Anda di halaman 1dari 15

PENDUGAAN POPULASI CACING TANAH DAN MESO FAUNA

TANAH
(Laporan Praktikum Biologi Dan Kesehatan Tanah)

Oleh

Scolastika Viola Febriant


1754121002
Kelompok 1

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pendugaan Populasi Cacing Tanah Dan Meso Fauna Tanah

Tempat : Laboratorium Tanah

Nama : Scolastika Viola Febriant

NPM : 1754121002

Jurusan : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

Kelompok : 1 (satu)

Bandar Lampung, 8 September 2019


Mengetahui
Asisten Dosen

Nama.
NPM.
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan tempat kehidupan organisme yang secara umum


menguntungkan bagi kehidupan mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Di
dalam tanah terdapat berbagai jenis biota tanah, antara lain mikroba (bakteri,fungi,
aktinomisetes, mikroflora, dan protozoa) serta fauna tanah. Masing-masing biota
tanah mempunyai fungsi yang khusus. Dalam kaitannya dengan tanaman, mikroba
sangat berperan dalam membantu pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara
(mikroba penambat N, pelarut P), membantu penyerapan hara (fungi mikoriza),
memacu pertumbuhan tanaman (penghasil hormon), dan pengendali hama dan
penyakit (penghasil antibiotik, anti patogen) (Doran dan Parkin, 1994).

Maftu’ah (2002), menyatakan bahwa semakin banyak keberadaan fauna di tanah


merupakan salah satu ciri tanah sehat karena fauna menjadi salah satu mata rantai
penting dalam rantai makanan di dalam tanah, fauna tanah dapat mendegradasi
bahan organik sebagai contoh cacing tanah yang berperan sebagai akumulator
logam berat. Keberadaan cacing tanah pada lahan yang tidak terganggu akan
menjaga proses siklus hara berlangsung secara terus menerus.

Populasi dan biomassa mesofauna pada suatu lahan dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya adalah vegetasi yang tumbuh di atasnya. Vegetasi tersebut
akan mempengaruhi serasah yang akan menjadi sumber energi bagi fauna tanah
termasuk cacing tanah. Ketebalan serasah yang terdapat dipermukaan tanah akan
mempengaruhi temperatur tanah dan kelembaban tanah dan berkaitan dengan
aktivitas fauna tanah. Serasah dianggap sebagai sumber makanan yang paling baik
bagi cacing tanah karena karbohidratnya relative tinggi dan rendahnya kandungan
ligno selulosenya. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan praktikum untuk
menduga jumlah populasi cacing tanah dan meso fauna tanah.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui populasi cacing tanah dari tiap sampel tanah yang diambil
2. Mengetahui spesies meso fauna yang terdapat dalam sampel tanah yang
diambil
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang


tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis
seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam
membentuk tekstur dan kesuburannya . Lingkungan tanah merupakan lingkungan
yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.
Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat
dijadikan tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup. Kualitas tanah
merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk
keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan
biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan
tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan
terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994).

Sifat biologi tanah merupakan kisaran luas dari organisme hidup yang tinggal di
dalam tanah dan mendukung secara langsung produktivitas serta kelestarian dari
ekosistem terestrial. Adapun komponen sifat biologi tanah itu terdiri dari fauna
tanah, bakteri, fungi, akar tanaman, dan biji-bijian. Fauna tanah termasuk kedalam
salah satu komponen sifat biologi tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung
pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna
tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan
perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan
lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh
karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah, faktor fisika-kimia tanah selalu
diukur (Suin, 2006).
Fauna tanah merupakan komponen dari komunitas dalam tanah yang dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori tergantung dari tujuannya, yaitu:
ukuran tubuh, habitat, pola makan, dan kehadiran dalam tanah. Menurut
Wallwork (1970), berdasarkan ukuran tubuhnya fauna tanah dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Kelompok mikrofauna yang memilki ukuran tubuh 20 μm - 200 μm, seperti:


Protozoa, Acarina, Nematoda, Rotifera, dan Tardigrada.
2. Kelompok mesofauna yang memiliki ukuran tubuh 200 μm - 1 cm, seperti:
Acarina, Collembola, Nematoda, Rotifera, Araneida (Spiders),Isopoda,
Diplura, Protura, Mollusca, Diplopoda, dan larva Coleoptera.
3. Kelompok makrofauna yang memiliki ukuran tubuh > 1 cm,
seperti:Coleoptera, vertebrata kecil, dan Chilopoda.

Keberadaan cacing tanah pada lahan yang tidak terganggu akan menjaga proses
siklus hara berlangsung secara terus menerus. Lahan terganggu (lahan pertanian)
pada umumnya memiliki cacing tanah yang mengalami penurunan populasi yang
disebabkan oleh penurunan atau hilangnya sejumlah spesies tumbuhan, penurunan
produksi serasah, perubahan sifat biologis,fisik dan kimia tanah, penurunan
populasi fauna lain dan mikroorganisme tanah, dan perubahan iklim mikro kearah
yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan makhluk hidup di dalamnya.
Sistem penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi cacing
tanah (Prijono, 2009).

Keanekaragaman tanaman menyebabkan perbedaan jenis seresah pada masing–


masing lokasi berdasarkan jenis tumbuhan yang hidup di atasnya. Hal ini tentu
akan mempengaruhi organisme yang ada di dalam tanah. Salah satunya adalah
cacing tanah yang merupakan organisme tanah yang hidupnya sangat dipengaruhi
oleh keberadaan bahan organik di sekitarnya sebagai sumber energi. Cacing tanah
merupakan salah satu fauna tanah yang penting dan dapat dijadikan indicator
kelestarian tanah. Keragaman hayati cacing tanah merupakan ecosystem engineer
yang berperan penting dalam mempengaruhi fungsi hidrologi tanah (Lavelle and
Spain, 2001).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah bingkai kayu papan atau logam
25cm x 25cm, petakan sampel tanah, patok, dan alkohol atau etanol.

Sedangkan alat yang digunakan antara lain cangkul, berlese, gelas beaker,
mikroskop binokuler, cawan petri, pinset, bola lampu 25 watt, dan ayakan lubang
2mm.

3.2 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum adalah :

1. Memasukan 100 gram sampel tanah ke dalam alat Berlese/Tullgren yang


telah dilengkapi saringan dan lampu 25 watt
2. Meletakkan 50 ml etanol 60% dibawah corong penampung alat tersebut dan
hidupkan stop kontak alat dan pengekstrakan dilakukan 48 jam
3. Setelah mesofauana tertampung dalam larutan etanol, segera pindahkan
larutan ke cawan petri dan diamati jumlah masing-masing jenis dan jumlah
totalnya
4. Dicatat dan gambar setiap jenis mesofauna yang diamati, gunakan buku
klasifikasi arthropoda tanah untuk mengetahui lebih detail organisme yang
diamati
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Hasil yang diperoleh dari praktikum adalah sebagai berikut :

Gambar Keterangan
Springtail mites

Entomobrya marginata

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum kali ini dilakukan pendugaan populasi cacing tanah dan
mesofauna tanah. Dalam menduga populasi cacing tanah, dilakukan dengan cara
manual atau secara langsung menggunakan tangan. Sedangkan, untuk populasi
mesofauna tanah, pertama-tama ditentukan petak tanah seluas 25cm × 25cm.
Kemudian, tanah digali dan diambil sebanyak 100 gram. Selanjutnya tanah
diletakkan pada ayakan dengan lubang 2mm yang diletakkan di dalam berlese.
Kemudia berlese ditutup dan dinyalakan lampu yang ada di dalam berlese. Di
bawah corong berlese diletakkan botol film yang berisi alkohol untuk menampung
mesofauna tanah. Saat lampu dinyalakan, mesofauna tanah akan turun kebagian
bawah dan jatuh pada botol film yang berisi alkohol dan kemudian diamati di
bawah mikroskop binokuler.

Dari praktikum yang dilakukan dari kelima sampel tanah yang diambil tidak
ditemukan cacing tanah di dalamnya. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
tanah yang kering, sehingga cacing tanah tidak berada pada permukaan tanah
yang diambil. Cacing tanah akan cenderung lebih masuk ke dalam tanah atau
berpindah ke tanah yang lebih lembab. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Prijono (2009), penurunan populasi yang disebabkan oleh penurunan atau
hilangnya sejumlah spesies tumbuhan, penurunan produksi serasah, perubahan
sifat biologis,fisik dan kimia tanah, penurunan populasi fauna lain dan
mikroorganisme tanah, dan perubahan iklim mikro kearah yang kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan makhluk hidup di dalamnya. Sistem
penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap kepadatan populasi cacing tanah.

Sedangkan untuk mesofauna tanah, ditemukan pada tanah hutan dan tanah kebun
semusim. Pada tanah hutan ditemukan satu spesies springtail mites dan pada
tanah kebun tanaman semusim ditemukan Entomobrya marginata. Pada
mesofauna tanah, ditemukan pada tanah yang memiliki vegetasi. Menurut
Soepardi (1983), dibandingkan dengan area yang masih utuh, lahan yang
diusahakan umumnya mempunyai jumlah dan biomassa fauna tanah lebih
sedikit, sedangkan penggunaan lahan dengan praktek pengelolaan lahan seperti
penggunaan pupuk organik, pengelolaan lahan dengan mempraktekan teknik
konservasi tanah dan air dapat meningkatkan jumlah, biomassa, dan keragaman
fauna tanah.

Kelompok Acari yang sering dijumpai di tanah yaitu Oribatida, Prostigmata,


Mesostigmata, dan Astigmata. Oribatida merupakan kelompok saprophagus.
Sedangkan Mesostigmata merupakan kelompok Acari yang hampir seluruh
anggotanya merupakan predator bagi fauna tanah lain yang berukuran lebih kecil
(Coleman et al., 2004).

Acari memiliki panjang tubuh antara 0.1 mm sampai 2 mm. Warna tubuh Acari
mulai dari coklat muda hingga hitam dengan bentuk tubuh yang bervariasi.
Ukuran tubuh Acari akan semakin mengecil seiring dengan kedalaman tanah
tempat tinggalnya. Acari berperan dalam menghancurkan bahan organik ke
ukuran yang kebih kecil, mengaduk bahan organik, dan berpengaruh pada
dinamika populasi fungi (Gobat et al., 2004).

Collembola merupakan salah satu kelompok mikroarthropoda yang memiliki


distribusi menyebar pada berbagai jenis tanah di dunia. Warna tubuh Collembola
bervariasi dari pucat hingga mencolok, yaitu putih, abu-abu, biru tua, hitam
sampai merah merona. Ukuran tubuh Colembolla berkisar antara 0.25 mm
sampai 8.0 mm (Coleman et al., 2004). Collembola umumnya ditemukan pada
lapisan teratas serasah daun, terutama dari jenis Entomobrydae. Jenis
Collembola yang hidup pada atau dekat dengan permukaan tanah umumnya
memiliki tubuh dengan warna yang lebih mencolok, indera yang berkembang
dengan baik, serta memiliki antena dan furkula. Jenis lain yang berukuran lebih
kecil lebih banyak ditemukan pada bagian tanah yang lebih dalam dengan
karakteristik sebaliknya, yaitu warna yang pucat, indera yang kurang
berkembang dengan baik, dan tanpa furkula. Bahan organik yang biasa dicerna
mencakup hifa dan spora fungi, sisa-sisa tanaman, dan ganggang hijau uniseluler.
Collembola berpengaruh pada dinamika populasi fungi karena kebiasaannya
memakan hifa dan spora fungi (Gobat et al., 2004)

Cacing tanah merupaka salah satu jenis makro fauna tanah. Beberapa
makrofauna tanah seperti cacing tanah dan rayap memiliki peran penting dalam
mempengaruhi kesehatan dan produktivitas tanah. Cacing tanah yang dalam
siklus hidupnya dapat membuat lubang/liang dalam tanah dapat mencegah
pemadatan tanah, meningkatkan aerasi, penetrasi akar, dan infiltrasi air. Kotoran
cacing, yang merupakan campuran tanah dan sisa organik yang telah tercerna,
mengandung berbagai hara yang tersedia bagi tanaman (Gobat et al., 2004).

Pada tanah hutan ditemukan mesofauna tanah yang diduga spesies Springtail
mitra. Springtail mites termasuk dalam Famili Collembola. Collembola atau sering
disebut serangga ekor pegas merupakan salah satu serangga yang berasal dari
Filum Arthopoda, Kelas Insekta, dan mempunyai 11 famili. Collembola berasal
dari bahasa Yunani colle berarti pelekat dan embolon berarti baji atau pasak,
karena sebagian Collembola tetap seimbang. Serangga ini tidak bersayap dan
panjangnya 3 – 6 mm dan mampu melompat dengan jarak 75 – 100 m. Tipe
mulutnya merupakan tipe menggigit. Bentuk tubuh memanjang atau oval dan
kebanyakan berwarna hitam, abu-abu, kuning, hijau dan putih. Tubuh terbagi
dalam tiga bagian yang terdiri dari caput, abdomen dan thorax. Pada caput
terdapat sepasang antenna, terdiri dari empat ruas , sepasang mata dengan
lensa (ocelli). Bagian mulut agak panjang dan tersembunyi di dalam kepala(
Lazarus, 2003). Pada Collembola juga terdapat ommatidia (bagian dari mata
majemuk yang berjumlah satu pada tiap sisi kepala) yang terdiri dari sejumlah
mata facet yang masing-masing memiliki kornea sendiri, jumlah seluruh
ommatidia ada delapan. Sedangkan, pada tanah kebun semusim ditemukan
mesofauna Entomobrya marginata. Entomobrya marginata juga termasuk
dalam Collembola.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum adalah sebagai berikut :

1. Tidak ditemukan populasi cacing tanah pada sampel tanah yang diambil

2. Mesofauna tanah yang ditemukan pada tanah hutan dan tanah kebun
tanaman semusim termasuk dalam famili Collembola

3. Keberadaan populasi cacing dan mesofauna tanah dipengaruhi oleh iklim,


vegetasi, sifat fisik, biologis, dan kimia tanah
DAFTAR PUSTAKA

Coleman, D. C., D.A. Crossley, Jr. and P.F. Hendrix. 2004. Fundamentals of Soil
Ecology. Academic Press. London.

Doran and Parkin. 1994. Soil ecology. Cambridge University Press. United
Kingdom.

Gobat, J. M., M. Aragno and W. Matthey. 2004. The Living Soil : Fundamentalsof
Soil Science and Soil Biology. Science Publishers Inc. New York.

Lavelle, P. Dan A. V. Spain. 2001. Soil Ecology. KluwerAcademic Publ., Dordrecht.

Lazarus, S. 2003. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM
Publishing Co. New Delhi.

Maftu’ah, E., 2002. Studi Potensi Diversitas Makrofauna Tanah pada Beberapa
Penggunaan Lahan Berkapur di Malang Selatan. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya. Malang.

Prijono, S. dan H. A. Wahyudi. 2009. Peran AgroforestryDalam Mempertahankan


Makroporisitas Tanah.Jurnal Primordia, 5 (03): 201-212.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suin, N. M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai