1.2 Tujuan:
Praktikum ini bertujuan mengetahui langkah-langkah pengambilan contoh
tanah, mensorting, mengklasifikasikan fauna tanah hasil ekstraksi dan menetapkan
jumlah serta keragaman fauna tanah dari sampel tanah di bawah tumpukan sampak
(TS), tanah dari kebun (TK), dan tanah dari lapangan rumput (TR) yang diamati
menggunakan mikroskop stereo.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Mikrofauna
Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Kehidupan fauna tanah sangat
tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, yaitu
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Adanya keberadaan fauna tanah tentu
memberikan dampak pada tanah (Hilwan dan Handayani 2013). Mikrofauna
merupakan fauna tanah yang ukurannya sangat kecil yaitu, berukuran sekitar 2-
100µm, sehingga pengamatan yang dilakukan mikrofauna ini umumnya
memerlukan alat seperti mikroskop karena ukurannya yang kecil dan tidak bisa
dilihat dengan mata telanjang (Halwany 2013).
2.6 Mesofauna
Menurut Hilwan dan Handayani (2013), mesofauna merupakan fauna tanah
yang memiliki ukuran relatif sedang yaitu, sekitar 100µm-2 mm, ukurannya tidak
terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar. Keberadaan mesofauna dalam tanah sangat
bergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan
dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Contoh fauna tanah yang termasuk ke
dalam kelompok mesofauna diantaranya yaitu, nematoda, larva serangga, cacing-
cacing kecil, tungau dan collembola.
2.7 Makrofauna
Penelitian Jambak et al. (2017) menyatakan bahwa, makrofauna tanah
merupakan fauna yang berukuran cukup besar yaitu, berukuran sekitar 2 mm-20
mm, karena ukurannya pengamatan kelompok fauna tanah ini dapat dilihat dengan
mata telanjang. Makrofauna sangat berperan dalam proses yang terjadi di dalam
tanah seperti dekomposisi, aliran karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses
dekomposisi di dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak
didukung oleh aktivitas makrofauna. Hal ini dikarenakan makrofauna memiliki
peran penting dalam mendekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur
hara. Makrofauna berkolerasi dengan kandungan bahan organik dalam tanah yang
dimilikinya, sehingga semakin banyak jumlah makrofauna dalam tanah, maka
semakin cepat proses dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga semakin
banyak pula kandungan bahan organik dan unsur hara yang tersedia di dalam tanah.
Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan berjalan cepat bila tidak ditunjang
oleh kegiatan makrofauna tanah. Selain itu, makrofauna tanah juga merupakan
salah satu tolak ukur yang cukup sensitif pada perubahan lingkungan, maka
makrofauna tanah sangat cocok untuk menduga kualitas tanah atau lahan.
Kehadiran dan kepadatan populasi makrofauna tanah pada suatu tempat sangat
tergantung terhadap faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik (Situmorang dan Afrianti 2020). Makrofauna tanah adalah fauna tanah yang
masih bias dilihat dengan mata telanjang, seperti cacing, kelabang, kecoa dan
semut. Peran aktif makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik tanah dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan di sekitarnya (Halwany 2013). Keberadaan dan aktivitas makrofauna
tanah dapat meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, serta
mendistribusikan bahan organik dalam tanah (Nurrohman et al. 2018).
2.8 Megafauna
Megafauna memiliki ukuran tubuh dengan diameter tubuh lebih besar dari 2 cm
contohnya adalah bekicot. Keberadaan dan aktivitas fauna tanah dapat
meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, mendistribusikan bahan organik
tanah, dan penguraian dalam ekosistem tanah (Njira dan Nabwani 2013).
2.9 Identifikasi
Menurut Istighfaroh (2015), identifikasi dalam biologi merupakan proses
menetapkan nama individu atau kelas yang sudah ada untuk suatu organisme
individu. Identifikasi merupakan kegiatan dasar dalam taksonomi. Identifikasi
mencakup dua kegiatan, yaitu klasifikasi dan tata nama. Jadi, identifikasi adalah
menentukan persamaan dan perbedaan antara dua makhluk hidup, kemudian
menentukan apakah keduanya sama atau tidak, kemudian memberi nama.
