terhadap lahan
pertanian yang cenderung under estimate karena lahan pertanian dianggap
hanya menghasilkan komoditas pertanian yang berharga murah dan bernilai
tambah rendah. Persepsi demikian melekat pada hampir seluruh lapisan
masyarakat termasuk para ekonom makropun persepsi demikian sangat
dominan sehingga pertumbuhan ekonomi. Yang direfleksikan dalam
pertumbuhan GDP (gross domestic product) hanya diukur dari nilai
produksi pertanian secara fisik, padahal lahan pertanian memiliki
multifungsi yang sangat luas secara lingkungan dan sosial. Persepsi
demikian pula yang menyebabkan konversi lahan pertanian seringkali
berlangsung dengan dukungan birokrasi daerah dengan alasan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
2.5 Parameter Variabel Teori
Tabel II. 1
Sintesis Teori
Teori Variabel Indikator Parameter
Perubahan Pola alih fungsi lahan Dilakukan • Ekonomi guna meningkatkan nilai
Tataguna Lahan (Tahlim, 2005) langsung atau lahan
menggunakan • Kebutuhan papan (tempat tinggal)
perantara
Faktor pendorong 1. Penduduk • Pertumbuhan penduduk
perubahan lahan 2. Pertumbuhan • Pertumbuhan permukiman
(Pakpahan, 1993) pembangunan • Pembangunan jalan baru
transportasi • Perkembangan kawasan untuk
3. Pertumbuhan perindustrian
lahan untuk • Kebutuhan pemilik lahan dan
industri peningkatan ekonomi dari penjualan
4. Ekonomi lahan.
Dampak perubahan 1. Fisik • Perubahan luasan lahan sawah
lahan sawah 2. Sosial • Perubahan luas permukiman
(Widjanarko, 2006) • Perubahan luas industri
• Pergeseran lapangan pekerjaan.
Produksi Faktor pendorong 1. Modal dalam • Nilai land rent pertanian
Pertanian produksi tanaman produksi • Tinggi rendahnya sewa bagi hasil
Tanaman pangan pertanian • Lokasi lahan pertanian
Pangan (Mubyarto, 2001) 2. Tanah • Tingkat produktivitas tanah
3. Sumber daya • Jenis tanah
manusia • Pengetahuan tenaga kerja tentang
4. Manajemen pertanian
pertanian • Penggunaan bibit
• Sarana & prasarana bercocok tanam
• Penanganan masalah pertanian
Sumber: Analisis Penyusun 2019
BAB III Metodologi Penelitian
3.1 Metodologi
Metodologi penelitian ini yaitu pertama dengan metode pengumpulan
data kemudian metode analisis dan terakhir ada teknik analsis yang dibuat juga
dalam bentuk kerangka pikir.

3.1.1 Metode Pengumpulan Data


1. Data Primer
Dalam kegiatan ini, data yang dikumpulkan terdiri dari 2 tipe data yaitu
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
cara wawancara dan observasi.

• Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013) wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Wawancara dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan alih fungsi lahan di Kecamatan Karangtengah dan faktor
apa saja yang menyebabkan produksi pertanian tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah. Teknik pemilihan narasumber pada
kegiatan wawancara adalah teknik purposive sampling, atau pemilihan
sampel yang sudah diketahui orang yang paling mengetahui informasi
yang diinginkan dalam kegiatan survei. Narasumber yang dipilih
adalah pegawai Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Demak dan
Gapoktan Kecamatan Karangtengah.

• Observasi
Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa,
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Observasi
meliputi kondisi wilayah, penggunaan lahan, dan hal-hal penting
terkait penyusunan proyek akhir. Tujuan observasi ini mendapatkan
data terkait judul proyek akhir yaitu Analisis Perubahan Penggunaan
Lahan terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan
Karangtengah.

2. Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dari instansi yang terkait
meliputi :
I. Peta Administrasi.
II. Peta RBI.
III. Citra Quickbird.
IV. Data Kecamatan Dalam Angka untuk
mengetahui produksi tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah.
3.1.2 Metode Analisis
Setelah melakukan pengumpulan data langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis data. Terdapat empat teknik analisis yang digunakan
yaitu sebagai berikut.

A. Metode Kuantitatif

Menurut Sugiyono (2013) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan


sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan. Pada penelitian ini metode kuantitatif digunakan untuk
menghitung perubahan luas perubahan lahan dan untuk melihat seberapa
besar perubahan produksi tanaman pangan di Kecamatan Karangtengah.

B. Metode Kualitatif
Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek yang
alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat
induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi. Metode Kualitatif ini digunakan untuk
mendeskripsikan perubahan penggunaan lahan dan produksi tanaman
pangan di Kecamatan Karangtengah.

C. Interpretasi Citra Satelit


Proses interpretasi data citra satelit merupakan proses yang
dilakukan guna mengidentifikasi/ mengenali obyek di permukaan bumi
yang terekam pada data citra satelit. Proses Interpretasi citra yang
dilakukan pada pelaksanaan pekerjaan ini adalah dengan melalui metode
interpretasi visual, yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk data
vektor (titik, garis atau area) melalui proses digitasi secara visual.
Metode ini digunakan untuk menidentifikasi gambaran umum wilayah
studi sebagai langkah awal untuk proses analisis selanjutnya.

D. Digitasi Citra
Dalam tahapan ini digitasi dilakukan secara on screen yaitu
dengan cara menarik garis atau menempatkan point secara langsung.
Baik buruknya data hasil digitasi sangat mempengaruhi efesiensi dan
efektifitas kinerja operator editing. Misalnya: penempatan features
(garis, point, polygon dan annotasi) dalam setiap layer, sambungan antar
node yang satu dengan node yang lainnya dalam hal ini jika atributnya
polygon dan pembuatan id-grafis dan id-label. Digitasi citra dalam
penelitian ini digunakan untuk pembuatan peta penggunaan lahan yang
dijadikan data analisis.

E. Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk menelaah hubungan antara dua
variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang
modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui
bagaimana variasi dari beberapa variabel independen mempengaruhi
variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks (Sambas dan
Maman, 2007). Analisis Regresi digunakan untuk melihat pengaruh
perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan. Model regresi linier
sederhana dalam penelitian ini sebagai berikut :

= Perubahan penggunaan lahan


= Produksi Pertanian
= Konstanta
= Koefisien

3.1.3 Analisis Data


Pada analisis data terdiri dari proses analisis dan teknik analisis yang
digunakan dalam pembuatan proyek akhir ini.

A. Proses Analisis
Data yang sudah didapatkan dalam pengumpulan data primer
maupun data sekunder setelah itu diolah dan dijadikan suatu informasi
yang jelas dan tersusun sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian ini.
Berikut tahap yang dilakukan :
1. Melakukan interpretasi dan digitasi citra untuk mendapatkan peta
penggunaan lahan tahun 2009 – 2017.
2. Melakukan analisis perubahan penggunaan lahan di Kecamatan
Karangtengah dan diketahui luasan perubahan lahan yang terjadi.
3. Melakukan komparasi terhadap hasil pertanian pangan di
Kecamatan Karangtengah pada tahun 2009 – 2017.
4. Kemudian melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada hasil
perubahan penggunaan lahan dan perubahan produksi tanaman
pangan.
5. Langkah berikutnya dengan menggunakan analisis regresi diketahui
seberapa besar pengaruh dari perubahan penggunaan lahan terhadap
produksi tanaman pangan.
6. Dari hasil wawancara didapatkan faktor lain yang mempengaruhi
perubahan produksi tanaman pangan di Kecamatan Karangtengah
B. Teknik Analisis
Analisis yang digunakan adalah Interpretasi Citra, Digitasi Citra,
Analisis kualitatif, Analisis Kuantitatif dan Analisis Regresi. Analisis
tersebut dilakukan dengan cara melakukan interpretasi citra tahun 2009
dan tahun 2017. Setelah itu lakukan digitasi citra dan kemudian
didapatkan peta penggunaan lahan tahun 2009 dan penggunaan lahan
tahun 2017. Selanjutnya menghitung berapa luas lahan pertanian yang
berubah akibat adanya alih fungsi lahan sehingga diketahui berapa luas
konversi lahan lahan pertanian yang terjadi pada tahun 2017. Kemudian
melakukan komparasi hasil pertanian tanaman pangan di Kecamatan
Karangtengah dari tahun 2009 - 2017. Dengan menggunakan analisis
kuantitatif diketahui perubahan produksi pertanian tanaman pangan di
Kecamatan Karangtengah tahun 2009 - 2017. Setelah didapatkan hasil
perubahan penggunaan lahan dan perubahan tingkat produksi tanaman
pangan di Kecamatan Karangtengah langkah berikutnya menggunakan
analisis regresi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
perubahan lahan terhadap produksi tanaman pangan di Kecamatan
Karangtengah.
INPUT PROSES OUTPUT

L uas Perubahan
Citra Kecamatan Penggunaan Lahan
Karangtengah Tahun Interpretasi
Kecamatan
2009 – 2017 Citra
Karangtengah Tahun
2009 – 2017 ( ha )

Analisis
Kuantitatif
dan
Kualitatif

Produksi Tanaman
Perubahan Hasil
Pangan Kecamatan Analisis
Produksi Tanaman
Karangtengah Tahun Kuantitatif
Pangan Kecamatan
2009 – 2017 dan
Karangtengah
( ton/tahun) Kualitatif

Perubahan
Penggunaan Lahan
Pengaruh Perubahan
Analisis Lahan Terhadap
Regresi Produksi Tanaman
Perubahan Hasil Pangan
Produksi Tanaman
Pangan

Gambar 3. 1
Kerangka Analisis

Sumber : Hasil Analisis, 2018


BAB IV Gambaran Umum
4.1 Fisik Alam
Peta fisik alam Kecamatan Karangtengah meliputi Curah Hujan,
Hidrologi, Jenis Tanah Topografi dan Penggunaan Lahan.
4.1.1 Curah Hujan

Peta 4. 1
Curah Hujan

Kabupaten Demak hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan
penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September di Kabupaten Demak
mengalami musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan
Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan
Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan. Tingkat curah hujan di
Kecamatan Karangtengah terbagi menjadi 2 yaitu tingkat curah hujan sangat
rendah di Desa Ploso, Donorejo, dan Grogol, Sedangkan Desa sisanya memiliki
tingkat curah hujan rendah.
4.1.2 Jenis Tanah

Peta 4. 2
Jenis Tanah

Tanah merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia karena tanah


merupakan sumber daya alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup yang
diperlukan manusia dalam mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya.
Berdasarkan karakteristik tekstur tekstur tanah wilayah Kabupaten Demak dibagi
menjadi dua region yaitu Region A : Tekstur tanah halus (liat), meliputi sebagian
dari hampir seluruh Kecamatan dari wilayah Kabupaten Demak dan Region B :
Tekstur tanah sedang (lempung) meliputi sebagian dari hamper seluruh
Kecamatan di Kabupaten Demak. Apabila dilihat dari jenis tanah yang ada, maka
di Kabupaten Demak terdapat 4 jenis tanah yaitu Tanah alluvialhidromorf,
Regosol, Gromosol Kelabu Tua serta Mediteran. Kecamatan Karangtengah
sendiri memiliki Jenis Tanah Aluvial Hidromorf dan Gromosol Kelabu Tua.
4.1.3 Topografi

Peta 4. 3
Topografi

Wilayah Kabupaten Demak memiliki elevasi (ketinggian permukaan tanah


dari permukaan laut) mulai dari 0-100 meter. Dari seluruh wilayah kabupaten.
Berdasarkan ketinggian permukaan tanahnya, dapat diklasifikasikan menjadi 3
region yaitu Region A : Elevasi 0-3 meter meliputi bagian wilayah Kecamatan
Demak, Karangtengah, Wedung, Mijen, Bonang dan Sayung. Region B : Elevasi 3-
10 meter meliputi sebagian besar dari Kecamatan Demak, Kebonagung, Wedung,
Mijen, Bonang, Sayung, Elevasi 10 – 25 meter meliputi sebagian besar Kecamatan
Mranggen, Dempet, Kebonagung dan Karanggawen, Elevasi 25 – 100 meter
meliputi sebagian besar Kecamatan Mranggen dan Karanggawen. Serta Region C :
Elevasi lebih dari 100 meter meliputi sebagian kecil Kecamatan Mranggen dan
Karangawen. Kecamatan Karangtengah sendiri memiliki elevasi tingkat ketinggian
tanah 0 – 2 % yang berarti Kecamatan Karangtengah seluruhnya memiliki
kelerengan yang landai.
4.1.4 Penggunaan Lahan

Peta 4. 4
Penggunaan Lahan

Wilayah Kecamatan Karangtengah memiliki lahan pertanian seluas 80%


dari batas wilayah administratif. Penggunaan lahan di Kecamatan Karangtengah
menurut Klasifikasinya adalah Semak, Empang, Pemukiman, Kebun, Rawa,
Pertanian, Tegalan, Perairan, Sarana Kesehatan, Pendidikan, Peribadatan, dan
Perkantoran. Sebagai daerah agraris yang kebanyakan penduduknya hidup dari
pertanian, wilayah Kecamatan Karangtengah terdiri atas lahan sawah yang
mencapai luas 3.023,30 ha, dan selebihnya adalah lahan kering. Menurut
penggunaannya, sebagian besar lahan sawah yang digunakan berpengairan teknis
2.655,50 ha, setengah teknis 360,80 ha, dan sederhana 7 ha. Kemudian untuk
penggunaan lahan terbesar kedua adalah digunakan sebagai area Permukiman
dimana Kecamatan Karangtengah memiliki jumlah penduduk laki-laki 559.488 dan
perempuan 569.810.
Tabel IV. 1
Penggunaan Lahan Pertanian 2017
TANAH TANAH
DESA JUMLAH
SAWAH (Ha) KERING (Ha)
Sampang 333.32 67.68 401.00
Klitih 347.75 70.37 418.12
Pidodo 318.54 58.92 377.46
Donorejo 286.81 81.12 367.93
Grogol 194 78 67.70 262.48
Ploso 125.47 53.34 178.81
Pulosari 117.64 72.85 190.49
Karangsari 148.81 55.30 204.11
Karangtowo 108.77 36.21 144.98
Dukun 201.45 75.66 277.11
Kedunguter 196.98 53.31 250.29
Batu 462.09 107.82 569.91
Wonok rto 238.11 47.03 285.14
Wonowoso 167.76 65.16 232.92
Rejosari 193.47 19.51 212.98
Wonoagung 130.25 143.30 273.55
Tambakbulusan 0.00 507.72 507.72
JUMLAH 3 572.00 1 583.00 5 155.00
Sumber : Kecamatan Karangtengah Dalam Angka 2017

Penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Karangtengah menurut


Kecamatan Dalam angka Kecamatan Karangtengah pada tahun 2017 memiliki luas
lahan pertanian sebesar 5.115,00 Ha yang terbagi menjadi tanah sawah seluas
3.572,00 ha dan tanah kering 1.583,00 ha. Lahan pertanian paling luas ada di Desa
Batu dengan luas 569,91 ha, yang terbagi menjadi tanah sawah dengan luas 462,09
ha dan tanah kering dengan luas 107,82 ha. Sedangkan lahan pertanian paling kecil
terdapat di Desa Karangtowo dengan luas 144,98 ha, yang terbagi menjadi tanah
sawah 108,77 dan tanah kering 36,21 ha.

Anda mungkin juga menyukai