Anda di halaman 1dari 26

Laporan Praktikum

Agroklimatologi

CURAH HUJAN DAN KLASIFIKASI IKLIM

NAMA : FATMAWATI

NIM : G111 15 028

KELAS : AGROKLIMATOLOGI A

KELOMPOK : 13

ASISTEN : YOPIE BRIAN PANGGABEAN

PROGRAN STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di

bagian selatan Sulawesi. Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut Ujung

pandang. Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan

116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km². Provinsi ini

berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan

Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan.

Provinsi Sulawesi Selatan terdapat beberapa kabupaten. Salah satunya adalah

Kabupaten Jeneponto. Ibu kota kabupaten ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten

Jeneponto terletak di ujung bagian barat dari wilayah Propinsi Sulawesi selatan dan

merupakan daerah pesisir pantai yang terbentang sepanjang ± 95 di bagian selatan.

Secara geografis terletek diantara 50 16’ 13” – 50 39’ 35” Lintang Selatan dan 120

40’ 19” – 120 7’ 51” Bujur Timur.

Kabupaten Jeneponto adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi

Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten ini

memiliki luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 342.700 jiwa,

kondisi tanah (topografi) pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan

ketinggian 500 sampai dengan 1400 m, bagian tengah 100 sampai dengan 500 m

dan pada bagian selatan 0 sampai dengan 150 m di atas permukaan laut. dan

memiliki pelabuhan yang besar terletak di desa Bungeng.


Curah hujan di wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya tidak merata, hal

ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah semi kering. Curah

hujan di Kabupaten Jeneponto yang tertinggi tahun 1999 jatuh pada Bulan Januari

sedangkan curah hujan terendah atau terkering terjadi pada Bulan Juni, Agustus,

September dan Oktober.

Ditinjau dari klasifikasi iklim maka Kabupaten Jeneponto memiliki beberapa

tipe iklim yaitu, tipe iklim D3 dan Z4 yaitu wilayah memiliki bulan kering secara

berurutan berkisar 5 – 6 bulan sedangkan bulan basah 1 – 3 bulan dan Tipe iklim

C2 yaitu wilayah memiliki bulan basah 5 – 6 bulan dan bulan lembab 2 – 4 bulan.

Type ini dijumpai pada daerah ketinggian 700 – 1.727 m diatas permukaan laut

yakni pada wilayah kecamatan Kelara.

Iklim (pola distribusi dan jumlah curah hujan tahunan) Kab. Jeneponto

tergolong kering dihampir semua kecamatan, selain Kec Rumbia, Kelara dan

sebagian Kec. Bangkala, yang tergolong agak basah. Kondisi iklim seperti ini

mengindikasikan bahwa produktifitas berbagai jenis komoditas pertanian di

Kabupaten Jeneponto akan menghadapi kendala kekurangan air yang ekstrim.

Adapun Kondisi curah hujan wilayah ini yang diwakili oleh data dari 7 stasiun

pencatat hujan yaitu, Allu, Balangloe, Jeneponto, Bisoloro, Loka, Malakaji dan

Takalar, menunjukkan rata-rata curah hujan tahunan yang berkisar antara 1049–

3973 mm/tahun. Keadaan musim di Kabupaten Jeneponto pada umumnya sama

dengan keadaan musim di daerah kabupaten lain yakni terdiri dari 2 (dua) musim

yaitu hujan dan kemarau, musim hujan terjadi antara Bulan November sampai
dengan Bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi pada Bulan Mei sampai

dengan Bulan Oktober.

Dampak dari perubahan iklim bagi sektor pertanian adalah berubahnya

karakteristik musim yaitu musim hujan dan musim kering, pergeseran awal

musim tanam 2 –4 minggu sejak lima tahun terakhir bahkan di daerah pantura

mundur selama 1 -2 bulan, peningkatan hama penyakit tanaman serta penurunan

produksi hasil pertanian yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian curah hujan dan

klasifikasi iklim di Kabupaten Jeneponto karena mengingat sangat penting untuk

mengetahui bagaimana melakukan klasifikasi tipe iklim agar dapat menentukan

bagaimana iklim dari suatu wilayah cocok atau tidak untuk waktu dan pola tanam

dan jenis tanaman.

1.2 Tujuan da Kegunaan

Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui curah hujan

yangterjadi pada Kabupaten Pinrang dan untuk menentukan penggolongan iklim

berdasarkan Schmidt-Ferguson dan Oldemen.

