Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS ANTROPODHA EPIFAUNA

METODE PITFALL
Laporan Kuliah Kerja Lapangan

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi


yang dibina oleh Bapak Drs. Fatchur Rochman, M.Si dan Bu Dr. Vivi Novianti, S.Si, M.Si
Disajikan Pada Hari Senin Tanggal, 29 April 2019

Disusun oleh :
Binazir Tuza Qiyah Ma’rufah (170341615065)
Febby Ey Dwi Cahyani (170341615016)
Furzania Mumtaza (170341615056)
Karimatun Nisa’ (170341615002)
Karin Anindita W.P. (170341615097)
Mia Agustina (170341615034)
Septi Rika Widyasari (170341615114)
Yustica Arisna Ariyanty (170341615041)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
April 2019

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan sebagai salah bentuk ekosistem memiliki karakteristik habitat yang
berbeda untuk spesies tertentu. Hutan Kondang merak yang terletak di Malang selatan
menjadi salah satu perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah yang ada di
Pulau Jawa. Kawasan ini memiliki sedikitnya 6 ekosistem, yaitu hutan bambu, hutan
pantai, hutan mangrove, hutan alam, hutan tanaman dan padang rumput. Serangga
sebagai salah satu fauna yang ada, merupakan aspek yang menarik untuk dikaji lebih
lanjut.
Semut merupakan jenis serangga yang memiliki populasi cukup stabil
sepanjang musim dan tahun. Jumlahnya yang banyak dan stabil membuat semut
menjadi salah satu koloni serangga yang penting di ekosistem. Semut memiliki
jumlah yang berlimpah, memiliki fungsi yang penting, memiliki interaksi yang
komplek dengan ekosistem yang ditempatinya, dan seringkali semut digunakan
sebagai bio-indikator dalam program penilaian lingkungan, seperti kebakaran hutan,
gangguan terhadap vegetasi, penebangan hutan, pertambangan, pembuangan limbah,
dan faktor penggunaan lahan (Wang et al.,2000).Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang kelimpahan dan keragaman antropodha epifauna di
ekosistem Hutan Kondang Merak, serta menghitung indeks keanekaragaman,
kekayaan dan kemerataan.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang didapatkan, tujuan dari penelitian ini adalah urtuk
mengetahui :
1.2.1 Kelimpahan antropodha epifauna pada ekosistem Hutan Kondang Merak
1.2.2 Indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan antropodha epifauna pada
ekosistem Hutan Kondang Merak
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan, manfaat yang didapat sebagai berikut :
1.3.1 Bagi peneliti dapat mengetahui kelimpahan antropodha epifauna pada
ekosistem Hutan Kondang Merak
1.3.2 Memberikan informasi tentang indeks keanekaragaman, kemerataan, dan
kekayaan antropodha epifauna pada ekosistem Hutan Kondang Merak
1.4 Definisi Operasional
1. Hutan pantai yang dimaksud pada penelitian adalah hutan yang di pesisir pantai
Hutan Kondang merak
2. Hutan dataran rendah yang dimaksud pada penelitiana dalahhutan yang tumbuh di
daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 1200 m di Hutan Kondang Merak
3. Indeks keankeragaman yang dimaksud pada penelitian adalah nilai yang
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus :
H’ = - ∑ Pi In Pi
4. Indeks kemerataan yang dimaksud pada penelitian adalah nilai yang diperoleh
dari perhitungan dengan menggunakan rumus

5. Indeks kekayaan yang dimaksud pada penelitian adalah nilai yang diperoleh dari
perhitungan dengan menggunakan rumus :

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pitfall

Pitfall merupakan metode pengumpulan epifauna tanah dengan cara


memasang perangkap. Serangga hasil pitfall dihitung untuk mengetahui indeks
keanekaragaman, kemerataan, dan nilai kekayaan. Menurut Kinasih, dkk (2017), cara
memasing pitfall yaitu perangkap dipasang dengan cara dibenamkan ke dalam tanah
pada bagian terbuka dari pitfall trap diletakkan sejajar dengan permukaan tanah, dan
ditutup menggunakan payung dibiarkan selama 24 jam.