Melakukan identifikasi berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas yang
dalam hal ini tidak lain dari pada menentukan penamaan yang benar dan tempatnya
yang tepat dalam sistem klasifikasi. Belajar taksonomi akan lebih mudah jika
disediakan kunci identifikasi yang relevan dengan kunci identifikasi yang disusun
secara sederhana dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman.
2.10 Ekstraksi
Ekstraksi adalah bagian pemisahan suatu zat sesuai perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berlainan, biasanya cairan dan yang lain
pelarut organik. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa pelarut dengan konsentrasi
dalam sel (yang diamati). Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan (Mukhriani 2014). Ekstraksi fauna tanah menggunakan alat
Berlese Funnel Extractor, terdiri atas corong dan penyangga atau tempat beserta
penyangga atau tempat dudukan corong, dudukan corong, lampu/bohlam berukuran
40 watt, saringan dan botol penampung yang berisi larutan ethylene glycol (Fitryana
et al. 2018).
2.11 Taksonomi
Penelitian Teguh (2017) menyatakan bahwa, taksonomi pertama kali disusun
oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula
dikata untuk "Taksonomi Bloom". Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani
tassein yang berfaedah untuk menggolongkan dan nomos yang berfaedah aturan.
Taksonomi dapat diartikan untuk pengelompokan suatu hal sesuai hierarki
(tingkatan) tertentu. Taksonomi yang bertambah tinggi bersifat bertambah umum
dan taksonomi yang bertambah rendah bersifat bertambah spesifik. Dalam biologi,
taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan
atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua
sebutan, yang dikenal untuk atur nama binomial atau binomial nomenclature, yang
diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis
berwarga-negara Swedia.
Bahan
1. Ethylen Glycol
2. Alkohol 70%
3. Alkohol 96%
4. Tanah tidak terganggu
5. Fauna tanah yang terekstrak dari sampel tanah
3.2 Prosedur
3.2.1. Prosedur Pengambilan Contoh Tanah
Tanah t = 0 - 15 cm
PVC/Soil Corer
PVC t = 20 cm
Menentukan 5 titik Ambil sampel tanah
pengambilan sampel sedalam 0-15 cm
Label
Berlese Funnel
Extractor
Tanah t = 0 - 15 cm
PVC/Soil Corer
PVC t = 20 cm
Screen mesh 2 mm
40 Watt
Stereo mikroskop 20 cm
Alkohol
Ethylene
70%
7 hari glycol
Identifikasi Setelah diekstrak, Letakkan botol
masukkan fauna ke Tambahkan lampu
fauna tanah ethylen glycol di dengan suhu 30oC
dalam alkohol 70% bawah corong hingga 60oC secara
bertahap
Setelah diidentifikasi,
menetapkan jumlah fauna Menetapkan keragaman
tanah dengan rumus: fauna tanah dengan rumus:
𝐼𝑆 𝑠 𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝑁= 𝐻′ = − ∑ [( ) ln ( )]
𝐴 𝑛 𝑛
𝑖=1
Ket: Ket:
IS : Rata-rata jumlah individu H’ : Shannon’s Diversity Index
A : Luas paralon (m2) ni : Jumlah individu famili dalam
A = r2. π = (10)2. 3,14 = 314 cm2 = 0,0314 m2 sampel
N : Jumlah individu/m2 n : Jumlah total individu dalam
sampel
Nilai H’ < 1,5 = Keanekaragaman rendah
1,5 – 3,5 = Keanekaragaman sedang
> 3,5 = Keanekaragaman tinggi
3.2.3 Prosedur Identifikasi Fauna Tanah
Masukkan fauna tanah ke Amati fauna tanah Ambil fauna tanah yang sudah
dalam cawan petri dengan mikroskop diamati dengan pinset
stereo
Label
Alkohol 96%
Ket: Ket:
IS : Rata-rata jumlah individu H’ : Shannon’s Diversity Index
A : Luas paralon (m2) ni : Jumlah individu famili dalam
A = r2 . π = (10)2 . 3,14 = 314 cm2 = 0,0314 m2 sampel
N : Jumlah individu/m2 n : Jumlah total individu dalam
sampel
Nilai H’ < 1,5 = Keanekaragaman rendah
1,5 – 3,5 = Keanekaragaman sedang
> 3,5 = Keanekaragaman tinggi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Collembola
Pengelompokkan kelas Collembola termasuk golongan mesofauna tanah.
Collembola berasal dari bahasa Yunani, yaitu Colle (=lem) dan Embelon (=piston).
Penamaan ini berdasarkan adanya tabung ventral (kolofor) pada sisi ventral
abdomen pertama yang menghasilkan perekat. Collembola atau ekor pegas ini pada
umumnya berukuran kecil, panjang berkisar 0,1-9 mm. Collembola memiliki furka
atau furkula di bagian belakang tubuhnya yang berfungsi untuk melenting hingga
sejauh 5–6 kali panjang tubuhnya (Ashari 2019). Collembola disebut ekor pegas
(spring tails), karena di ujung abdomennya terdapat organ yang mirip ekor dan
berfungsi sebagai organ gerak dengan cara kerja seperti pegas. Collembola
umumnya dikenal sebagai organisme yang hidup di tanah dan memiliki peranan
penting sebagai perombak bahan organik tanah. Selain mendekomposisi bahan
organik, organisme tanah tersebut berperandalam mendistribusi bahan organik di
dalam tanah, meningkatkan kesuburan dan memperbaiki sifat fisik tanah organik,
organisme tanah tersebut berperan dalam mendistribusi bahan organik di dalam
tanah, meningkatkan kesuburan dan memperbaiki sifat fisik tanah (Suhardjono et
al. 2012).
4.2 Diptera
Penelitian Cahyani et al. (2020) menyatakan bahwa, diptera merupakan ordo
klasifikasi dari kelas Insecta (serangga), yang didasarkan atas sayapnya yang
mempunyai ciri hanya menggunakan sepasang sayap tipis yang fungsional untuk
terbang, sementara sepasang lain hanya sebagai pembantu penstabil atau sebagai
detector kecepatan udara (halterer). Diptera memiliki mata feset yang besar jika
dibanding tubuhnya dengan memiliki antenna yang bisa pendek (Brachycera)
maupun panjang (Nematocera). Diptera merupakan salah satu ordo terbesar dari
kelas Insecta yang terbagi dalam 3 subordo yaitu Nematocera, Brachycera dan
Cyclorrhapha. Di alam, anggota Diptera memiliki banyak peran, antara lain sebagai
fitofag, entomofag (parasitoid), dan saprofag. Diptera fitofag diperkirakan lebih
dari 300 jenis, sedangkan Diptera yang bersifat entomofag, terutama dari famili
Tachinidae dan Cryptochetidae.
4.3 Oribatida
Oribatida adalah mikroartropoda dominan kedua setelah Prostigmata. Beberapa
dari kelompok Oribatida umumnya fungivorus (pemakan jamur) dan saprophagus
(pemakan bangkai), sedikit diantaranya algivorus (pemakan alga) dan herbivorus
(pemakan lumut) (Smith et al. 2011). Oribatida merupakan salah satu kelompok
fauna yang penting di dalam tanah. Oribatida termasuk ke dalam kelompok
mikroartropoda tanah yang merupakan subordo dari subkelas Acari. Oribatida
memiliki lebih dari 9,000 spesies dengan jumlah famili sebanyak 172. Oribatida
merupakan kelompok saprophagus (pemakan alga, bakteri, yeast, fungi dan sisa
tanaman) serta dapat berperan dalam distribusi spora fungi (Lisafitri et al. 2015).
4.4 Isopoda
Penelitian Santoso (2017) menyatakan bahwa, isopoda adalah salah satu ordo
dari enam ordo yang termasuk dalam induk ordo (Super ordo) Peracarida. Ordo
lainnya adalah Mycidea, Spelaeogriphaceae, Cumacea, Tanaidacea dan
Amphipoda. Isopoda berasal dari kata iso=sama, pous=kaki, jadi berarti binatang
yang mempunyai kaki yang sama bentuknya pada kedua sisi tubuhnya. Binatang
ini juga digolongkan ke dalam krustacea tingkat rendah. Dari sembilan anak ordo
tersebut Epicaridea adalah anak ordo yang dalam kehidupannya sangat
menggantungkan diri pada binatang lain dan semata-mata bersifat parasit,
sedangkan anak ordo lainnya hidup bebas. Walaupun ada perbedaan antara anak
ordo Epicaridea dengan delapan anak ordo lainnya, tetapi secara umum
morfologinya hampir sama. Panjang tubuh Isopoda umumnya berkisar antara satu
sampai 350 mm. Jenis Isopoda yang terbesar yang pernah ditemukan yaitu
Bathynomus giganteus A. Milne-Edwards, yang dikenal sebagai Isopoda raksasa
(the giant isopod) mempunyai ukuran panjang mencapai 40 cm, dan merupakan
jenis yang berukuran terbesar di antara jenis-jenis krustacea. Isopoda meliputi jenis-
jenis yang dikenal dengan nama wood-lice, pill-bugs atau sowbugs.
4.5 Coleoptera
Coleoptera berasal dari kata coleos atau "seludang" dan pteron atau "sayap".
Serangga golongan ini memiliki sayap depan yang mengalami modifikasi, yaitu
mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau seludang ini berfungsi untuk
menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya. Sayap depan yang bersifat
demikian disebut "elitron", sedangkan sayap belakang strukturnya tipis seperti
selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan tidak berfungsi, namun waktu
istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap depan. Perkembangan hidup
serangga ordo Coleoptera adalah "holometabola" (telur - larva - pupa - imago). Tipe
alat mulut larva dan imago memiliki sifat yang sama, yaitu menggigit-mengunyah.
Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga
hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini sangat beragam bentuknya. Sifat hidup
serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun ada pula
yang bersifat sebagai predator. Ordo coloeptera masuk ke dalam golongan animalia
dengan filum artropoda, sub filum mandibulata, kelas insekta, sub kelas pterygote,
dan masuk dalam endopterygota. Coleoptera memiliki ciri-ciri sayap yang tebal,
menamduk, tidak ada vena-vena. Bentuk tubuh bulat oval, oval, dan memanjang,
serta pipih (Rahayu et al. 2017).
4.6 Formicidae
Penelitian Supriati et al. (2019) menyatakan bahwa, formicidae merupakan
famili yang terbanyak di alam dari ordo Hymenoptera. Ciri khas dari Formicidae
adalah adanya bentuk tangkai (pedicel) pada metasoma satu atau dua ruas dan
mengandung sebuah gelambir (tonjolan) yang mengarah ke atas. Semut
(Hymenoptera: Formicidae) adalah salah satu kelompok serangga eusosial yang
memiliki kelimpahan tertinggi dan bersifat kosmopolit. Semut memiliki peranan
yang positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Peranan semut yang bersifat
positif diantaranya adalah sebagai pengurai, sedangkan peran negatif dari semut
adalah sebagai hama. Peranan semut dalam menyuburkan tanah ini terjadi selama
proses pembuatan sarang dalam tanah (Rizka 2017).
Tabel 1 Identifikasi fauna tanah
No. Jenis Jenis Fauna Jumlah Gambar Literatur
Tanah
1. Tanah Collembola 1
Kebun
2. Tanah Diptera 1
Rumput
Sumber : Andiarsa et al.
(2015)
Oribatida 1
Isopoda 1
Collembola 1
Formicidae 2
5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan metode random sampling dan
di ekstrak menggunakan Berlese Funnel Extractor. Total rata-rata individu atau IS
terbanyak terdapat pada tanah sampah dan paling sedikit terdapat pada jenis
penggunaan lahan tanah kebun. Sementara nilai keanekaragaman dengan
Shannon’s Diversity Index diperoleh bahwa tanah rumput memiliki nilai
keanekaragaman tertinggi dan tanah terendah terdapat di tanah sampah. Jumlah dan
keragaman fauna tanah berbeda-beda pada ketiga jenis tutupan lahan. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, suhu, vegetasi, kelembaban, bahan organik
dan kompetisi antar populasi. Jumlah populasi paling banyak pada tanah sampah
dan nilai keragaman paling tinggi pada tanah rumput. Kandungan bahan organik
dan kelembaban secara umum berkolerasi positif terhadap tingkat keanekaragaman
fauna, sedangkan suhu serta intensitas cahaya berbanding terbalik.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini semoga kita dapat memahami atau mengerti
mengenai pengetahuan mendalam tentang biologi tanah. Sehingga kita
mendapatkan pengetahuan yang luas. Harapan saya dapat terjun langsung untuk
melakukan praktikum, namun jika tidak memungkinkan dapat melaksanakannya
secara offline dengan menyaksikan video tutorial untuk menunjang perkuliahan
serta mewakili informasi yang seharusnya didapatkan saat praktikum langsung di
laboratorium. Jika melakukan praktikum secara langsung yaitu dalam melakukan
prosedur praktikum alangkah lebih baik jika melakukannya dengan hati-hati,
dilakukan dengan steril, dari alat hingga lingkunganya. Pelaksanaan praktikum
alangkah baiknya praktikan membaca dan memahami langkah-langkah yang
terdapat di buku panduan praktikum sebelum praktikum dimulai. Selain itu, dapat
meluangkan waktu lebih dalam tahap identifikasi fauna karena pada tahap ini
memakan waktu yang lumayan banyak, sehingga diperlukan memanagement
waktu sebaik mungkin. Hati-hati dalam pemindahan fauna tanah agar morfologi
atau tubuh fauna tetap utuh dan tidak hancur. Pada proses pengamatan juga harus
dilakukan dengan teliti. Sebaiknya dalam prosedur pengambilan contoh tanah
tidak dilakukan pada saat hujan karena akan berpengaruh terhadap keberadaan
fauna tanah. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperkaya literatur dan
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai fauna tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah DN, Shovitri M. 2014. Bakteri tanah sampah pendegradasi plastik dalam
kolom winogradsky. Jurnal Sains dan Seni Pomits [Diunduh 2021.11.07];
2(3): 63-66. DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6904.
Andiarsa D, Setianingsih I, Fadilly A, Hidayat S, Setyaningtyas DE, Hairani B.
2015. Gambaran bakteriologis lalat dan Culicidae (Ordo: Diptera) di
lingkungan Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Jurnal Vektor Penyakit
[Diunduh 2021.11.04]; 9(2): 37-44.
Anwar EK, Ginting RCB. 2013. Mengenal fauna tanah dan cara identifikasinya.
Jakarta (ID): IAARD Press.
Ashari EA. 2019. Komposisi komunitas collembola permukaan tanah pada areal
perkebunan kelapa sawit yang diberi limbah cair pabrik kelapa sawit di
kecamatan simpang kanan kabupaten rokan hilir [skripsi]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Cahyani PM, Maretha DE, Asnilawati. 2020. Eksiklopedia Insecta. Palembang
(ID): CV. Amanah.
Fitryana D, Swibawa IG, Nurdin M, Susilo FX. 2018. Pengaruh beberapa jenis
fungisida sebagai perlakuan benih jagung terhadap kelimpahan dan
keragaman artropoda tanah. Jurnal Agrotek Tropika [Diunduh 2021.11.06];
8(1): 26-33.
Gunawan YNA. 2016. Populasi dan keanekaragaman fauna tanah di perkebunan
kelapa sawit rakyat Kecamatan Bajubang Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Halwany W. 2014. Peranan makrofauna tanah terhadap ekosistem. Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru [Diunduh 2021.11.07]; 7(2): 49-53.
Hilwan I dan Handayani EP. 2013. Keanekaragaman mesofauna dan makrofauna
tanah pada areal bekas tambang timah di Kabupaten Belitung Provinsi
Kepuluan Bangka Belitung. Jurnal Silvikultur Tropika [Diunduh
2021.11.05]; 4(1): 35-41. DOI: https://doi.org/10.29244/j-siltrop.4.1.%25p.
Istighfaroh L. 2015. Pengembangan buku identifikasi aves koleksi kebun
binatang Surabaya sebagai sumber belajar untuk mahasiswa kelas X.
BioEdu : Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi [Diunduh 2021.11.05]; 4(3):
963-967.
Jambak MKFA, Baskoro DPT, Wahjunnie ED. 2017. Karakteristik sifat fisik tanah
pada sistem pengolahan tanah konservasi (Studi kasus : Kebun Percobaan
Cikabayan). Buletin Tanah dan Lahan. (1): 44-50.
Kusumaningsari SD, Hendrarto B, Ruswahyuni. 2015. Kelimpahan hewan
makrobentos pada dua umur tanam Rhizophora sp. di Kelurahan
Mangunharjo, Semarang. Diponegoro Journal of Maquares [Diunduh
2021.11.07]; 4(2): 58-64.
Larasati W, Rahadian R, Hadi M. 2016. Struktur komunitas mikroartropoda tanah
di lahan penambangan galian C Rowosari, Kecamatan Tembalang,
Semarang. Jurnal Biologi [Diunduh 2021.11.03]; 5(1): 15-23.
Lisafitri Y, Widyastuti R, Santosa DA. 2015. Dinamika kelimpahan oribatida pada
area perkebunan kelapa sawit di kecamatan Bajubang Batanghari Jambi.
Jurnal Tanah Lingkungan [Diunduh 2021.11.04]; 17(1): 33-38.
DOI: 10.29244/jitl.17.1.33-38.
Manalu CJ. 2018. Pengelolaan hayati tanah untuk meningkatkan peran fauna tanah
selama satu musim tanam kedelai organik. Jurnal Ilmiah Kohesi [Diunduh
2021.11.06]; 2(2): 8-12.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.
Jurnal Kesehatan [Diunduh 2021.11.03]; 7(2): 361-367.
DOI: https://doi.org/10.24252/kesehatan.v7i2.55.
Njira KOW, Nabwani J. 2013. Soil management practices that improve soil health:
elucidating their implication on biological indicators. Journal of Animal
and Plant Sciences [Diunduh 2021.11.03]; 18(2): 2750-2760.
Nurrohman, E, Rahardjanto A, dan Wahyuni S. 2016. Keanekaragaman
makrofauna tanah di kawasan perkebunan coklat (Theobroma cacao l.)
sebagai bioindikator kesuburan tanah dan sumber belajar biologi. JPBI :
Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia [Diunduh 2021.11.06]; 1(2): 197-208.
DOI:10.22219/JPBI.V1I2.3331.
Nurrohman E, Rahardjanto A, Wahyuni S. 2018. Studi hubungan keanekaragaman
makrofauna tanah dengan kandungan C-organik dan organophosfat tanah di
perkebunan cokelat (Theobroma cacao L.) Kalibaru Banyuwangi. Jurnal
Bioeksperimen [Diunduh 2021.11.07]; 4(1): 1-10. DOI:
https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795.
Rahayu GA, Buchori D, Hindayana D, Rizali A. 2017. Keanekaragaman dan peran
fungsional serangga ordo coleoptera di area reklamasi pascatambang
batubara di Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Entomologi Indonesia
[Diunduh 2021.11.05]; 14(2): 97-106. DOI: 10.5994/jei.14.2.97.
Rizka SH. 2017. Komposisi dan struktur komunitas semut (Hymenoptera:
Formicidae) di hutan sekunder gampong pisang Labuhan Haji Aceh Selatan
sebagai referensi mata kuliah ekologi hewan [skripsi]. Aceh (ID):
Universitas Islam Negeri AR-Raniry.
Santoso RH. 2017. Keanekaragaman fauna tanah di Pencadangan Kawasan
Konservasi Taman Pesisir Mangrove Dusun Baros Desa Tirtihargo
Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul [skripsi]. Yogyakarta (ID):
Universitas Sanata Dharma.
Simbolon AS, Sembiring M, Sabrina T. 2018. Deskripsi makrofauna pada tanah
andisol di Kabupaten Karo dengan berbagai ketebalan abu vulkanik gunung
Sinabung. Jurnal Pertanian Tropik [Diunduh 2021.11.08]; 5(1):20-29.
DOI: https://doi.org/10.32734/jpt.v5i1.3130.
Situmorang VH, Afrianti S. 2020. Keanekaragaman makrofauna tanah pada
perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT. Cintra Raja. Jurnal
Pertanian Keberlanjutan [Diunduh 2021.11.04]; 8(3): 176-185.
DOI: http://dx.doi.org/10.30605/perbal.v8i3.1547.
Smith IM, Lindquist, Evert E, Behan-Pelletier, Valerie. 2011. Global Diversity of
Oribatids (Oribatida: Acari: Arachnida). Hydrobiologia [Diunduh
2021.11.04]; 595: 323-328.
Suhardjono YR, L. Deharveng dan A. Bedos. 2012. Biologi, ekologi, klasifikasi
collembola (ekor pegas). Bogor (ID): Vagamedia.
Sumarno, Purwanto, Rakhmawati Sely. 2018. Kajian faktor penyebab kerusakan
tanah dalam memproduksi biomassa di Kecamatan Padas Kabupaten
Ngawi. Agrotechnology Research Journal [Diunduh 2021.11.04]; 2(1): 35
40. DOI: https://doi.org/10.20961/agrotechresj.v2i1.19980.
Supriati R, Sari WP, Dianty N. 2019. Identifikasi jenis semut famili formicidae di
Kawasan Wisata Alam Pantai Panjang Pulau Baai Kota Bengkulu. Jurnal
Konservasi Hayati [Diunduh 2021.11.03]; 10(1): 1-9.
DOI: https://doi.org/10.33369/hayati.v1i1.10941.
Teguh S. 2017. Klasifikasi makhluk hidup : buku pengayaan biologi. Ranti AWE,
editor. Solo (ID): Azka Pressindo.
Wibowo C, Slamet SA. 2017. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai
tipe tegakan di areal bekas tambang silika di Holcim Educational Forest,
Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Silvikultur Tropika [Diunduh 2021.11.08];
8(1): 26-34. DOI: https://doi.org/10.29244/j-siltrop.8.1.26-34.
LAMPIRAN
Contoh Perhitungan
Tanah kebun :
1. Mesotigmata
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
1+0+0
= 3
= 0.3333 = 0
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( ) 𝐼𝑛 ( )]
𝑛 𝑛
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23
2. Hymenoptera
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 0+3
= 3
=1
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 1
Jumlah Individu (1/m2) = = 0.0314 = 31.84 = 32 I/m2
𝐴
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
1 1
= [(3) 𝐼𝑛 (3)]
= 0.36
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23
4. Chilopoda
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 0+2
= 3
= 0.6666 = 1
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 0.6666
Jumlah Individu (I/m2) = = = 21.23 = 21 I/m2
𝐴 0.0314
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.6666 0.6666
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.32
5. Collembola
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 2+0
= 3
= 0.6666 = 1
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 0.6666
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 21.23 = 21 I/m2
𝐴
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.6666 0.6666
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.32
6. Orthoptera
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
𝟎+ 𝟏+ 𝟎
= 𝟑
= 0.3333 = 0
Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3
𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴
𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( ) 𝐼𝑛 ( )]
𝑛 𝑛
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23
Chilopoda Coleoptera
a b c d e
Gambar 2. Fauna Tanah berdasarkan Literatur (a) Isopoda (b) Colembolla (c)
Diptera (d) Formicidae (e) Colleoptera Larva