Adapun kegunaan dari oraktikum ini adalah sebagai tambahan informasi dan

wawasan bagi mahasiswa tentang curah hujan dan klasifikasi iklim.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data Kabupaten Jeneponto

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jeneponto, Kabupaten Jeneponto

memiliki wilayah seluas 74.979 ha atau 749,79 km2 dan secara administrasi terbagi

menjadi 11 kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut hanya kurang

lebih 1,20 persen dari luas wilayah administrasi Propinsi Sulawesi Selatan. Terkait

luas wilayah Kabupaten Jeneponto, terdapat 4 sumber data yang berbeda. Data BPS

Sulawesi Selatan (90.335 ha), Permendagri Nomor 6 tahun 2008 (70.652 ha), dan

RTRW Kab. Jeneponto 2012-2013 yang berdasarkan foto citra satelit (79.953 ha)

menampilan data yang berbeda. Namun berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun

2010 maka yang digunakan adalah luas wilayah yang dikeluarkan oleh Badan Pusat

Statistik Kabupaten Jeneponto (PERDA, 2013).

Berdasarkan wilayah administrasi Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan

sebelah Utara dengan Kabupaten Gowa dan Takalar, sebelah Selatan dengan Laut

Flores, sebelah Barat dengan Kabupaten Takalar, dan sebelah Timur dengan

Kabupaten Bantaeng. Wilayah bagian selatan yang berbatasan dengan Laut Flores

memiliki panjang garis pantai 114 km dan sebuah pulau yang dikenal oleh

masyarakat sebagai Pulau Li’bukang. Dengan panjang garis pantai 114 km maka

kewenangan pengelolaan wilayah laut sesuai dengan UndangUndang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 18 ayat 4 adalah 114 km x 4 mil laut

ke arah laut lepas (PERDA, 2013).


Secara administratif Kabupaten Jeneponto terbagi atas 11 Kecamatan yang

terdiri dari 31 kelurahan dan 82 desa. Kecamatan Bangkala Barat merupakan

kecamatan terluas di Kabupaten Jeneponto yakni 152,69 km2 atau 20,40% dari luas

wilayah Kabupaten Jeneponto, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil

adalah Kecamatan Arungkeke dengan luas 29,91 km2 atau 3 ,97% dari luas wilayah

Kabupaten Jeneponto (PERDA, 2013).

Secara Geografi dan Luas Wilayah Kabupaten Jeneponto terletak antara

5°23'12” – 5°42’1,2” Lintang Selatan dan 119°29'12” – 119°56’44,9” Bujur Timur.

Berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar di sebelah Utara, Kabupaten

Bantaeng di sebelah Timur, Kabupaten Takalar sebelah Barat dan Laut Flores di

sebelah Selatan. Luas wilayah Kabupaten Jeneponto tercatat 749,79 km persegi

yang meliputi 11 kecamatan, yaitu Kecamatan Bangkala, Batang, Kelara, Binamu,

Tamalatea, Bontoramba, Rumbia, Turatea, Tarowang, Arungkeke, dan Bangkala

Barat.. Apabila dilihat bentang alamnya secara makro, wilayah Kabupaten

Jeneponto terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah

perbukitan yang terletak pada bagian utara, serta kawasan pantai di sebelah selatan.

Kabupaten Jeneponto terletak di ujung selatan bagian barat dari wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan dengan ibukota Bontosunggu, berjarak sekitar 91 km dari Kota

Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan (PERDA, 2013).

Topografi di Kabupaten Jeneponto relatif bervariasi, mulai dari topografi datar

(flat), berombak (undulating), bergelombang (rolling), berbukit (hilly) hingga

bergunung (mountainous). Topografi datar-berombak (kemiringan lereng di bawah

15 %) tersebar dengan luasan sekitar sekitar 42.715 ha, atau sekitar 53,68% dari
luas total Kabupaten Jeneponto. Areal dengan kemiringan lereng ini adalah

merupakan areal persawahan, ladang, serta kebun campuran. Selebihnya, areal

dengan kemiringan lereng lebih dari 15 %, dimana sebagian besar diantaranya

adalah merupakan lahan kering (PERDA, 2013).

Terdapat 2 tipe iklim di kabupaten ini yakni tipe iklim D3 dan Z4 berkisar 5

sampai 6 bulan untuk kondisi kering dan 1 sampai 3 bulan dengan kondisi basah,

sedangkan tipe iklim C2 berkisar 5 sampai 6 bulan dengan kondisi basah dan 2

sampai 3 bulan dengan kondisi lembab di jumpai pada dataran tinggi yang pada

umumnya berada di wilayah Kecamatan Kelara dan Rumbia (PERDA, 2013).

