Nama-nama kelompok 3
Kata pengantar………………………………………………………………...
Daftar isi………………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang…………………………………………………………...
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………...
1.3 Tujuan pembelajaran………………………………………………………
Bab II Pembahasan
2.1 karakteristik Lahan Kering dan Penyebabnya…………………………………………………
2.2 Keanekaragaman Hayati di Lahan Kering………………………………………
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
BAB II
PEMBAHASAN
Wilayah lahan Kering beriKlim basah yang berpotensi untuk tanaman semusim menYebar di daerah Kaiimantan, Sumatra,
Papua, 3awa dan Su!awesi seluas 19,68 juta ha (Tabel 3). Terdapat pada topografi datar, berombak sampai agak
bergelombang. Pada landform tektonik, dataran volkan, dan dataran karst/kapur. Tanahnya berdrainase baik, terbentuk dari
bahan sedimen dan voiI‹an yang kesuburan alaminya bervarias.
Di Kalimantan wilayah tersebut seluas 10,18 juta ha terutama terdapat di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah. Lahannya bertopografi datar, berombak sampai bergelombang. Sedangkan di Sumatra seluas ^.,67 juta ha terutama
terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung dan Jambi. Lahannya berupa dataran volkan dan dataran tektonik dengan topografi
datar, berombak szimpai bergelombang.
Wilayah lahan kering tanamdn semusim di Papua seIua.s 4,11 juta ha, terutama terdapat di Kabupaten Merauke dan fakfak.
Lahannya berupa teras Marine/ pantai, topografi dataran sampai berombak, tanahnya terbentuk dari bahan sedimen. Permasalah
yang dihadapi adalah aksesibi!itas dan keterseciiaan tenaga kerja yang rendah.
Di Jawa lahan kering dataran rendah beriklim basah seluas 0,37 juta ha, terdapat di Provinsi Jawa Bardt (kabupaten Subanp,
Bogor, Plajalengka, Tasik malaya), Provinsi Banten (kabupaten Serang, Pandeglang), "erovinsi 3awa Timur (Kabupaten Trenggalek,
Tuban, Ngawi), propinsi Jawa Tengah (Kabupaten Semarang, Sragen, Karanganyar). Lahannya berupa dataran volkan, topografi datar
sampai berombak. Sedangkan di Sulawesi seluas 0,18 juta ha, terutama terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan (antara lain Kabupaten
Barru, Maros dan Bone). Lahannya berupa dataran volkan dan dataran tektonik dengan topografi datar sampai berombak.
Lahan kering beriklim kerin
Wilayah dataran rendah beriklim kering yang berpotensi untuk tanaman semusim lahan kering
nienyebar terutama di Nusa tenggara, Sulawesi, Jawa dan Sumatera seluas 2,61 juta ha. Topografi datar sampai
bergelonibang pada dataran tektonik, volkan dan karst. Tanah terbentuk dari bahan induk sedimen,
volkan, batu gamping, drainase dan kesuburannya relatif baik, umumnya tidak masam.
Peranan lahan kering yang sangat besar, bukan hanya pada skala nasional, namun juga
pada skala global. Pada Tahun Internasional Biodiversitas, masyarakat dunia diingatkan bahwa
lahan kering merupakan areal dengan keragaman hayati sangat besar. Tiga puluh persen tanaman
yang dikonsumsi di berbagai sudut dunia berasal dari lahan kering. Lahan kering juga
merupakan kolam (pool) C-organik yang terbesar (UN, 2010).
Keanekaragaman hayati wilayah lahan kering mutlak diperlakukan dalam bidang pertanian,
baik untuk meningkatkan produksi pertanian lahan kering, baik untuk meningkatkan produksi
pertanian, khususnya untuk ketahanan pangan. Karena itu, dari segi pemanfaatan,
keanekaragaman hayati pertanian lahan kering memempati garis terdepan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia karena luas lahan sawah dalam dasawarsa ini menurun sangat drastis
akibat konversi lahan. Pengelolaan sebagian dari keanekaragaman ini dilakukan melalui sebuah
sistem yang dikenal sebagai agroekosistem.
Pengertian Agro-ekosistem dalam paper ini adalah sebuah sistem ekologi dan sosio
ekonomi, yang mencakup hewan peliharaan dan tanaman serta manusia yang mengelolanya,
untuk menghasilkan pangan, serat, dan hasil-hasil pertanian lainnya (Wood dan Lenne 1999).
Jadi, yang dikelola dalam agroekosistem ini adalah hanya sebagian dari keanekaragaman hayati
pertanian, karena konsep keanekaragaman hayati pertanian jauh lebih luas dari cakupan tanaman
dan hewan peliharaan saja.Menurut Qualset dkk. (1995) keanekaragaman hayati pertanian
mencakup semua tanaman, hewan peliharaan, kerabat liarnya, dan berbagai spesies yang terlibat
dalam kehidupannya, seperti penyerbuk, spesies yang bersimbiosis, hama, penyakit, dan pesaing-
pesaingnya. Oleh karena itu, spesies penghasil pangan yang dipanen langsung dari habitat
alaminya tidak termasuk dalam komponen agro-ekosistem.
Di antara spesies tumbuhan ekonomi yang sudah mendunia, dengan pusat persebaran di
kawasan Indochina-Indonesia, adalah spesies dari pisang (Musa bablisiana dan M. Acuminata),
Kelapa (Cocos nucifera) dan Tebu (Sacharum officinarum). Kawasan ini juga dianggap penting
dalam hal golongan bambu, buah-bauahan tropis, seperti rambutan, durian, mangga, talas-
talasan, dan jahe-jahean. Disamping tanaman pangan, kawasan ini juga menjadi pusat persebaran
rotan dan spesies kayu komersial, seperti kayu besi, meranti, kapur dan sebagainya.
Pembudidayaaan spesies asli di kawasan ini sendiri masih terbatas, baru untuk cengkeh, pala dan
kayu manis, dibandingkan dengan spesies pendatang seperti karet, kopi, dan cokelat.Salah satu
aspek penting dalam bidang pertanian adalah tanaman obat, baik yang sudah dibudidayakan
maupun yang masih liar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenancgi atau tergenang air pada
sebagian besar waktu dalam setahun. Istilah lahan kering seringkali digunakan untuk padanan upland,
dryfand atau unirrigated land.
berdasarkan penggunaannya untuk pertanian (BPS, 2010), lahan kering dikelompokkan menjadi pekarangan,
tegalan/kebun/Iadang/huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, lahan untuk kayu-kayuan,
perkebunan, dengan total luas 63,4 juta ha atau sekitar 33,7% dari total luas Indonesia
Keanekaragaman hayati wilayah lahan kering mutlak diperlakukan dalam bidang pertanian,
baik untuk meningkatkan produksi pertanian lahan kering, baik untuk meningkatkan produksi
pertanian, khususnya untuk ketahanan pangan. Karena itu, dari segi pemanfaatan,
keanekaragaman hayati pertanian lahan kering memempati garis terdepan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia karena luas lahan sawah dalam dasawarsa ini menurun sangat drastis
akibat konversi lahan. Pengelolaan sebagian dari keanekaragaman ini dilakukan melalui sebuah
sistem yang dikenal sebagai agroekosistem.
Daftar Pustaka
Abdurachman A., A.Dariah dan A.MuIyani. 2008. Strategi dan teknologi Pengelolaan Lahan
kering Mendukung Pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang pertanian , 27 (2), 2008
halaman: 43-49.
Abas Ijudin dan S.Marwanto. 2008. Reformasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Mendukung
Swa Sembada Pangan. dalam Jurnal Sumberdaya Lahan vol.2 No.2 Desember 2008.
Halaman. 115-125. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Adimihardja A., dan F.Agus. 2000. Pengembangan Teknologi Konservasi Tanah Pasca
—NWMCP, halaman 25-38 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian
Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Alternatif Teknologi Konservasi Tanah. Bogor, 2-3
September 1999.
Adimihardja, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng.
Hlm. 103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
Adimihardja, A. 2007. Siapkah kita menghadapi eskalasi tantangan konservasi lahan
pertanian di Indonesia. Hlm. 76-84 dalam Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air.
Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Jakarta.
Ahmad I-iida at, Hikmatulloh dan Djoko Santcso. 20ü0. Pntensi dan Pengelolaan Lahan Kering
Dataran Rendah. Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia man hengeiolaannya halamon 197- 225.
Pusat Penelitïan Tandh dan Agroklimat. bogor