Anda di halaman 1dari 14

PITFALL TRAP

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi
Yang dibina oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si. dan Farid Akhsani, S.Si., M.Si.

Disusun oleh :
Kelompok 5 Offering C
Adera Suri Wardani (180341617544)
Gracia Fillia Mulyono (180341617552)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya R (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Maret 2020
A. Topik Praktikum : Pitfall Trap
B. Tujuan :
1. Mengetahui arthropoda tanah yang terdapat di kebun biologi Universitas
Negeri Malang.
2. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis arthropoda
tanah di kebun biologi Universitas Negeri Malang.
C. Dasar Teori
Bahan mineral yang menyusun suatu benda alam sebagai hasil pelapukan
bebatuan serta bahan organik yang merupakan sisa hasil pelapukan tumbuhan dan
hewan menjadi suatu zat yang dikenal dengan nama tanah. Umumnya tanah menjadi
tempat tumbuhnya tanaman yang memiliki sifat tertentu sebagai akibat dari campuran
faktor iklim, jasad hidup, dan jangka waktu pembentukannya (Yuliprianto, 2010).
Menurut Hanafiah (2007) terdapat tiga kelompok material penyusun tanah,
diantaranya factor biotik yang meliputi jasad makhluk hidup, factor abiotik mencakup
bahan organic serta pasir dan tanah yang termasuk faktor abiotik.
Fauna yang habitatnya di dalam tanah maupun di permukaan tanah disebut
fauna tanah. Pengelompokkan fauna tanah berdasarkan pada kehadirannya, ukuran
tubuh, pemilihan habitat serta aktivitas makannya. Fauna tanah terbagi menjadi 3
kelompok yaitu kelompok temporer, periodik dan permanen berdasarkan pada
kehadirannya. Berbeda pada saat penggolongan berdasarkan habitatnya, fauna tanah
dikelompokkan menjadi kelompok eudafon, epigeon dan hemiedafon. Untuk fauna
tanah berdasar aktivitas makannya, dapat dibagi menjadi predator, saprovora,
herbivora dan fungifora (Suin, 2012). Berdasarkan ukuran tubuhnya, terdapat 3
pembagian fauna tanah yaitu mikrofauna, makrofauna dan mesofauna (Hanafiah,
2007). Ukuran ketiga kelompok berbeda-beda. Mikrofauna 20 sampai dengan 200
mikron, mesofauna berkisar antara 200 mikron sampai dengan satu sentimeter
sementara untuk fauna lebih dari satu sentimeter untuk ukuran makrofauna
sentimenter (Suin, 2012).
Makrofauna tanah adalah salah satu bagian dari keragaman (biodiversitas)
tanah yang memiliki peran penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi
tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi (Sugiyarto, 2008). Peranan penting
makrofauna tanah terdapat dalam dekomposisi bahan organik tanah yang berfungsi
sebagai penyedia unsur hara. Makrofauna tersebut akan mengolah substansi nabati
yang telah mati, setelah itu hasilnya akan dieksresikan dalam bentuk kotoran. Ciri
kotoran organisme ini dapat dijumpai bakteri yang tumbuh dengan enzim spesifik
yang membantu penguraian lebih lanjut sehingga terjadi proses mineralisasi (Hilwan,
2013).
Suhu tanah adalah faktor fisika tanah yang menjadi penentu eksistensi dan
kepadatan organisme tanah, oleh karena itu, suhu tanah akan menentukan strata
(tingkatan) dekomposisi material organik tanah. Suhu udara memengaruhi suhu tanah
sehingga fluktuasi suhu tanah dapat lebih rendah dari suhu udara. Suhu tanah lapisan
atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi
itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin,
2006). Aktivitas mikrobial tanah juga dipengaruhi suhu. Pada suhu dibawah 10ºC,
aktivitas ini sangat terbatas sedangkan pada pada suhu 18-30ºC menguntungkan bagi
aktivitas biota tanah (Hanafiah, 2007). Menurut (Suin, 2006) dalam melakukan
penelitian tentang makrofauna tanah, pengukuran pH tanah mutlak dilakukan. Kondisi
iklim suatu daerah serta macam tanaman yang tumbuh serta berlimpahnya organisme
yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relative
populasi mikroorganisme.
Suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kerapatan atau kemelimpaha
nmakrofauna tanah adalah metode pitfall trap. Pitfall trap adalah metode yang terbaik
untuk menjadi perangkap serangga aktif di atas permukaan tanah (Darma, 2013).
Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon dan Wiener (1949) dalam Odum (1993)
adalah:
H’ = -∑ Phi ln Phi
H’ = -∑ (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
Phi = ni/N
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = jumlah masing-masing spesies i
N = jumlah total individu seluruh jenis dalam lokasi
D. Alat & Bahan
Alat :
1. Soil analyzer
2. Termometer tanah
3. Set Pitfall Trap dan penutupnya
4. Cetok
5. Mikroskop Stereo
6. Kertas label
7. Kuas kecil
8. Pinset
9. Jarum
10. Cawan Petri
Bahan :
1. Atraktan
2. Kertas label
3. Anti nyamuk
E. Prosedur Kerja
Pemasangan
Dilakukan observasi untuk mengetahui lokasi penelitian di kebun biologi
Universitas Negeri Malang

Ditentukan lokasi pengambilan cuplikan sebanyak 5 plot

Digali tanah menggunakan cetok

Dipasang jebakan pitfall trap diusahakan tanah tidak masuk ke dalam

Diratakan tanah disekitar sampai serata mungkin

Dimasukkan atraktan ke dalam botol jebakan sebanyak 50 ml


Dipasang payung pitfall

Dipasang label pada payung

Diukur dan dicatat faktor abiotik

Ditunggu sampai 24 jam

Pengambilan
Diambil payung dan dirapikan

Diangkat ptfall dan dipindahkan label dari payung

Dibawa sampel ke laboratorium dan diidentifikasi


F. Data Pengamatan Dan Analisis

No Nama Spesies U1 U2 U3 U4 U5 Ʃ H’ E R
1. Pygonomyrex
6 2 1 9 1,58 0,72 1,9
californicus
2. Zootermophis
1 1 (sedang) (tinggi) (rendah)
angusticalis
3. Anoplolepis
1 2 1 4
gracilipes
4. Drosophila
1 1
melanogaster
5. Messor barbaus 4 3 3 1 11
6. Eumodicogryllus
2 2
bordigalensis
7. Tetramorium
5 1 6
bicarinatum
8. Micromus
1 2 2 26 31
tasmaniae
9. Ceratitis capitata 1 1 2
Total 67

Pada praktikum pitfall dilakukan dengan memilih 5 plot yang berbeda. Pada
plot 1 ditemukan spesies Pygonomyrex californicus sebanyak 6 ekor, Zootermophis
angusticalis sebanyak 1 ekor, Anoplolepis gracilipes sebanyak 1 ekor, Drosophila
melanogaster sebanyak 1 ekor, Messor barbaus sebanyak 4 ekor dan
Eumodicogryllus bordigalensis 2 ekor. Pada pitfall plot 2 ditemukan spesies Messor
barbaus sebanyak 3 ekor, Tetramorium bicarinatum sebanyak 5, Micromus tasmaniae
sebanyak 1 dan Ceratitis capitata sebanyak 1. Pada plot 3 terdapat spesies
Pygonomyrex californicus sebanyak 2 ekor, Anoplolepis gracilipes sebanyak 2 ekor,
Messor barbaus sebanyak 3 ekor, Micromus tasmaniae sebanyak 2 ekor, Ceratitis
capitata sebanyak 1 ekor. Pada pitfall plot 4 ditemukan spesies Pygonomyrex
californicus sebanyak 1 ekor, Anoplolepis gracilipes sebanyak 1 ekor, Messor
barbaus sebanyak 1 ekor, Tetramorium bicarinatum sebanyak 1 ekor dan Ceratitis
capitata sebanyak 1 ekor. Pada plot yang ke-5 ditemukan spesies Micromus
tasmaniae sebanyak 26 ekor. Total organisme tersebut sebnayak 67 ekor. Nilai
keanekaragaman yang diperoleh dari seluruh spesies tersebut yaitu 1,58 yang berarti
tingkat keanekaragamannya sedang. Kemerataan spesies tersebut telah dihitung dan
didapatkan nilai sebesar 0,72 yang berarti nilai kemerataannya tinggi. Sedangkan nilai
kekayaan spesiesnya sebesar 1,9 yang berarti kekayaan spesiesnya rendah
G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan percobaan pitfall trap.
Percobaan dilakukan pada hari Kamis, 5 Maret 2020, di Kebun Biologi Universitas
Negeri Malang. Kemudian, pengamatan dilakukan pada Jumat, 6 Maret 2020, di
Laboratorium Ekologi, Gedung O5 Ruang 109 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Percobaan pitfall
dilakukan dengan menempatkan pitfall set trap pada sebanyak 5 titik di Kebun
Biologi UM. Pitfall set trap ditempatkan pada setiap titik yang telah digali, dan diisi
dengan larutan atraktan sebanyak 1/3 dari volume gelas pitfall sel trap. Kemudian,
setelah 1x24 jam, pitfall set trap diambil dari tempatnya dan dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan pengamatan organisme serta analisis nilai keanekaragaman (H),
kemerataan (E), serta kekayaan (R) organisme yang ditemukan.
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan, diperoleh sebanyak 9 spesies
yang terperangkap dalam pitfall trap yang kami pasang. 9 spesies tersebut
diantaranya yakni Pogonomyrmex californicus, Zootermopsis angusticollis,
Anoplolepis gracilipes, Drosophila melanogaster, Messor barbarus,
Eumodicogrillus bordigalensis, Tetramorium bicarinatum, Micromus tasmaniae, dan
Ceratitis capitata. Dari jumlah setiap spesies yang ditemukan, dapat diketahui nilai
keanekaragaman (H), kemerataan (E), dan kekayaan (R), berdasarkan penghitungan
menggunakan rumus Shannon-Wiener.
Indeks keanekaragaman (H) menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies
relative terhadap jumlah total individu yang ada (Iswandaru, dkk, 2018). Dari hasil
praktikum yang kami lakukan, diperoleh bahwa indeks keanekaragaman jenis hewan
tanah yang terdapat di kebun biologi UM adalah 1,58. Berdasarkan nilai ini, dapat
diketahui bahwa indeks keanekaragaman jenis hewan tanah yang terdapat di kebun
biologi UM tergolong dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan teori Shannon-
Wiener yang menyatakan bahwa kisaran keanekaragaman jenis (H) berkisar antara
nilai atau angka 1-3. Dimana kisaran nilai H < 1 menunjukkan indikator tingkat
keanekaragaman rendah, kisaran 1 < H < 3 menunjukkan indikator tingkat
keanekaragaman sedang dan kisaran H > 3 menunjukkan indikator tingkat
keanekaragaman tinggi (Kurniawan, dkk, 2018). Menurut Iswandaru, dkk, (2018)
indeks keragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan
terhadap komunitas makrofauna tanah. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman
yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa kestabilan komunitas bernilai rendah
dan keadaan kualitas lingkungan dikategorikan sebagai lingkungan telah tercemar
(Hidayat, 2018).
Indeks kemerataan atau Index of Evenness (E) menunjukkan tingkat sebaran
individu antara jenis-jenis (Iswandaru, dkk, 2018). Indeks kemerataan berfungsi
untuk untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman,
yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas
(Insafitri, 2010). Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata
penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan (Insafitri, 2010). Dari
hasil praktikum yang kami lakukan, diperoleh bahwa indeks kemerataan jenis hewan
tanah yang terdapat di kebun biologi UM adalah 0,72. Berdasarkan nilai ini, dapat
diketahui bahwa indeks kemerataan jenis hewan tanah yang terdapat di kebun biologi
UM tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini sesuai dengan Insafitri (2010) yang
menyatakan bahwa indeks kemerataan dibagi menjadi 3 kategori dengan kisaran
sebagai berikut E < 0,4 menunjukkan keseragaman populasi rendah, 0,4 < E < 0,6
menunjukkan keseragaman populasi sedang, dan E > 0,6 menunjukkan keseragaman
populasi tinggi. Insafitri (2010) juga menambahkan bahwa semakin kecil nilai indeks
keanekaragaman (H) maka indeks keseragaman (E) juga akan semakin kecil, yang
mengisyaratkan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies lain. Berdasarkan
pernyataan ini maka dapat diketahui bahwa pada komunitas hewan tanah di kebun
biologi UM, berdasarkan percobaan yang kami lakukan, tidak ada jenis hewan tanah
yang mendominasi dari jenis hewan tanah lain.
Indeks Kekayaan (R) atau species richness menunjukan kekayaan jenis setiap
spesies dalam setiap komunitas yang dijumpai (Sulistyani, dkk, 2014). Dari hasil
praktikum yang kami lakukan, diperoleh bahwa indeks kekayaan jenis hewan tanah
yang terdapat di kebun biologi UM adalah 1,9. Berdasarkan nilai ini, dapat diketahui
bahwa indeks kemerataan jenis hewan tanah yang terdapat di kebun biologi UM
tergolong dalam kategori rendah. Hal ini sesuai dengan Ismawan, dkk (2015) yang
menyatakan bahwa indeks kemerataan dibagi menjadi 3 kategori dengan kisaran
sebagai berikut R < 2,5 menunjukkan tingkat kekayaan jenis yang rendah, 2,5 > R >
4 menunjukkan tingkat kekayaan jenis yang sedang, dan R > 4 menunjukkan tingkat
kekayaan jenis yang tinggi. Indeks kekayaan berhubungan dengan tingkat
keberhasilan suatu spesies dalam mempertahankan hidup terhadap kondisi
lingkungan atau habitatnya (Izmiarti, dkk, 2015). Berdasarkan pernyataan ini, maka
dapat diketahui bahwa kemampuan atau tingkat keberhasilan untuk bertahan hidup
yang dimiliki jenis hewan tanah yang kami amati adalah rendah. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan sebelumnya, yakni pada indeks keanekaragaman, bahwa
diketahui indeks keaneakaragam jenis hewan tanah yang diamati adalah sedang,
yakni 1,58, yang menunjukkan kestabilan komunitas bernilai rendah dan keadaan
kualitas lingkungan dikategorikan sebagai lingkungan telah tercemar (Hidayat,
2018). Berdasarkan pernyataan ini, maka dapat diketahui bahwa komunitas jenis
hewan tanah pada kebun biologi UM adalah rendah, dan berdasarkan sudut pandang
kualitas lingkungan termasuk dalam indikator tercemar. Karena itu, tingkat
keberhasilan bertahan hidup jenis hewan tanah di kebun biologi tergolong rendah.
Keberadaan hewan tanah dalam lingkungannya sangat tergantung pada ketersediaan
energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik
dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam
tanah (Izmiarti, dkk, 2015). Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga
permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan
tanah akan berlangsung baik (Izmiarti, dkk, 2015). Keberadaan hewan tanah
memiliki beberapa peranan diantaranya memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah
kandungan bahan organiknya, juga sebagai perombak material tanaman dan
penghancur kayu (organisme dekomposer) (Izmiarti, dkk, 2015).

H. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum pitfall trap yang dilakukan diketahui terdapat
beberapa spesies hewan arthropoda tanah yang terdapat di kebun biologi
Universitas Negeri Malang. Berikut merupakan spesies hewan arthropoda tanah
yang berhasil diidentifikasi yaitu, Zootermois angusticollis, Anoplolepis
gracilipes,Drosophila melanogaster, Pygonomyrex californicus, Messor
barbarus, Eumodicogryllus bordigalensi, Tetramorium bicarinatum, Micromus
tasmaniae, dan Caratitis capitata
2. Berdasar hasil analisi data yang dilakukan diketahui bahwa nilai keragaman,
kemerataan, dan kekayaan jenis hewan arthropoda tanah dikebun biologi
Universitas Negeri Malang. Nilai keragaman, kemerataan, dan kekayaanhewan
arthropoda tanah dikebun biologi Universitas Negeri Malang secara berurutan
1,59; 0,72; 1,9.
DAFTAR RUJUKAN

Hanafiah, K.A., Napoleon, A, Ghoffar, N. 2007. Biologi Tanah: Ekologi dan Makrobiologi
Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Hidayat, Dedi. 2018. Indeks Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Kawasan Buangan


Limbah Tambak di Teluk Pang-Pang Desa Wringin Putih Kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Skripsi. Malang: Jurusan Perikanan, Fakultas
Pertanian Peternakan Universitas Muhammdiyah Malang.

Hilwan, I., Handayani, E. P. (2013). Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah


pada Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan
Bangka-Belitung (Diversity of Mesofauna and Macrofauna of Soil at Tin Post-Mined
Area in Belitung Residence, Province of Bangka-Belitung). Jurnal Silvikultur
Tropika. 4(1): 35 – 41.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia di Area Buangan


Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan. Bangkalan: Universitas
Trunojoyo Madura.

Ismawan, A., Rahayu, S. E., dan Dharmawan, A. 2015. Kelimpahan dan Keanekaragaman
Burung di Prevab Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Jurnal Oline Universitas
Negeri Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.

Iswandaru, D., Setiawan, A., dan Winarno, Gunardi Dj. 2018. Panduan Praktikum
Manajemen Hidupan Liar (MJL). Lampung: Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

Izmiarti, M. S., Zakaria, I. J., Jabang, N., Rizaldi, dan Nofrita. 2015. Penuntun Praktikum
Ekologi Hewan. Padang: Universitas Andalas.

Kurniawan, Agis J., Prayogo, H., dan Erianto. 2018. Keanekaragaman Jenis Burung Diurnal
di Pulai Temajo Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat.
Jurnal Hutan Lestari. Pontianak: Universitas Tanjungpura Pontianak.

Odum, E. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sugiyarto. (2008). Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri. Seminar


Nasional Pendidikan Biologi. UNS.

Suin, N. M. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistyani, Teguh H., Margaretha, R., dan Partaya. 2014. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu
(Lepidoptera rhopalocera) di Cagar Alam Ulolanang Kecubung Kabupaten Batang.
Journal of Life Science. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Yulipriyanto, H. (2010). Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta: Graha


Ilmu.
LAMPIRAN

Proses penggalian tanah Gelas dimasukan kedalam Tanah disekeliling gelas


menggunkan cetok lubang galian diratakan
Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi
kelompok 5 kelompok 5 kelompok 5

Reaktan dimasukan Payung pitfall diletkan


kedalam gelas pitfall Disekeliling gelas di Sumber : Dokumentasi
Sumber : Dokumentasi lindungi menggunkan kelompok 5
kelompok 5 dedaunan
Sumber : Dokumentasi
kelompok 5

Zootermois angusticollis Anoplolepis gracilipes Drosophila melanogaster


Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi
kelompok 5 kelompok 5 kelompok 5
Pygonomyrex californicus Messor barbarus Eumodicogryllus
Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi bordigalensis
1kelompok 5 kelompok 5 Sumber : Dokumentasi
kelompok 5

Tetramorium bicarinatum Caratitis capitata Micromus tasmaniae


Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi Sumber : Dokumentasi
kelompok 5 kelompok 5 kelompok 5
PERHITUNGAN
 Spesies 1
Pi = n/N = 9/67 = 0,13
- Pi. ln Pi = - 0,13. - 0,24 = 0,26
 Spesies 2
Pi = 0,01
- Pi. ln Pi = - 0,01. – 11,6 = 0,046
 Spesies 3
Pi = 0,06
- Pi. ln Pi = - 0,06. – 2,8 = 0,168
 Spesies 4
Pi = 0,01
- Pi. ln Pi = - 0,01. – 11,6 = 0,046
 Spesies 5
Pi = 0,16
- Pi. ln Pi = - 0,16. – 1,8 = 0,288
 Spesies 6
Pi = 0,03
- Pi. ln Pi = - 0,03. – 3,5 = 0,105
 Spesies 7
Pi = 0,09
- Pi. ln Pi = - 0,09. – 2,4 = 0,216
 Spesies 8
Pi = 0,46
- Pi. ln Pi = - 0,46. – 0,77 = 0,3542
 Spesies 9
Pi = 0,03
- Pi. ln Pi = - 0,03. – 3,5 = 0,105
 H’ = - Ʃ Pi. ln Pi
= 1,59
 E = H’/ln S = 1,59/2,2 = 0,72
 R= S-1/ ln N = 8/4,2 = 1,9

Anda mungkin juga menyukai