Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PITFALL TRAP

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi

Yang Diampu Oleh Prof.Dr. Fatchur Rohman, M.Si.

Oleh:

Kelompok 2 / Offering D

Dzurotun Nabila (220341610732)

Hany Vian Ananda (220341603684)

Mika Kharisma (220341609279)

Niken Femilya W. (220341604972)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Oktober 2023
A. Latar Belakang
Proses identifikasi suatu komunitas pada habitat tertentu salah satunya adalah
metode pitfall. Metode pitfall adalah salah satu metode menangkap hewan
menggunakan sistem perangkap, terutama untuk hewan yang hidup di permukaan
tanah, misalnya serangga. Metode pitfall trap digunakan untuk mengetahui kerapatan
atau kelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang paling baik
untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah (Hilwan & Handayani, 2013).
Jenis dan jumlah spesies dalam suatu komunitas bergantung pada kondisi suatu
wilayah, misalnya faktor biotik dan abiotik, sehingga suatu spesies yang dapat
beradaptasi dengan lingkungannya dan berinteraksi satu sama lain akan dapat bertahan
hidup pada lingkungan tersebut (Rahmi, 2018). Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi komunitas suatu spesies yaitu, suhu, kelembapan, dan ph. Serangga
merupakan kelompok hewan yang dominan di bumi dengan spesies yang mencakup
hampir 80% dari seluruh hewan di bumi.
Secara umum bagi serangga, tanah berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat
pertahanan, dan sebagai tempat menyediakan makanan. Sedangkan peran serangga
tanah yang paling penting dalam ekosistem adalah menguraikan bahan organik yang
tersedia bagi tanaman. Unsur hara tanaman dari berbagai sisa tanaman akan mengalami
penguraian menjadi humus yang berfungsi sebagai sumber unsur hara bagi tanah.
Serangga yang ada di permukaan tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan
tanah (Rezatinur, 2016). Serangga tanah merupakan serangga yang seluruh hidupnya
berlangsung di dalam tanah atau di permukaan tanah. Serangga permukaan tanah dalam
ekosistem berperan dalam proses pembusukan. omnivora, herbivora, dan karnivora.
Pembusukan di dalam tanah tidak dapat berlangsung secepat makrofauna
menghancurkan benda mati dari habitatnya (Jaya dan Widayat, 2018).
Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang memiliki
peran penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses
imobilisasi dan humifikasi (Saputra & Agustina, 2019). Makrofauna tanah mempunyai
peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah guna menyediakan unsur
hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan
tersebut dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Kotoran organisme perombak ini akan
ditumbuhi bakteri untuk diuraikan lebih lanjut dengan bantuan enzim spesifik sehingga
terjadi proses mineralisasi (Hilwan, 2013)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan biodiversitas
tanah hutan Biologi Universitas Negeri Malang?
2. Jenis serangga apa yang paling mendominasi pada biodiversitas tanah hutan
biologi?
3. Apa peran makrofauna tersebut dalam biodiversitas tanah?
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui arthropoda tanah yang terdapat di kebun biologi Universitas Negeri
Malang
2. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis arthropoda tanah
di kebun biologi Universitas Negeri Malang

D. Metode
Praktikum pitfall dilakukan pada hari senin dan selasa, tanggal 2 dan 3 Oktober
2023. Praktikum dilaksanakan di daerah hutan biologi Universitas Negeri Malang.
Alat yang digunakan untuk praktikum yaitu, soil analyzer, termometer tanah, set pitfall
dan penutupnya, cetok, mikroskop stereo, kuas kecil, cawan petri, pinset dan jarum.
Bahan yang digunakan yaitu atraktan, anti nyamuk dan kertas label.
E. Prosedur kerja
a. Pemasangan pitfall

Dilakukan observasi untuk mengetahui lokasi penelitian di hutan biologi


Universitas Negeri Malang

Ditenentukan lokasi pengambilan cuplikan sebanyak 4 plot

Digali tanah menggunakan cetok

Dipasang jebakan Pitfall Trap, diusahakan tanah tidak masuk kedalamnya

Tanah diratakan disekitarnya sampai serata mungkin

Atraktan dimasukkan kedalamnya sebanyak 50 ml

Dipasang payung pitfall trap

Label dipasang pada payung

faktor abiotik diukur dan dicatat


.

Ditunggu sampai + 24 jam


b. Pengambilan

Payung diambil kemudian dirapikan

Pitfall diangkat kemudian dipindahkan label dari payung

Sampel dibawa ke laboratorium ekologi dan lingkungan untuk diidentifikasi


F. Hasil dan Pembahasan
Pengamatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi serangga dengan
menggunakan metode pitfall trap yang dilaksanakan di hutan Biologi Universitas
Negeri Malang dengan lokasi yang berbeda-beda yaitu di bawah naungan pohon
dengan beda jenis serta jarak ± tiga sampai lima meter antar plotnya. Metode ini
bertujuan untuk menjebak hewan-hewan permukaan tanah (serangga) agar jatuh
kedalam jebakan sehingga dapat diidentifikasi jenis hewan permukaan tanah yang
berada pada suatu lingkungan.
Tabel 1. Data Pengamatan±

Nama Spesies U1 U2 U3 U4 ∑ H’ E R

Monomorium
6 6 7 135 154
pharaonis
Tapinoma
- 7 3 - 10
melanocephalum
Culex pipiens 1 - 3 - 4
0,611 0,31 1,55
Lasius niger - 1 - 6 7
Forcipormyia sp. - 1 - - 1
Oecophylla longinoda - - 1 - 1
Menemerus bivittatus - - - 3 3
Ket: U1: plot 1, U2: plot 2, U3: plot 3, U4: plot 4, H’: Keanekaragaman, E: Kemerataan, R:
Kekayaan

Pada pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data berdasarkan tabel


1 , ditemukan hewan dari tujuh spesies yang berbeda pada empat plot yang
dipasang. Pada plot pertama ditemukan spesies Monomorium pharaonis berjumlah
6 ekor dan seekor Culex pipiens. Pada plot kedua ditemukan 6 ekor Monomorium
pharaonis, 7 ekor Tapinoma melanocephalum, seekor Lasius niger dan
Forcipormyia sp. Pada plot ketiga ditemukan 7 ekor Monomorium pharaonis, 3
ekor Tapinoma melanocephalum, seekor Oecophylla longinoda dan 3 ekor Culex
pipiens. Pada plot terakhir yaitu plot keempat ditemukan 135 ekor Monomorium
pharaonis, 6 ekor Lasius niger, dan 3 ekor Menemerus bivittatus. Total
keseluruhan hewan yang didapat berjumlah 180 ekor.
Berdasarkan identifikasi hewan yang telah dilakukan didapatkan berbagai
jenis spesies yang beragam. Perbedaan jumlah spesies dari ketiga lahan tergantung
dan ditentukan keadaan daerah itu. Hal yang dapat berpengaruh terhadap
perbedaan jumlah spesies yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik
sangat menentukan struktur komunitas epifauna pada suatu habitat(Kaffah, dkk.,
2019). Tidak hanya faktor abiotik saja, faktor biotik juga dibutuhkan serangga
untuk memenuhi kebutuhan energi. Misalnya pada tersedianya bahan organik
berupa serasah atau lainnya yang terdapat di atas permukaan tanah (Maulida,
2013). Data praktikum menunjukkan bahwa biodiversitas tanah tersebut masih
terjaga sehingga sesuai dijadikan habitat berbagai hewan. Keanekaragaman hayati
merupakan hal yang penting bagi kehidupan, karena berperan sebagai indikator
dari sistem ekologi (Haneda, 2021). Hasil pengamatan menunjukkan hewan yang
paling mendominasi pada biodiversitas tanah tersebut adalah semut. Semut adalah
serangga eusosial dari famili Formicidae dan tergabung dalam ordo Hymenoptera
bersama serangga-serangga lain seperti lebah dan tawon (Alfonsius, dkk., 2016).
semut pada suatu kawasan mengindikasikan kesehatan suatu ekosistem dan
memberikan informasi aktivitas semut terhadap habitat atau organisme lain
(Haneda, 2021). Jenis semut terbanyak yang didapatkan yaitu pada spesies
Monomorium pharaonis. Semut pharaoh atau Monomorium pharaonis terdistribusi
secara global dan tergolong sebagai semut hama pada pemukiman. Populasi semut
Pharaoh sangat banyak karena mereka mampu terus berkembang biak bahkan jika
tidak ada ratu, semut pekerja akan merawat larva untuk menjadi ratu sehingga
keutuhan koloni tetap terjaga (Wetterer, 2010). Semut dapat berperan sebagai
teknisi dan predator dalam lingkungan. Aktivitas semut dalam menggali tanah
untuk sarang menyebabkan kandungan nutrisi dan kesuburan tanah meningkat.
Aktivitas pembuatan sarang tersebut menyebabkan tanah bergerak atau secara
tidak langsung dipindahkan. Setiap kali semut menggali lubang baru pada
sarangnya maka, tanah akan bergerak dan terjadi bioturbation (Alfonsius, dkk.,
2016).
Tidak hanya itu, hewan epifauna lainnya juga memiliki peran dalam proses
biodiversitas tanah dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui
proses imobilisasi dan humifikasi(Saputra & Agustina, 2019).
Keanekaragaman tanaman adalah jumlah spesies tanaman yang ada di
kebun biologi tersebut. Semakin banyak spesies yang ada, semakin tinggi
keanekaragaman tanaman. Keanekaragaman ini bermanfaat karena berbagai
spesies tanaman memiliki berbagai manfaat ekologis dan ekonomis. Pada kebun
biologi yang diamati, hasil keanekaragaman atau H adalah 0,611. Kemerataan
tanaman merujuk pada seberapa merata distribusi tanaman individu dalam kebun
biologi. Semakin merata distribusi tanaman, semakin tinggi kemerataan.
Kemerataan yang baik dapat membantu lingkungan tetap stabil dan seimbang dan
mengurangi risiko gangguan ekosistem karena cuaca atau serangan hama.
Identifikasi hasil kemerataan adalah 0,31. Sedangkan kekayaan tanaman
menggambarkan jumlah individu tanaman dari masing-masing spesies dalam
kebun biologi. Jumlah individu tanaman yang lebih besar dari spesies yang sama
menunjukkan bahwa spesies tersebut mendominasi ekosistem dan dapat membantu
berbagai aspek kehidupan, dengan hasil identifikasi di kebun biologi yaitu 1,55.
Dalam suatu ekosistem, indeks keanekaragaman, kemerataan, dan
kekayaan tanaman sangat terkait dengan faktor lingkungan seperti iklim, jenis
tanah, topografi, dan curah hujan. Faktor-faktor ini dapat memengaruhi
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan tanaman dalam berbagai cara.
Sebagai contoh, iklim yang stabil dan curah hujan yang cukup merata cenderung
meningkatkan keanekaragaman tanaman. Sebaliknya, iklim ekstrim atau curah
hujan yang tidak teratur dapat mengurangi keanekaragaman tanaman dan
keseimbangannya (Hillebard, 2004).
Faktor lain yang penting dalam memengaruhi indeks tanaman adalah jenis
tanah dan topografi. Topografi yang berbeda dapat menyebabkan mikrohabitat
yang berbeda untuk berbagai spesies tanaman, sementara jenis tanah yang berbeda
dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan kelembaban, yang
mempengaruhi kekayaan dan kemerataan tanaman. Faktor biotik seperti interaksi
dengan organisme lain, seperti hewan penyerbuk dan hama, juga dapat
mempengaruhi populasi tanaman dan oleh karena itu mempengaruhi indeks
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan tanaman. Selain itu, faktor manusia,
seperti perubahan dalam penggunaan lahan dan aktivitas pertanian, dapat
mengubah indeks-indeks dan dinamika ekosistem (Potts et al, 2010).
G. Kesimpulan
1. Indeks keragaman pada daerah yang diamati didapatkan data 0,611
dimana indeks tersebut masih menandakan bahwa keragaman spesies
pada daerah tersebut masih rendah sehingga perlu dilakukan
pemasangan plot dan perluasan daerah untuk memasang pitfall trap lebih
banyak lagi. Durasi pemasangan juga perlu diperhatikan tidak hanya
semalam. Indeks kemerataan yang didapat adalah 0,31 dimana nilai
tersebut menunjukkan bahwa kemerataan spesies masih cukup rendah.
Pada pengamatan plot yang memiliki jumlah individu yang cukup
banyak adalah plot empat yaitu 144 individu dari 3 spesies berbeda, lain
dengan plot satu didapat tujuh individu dari dua spesies yang berbeda.
Pada indeks kekayaan didapatkan data yang menunjukkan nilai kurang
dari satu yaitu didapat 0,31 sehingga tidak terdapat serangga yang
mendominasi daerah tersebut.
2. Melalui pengamatan yang dilakukan ditemukan beberapa spesies yang
teridentifikasi yaitu 154 spesies Monomorium pharanoonis, 10 spesies
Tapinoms melanocephalum, 4 spesies Culex pipiens, 7 spesies Lasius
niger, 1 spesies Forcipormyia sp., 1 spesies Oecophyllua longinade, dan
3 spesies Menemerus bivittatus. Dari spesies tersebut berdasarkan
analisis hasil hitungan indeks kekayaan jenis menunjukan bahwa pada
area hutan biologi FMIPA Universitas negeri malang memiliki nilai
indeks kelimpahan sebesar 1,155 dan memiliki jumlah spesies cukup
banyak yaitu 7 spesies. Kemudian dari hasil perhitungan indeks
kemerataan hasilnya <1 yaitu didapat 0,31 sehingga tidak terdapat
serangga yang mendominasi. Faktor yang menyebabkan
keanekaragaman jenisnya tinggi yaitu serangga yang berada pada area
masih toleran terhadap kondisi lingkungan dengan gangguan
lingkungan yang tinggi serta dapat memanfaatkan sumberdaya pakan
yang tersedia
3. Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang
memiliki peran penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi
tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi. Selain itu, makrofauna
juga memiliki peran penting dalam proses dekomposisi bahan organik
tanah guna menyediakan unsur hara.
H. Saran
Pada pengamatan dan pengerjaan laporan ini pasti terdapat kekurangan
dan kesalahan dari kelompok kami. Baik kesalahan dalam tulisan maupun
kesalahan dalam perhitungan. Apabila terdapat kritik dan saran terkait laporan
praktikum kelompok kami, maka kami sangat menerima dan akan
memperbaikinya.
I. Daftar Rujukan
Alfonsius, G., Lestari, B. L., Wijaya, V. T., Ivan, F. X. 2016. Biodiversitas
Semut di Wilayah Gading Serpong, Tangerang. Surya Octagon
Interdisciplinary Journal of Technology, 1(2):199-210.
Haneda, N. F. & Larasati, A. D. 2021. Keanekaragaman Semut( Hymenoptera:
Formicidae) di Beberapa Tegakan di taman Hutan Raya Sultan Thaha
Hillebrand, H. (2004). On the generality of the latitudinal diversity gradient. The
American Naturalist, 163(2), 192-211.
Hilwan, I., Handayani, E. P. (2013). Keanekaragaman Mesofauna dan
Makrofauna Tanah pada Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten
Belitung, Provinsi KepulauanBangka-Belitung (Diversity of Mesofauna
and Macrofauna of Soil at Tin Post-Mined Area in Belitung Residence,
Province of Bangka-Belitung). Jurnal Silvikultur Tropika, 4(1): 35–41.
Jaya, A. S., & Widayat, W. (2018). Pengaruh Umpan Terhadap Keefektifan
Pitfall Trap untuk Mendukung Praktikum Ekologi Hewan di
Laboratorium Ekologi FMIPA Unsyiah. Jurnal Bioleuser, 2(3).
Kaffah, S., Suhadi, Dharmawan, A. 2019. Studi Komparasi Keanekaragaman
Serangga Tanah (Epifauna) di Lahan Bekas Kebakaran, Transisi, dan
Lahan Tidak Terbakar Taman Nasional Baluran. Jurnal Ilmu Hayat.
Universitas Negeri Malang: 3(1).
Potts, S. G., Biesmeijer, J. C., Kremen, C., Neumann, P., Schweiger, O., &
Kunin, W. E. (2010). Global pollinator declines: trends, impacts and
drivers. Trends in Ecology & Evolution, 25(6), 345-353.
Rahmi, K., Rizkina, M., Merhasita, Y. Y. (2018). Indeks Keanekaragaman
Serangga Permukaan Tanah Diurnal di Kawasan Deudap Pulo Aceh
Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik.
Rezatinur, W., Ilma, N., Meryanti, L., & Rosita. (2016). Populasi Serangga
Permukaan Tanah Diural Pada Biotop Terdedah dan Ternaung di
Gampong Rinon Pulo Breuh Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh
Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik.
Saputra, A., & Agustina, P. (2019). Keanekaragaman Makrofauna Tanah Di
Universitas Sebelas Maret. Prosiding SNPBS (Seminar Nasional
Pendidikan Biologi dan Saintek) Ke-4.
Wetterer, J. K. 2010. Worldwide spread of the pharaoh ant, Monomorium
pharaonis (Hymenoptera: For- micidae). Myrmecological News,
13:115–129
Lampiran
1. Perhitungan Pi=n/N

Spesies n/N Pi
Monomorium
154/180 = 0,85
pharaonis
Tapinoma
10/180 = 0,05
melanocephalum

Culex pipiens 4/180 = 0,022

Lasius niger 7/180 = 0,038

Forcipormyia sp. 1/180 = 0,005

Semut besar 1/180 = 0,005

Menemerus bivittatus 3/180 = 0,016

2. Perhitungan ln Pi
Monomorium
pharaonis ln0,85 = -0,16

Tapinoma
ln0,05 = -3
melanocephalum

Culex pipiens ln0,022 = -3,81

Lasius niger ln0,038 = -3,27

Forcipormyia sp. ln0,005 = -5,3

Oecophylla longinoda ln0,005 = -5,3

Menemerus bivittatus ln0,016 = -4,13

3. Perhitungan Pi ln Pi

Spesies Pi lnPi
Monomorium
0,85 × -0,16 = -0,136
pharaonis
Tapinoma ×
0,05 -3 = -0,15
melanocephalum

Culex pipiens × -3,81 = -0,083


0,022

Lasius niger × -3,27 = -0,124


0,038

Forcipormyia sp. × -5,3 = -0,026


0,005

Oecophylla longinoda × -5,3 = -0,026


0,005

Menemerus bivittatus × -4,13 = -0,066


0,016

Hasil perhitungan

1) Indeks Keanekaragaman
Hʹ = −Σ(Pi ln Pi)
Hʹ = −(− 0,611)
= 0,611

Keterangan : Pi= n/N


H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
n : Jumlah masing-masing spesies
N : Jumlah total spesies dalam sampel
2) Indeks Kemerataan
E = Hʹ
ln.S
E= = 0,611 = 0,31
0,611
1,94
ln7

Keterangan : E : Indeks kemerataan evennes


H’: Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever S : Jumlah
spesies (n1, n2, n3, …..)

3) Indeks Kekayaan
R=S-1
ln.N
E= 7-1 = 6 = 1,155
ln.180 5,192

Keterangan:
R : Richness
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
N : Total individu dalam pengambilan sampel

Anda mungkin juga menyukai