2.2 Makrofauna

Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat penting. Menurut Sugiyarto


(2007), makrofauna tanah memiliki peran yaitu sebagai perombakan bahan organik,
distribusi zat hara, peningkat aerasi pada tanah. Kondisi lingkungan yang disukai oleh
makrofauna tanah adalah kondisi lingkungan yang lembab dan tanah dengan pH asam
lemah maupun netral. Menurut Sugiyarto (2000), hampir keseluruhan makrofauna
permukaan tanah atau epifauna sangat aktif pada malam hari (nokturnal), sehingga
faktor cahaya matahari sangat mempengaruhi adanya makrofauna permukaan tanah ini.

2.3 Pantai Kondang Merak

Pantai Kondang Merak berlokasi di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur,


Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menurut Nugraha (2016), Kondang Merak merupakan
pantai yang ramai dikunjungi oleh mayarakat untuk rekreasi.

BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dilaksanakan pada hari Jumat-Minggu tanggal 29-
31 Maret 2019 di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. Pemasangan set pitfall
trap dilaksanakan pada hari Jumat, 29 Maret 2019 dan pengambilan dilaksanakan pada
hari Minggu, 31 Maret 2019.

3.2 Alat Bahan


Alat
1. Set pitfall trap dan penutupnya
2. Cetok
3. Termometer tanah
4. Mikroskop stereo
5. Kuas kecil
6. Cawan petri
Bahan
1. Atraktan
2. Kertas label

3.3 Prosedur
Pemasangan
Menggali tanah dengan cetok sedalam gelas plastik

Memasukkan gelas plastik ke dalam lubang yang telah dibuat

Meratakan tanah disekitar gelas plastik, usahakan tanah tidak sampai masuk ke
dalamnya

Memasukkan atraktan ke dalam gelas plastik


Memasang payung pada bagian atas gelas plastik



Mengukur faktor abiotik dan dicatat

Menunggu hingga ±48 jam

Mengulangi prosedur pada tiap plot

Pengambilan
Mengambil payung yang menutupi pitfall trap

Mengambil sampel pada gelas plastik dan dipindahkan pada wadah


Membawa sampel pada laboratorium Ekologi UM


Mengidentifikasi sampel hewan yang ditemukan

3.4 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan pada pembuatan laporan KKL ini adalah analisis
deskriptif berdasarkan indeks keragaman Shanon-Wiener, indeks kemerataan (evennes),
indeks kekayaan Margalef, dan perhitungan nilai dominansi dari setiap spesies pada
semua plot yang dijadikan sampel.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Data Pengamatan :

No NAMA PLOT JUMLAH


. SPESIES 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Latrodectus 1 1 2
mactans
2. Argiopeaurantia 1 1

3. Myimicinae 12 12

4. Crematogaster 5 1 7 2 2 1 18

5. Neoheterocerus 1 2 3
pallidus

6. Isotomurus 2 2
tricolor

7. Holojapya 5 1 6
diversiungis

8. Forficula 2 1 3
auricularia

9. Chloeoltis 1 1
conspersa
Harris

10. Zorotypus 2 2 2 6 2 6 20
hubbardi

11. Pangaeus 1 4 4 1 5 1 16
biineatus

12. Pseudolucamus 2 4 9 15
capreolus

13. Melanopus 2 2
differentialis

14. Symphomyia 1 1 2
atripes

Total 103
4.1 Tabel Hasil Identifikasi Pitfall Transek 7 Plot 1-12

Faktor Plot
abiotik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Suhu udara 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32° 32°
(◦C)

Kelembaba - - - - - - - - - - - -
n udara

(%)

Suhu tanah - - - - - - -
(◦C) - - - - -

Kelembaba - - - - - - -
n tanah - - - - -

00,8 00 00 00 00 00 00 00
angin 10 00 00 00 00

Kesuburan - - - - - - -
tanah - - - - -

Intensitas 01,0 00,9 01,0 01,0 00,9 01,0 00,7


cahaya 01,2 0,13 0,09 0,1 0,08

4.1 Tabel Faktor Abiotik Pitfall Transek 7 Plot 1-12

4.2 Analisis data

1. Indeks keragaman Shannon-Wienner (H’)

No NAMA SPESIES Pi = n/N ln Pi Pi lnPi


.

1. Latrodectus mactans 0,019 -3,963 -0,075

2. Argiopeaurantia 0,009 -4,710 -0,042

3. Myimicinae 0,116 -2,154 -0,249

4. Crematogaster 0,174 -1,748 -0,304

5. Neoheterocerus pallidus 0,029 -3,540 -0,102

6. Isotomurus tricolor 0,019 -3,963 -0,075

7. Holojapya diversiungis 0,058 -2,847 -0,165

8. Forficula auricularia 0,029 -3,540 -0,102


9. Chloeoltis conspersa 0,009 -4,710 -0,042
Harris

10. Zorotypus hubbardi 0,194 -1,639 -0,317

11. Pangaeus biineatus 0,155 -1,864 -0,288

12. Pseudolucamus capreolus 0,145 -1,931 -0,279

13. Melanopus differentialis 0,019 -3,963 -0,075

14. Symphomyia atripes 0,019 -3,963 -0,075

-∑Pi ln Pi 2,204

Nilai indeks keragaman Shanon-Winner (H’) = 2,204 dimana nilai tersebut berada
pada 1 < H’ < 3 yang mengindikasikan keragaman sedang.
2. Indeks kemerataan

E= = = = 0,835

3. Indeks Margolef (kekayaan jenis)

R= = = = 2,805

- Pi = = 0,019 - Pi = = 0,019

ln Pi = -3,963 ln Pi = -3,963

- Pi = = 0,009 - Pi = = 0,058

ln Pi = -4,710 ln Pi = -2,847

- Pi = = 0,116 - Pi = = 0,029

ln Pi = -2,154 ln Pi = -3,540

- Pi = = 0,174 - Pi = = 0,009

ln Pi = -1,748 ln Pi = -4,710

- Pi = = 0,029 - Pi = = 0,194

ln Pi = -3,540 ln Pi = -1,639
- Pi = = 0,155

ln Pi = -1,864

- Pi = = 0,145

ln Pi = -1,931

- Pi = = 0,019

ln Pi = -3,963

- Pi = = 0,019

ln Pi = -3,963
Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan
penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses
imobilisasi dan humifikasi (Lavelle et al., 1994 dalam Sugiyarto, 2008).
Keberagaman makrofauna tanah dapat diketahui dengan menghitung indeks
keanekaragamannya, yaitu menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener. Berdasarkan data hasil analisis kuantitatif, nilai indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener yang di dapat 2,204 dimana nilai tersebut berada pada 1 < H’ < 3
yang mengindikasikan keragaman sedang.

Suhu merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem
karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup dan ada jenis-
jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu (Hardjowigeno,
2007). Lokasi sampling memiliki suhu 320C. Suhu tersebut masih dalam range
toleransi makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pernytaan Kamal, ( 2011) bahwa
makrofauna tanah cenderung menyukai tempat bersuhu agak rendah.
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data penagamatan pada plot 1 ditemukan 1 ekor Neoheterocerus


pallidus sp, 2 ekor Isotomurus tricolor, 2 ekor Zerotypus hubbardi, 2 ekor
Pseudolucanus capreolus. Pada plot 2 ditemukan 1 ekor Pangaeus biineatus, dan 4
Ekor Pseudolucanus capreolus. Pada plot 3 tidak ditemukan spesies serangga. Pada
plot 4 ditemukan 2 ekor Forficula auricularia, 2 ekor Zorotypus hubbardi, 4 ekor
Pangaeus biineatus, 1 ekor Symphomyia atripes. Pada plot 5 ditemukan 5 ekor
Holojapyx diversiungis, 1 ekor Forficula auricularia, 2 ekor Zorotypus hubbardi.
Pada plot 6 ditemukan 5 ekor Crematogaster, 6 ekor Zorotypus hubbardi, 2 ekor
Malanopus differentialis, 1 ekor Symphomyia atripes. Pada plot 7 ditemukan 1 ekor
Holojapy diversiungis. Pada plot 8 ditemukan 1 ekor Latrodectus mactans, 1 ekor
Argiopeaurantia, 1 ekor Crematogaster, ditemukan 2 ekor Zorotypus hubbardi,
ditemukan 4 ekor Panggeus binneatus. Pada plot 9 ditemukan 7 ekor Crematogaster,
1 ekor Chloeltis conspersa harris, plot 10 ditemukan 1 ekor Latrodectus mactans,
ditemukan 2 Crematogaster. Pada plot 11 ditemukan 2 ekor Crematogaster,
ditemukan 6 Zerotypus hubbardi, pada plot 12 ditemukan 12 ekor Myrmicinae, 1 ekor
Crematogaster, ditemukan 2 ekor Neoheterocerus pallidus, ditemukan 1 ekor
Pangaeus biineatus.

Keaneragaman atau diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan


diantara anggota suatu kelompok yang umumnya mengarah pada keaneragaman jenis
(Husana,2014). Keaneragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur kesetabilitas
komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil
meskipun ada gangguan terhadap komponennya (Ardhana,2012). Keaneragaman
jenis dapat digunakan untuk menentukan struktur komunitas. Semakin banyak jumlah
jenis dengan jumlah individu yang sama atau medekati sama, semakin tinggi
tingkatan heterogenitasnya. Sebaliknya jika jumlah jenis sangat sedikit dan terdapat
perbedaan jumlah individu yang besar antar jenis maka semakin rendah heterozenitas
suatu komunitas (sationo, 2011). Indeks keaneragaman yang digunakan adalah indeks
keaneragaman Shannon Wiener. Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur
tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu system (Suin,2012), yang
didasarakan pada ketidakpastian (Leksono, 2011). Selain itu dikarenakan data
dilakukan secara acak dari suatu komunitas, maka perhitungan keaneragaman yang
tepat adalah menggunakan Indeks keaneragaman Shannon- Wiener (Soegianto,
1994). Indeks keaneragaman Shannon- Wiener dibagi menjadi 5 kategori yaitu:

1. <1: Sangat rendah


2. 1-1,9 : rendah
3. 2-2,9 : sedang
4. 3-3,9 : tinggi
5. >4: sangat tinggi
Setelah dilakukan analisis data dari data yang didapat, jumlah total seluruh spesies
hewan epifauna yang didapatkan menggunakan metode pithfall trap adalah sebanyak
103 ekor. Berdasarkan klasifikasi tersebut pada hutan lindung kondang merak
memiliki nilai indeks keaneragaman sebesar 2,204. Berdasarkan indeks tersebut dapat
disimpulkan bahwa keaneragaman hewan epifuana di hutan kondang merak adalah
sedang. Pada pengamatan dapat diketahui bahwa terdapat dominasi oleh Zorotypus
hubbardi yang memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 20 ekor. Semaikin besar H’
suatu komunitas maka semakin baik pula komunitas tersebut atau semakin tinggi
kelimpahan relatifnya (Husamah, 2014). Indeks keragaman tinggi bearti tingkat
kesuburan tanah tinggi.
Kemerataan didefinisikan sebagai tingkat sebaran individu anatara jenis-jenis.
Pada umumnya keaneragaman jenis disuatu habitat tidak pernah mencapai maksimum
karena equitability semua spesies jarang bias sama (Leksono, 2011). Adapun nilai E
kisaran antara 0-1 dimana nilai 1 mengambarkan suatu keadaan dimana semua jenis
cukup melimpah (Fachrul, 2012). Sedangkan krebs (1989) mengklasifikasikan nilai
indeks menjadi 3 yaitu:
1. E<1 : kemerataan tinggi
2. 0,4 < E < 0,6 : kemertaan sedang
3. E<0,4 : kemertaan sedang
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kemertaan pada hutan lindung
kondang merak sebesar 0,835 sehingga disimpulkan bahwa nilai kemerataan pada
lokasi tersebut adalah sedang. Jika ditinjau dari jumlah spesies yang ditemukan,
sebagaian besar jenis kurang melimpah sehingga ditemukanhanya sedikit. Hal ini
dapat dilihat pada data pengamatan pada jenis Argiopeaurantia dan Chloeoltis
consoersa harris sp hanya 1 ekor.
Hasil analisis tersebut juga dapat menentukan nilai kekayaan hewan epifauna
di lingkungan hutan kondang merak yaitu didapatkan nilai sebesar 2,805. Jika nilai
kekayaan semakin besar kemungkinan hal tersebut menunjukkan bahwa tanah subur
karena semakin banyak fauna yang menghancurkan serasah daun. Kekayaan atau
kelimpahan dipengaruhi oleh banyak factor yaitu factor abiotic dan biotik.

Hewan tanah merupakan salah satu komponen tanah, kehidupan hewan tanah
bergantung pada habitatnya karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
hewan tanah disuatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan
kata lain keberadaan dan kepadaatan populasi suatu jenis hewan disuatu daerah
sangat bergantung pada factor lingkungan.

Kehidupan hewan tanah sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan biotik dan
abiotic. Factor lingkungan biotik adalah adanya organisme lain yang berada dihabitat
yang sama seperti tumbuhan dan golongan hewan lainnya (Suin, 2006). Berdasarkan
kondisi lingkungan tersebut maka hewan tanah yang ditemukan cukup banyak. Factor
lingkungan abiotic yang berpengaruh terhadap keberadaan hewan tanah terutama Ph
tanah, aerasi dan kadar air. Suhu juga berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu
merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup dan ada jenis organisme
yang hanya hidup pada kisaran suhu tertentu (Hardjowigeno, 2007).

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut.
1. Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
keberadaan makrofauna tanah. Penangkapan makrofauna tanah menggunakan
metode pitfall trap bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies, yang
dihitung menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.
2. Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi makrofauna tanah antara lain suhu
tanah, pH tanah, kelembaban dan intensitas cahaya matahari.
3. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) sebesar 1.54
4. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) menunjukkan bahwa
keanekaragaman makrofauna tanah di lingkungan Hutan Kondang Merak
termasuk kategori keanekaragaman sedang (H’ 1.108-2.080).

B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan pengukuran faktor biotik dan faktor abiotik dari
lingkungan sehingga didapatkan data yang dapat menunjukkan hubungan
konkret antara keberadaan hewan dengan kondisi lingkungannya.
2. Sebaiknya kompilasi data dilakukan lebih awal supaya memperlancar
pembuatan laporan dan kerja sama antar kelompok perlu ditingkatkan
guna kelancaran pembuatan laporan.

DAFTAR RUJUKAN

Ardhana,I.P.G. 2012. Ekologi tumbuhan. Denpasar: Udayana University press

Hardjowigeno,Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademik Pressindo

Husamah. 2014. Ekologi Hewan.Malang: S2 Pascasarjana UM.


Kamal, Mustafa. 2011, Keanekaragaman Jenis Arthrophoda di Gua Putri dan Gua
Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera Selatan. Jurnal
Penelitian Sains. Vol 14 (1).
Kinasih, I., Cahyanto, T., & Ardian, Z.R. 2017. Perbedaan Keanekaragaman dan
Komposisi dari Serangga Permukaan Tanah pada Beberapa Zonasi di
Hutan Gunung Geulis Sumedang, Volume X No. 2.

Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Columbia: Harper Collins Publisher-State


University Book Store

Nugraha, D.A., Sartimbul, A. & Luthfi, O.M. 2016. Analisis Sebaran Karang di
Perairan Kondang Merak, Malang Selatan. Universitas Brawijaya
Malang : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Sationo. 2011. Handout Ekologi. Yogyakarta: FMIPA UNY

Sugiyarto. 2000. Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada Berbagai Umur Tegakan


Sengon di RPH Jatirejo Kabupaten Kediri. Biodiversitas. 1(2) : 11-15

Sugiyarto, Efendi, M., Mahajoeno, E., Sugito, Y., Handayanto, E., & Agustina, L.
2007. Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap Sisa Bahan
Organik Tanaman pada Intensitas Cahaya Berbeda. Biodiversitas, Volume
7 Nomor 4.

Suin, N.M. 2012. Ekologi hewan tanah. Jakarta: Bumi Aksara dan Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati ITB

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai