Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR VIII : MATA KULIAH AGROKLIMATOLOGI

KELEMBABAN UDARA & PEMBENTUKAN AWAN


Oleh: Dr. Ifayanti Ridwan Saleh, SP. MP.

Mata Kuliah : AGROKLIMATOLOGI


Kode Mata Kuliah / SKS : 125G0103
Semester : II
Program Studi : AGROTEKNOLOGI
FISIKA DASAR
Mata Kuliah Prasyarat :
EKOLOGI UMUM
Dosen Penanggung Jawab : Dr. Ir. Amir Yassi, M.Si.
Tim Dosen 1. Prof. Dr. Ir. Kaimuddin, M.Si.
2. Dr. Ir. Abd. Haris B., M.Si.
: 3. Dr. Ifayanti Ridwan Saleh, SP. MP.
4. Nuniek Widiayani, SP. MP.

Mampu menjelaskan manfaat dan peranan cuaca/iklim


serta istilah dan batasan cuaca/iklim, fungsi dan
komposisi atmosfer, topik-topik ilmiah dalam bidang
agroklimatologi, konsep pancaran radiasi surya dan
keefektifan radiasi, komponen-komponen neraca
Sasaran Belajar/Learning bahang, pengendali dan penyebaran suhu udara dan
: tanah, kestabilan atmosfer, kelembaban udara dan
outcome pembentukan awan, bentuk-bentuk presipitasi dan
pembentukan hujan, penyebaran tekanan udara,
evaporasi. Selain itu mahasiswa diharapakn mampu
menerapkan sistem klassifikasi iklim dan mampu
menjelaskan keragaman pola iklim daerah tropis,
Indonesia dan Sulawesi Selatan.
Mata Kuliah Agroklimatologi merupakan mata kuliah
pilihan yang ditawarkan kepada mahasiswa
Agroteknologi pada semester II dengan topik manfaat
dan peranan cuaca/iklim, fungsi dan komposisi atmosfer,
Deskripsi Mata Kuliah kapita selekta bidang agroklimatologi, radiasi surya,
keefektifan radiasi, neraca bahang, suhu udara dan
tanah, kestabilan atmosfer, kelembaban, presipitasi,
tekanan udara, evaporasi, klassifikasi iklim, keragaman
iklim.

I. PENDAHULUAN

1
a) Garis Besar Materi Pokok Bahasan VIII:
Pokok bahasan kedelapan membahas tentang komponen-komponen kelembaban
udara, batasan dan fungsi dasar awan, penggolongan dan tipe awan.

b) Sasaran Pembelajaran/Learning objective:


Menganalisis kadar uap air diudara dan memjelaskan jenis awan dan
peranannya dipermukaan bumi.
c) Perilaku Awal/Entry behavior:
Sebelum mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa harus memahami konsep
radiasi, penyebaran suhu udara dan kestabilan atmosfer.
d) Manfaat Pokok Bahasan:
Setelah mengikuti bahasan minggu kedelapan ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan dengan tepat mengenai hubungan kondisi kelembaban udara dan
pembentukan awan, hubungan kelembaban dengan unsur iklim lainnya serta
manfaat awan terhadap pertanian.
e) Urutan Pembahasan:
Pokok bahasan kedelapan diuraikan mengikuti urutan sebagai berikut:
- Komponen-komponen kelembaban udara dan cara menghitungnya
- Batasan dan fungsi dasar awan
- Penggolongan dan tipe awan

f) Petunjuk Belajar/instructional orientation:


Pembahasan materi kedelapan ini merupakan pengantar untuk mahasiswa
memahami proses pembentukan awan dan hubungannya dengan unsur iklim
lainnya.

2
II. PENYAJIAN MATERI BAHASAN

a. Uraian Materi bahasan


Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Meskipun jumlah uap
air di dalam udara jumlahnya tidak banyak, tetapi merupakan komponen udara yang sangat
penting ditinjau dari segi cuaca dan iklim. Uap air di udara sukar dipahami karena merupakan
gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Baru kelihatan bila sudah berubah menjadi tetes-
tetes air. Secara sederhana H2O dalam udara dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 8.1. Perubahan H2O dalam Udara


Jumlah uap air dalam udara tidaklah tetap, tidak konstan. Juga kesanggupan udar
amenampung udara air berubah-ubah tergantung temperatur massa udara yang bersangkutan.
Massa udara yang panas dapat menampung uap air berubah-ubah tergantung temperature
massa udara yang bersangkutan. Massa udara yang panas dapat mengandung uap air lebih
banyak daripada massa udara yang dingin. Apabila kesanggupan itu telha sampai puncaknya,
maka udara tersebut dikatakan dalam keadaan jenuh (kenyang). Satu meter kubik udara
dengan tingkat panas tertentu dapat mengandung uap air sebagai berikut:

Jika udara yang tidak jenuh diturunkan temperaturnya, maka kapasitas udara terhadap uap
air akan turun. Jika diturunkan terus temperaturnya, maka udara tersebut akan jenuh dengan
uap air meskipun jumlah uap air sendiri jumlahnya tidak berubah. Temperatur yang
bertepatan dengan jenuhnya udar adisebut titik embun atau titik kondensasi. Jika udara
didinginkan terus sampai dibawha titik embun, maka ada kelebihan uap air yang tidak dapat
dikandung oleh udara. Kelebihan uap air ini akan dilepaskan dan berubah menjadi tetesan-
tetesan air (jika temperaturnya masih diatas 0 0C) dan akan berupa kristal-kristal es (jika
temperatur udara dibawah 00C). Dengan demikian terjadilah peristiwa kondensasi. Perlu
diketahui, bahwa penurunan suhu yang sama dari udara jenuh pada temperatur yang berbeda

3
tidak menghasilkan jumlah kondensasi yang sama. Misalnya, 1 m3 udara jenuh dengan
temperatur 300C diturunkan temperaturnya menjadi 200C, uap air yang berkondensasi
sebesar 30,4 – 17,3 = 13,1 gram, bila suhunya diturunkan lagi menjadi 100C, uap air yang
berkondensasi hanya 9,4 – 4,9 = 4,5 gram (lihat tabel diatas). Dengan demikian pada udara
yang panas kemungkinan terjadinya presipitasi yang lebat secara potensial lebih besar.
1. Ukuran kelembaban udara
Kandungan uap air dalam atmosfer dinyatakan dalam beberapa cara:
a. Tekanan uap. Bagian dari tekanan atmosfer yang disebabkan oleh uap air.
Dinyatakan dalam ukuran yang sama dengan tekanan udara total. Misalnya: atm, milibar,
atau cm/mm Hg.
b. Kelembaban spesifik. Berat uap air per satuan berat udara (termasuk berat uap
airnya). Biasanya dinyatakan dalam gram tiap per kg udara. Kelembaban spesifik hamper
sama dengan tekanan uap.
c. Kelembaban absolut. Berat uai air per satuan volume udara (g/m3 ). Ini kurang
digunakan dalam meteorology karena volume udara berubah-ubah jika udara naik.
Berubahnya volume udara berarti kelembaban absolut juga akan berubah.
d. Kelembaban relatif. Perbandingan antara uap air yang betul-betul ada di udara
dengan jumlah uap air dalam udara tersebut jika pada temperatur dan tekanan yang sama
udara tersebut jenuh dengan uap air. Jika kelembaban relative mencapai harga 100% (=1)
berarti udara itu jenuh dengan uap air.
Kalau misalnya udara pada temperatur 300C untuk mencapai kejenuhan harus ada
30,4 gram uap air dan ternyata hanya mengandung 20 gram, berarti kelembaban relatif =
20/30,4 x 100% = 65,79%.
Kelembaban relatifnya dapat pula dirumuskan sebagai berikut:
KUA = jumlah uap air (gram) : volume udara (m3 )
KUR = KUA : KUMax
KUA = kelembaban udara absolut
KUR = kelembaban udara relatif
KUMax = kelembaban udara maksimum yang dapat tertampung dalam satu volum udara
Hanya perlu diingat bahwa satuan yang digunakan harus sama. Kelembaban relative berubah
apabila mengubah jumlah uap air atau mengubah kapasitas udara.
2. Sebaran kelembaban
a. Sebaran vertikal

4
Oleh karena sumber kelembaban udara adalah permukaan bumi, maka sebagian besar uap air
akan terkumpul di lapisan udara bagian bawah. Uap air jumlahnya akan turun atau berkurang
dengan cepat dengan naiknya tinggi tempat.
b. Sebaran horisontal
Uap air dalam udara yang dinyatakan dalam kelembaban spesifik atau tekanan uap
mempunyai harga tinggi di khatulistiwa dan terendah di kutub. Ini serupa dengan sebaran
temperatur, yang merupakan factor penentu besarnya kapasitas udara. Sebaran kelembaban
relative ini berbeda dengan sebaran kelembaban spesifik. Kelembaban relatif terbesar di
khatulistiwa dan menurun kea rah kutub sampai ke lintang sekitar 300 (U/S). daerah ini
adalha daerah antisiklon. Disini kelembaban relative adalha yang terendah. Dari 300 ke arah
kutub, kelembaban relatif naik sebagai akibat turunnya temperatur.
3. Penguapan
Penguapan merupakan proses perubahan air es menjadi gas (uap air). Semua uap air yang
terdapat dalam atmosfer merupakan hasil evaporasi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya evaporasi, antara lain:
a. Kecepatan angin, makin cepat anginnya makin besar penguapannya.
b. Temperatur. Makin tinggi temperaturnya makin besar penguapannya.
c. Kelembaban relatif. Udara yang makin besar kelembaban relatifnya penguapan makin
kecil. Jika udara lebih dingin daripada permukaan air dibawahnya, maka sangat efektif. Hal
ini karena tekanan uap dalam atmosfer akan lebih kecil daripada di bawah permukaan air
yang lebih panas. Dalam hal ini berarti udara dipanasi dari bawah karena berhubungan
dengan air yang lebih panas sehingga menjadi tidak stabil dan memperbesar turbulensi dan
juga sebagai alasna bahwa penguapan di lautan pada musim dingin lebih besar daripada
musim panas.
4. Sebaran penguapan
Menurut pengamatan di peroleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Evaporasi di atas lautan lebih besar daripada di atas daratan. Ini disebabkan tidak
terbatasnya suplai air di permukaan laut. Diatas daratan sebaliknya suplai ini ada yang tidak
ada sama sekali.
b. Di daerah lintang antara 100U – 100S lebih banyak penguapan di daratan daripada di
lautan. Ini sebagai akibat cukupnay suplai air sebagai akibat curah hujan yang cukup. Di
samping itu terdapatnya vegetasi yang lebat menyebabkan transpirasi cukup besar.
c. Penguapan maksimum di lautan terjadi di daerah lintang 100 – 200 (U/S). ini sebagai
akibat adanya angin yang terus-menerus cepat dan keringnya udara. Di atas daratan dimana

5
kecepatan angin lebih kecil daripada dengan penguapan maksimum berdekatan dengan
khatulistiwa.

B. Awan
Awan merupakan sekumpulan titik air atau es yang melayang layang di udara, yang terbentuk
dari hasil proses kondensasi. Kondensasi terjadi karena adanya proses penggabungan
molekul-molekul air dalam jumlah cukup banyak sehingga membentuk butiran yang lebih
besar. Terdapat berjuta-juta butiran awan di atmosfer dengan ukuran yang berbeda-beda.
Masing-masing mempunyai gerakan yang arah dan kecepatannya tidak sama, sehingga antara
butir yang satu dengan yang lain saling bertumbukan. Satu butir hasil kondensasi yang
berukuran kecil (0,01 mm) mempunyai kecepatan jatuh 1 cm per detik. Besarnya butiran
awan dapat tumbuh menjadi 200 mikron atau lebih dan dapat jatuh sebagai hujan.

Klassifikasi Awan
Awan merupakan awal proses terjadinya hujan, sehingga banyak digunakan sebagai
indikator keadaan cuaca. Namun demikian, tidak semua jenis awan dapat menghasilkan
hujan, oleh karena itu pengenalan jenis, bentuk dan sifat-sifat awan sangat diperlukan.
Berikut ini dijelaskan klasifikasi awan berdasarkan morfologi, ketinggian, dan metode
pembentukan.
1. Berdasarkan morfologi (bentuk) Berdasarkan morfologi, awan dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu:
a. Awan Cumulus
Bentuk jenis awan ini bergumpal-gumpal (bundar-bundar) dengan dasar horizontal (Gambar
8.2).

Gambar 8.2. Awan Comulus


6
b. Awan Stratus
Awan jenis ini tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara merata. Dalam
arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah dan luas (Gambar 8.3).

Gambar 8.3. Awan Stratus


c. Awan Cirrus Jenis awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk
seperti bulu burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan
(Gambar 8.4).

Gambar 8.4. Awan Cirrus


2. Berdasarkan Ketinggian
a. Golongan awan tinggi : 6000 m ke atas
1) Awan Cirrus (Ci) : di atas 9 km
Awan halus, struktur beserat seperti bulu burung, dan tersusun sebagai pita yang
melengkung, sehingga seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di horizon (Gambar 8.2).
Awan ini tersusun atas kristal es dan biasanya tidak mendatangkan hujan.
2) Awan Cirrostratus (Cs) : 6 - 7 km

7
Awan ini berbentuk seperti kelambu putih halus, menutup seluruh angkasa, berwarna pucat
atau kadang-kadang nampak sebagai anyaman yang tidak teratur. Sering menimbulkan
lingkaran di sekelilinhg matahari atau bulan. Awan ini tidak menghasilkan hujan (Gambar
8.5).

Gambar 8.5. Awan Cirrostratus


3) Awan Cirrocumulus (Cc) : 7,5 - 9 km
Berbentuk seperti gerombolan domba, tidak menimbulkan bayangan dan hujan (Gambar 8.6).

Gambar 8.6 Awan Cirrocumulus


b. Golongan awan sedang / menengah : 2000 – 6000 m
1) Awan altostratus (As) : 3 - 4,5 km
Awan altostratus berbentuk seperti selendang yang tebal. Pada bagian yang menghadap bulan
atau matahari nampak lebih terang. Awan ini biasanya diikuti oleh turunnya hujan (Gambar
8.7).

8
Gambar 8.7 Awan Altostratus

2) Awan Altocumulus (Ac) : 4,5 – 6 km


Berbentuk seperti bola-bola yang tebal putih pucat dan ada bagian yang berwarna kelabu
karena mendapat sinar. Bergerombol atau berlarikan, antara satu dengan yang lain berdekatan
seperti bergandengan. Pada umumnya bola-bola yang di tengah gerombolan atau larikan lebih
besar. Awan ini tidak menghasilkan hujan (Gambar 8.8).

Gambar 8.8 Awan Altocumulus


c. Golongan Awan Rendah ( dibawah 2000 m)
1) Awan Stratocumulus (Sc)
Berbentuk seperti gelombang yang sering menutupi seluruh angkasa, sehingga menimbulkan
persamaan dengan gelombang di lautan. Berwarna abu-abu di sela-sela kelihatan terang.
Awan ini tidak menghasilkan hujan (Gambar 8.9)

9
Gambar 8.9 Awan Stratocumulus.
2) Awan Nimbustratus (Ns)
Awan ini tebal dengan bentuk tertentu, pada bagian pinggir tampak compangcamping dan
menutup seluruh langit. Mendatangkan hujan gerimis hingga agak deras yang biasanya jatuh
terus menerus (Gambar 8.10).

Gambar 8.10 Awan Nimbustratus


3) Awan stratus (St)
Awan yang melebar seperti kabut tetapi tidak sampai menyentuh permukaan bumi (Gambar
8.3).
d. Awan yang terjadi karena udara naik (Vertically advanced clouds) (500-1500 m)
1) Cummulus (Cu)
Awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata (Gambar 8.2).
2) Cumulo Nimbus (Cu-Ni)
Awan yang bergumpal gumpal luas dan sebagian telah merupakan hujan, sering diiringi
dengan angin ribut (Gambar 8.12).

10
Gambar 8.12. Awan Comulo-Nimbus
b. Pembahasan:
Setelah pemaparan materi bahasan tersebut di atas mahasiswa diberi kesempatan
bertanya atau membentuk kelompok diskusi atau kegiatan brain storming dengan tetap berada
dalam kendali atau pengawasan fasilitator untuk tetap berfungsinya expert jugments sebagai
nara sumber dari sudut pandang kecakapan dan filosofi keilmuan terkait.

c. Penelitian:
Fasilitator menguraikan berbagai contoh penelitian terkait materi yang dibahas baik
dari kegiatan penelitian nasional maupun internasional dan mengarahkan mahasiswa untuk
mengaitkan hasil penelitian pada topik yang sesuai. Pada sesi ini fasilitator juga mendorong
mahasiswa untuk mengutarakan hal-hal terkait yang diperoleh dan diketahuinya.

d. Penerapan:
Fasilitator menguraikan tentang jenis awan dan pengaruhnya bagi tanaman. Selain itu,
fasilitator mendorong mahasiswa dapat mengutarakan hal terkait yang diketahuinya
berdasarkan pengalaman di lapangan sehari-hari.

e. Latihan:

Mahasiswa di dalam kelas melakukan kegiatan berupa mendiskusikan proses


pembentukan awan dan syarat-syarat pembentukannya.

11
f. Tugas Mandiri:
Dapat diberikan dalam bentuk mahasiswa menambahkan dengan mencari tambahan
materi terkait materi bahasan ini yakni perubahan kelembaban udara diurnal dan tahunan
berdasarkan penerimaan radiasi matahari.

III. PENUTUP
a. Rangkuman
Fasilitator merangkum materi kuliah ini dengan memberikan esensi dari materi
bahasan dan keterhubungannya dengan materi bahasan sebelumnya dan berikutnya.

b. Tes Formatif:

Fasilitator memberikan tes formatif untuk mengetahui tingkat penguasaan


pengetahuan yang diperoleh mahasiswa pada materi bahasan ini dengan memberikan
pertanyaan antara lain sebagai berikut:

a. Jelaskan peranan kondisi keawanan bagi tanaman


b. Jelaskan pembagian awan dan jenis awan yang paling berpengaruh pada tanaman.

c. Umpan Balik:

Mahasiswa dapat mengajukan hal tentang kondisi yang dialami dan diharapkannya
untuk memahami materi bahasan terkait.

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Bowen, R. 1986. Groundwater. 2nd Edition. Elsevier Applied Science
Publishers. p427
2. Griffiths, J.F. 1976. Applied Climatology. An Introduction. Second Edition.
Oxford University Press. p136
3. Hess, S.L. 1959. Introduction to Theoretical Meteorology. HDLT,
RINEHART AND WINSTON, New York. p367
4. Mather, J.R. 1974. Climatology: Fundamentals and Application. McGraw-Hill
Book Company. p412.
5. Oke, T.R. 1978. Boundary layer Climate. p372
6. Petr, J.(Ed). 1991. Weather and Yield. Developments in Crop Science 20.
Elsevie. p288
7. Seamann, J., Y.I. Chirkov, J. Lomas, B. Primault. 1979. Agrometeorology.
Springer-Verlag. p324
8. Wang, J. Yu. 1963. Agricultural Meteorology. Univerisy of Wisconsin,
Madison. p691.

12

Anda mungkin juga menyukai