2.2 Curah Hujan Kabupaten Jeneponto 5 Tahun Terakhir

Bulan DKD 1999 2000 2001 2002 2003 2004


1 10 26 21 108 111 x
2 8 0 65 3 105 x
Jan
3 45 94 8 60 2 x
Jum 63 120 94 171 218 x
1 161 116 221 71 25 x
2 29 x 51 53 68 x
Feb
3 80 18 35 19 8 x
Jum 270 134 307 143 101 x
1 35 1 17 x 38 x
2 5 32 2 45 32 x
Mar
3 1 13 63 140 3 x
Jum 41 46 82 185 73 x
1 1 14 23 x 21 x
2 9 2 36 x x x
Apr
3 20 8 15 10 9 x
Jum 30 24 74 10 30 x
1 58 25 x 460 44 31
2 37 x x x x x
Mei
3 17 22 25 x x 16
Jum 112 47 25 460 44 47
1 x 21 120 50 2 x
2 x 86 72 125 3 x
Jun
3 x 16 x 120 1 x
Jum 0 123 192 295 6 x
1 85 11 x x x x
2 x x x x 15 x
Jul
3 x 0 x x 20 x
Jum 85 11 0 x 35 x
1 x 2 x x x x
2 x 1 x x x x
Ags
3 2 x x x 15 x
Jum 2 3 0 x 15 x
1 x x x x x x
2 x x x x x x
Sep
3 x x x x x x
Jum 0 0 0 x x x
1 x x 30 x x x
2 1 2 x x x x
Okt
3 11 5 45 x x x
Jum 12 7 75 x x x
1 x 6 240 x x x
2 2 7 75 160 x x
Nop
3 3 31 145 50 x x
Jum 5 44 460 210 x x
1 108 70 910 75 x x
2 50 21 75 703 x x
Des
3 35 4 145 x x x
Jum 193 95 1130 778 x x
2.3 Hujan Spesifik

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air

dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut

hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap

lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan

uap yang mengkondensasi jatuh ketanah (Wibowo, 2008).

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari

awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es.

Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan

asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air

dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi

namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan

millimeter (mm) (Wibowo, 2008).

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut

waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor

pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim

untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan

dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama hubungan sistematik

antara unsur iklim dengan pola tanam dunia yang telah melahirkan pemahaman

baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan

unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai

sebagai kriteria pengklasifikasian iklim (Guslim, 2009).


2.4 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt- Fergusom dan Oldeman

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di

tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis

vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah

hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan

jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim

D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis

vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe

iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim

kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Setiawan, 2010).

Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi

Mohr (Mohr menentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan selama

periode pengamatan). BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan

tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan

dihitung rata-ratanya. Dimana bulan kering adalah bulan dengan curah hujan <

60mm, bulan lembab yaitu bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm, dan

bulan basah adalah bulan dengan curah hujan > 100m ( Guslim,2009 ).

Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson, cukup luas dipergunakan khususnya

untuk tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan. Hal ini kiranya cukup

beralasan karena dengan sistem ini orang kurang tahu kapan bulan kering atau

kapan bulan basah terjadi. Apakah berurutan atau berselang seling. Sebagai contoh

kalau ada suatu wilayah mempunyai dua bulan kering yang terjadi tidak berturutan

untuk tanaman keras yang berakar dalam mungkin tidak akan menimbulkan
kerugian yang berarti, akan tetapi kalau hal itu untuk keperluan tanaman semusim

atau yang berakar dangkal dapat sangat merugikan. Selain itu kriteria bulan basah

dan bulan kering untuk beberapa wilayah terlalu rendah (Dewi, 2007).

Tabel Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Tipe Iklim Nilai Q (%) Keadaan Iklim dan Vegetasi

A < 0,143 Daerah sangat basah, hutan hujan


tropika
B 0,143 – 0,333 Daerah basah, hutan hujan tropika

C 0,333 – 0,600 Daerah agak basah, hutan rimba, daun


gugur pada musim kemarau
D 0,600 – 1,000 Daerah sedang, hutan musim

E 1,000 – 1,670 Daerah agak kering, hutan sabana

F 1,670 – 3,000 Daerah kering, hutan sabana

G 3,000 – 7,000 Daerah sangat kering, padang ilalang

H > 7,000 Daerah ekstrim kering, padang ilalang

Sumber: (Setiawan, 2010).

Menurut BMKG (2014), klasifikasi tipe iklim Oldeman merupan tipe iklim

yang dikembangkan berdasarkan kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering

yang terjadi secara berturut-turut. Klasifikasi tipe iklim Oldeman sangat relevan

untuk klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan terlebih untuk Indonesia,

mengingat Indonesia merupakan negara agraris yang sangat dipengaruhi oleh curah

hujan. Kriteria bulan basah dan bulan kering dalam pengklasifikasian tipe iklim

Oldeman adalah apabila jumlah curah hujan dalam satu bulan > 200 mm maka

dinyatakan sebagai bulan bulan basah dan apabila curah hujan dalam satu bulan <
100 mm maka dinyatakan sebagai bulan kering. Adapun klasifikasi tipe iklim

Oldeman dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel klasifikasi Oldeman

Sumber: (BMKG, 2014).

2.5 Iklim Spesifik

Iklim merupakan kondisi cuaca dalam suatu periode yang panjang. Iklim dapat

meliputi iklim tropis, iklim sedang, iklim kutub dan lain sebagainya. Iklim juga

dapat dikatakan bahwa keadaan cuaca didaerah yang cukup luas dan pada waktu

yang relatif lebih lama . Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual

sudah terjadi di tingkat lokal, regional, maupun global. Perubahan iklim tersebut

sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di

Indonesia termasuk dalam sektor yang terkait dengan ketersediaan pangan yakni

pertanian dan kehutanan. Dari perubahan tersebut maka ketahanan pangan akan

menurun (Kodoatie dan Syarif, 2010).


Menurut Kartasapoetra (2010), menyatakan bahwa iklim dan tanaman

mempunyai hubungan yang erat, hubungan antara pola iklim dengan distribusi

tanaman banyak digunakan sebagai dasar dalam klasifikasi iklim. Hasil suatu jenis

tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan

seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan pola iklim dan teknologi, dalam buku

yang sama dia juga mengatakan bahwa cuaca dan iklim merupakan salah satu faktor

dalam produksi pangan yang sukar dikendalikan.

Iklim merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi distribusi

tanaman. Wilayah dengan kondisi iklim tertentu akan didominasi iklim tertentu

akan didominasi pula oleh spesies tumbuhan tertentu, yakni tumbuhan yang dapat

beradaptasi secara baiki pada kondisi iklim tersebut. Berdasarkan keterkaitan yang

erat antara kondisi iklim dengan spesies tumbuhan yang dominan pada suatu

wilayah, beberapa ahli mengkasifikasikan iklim berdasarkan jenis tumbuhan yang

dapat beradaptasi baik pada wilayah tersebut (Kartasapoetra, 2010).

Perubahan iklim terjadi akibat adanya pemanasan global yang diakibatkan

meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan dari berbagai

kegiatan manusia, seperti industri, transportasi, kebakaran hutan, perubahan tata

guna lahan dan sebagainya. Pada umumnya perubahan iklim tersebut ditandai

dengan terjadinya kenaikan suhu udara di permukaan bumi dan naiknya panas

permukaan laut. Pada umumnya di wilayah benua maritim Indonesia memiliki

variabilitas unsur iklim curah hujan yang lebih besar dibanding dengan unsur iklim

lainnya seperti suhu, tekanan, dan kelembaban udara (Qodrita dan Berliana, 2006).
2.6 Mengapa Menghitung Curah Hujan

Perhitungan dengan menggunakan dua klasifikasi ini agar praktikan dapat

mengetahui jumlah curah hujan yang ada pada suatu wilayah khusunya pada

wilayah Jeneponto, bahwa kita dapat mengetahui rata-rata curah hujan dalam 1

tahun dengan melakukan perhitungan data dengan proses-proses pembobotan data

curah hujan, setelah itu rangking, dari data paling tinggi ke rendah, kemudian

melakukan perhitungan dengan menggunakan beberapa rumus. Sehingga dapat

ditarik kesimpulan bahwa setiap daerah memiliki data curah hujan dan klasifikasi

iklim berbeda.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum curah hujan dan klasfikasi iklim dilaksanakan pada hari Senin,

Tanggal 28 Maret 2016 , pukul 13.00 WITA sampai selesai. Bertempat di

Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Jurusan Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan yaitu Laptop, LCD (proyektor), alat tulis menulis,dan

buku sumber. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data iklim dan curah hujan

pada kecamatan masing-masing kelompok selama 10 tahun terakhir.

3.3 Metode Percobaan

3.3.1.Cara Penentuan Tipe Iklim Menurut Oldeman

Prosedur penentuan tipe iklim menurut Oldeman adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan data mentah 15 tahun terakhir pada kecamatan tertentu yang

ingin diolah datanya

2. Menentukan jumlah curah hujan dan rata-ratanya yang terjadi dalam waktu

perhari, kemudian perbulan, lalu pertahun

3. Menggabungkan data dengan teman satu kelompok yang mengerjakan pada

tahun yang lain (jangka 15 tahun terakhir)

4. Menghitung jumlah bobot curah hujan bulan dengan rumus “ =30/31*CH ”

dengan “30” merupakan angka rata-rata hari dalam satu bulan, “31”
merupakan jumlah hari dalam bulan yang diamati dan “CH” merupakan

cells curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut (dalam tahun tertentu).

5. Menghitung dan memilah jumlah bobot hujan yang ada dengan ketetapan

Oldeman, yaitu jika ia termasuk :

Bulan Basah (BB) .> 200mm/bulan

Bulan Lembab (BL) 100-200 mm/bulan

Bulan kering (BK) < 100 mm/bulan

6. Memasukkan kedalam tipe utama (Huruf) dan sub tipe (angka), sehingga

akan diperoleh tipe iklim.

3.3.2.Cara Penentuan Tipe Iklim Menurut Scmidt dan Fergusson

1. Pengolahan datanya sama dengan klasifikasi Oldemen akan tetapi jumlah

bobotnya yang berbeda

2. Menghitung dan memilah jumlah bobot hujan yang ada dengan ketetapan

Oldeman, yaitu jika ia termasuk :

Bulan Basah (BB) .>100mm/bulan

Bulan Lembab (BL) 60 – 100 mm/bulan

Bulan kering (BK) < 60 mm/bulan

3. Menghitung jumlah Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) yang terjadi

dalam bobot curah hujan yang ada, sehingga dapat menentukan pada bulan

berapa sebaiknya dilakukan pola penanaman yang sesuai.

4. Menghitung nilai Q, yaitu banyak bulan kering/banyak bulan basah x 100%

5. Memasukkan nilai Q yang ada kedalam 8 pembagian tipe Iklim menurut

sifatnya (Oldeman).
3.3.2.Cara Penentuan Peluang

1. Menyiapkan data mentah 15 tahun terakhir pada kecamatan tertentu yang ingin

diolah datanya.

2. Menentukan jumlah rata-rata curah hujan, peluang 40 %, 50 % dan 60%. rata-

ratanya yang terjadi dalam waktu perhari, perbulan dan pertahun.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Tabel 1 : Curah Hujan 15 Tahun Terakhir


Tahun
Bln Dkd
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 10 26 21 108 111 x 63 13 x 378 x 690 53 215 75
2 8 0 65 3 105 x 152 8 x 188 x 610 28 160 75
Jan
3 45 94 8 60 2 x 236 20 x 130 x 110 32 125 75
Jum 63 120 94 171 218 x 451 41 x 696 0 1410 113 500 225
1 161 116 221 71 25 x 14 8 x 227 x x 20 150 35
2 29 x 51 53 68 x 5 1 x 189 x x 65 85 65
Feb
3 80 18 35 19 8 x 73 16 x 141 x x 20 70 55
Jum 270 134 307 143 101 x 92 25 x 557 0 0 105 305 155
rusak
1 35 1 17 x 38 x 114 5 x 11 x 410 5 20 50
2 5 32 2 45 32 x x 23 x 14 x 110 85 25 220
Mar
3 1 13 63 140 3 x 40 27 x x x 950 45 40 150
Jum 41 46 82 185 73 x 154 55 x 25 0 1470 135 85 420
1 1 14 23 x 21 x 63 45 x x x 700 20 60 20
2 9 2 36 x x x 31 49 x x x x 40 5 50
Apr
3 20 8 15 10 9 x 2 40 x x x 700 50 15 70
Jum 30 24 74 10 30 x 96 135 x 0 0 1400 110 80 140
1 58 25 x 460 44 31 x 32 23 x x 245 300 5 27 70
2 37 x x x x x x 29 x x x 44 x 30 65 50
Mei
3 17 22 25 x x 16 x 46 6 x x 22 450 25 12 50
Jum 112 47 25 460 44 47 x 107 29 x 0 311 750 60 104 170
1 x 21 120 50 2 x x 25 78 x x x 150 45 0 95
2 x 86 72 125 3 x x 262 83 x 50 x 200 30 15 x
Jun
3 x 16 x 120 1 x x 94 84 x 50 x 250 30 20 50
Jum 0 123 192 295 6 x x 381 245 x 100 0 600 105 35 145
1 85 11 x x x x 100 x x x x x 200 x 58 50
2 x x x x 15 x 1 x x x x x 150 40 76 x
Jul
3 x 0 x x 20 x 10 15 35 x x x x 6 35 25
Jum 85 11 0 x 35 x 111 15 35 x 0 0 350 46 169 75
1 x 2 x x x x x x x x x x x 10 10 x
2 x 1 x x x x x x 10 x x x 50 x x 45
Ags
3 2 x x x 15 x x x 2 x x x x x 3 x
Jum 2 3 0 x 15 x x x 12 x 0 0 50 10 13 45
1 x x x x x x x x x x 110 x x x x x
2 x x x x x x x x x x x x x 25 5 x
Sep
3 x x x x x x x x x x x x x 5 x x
Jum 0 0 0 x x x x x x x 110 0 0 30 5 0
1 x x 30 x x x x x x x x x 50 x 20 x
2 1 2 x x x x x x x x x x 100 40 x x
Okt
3 11 5 45 x x x x x x x 10 x 100 5 2 x
Jum 12 7 75 x x x x x x x 10 0 250 45 22 0
1 x 6 240 x x x x x 10 x 10 x 150 x 35 x
2 2 7 75 160 x x x x x x 15 x 100 40 20 50
Nop
3 3 31 145 50 x x x x 10 x x x 350 35 25 300
Jum 5 44 460 210 x x x x 20 x 25 0 600 75 80 350
1 108 70 910 75 x x x x 340 x 15 x 200 15 45 250
2 50 21 75 703 x x x x 190 x 122 x 100 x 32 x
Des
3 35 4 145 x x x x 63 1270 x 100 x 200 50 65 650
Jum 193 95 1130 778 x x x 63 1800 x 237 0 500 65 142 900

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Tabel 2. Data Curah Hujan Setelah Pembobotan

Tahun
Bulan DKD 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Rtaan
1 10 26 21 108 111 x rusak 63 13 x 378 x 690 53 215 75 153
2 8 0 65 3 105 x 0 152 8 x 188 x 610 28 160 75 111
Jan
3 41 85 7 55 2 x 0 215 18 x 118 x 100 29 114 68 65
Jum 61 116 91 165 211 x 0 436 40 x 674 0 1365 109 484 218 289
1 161 116 221 71 25 x 0 14 8 x 227 x x 20 150 35 92
2 29 x 51 53 68 x 0 5 1 x 189 x x 65 85 65 55
Feb
3 89 23 44 24 9 x 0 91 18 x 176 x x 25 88 69 53
Jum 279 144 329 153 104 x 0 99 26 x 597 0 0 113 327 166 167
1 35 1 17 x 38 x 0 114 5 x 11 x 410 5 20 50 60
2 5 32 2 45 32 x 0 x 23 x 14 x 110 85 25 220 34
Mar
3 1 12 57 127 3 x 0 36 25 x x x 864 41 36 136 109
Jum 40 45 79 179 71 x 0 149 53 x 24 0 1423 131 82 406 175
1 1 14 23 x 21 x 0 63 45 x x x 700 20 60 20 95
2 9 2 36 x x x 0 31 49 x x x x 40 5 50 22
Apr
3 20 8 15 10 9 x 0 2 40 x x x 700 50 15 70 79
Jum 29 23 72 10 29 0 0 93 131 0 0 0 1355 106 77 135 128
1 58 25 x 460 44 31 x 32 23 x x 245 300 5 27 70 114
2 37 x x x x x x 29 x x x 44 x 30 65 50 41
Mei
3 15 20 25 x x 15 x 42 5 x x 20 409 23 11 45 59
Jum 108 45 24 445 43 45 x 104 28 0 0 301 726 58 101 165 145
1 x 21 120 50 2 x x 25 78 x x x 150 45 0 95 55
2 x 86 72 125 3 x x 262 83 x 50 x 200 30 15 x 93
Jun
3 x 16 x 120 1 x x 94 84 x 50 x 250 30 20 50 74
Jum 0 123 192 295 6 0 0 381 245 0 100 0 600 105 35 145 139
1 85 11 x x x x 100 x x x x x 200 x 58 50 91
2 x x x x 15 x 1 x x x x x 150 40 76 x 56
Jul
3 x 0 x x 18 x 9 14 32 x x x x 5 35 25 16
Jum 82 11 0 0 34 x 107 15 34 0 0 0 339 45 164 73 59
1 x 2 x x x x x x x x x x x 10 10 X 7
2 x 1 x x x x x x 10 x x x 50 x x 45 20
Ags
3 2 x x x 14 x x x 2 x x x x x x x 6
Jum 2 3 0 0 15 0 0 0 12 0 0 0 48 10 13 44 7
1 x x x x x x x x x x 110 x x x x x 110
2 x x x x x x x x x x x x x 25 5 x 15
Sep
3 x x x x x x x x x x x x x 5 x x 5
Jum 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 110 0 0 30 5 0 10
1 x x 30 x x x x x x x x x 50 x 20 x 33
2 1 2 x x x x x x x x x x 100 40 x x 36
Okt
3 10 5 41 x x x x x x x 9 x 91 5 2 x 23
Jum 12 7 73 0 0 0 0 0 0 0 10 0 242 44 21 0 27
1 x 6 240 x x x x x 10 x 10 x 150 x 35 x 75
2 2 7 75 160 x x x x x x 15 x 100 40 20 50 52
Nop
3 3 31 145 50 x x x x 10 x x x 350 35 25 300 81
Jum 5 44 460 210 0 0 0 0 20 0 25 0 600 75 80 350 101
1 108 70 910 75 x x x x 340 x 15 x 200 15 45 250 198
2 50 21 75 703 x x x x 190 x 122 x 100 x 32 x 162
Des
3 32 4 132 x x x x 57 1155 x 91 x 182 45 59 591 195
Jum 187 92 1094 753 0 0 o 61 1742 0 229 0 484 63 137 871 346

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Tabel 3 : Data Curah Hujan Setelah di Ranking
Ranking
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jan 1 690 378 215 111 108 75 63 53 26 21 13 10 x x x Rusak
2 610 188 160 152 105 75 65 28 8 8 3 0 0 x x x
3 215 118 114 100 85 68 55 41 29 18 7 2 0 x x x
Jum 1365 678 484 436 218 211 165 116 109 91 61 0 0 x x x
Feb 1 227 221 161 150 116 71 35 25 20 14 8 0 x x x x
2 189 85 68 65 65 53 51 29 5 1 0 x x x x x
3 176 91 89 88 69 44 25 24 23 18 9 0 x x x x
Jum 597 329 327 279 166 153 144 113 104 99 26 0 0 0 x x
Mar 1 410 114 50 38 35 20 17 11 5 5 1 0 x x x x
2 220 110 85 45 32 32 25 23 14 5 2 0 x x x x
3 864 136 127 57 41 36 36 25 12 3 1 0 x x x x
Jum 1423 406 179 149 131 82 79 71 53 45 40 24 0 0 x x
Apr 1 700 63 60 45 23 21 20 20 14 1 0 0 X X X x
2 50 49 40 36 31 5 3 2 0 X X X X X X x
3 700 70 50 40 20 15 15 10 9 8 2 0 x x x x
Jum 1355 135 131 106 93 77 72 29 29 23 10 0 0 0 0 0
Mei 1 460 300 245 70 58 44 32 31 27 25 23 5 x x x x
2 65 50 44 37 30 29 x x x x x x x x x x
3 409 45 42 25 23 20 20 15 15 11 5 x x x x x
Jum 726 445 301 165 108 104 101 58 45 45 43 28 24 0 0 x
Jun 1 150 120 95 78 50 45 25 21 2 0 x x x x x x
2 262 200 125 86 83 72 50 30 15 3 x x x x x x
3 250 120 94 84 50 50 30 20 16 1 x x x x x x
Jum 600 381 295 245 192 145 123 105 100 35 6 0 0 0 0 0
Jul 1 200 100 85 58 50 11 x x x x x x x x x x
2 150 76 40 15 1 x x x x x x x x x x x
3 35 32 25 18 14 9 5 0 x x x x x x x x
Jum 339 164 107 82 73 45 34 34 15 11 0 0 0 0 0 x
Ags 1 10 10 2 x x x x x x x x x x x x x
2 50 45 10 1 x x x x x x x x x x x x
3 14 2 2 x x x x x x x x x x x x x
Jum 48 44 15 13 12 10 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0
Sep 1 110 x x x x x x x x x x x x x x x
2 25 5 x x x x x x x x x x x x x x
3 5 x x x x x x x x x x x x x x x
Jum 110 30 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 o
Okt 1 50 30 20 x x x x x x x x x x x x x
2 100 40 2 1 x x x x x x x x x x x x
3 91 41 10 9 5 5 2 x x x x x x x x x
Jum 242 73 44 21 12 10 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nop 1 240 150 35 10 10 6 x x x x x x x x x x
2 160 100 75 50 40 20 15 7 2 x x x x x x x
3 350 300 145 50 35 31 25 10 3 x x x x x x x
Jum 600 460 350 210 80 75 44 25 20 5 0 0 0 0 0 0
Des 1 910 340 250 200 108 75 70 45 15 15 x x x x x x
2 703 190 122 100 75 50 32 21 x x x x x x x x
3 1115 531 182 132 91 59 57 45 32 3 x x x x x x
Jum 1742 1094 871 753 484 229 187 137 92 63 61 0 0 0 0 0

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Tabel 4 : Klasifikasi Schmidt- Ferguson

Tahun
BLN
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
JAN BL BB BL BB BB - RU BB BK - BB BK BB BB BB BB
FEB BB BB BB BB BB - S BL BK - BB BK BK BB BB BB
MAR BK BK BL BB BL - A BB BK - BK BK BB BB BL BB
APR BK BK BL BK BK - K BL BB - BK BK BB BB BL BB
MEI BB BK BK BB BK BK BK BB BK - BK BB BB BK BB BB
JUN BK BB BB BB BK - - BB BB - BL BK BB BB BK BB
JUL BL BK BK - BK - - BK BK - BK BK BB BK BB BL
AUG BK BK BK - BK - - - BK - BK BK BK BK BK BK
SEP BK BK BK - - - - - - - BB BK BK BK BK BK
OKT BK BK BL - - - - - - - BK BK BB BK BK BK
NOV BK BK BB BB - - - - BK - BK BK BB BL BL BB
DES BB BB BB BB - - - BL BB - BB BK BB BL BB BB

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)

S-F
BK BB BL
2 9 2
3 9 1
5 5 3
6 4 3
8 7 0
4 7 1
8 2 2
11 0 0
8 1 0
7 1 1
5 4 2
1 9 2
Q= BK/BB X 100%
Q= 1,172

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Tabel 5 : Klasifikasi Oldeman

Tahun
BLN
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
JAN BK BL BK BL BB - RU BB BK - BB BK BB BL BB BB
FEB BB BL BB BL BL - S BK BK - BB BK BK BL BB BL
MAR BK BK BK BL BK - A BL BK - BK BK BB BL BK BB
APR BK BK BK BK BK - K BK BL - BK BK BB BL BK BL
MEI BL BK BK BB BK BK - BL BK - BK BB BB BK BL BL
JUN BK BL BL BB BK - - BB BB - BK BK BB BL BK BL
JUL BK BK BK - BK - - BK BK - BK BK BB BK BL BK
AUG BK BK BK - BK - - - BK - BK BK BK BK BK BK
SEP
OKT BK BK BK - - - - - - - BL
BK BK BK
BB BK BK BK
DES BL BK BB BB - - - BK BB - BB BK BB BK BL BB

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)

OLDEMAN
BK BB BL
4 6 3
4 4 5
8 2 3
9 1 3
7 3 4
5 4 4
10 1 1
11 0 0
8 0 1
8 1 0
4 6 2

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Grafik 1 : Peluang 40 %

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)

Grafik 2 : Peluang 50 %

Grafik Peluang 50%


140

120

100

80

60

40

20

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


Grafik 3 : Peluang 60 %

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)

Grafik 4 : Peluang 40%, 50%, 60%

Grafik Peluang 40%, 50%. 60%


250

200

150

100

50

Series1 Series2 Series3

(Sumber : Data Primer Setelah diolah 2016)


4.2 Pembahasan

Pada hasil pengamatan berupa data curah hujan 15 tahun terakhir diatas

maka pada wilayah tersebut dapat ditentukan klasifikasi iklimnya. Berdasarkan

klasifikasi Schmidt-Ferguson dapat diketahui bahwa bulan keringnya berjumlah 68

dan bulan basahnya 58. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus menghasilkan Q =

1,172. Hasil tersebut meunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim menurut

Schmidt-Ferguson, wilayah tersebut termasuk pada iklim F. Menurut Setiawan

(2010), bahwa tipe iklim berkisar jika nilai Q nya berada pada 1,670 – 3,000.

Dimana iklim tipe F merupakan daerah kering dengan ciri vegetasi hutan sabana.

Berdasarkan klasifikasi iklim Oldemen, data curah hujan 15 tahun terakhir

tersebut setelah dihitung jumlah bulan kering dan bulan basahnya mendapatkan

hasil jumlah bulan keringnya yang berurut sebanyak 4 dan bulan basahnya

sebanyak 6.. Setelah menghitung jumlah BK dan BB yang berurut, wilayah ini

masuk ke dalam tipe iklim D3. Hal ini sesuai dengan pendapat BMKG (2014) yang

menyatakan bahwa tipe iklim D3 adalah iklim yang mempuyai 4-6 bulan kering

yang berturut-turut dan 3-4 bulan basah berurutan. Tipe iklim D3 hanya

memungkinkan satu kali padi dan satu kali palawija dalam waktu satu tahun

tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Hal ini membuat tanaman yang

paling cocok ditananam adalah tanaman tembakau. Dikarenakan tanaman tembakau

tidak terlalu membutuhkan air yang terlalu banyak sehingga sangat cocok dengan

tipe iklim tersebut. Tanaman yang tidak cocok ditanam pada tipe iklim seperti

disebutkan di atas adalah tanaman padi.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada daerah Jeneponto

rata-rata hujan terjadi (musim hujan) pada sekitar bulan Desember, Januari dan

Februari. Awal turunnya hujan umumnya terjadi pada bulan Nopember, kadang-

kadang dimulai bulan Oktober, dan musim panasnya terjadi sekitar bulan Juli,

Agustus dan September.

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, wilayah Jeneponto termasuk

pada iklim F yang berarti termasuk daerah kering. Hal ini hampir sama dengan

klasifikasi iklim Oldemen, dimana wilayah Jeneponto termasuk ke dalam iklim D3,

yang merupakan daerah agak kering sehingga pada wilayah Jeneponto

memungkinkan untuk menanam tanaman yang paling cocok ditananam adalah

tanaman tembakau.

5.2 Saran

Saran untuk praktikan sebaiknya menggunakan ketelitian dan kecermatan yang

tinggi pada saat pengelolaan data curah hujan, agar data yang diperoleh valid

sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaannya.


DAFTAR PUSTAKA

BMKG. 2014. Makalah Riset di BMKG. www.bmkg.go.id. Di akses pada 29 Maret

2016. Pukul 19.00 WITA.

Guslim. 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan.

Kartasapoetra da Mul Mulyani Sutedjo. 2010. Pengantar Ilmu Tanah, Rineka

Cipta, Jakarta.

Kodoatie, R.J. dan R. Syarief. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi. Yogyakarta

PERDA SULSEL. 2013. Rencana Pembanagunan Jangka Menengah Daerah

Kabupaten Jeneponto. Sulawesi Selatan.

Setiawan. 2010. Klasifikasi Iklim. http://www.bisograpics.com. Diakses pada

tanggal 29 Maret 2016. Pukul 19.00 WITA.

Sinta. 2007. Dampak Variabilitas Iklim Terhadap Produksi Pangan Di Sumatra.

Jurnal Sains Dirgantara Vol.2 (2), Hal: 20-29.

Qodrita dan Berliana. 2006. Iklim dan cuaca. BMG. Yogyakarta

Wibowo, H. 2008. Desain Prototipe Alat Pengukur Curah Hujan Jarak Jauh

Dengan Pengendali Komputer. Universitas Jember. Jember.

Anda mungkin juga menyukai