Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Rabu, 03 November 2021

Agro-Eko Biologi Tanah Dosen : Indri Hapsari Fitriyani, S.P, M.Si


Asisten Praktikum :
1. Angelin Septitania Sirait (A14170005)
2. Dede Risna Ayu Ajhari (A14180013)
3. Anra Talpa (A14190065)

PENGAMATAN FAUNA TANAH: PENGAMBILAN CONTOH


TANAH, SORTING FAUNA TANAH, DAN IDENTIFIKASI
FAUNA TANAH MENGGUNAKAN STEREOMIKROSKOP

Nama : SHAFA SALSABILA LESMANA


NIM : A1401201024
Kelompok :1
Hari Praktikum : Rabu

DIVISI BIOTEKNOLOGI TANAH


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
IPB UNIVERSITY
2021
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah terdiri atas horizon-horizon yang memiliki kandungan berupa mineral,
air, udara, dan bahan organik yang memiliki fungsi serta peranan masing-masing
dalam menunjang tanah tersebut. Tanah bukanlah sekedar tempat tumbuh dan
bernaungnya tanaman serta bergeraknya kehidupan, melainkan sebagai tempat
hidup atau ekosistem bagi makhluk hidup yang ada di dalamnya, salah satunya
yaitu, fauna tanah. Fauna tanah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4
jenis, yaitu mikrofauna, mesofauna, makrofauna dan megafauna. Pengelompokkan
ini berdasarkan ukuran tubuh dari fauna tanah tersebut. Fauna tanah memiliki peran
penting dalam proses ekologi yang terjadi di dalam tanah, seperti dekomposisi,
siklus unsur hara, dan agregasi tanah. Keberadaan fauna tanah antar suatu jenis
penggunaan lahan pastinya berbeda-beda. Kehidupan fauna tanah dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang berperan sebagai tempat hidupnya. Selain itu, faktor yang
dapat mempengaruhi diantaranya yaitu, pH tanah, temperatur udara, kelembaban
udara, temperatur tanah, intensitas cahaya dan kelembaban tanah. Besarnya peranan
fauna tanah membuat fauna tanah penting untuk diidentifikasi. Pada proses
identifikasi terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dengan beberapa
tahapan prosedur yaitu, pengambilan sampel tanah, dilakukan ekstraksi fauna tanah
lalu diakhiri dengan identifikasi fauna tanah.
Mesoorganisme dan makroorganisme tanah memiliki peran penting dalam
tanah. Mesoorganisme dan makroorganisme tanah yang diamati berupa fauna
tanah. Keberadaan fauna dapat dijadikan parameter dari kualitas tanah, fauna tanah
yang digunakan sebagai bioindikator kesuburan tanah tentunya memiliki jumlah
yang relatif melimpah. Perhitungan tentang indeks keanekaragaman bertujuan
mengetahui derajat keanekaragaman suatu komunitas fauna tanah serta
mempelajari pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan (abiotik) terhadap
komunitas. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman yang tinggi jika
komunitas tersusun oleh banyak jenis mikroorganisme, begitu juga sebaliknya.
Fauna tanah memiliki keberagaman yang tinggi. Melalui pengklasifikasian,
keberagaman yang tinggi tersebut akan lebih mudah dipelajari. Pengklasifikasian
fauna tanah menggunakan metode hand sorting dan Berlese Funnel Extractor, serta
diamati menggunakan stereomikroskop. Pengamatan fauna tanah akan
menghasilkan identifikasi akhir berupa taksonomi sampai tingkat ordo. Keragaman
fauna tanah dapat dihitung berdasarkan rumus Shannon’s Diversity Index. Dapat
diketahui bahwa tanah dan mikroorganisme tanah merupakan dua hal yang
memiliki korelasi sehingga tidak dapat dipisahkan.

1.2 Tujuan:
Praktikum ini bertujuan mengetahui langkah-langkah pengambilan contoh
tanah, mensorting, mengklasifikasikan fauna tanah hasil ekstraksi dan menetapkan
jumlah serta keragaman fauna tanah dari sampel tanah di bawah tumpukan sampak
(TS), tanah dari kebun (TK), dan tanah dari lapangan rumput (TR) yang diamati
menggunakan mikroskop stereo.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengambilan contoh tanah


Penelitian Larasati et al. (2016) menyatakan bahwa, pengambilan contoh tanah
merupakan langkah awal dalam menghasilkan informasi lapangan yang spesifik
terhadap pengambilan keputusan pada suatu perencanaan lahan melalui penetapan
sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis
sifat-sifat tanah di laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan
sesungguhnya sifat tanah di lapangan. Dengan kata lain, pengambilan contoh tanah
harus dilakukan secara representatif karena kesalahan yang disebabkan oleh cara
pengambilan contoh sering lebih tinggi dibandingkan kesalahan akibat analisis di
laboratorium. Jika contoh tanah yang diambil tidak mewakili areal yang
diidentifikasi maka analisis yang dilakukan akan sia-sia. Pengambilan contoh tanah
merupakan suatu tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah di
laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di laboratorium harus
dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di lapangan. Sampel
tanah selanjutnya dimasukkan ke dalam corong yang dilapisi kasa, kemudian
disinari lampu bohlam 40 watt. Bagian bawah corong diberi perangkap berupa botol
koleksi yang berisi alkohol 70% sebagai larutan fiksatif untuk mengawetkan
mikroarthropoda (Sumarno et al. 2018).

2.2 Metode hand sorting


Metode hand sorting merupakan salah satu metode pengambilan contoh tanah
dengan menggunakan tangan berupa determinasi untuk mengidentifikasi, melihat
dan mengamati morfologi sehingga mempermudah proses pengamatan.
Pengambilan sampel makrofauna tanah dengan metode hand sorting, yaitu dengan
membuat kuadran berukuran 50 cm x 50 cm. Tanah dalam kuadran tersebut digali
sedalam 0-15 cm, selanjutnya dilakukan proses identifikasi dan kuantifikasi
makrofauna tanah yang ada dalam tanah tersebut (Situmorang dan Afrianti 2020).

2.3 Berlese Funnel Extractor


Menurut Manalu (2018), Berlese Funnel Extractor merupakan serangkaian alat
yang digunakan untuk mengekstrak dan mengumpulkan fauna tanah. Tanah yang
diletakkan pada saringan kasa akan dipanaskan sehingga fauna yang berada di
dalamnya akan bergerak ke bawah melewati saringan dan corong, kemudian masuk
dan terkumpul dalam tabung berisi alkohol. Berlese Funnel Extractor terdiri dari
pipa paralon berdiameter 20 cm, corong plastik berukuran besar, kain kasa
berukuran 2 mm, kain penutup, lampu, dan botol penampung dengan diameter 6
cm. Prinsip kerja dari metode ini yaitu, pada saat tanah diekstrak dan diberikan
sumber panas yang berasal dari lampu 40 watt, maka fauna tanah akan langsung
turun ke bawah corong menuju botol koleksi dan jatuh pada botol yang sudah
berisikan alkohol 70%. Setelah itu, akan dilakukan pengamatan dan klasifikasi
fauna tanah, namun fauna tanah tidak bisa diklasifikasikan hingga tingkat genus,
tetapi hanya sampai tingkat ordo.
2.4 Fauna Tanah
Penelitian Anwar dan Ginting (2013) menyatakan bahwa, secara umum fauna
tanah dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses dalam tanah. Fauna tanah
berperan dalam menentukan kesuburan tanah bahkan beberapa jenis fauna tanah
dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan tanah di suatu lahan pertanian.
Fauna tanah merupakan salah satu kelompok organisme dekomposer. Beberapa
fauna tanah seperti herbivor, selain memakan bagian tanaman diatas akar, juga
memakan serasah tanaman yang sudah mati. Fauna tanah merupakan salah satu
kelompok heterotrof yaitu makhluk hidup yang hidupnya tergantung dari
ketersediaan makhluk hidup produsen utama di dalam tanah. Keberadaan fauna
tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan
untuk kelangsungan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang
semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Proses penguraian
atau dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang
oleh kegiatan makrofauna tanah. Fauna tanah merupakan salah satu komponen
ekosistem tanah yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui
penurunan berat jenis, peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas
penyimpanan air, dekomposisi bahan organik, pencampuran partikel tanah,
penyebaran mikroba, dan perbaikan struktur agregat tanah

2.5 Mikrofauna
Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Kehidupan fauna tanah sangat
tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, yaitu
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Adanya keberadaan fauna tanah tentu
memberikan dampak pada tanah (Hilwan dan Handayani 2013). Mikrofauna
merupakan fauna tanah yang ukurannya sangat kecil yaitu, berukuran sekitar 2-
100µm, sehingga pengamatan yang dilakukan mikrofauna ini umumnya
memerlukan alat seperti mikroskop karena ukurannya yang kecil dan tidak bisa
dilihat dengan mata telanjang (Halwany 2013).

2.6 Mesofauna
Menurut Hilwan dan Handayani (2013), mesofauna merupakan fauna tanah
yang memiliki ukuran relatif sedang yaitu, sekitar 100µm-2 mm, ukurannya tidak
terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar. Keberadaan mesofauna dalam tanah sangat
bergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan
hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan
dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Contoh fauna tanah yang termasuk ke
dalam kelompok mesofauna diantaranya yaitu, nematoda, larva serangga, cacing-
cacing kecil, tungau dan collembola.

2.7 Makrofauna
Penelitian Jambak et al. (2017) menyatakan bahwa, makrofauna tanah
merupakan fauna yang berukuran cukup besar yaitu, berukuran sekitar 2 mm-20
mm, karena ukurannya pengamatan kelompok fauna tanah ini dapat dilihat dengan
mata telanjang. Makrofauna sangat berperan dalam proses yang terjadi di dalam
tanah seperti dekomposisi, aliran karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses
dekomposisi di dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak
didukung oleh aktivitas makrofauna. Hal ini dikarenakan makrofauna memiliki
peran penting dalam mendekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur
hara. Makrofauna berkolerasi dengan kandungan bahan organik dalam tanah yang
dimilikinya, sehingga semakin banyak jumlah makrofauna dalam tanah, maka
semakin cepat proses dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga semakin
banyak pula kandungan bahan organik dan unsur hara yang tersedia di dalam tanah.
Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan berjalan cepat bila tidak ditunjang
oleh kegiatan makrofauna tanah. Selain itu, makrofauna tanah juga merupakan
salah satu tolak ukur yang cukup sensitif pada perubahan lingkungan, maka
makrofauna tanah sangat cocok untuk menduga kualitas tanah atau lahan.
Kehadiran dan kepadatan populasi makrofauna tanah pada suatu tempat sangat
tergantung terhadap faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan
abiotik (Situmorang dan Afrianti 2020). Makrofauna tanah adalah fauna tanah yang
masih bias dilihat dengan mata telanjang, seperti cacing, kelabang, kecoa dan
semut. Peran aktif makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik tanah dapat
mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung faktor
lingkungan di sekitarnya (Halwany 2013). Keberadaan dan aktivitas makrofauna
tanah dapat meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, serta
mendistribusikan bahan organik dalam tanah (Nurrohman et al. 2018).

2.8 Megafauna
Megafauna memiliki ukuran tubuh dengan diameter tubuh lebih besar dari 2 cm
contohnya adalah bekicot. Keberadaan dan aktivitas fauna tanah dapat
meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, mendistribusikan bahan organik
tanah, dan penguraian dalam ekosistem tanah (Njira dan Nabwani 2013).

2.9 Identifikasi
Menurut Istighfaroh (2015), identifikasi dalam biologi merupakan proses
menetapkan nama individu atau kelas yang sudah ada untuk suatu organisme
individu. Identifikasi merupakan kegiatan dasar dalam taksonomi. Identifikasi
mencakup dua kegiatan, yaitu klasifikasi dan tata nama. Jadi, identifikasi adalah
menentukan persamaan dan perbedaan antara dua makhluk hidup, kemudian
menentukan apakah keduanya sama atau tidak, kemudian memberi nama.
Melakukan identifikasi berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas yang
dalam hal ini tidak lain dari pada menentukan penamaan yang benar dan tempatnya
yang tepat dalam sistem klasifikasi. Belajar taksonomi akan lebih mudah jika
disediakan kunci identifikasi yang relevan dengan kunci identifikasi yang disusun
secara sederhana dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman.

2.10 Ekstraksi
Ekstraksi adalah bagian pemisahan suatu zat sesuai perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berlainan, biasanya cairan dan yang lain
pelarut organik. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa pelarut dengan konsentrasi
dalam sel (yang diamati). Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan (Mukhriani 2014). Ekstraksi fauna tanah menggunakan alat
Berlese Funnel Extractor, terdiri atas corong dan penyangga atau tempat beserta
penyangga atau tempat dudukan corong, dudukan corong, lampu/bohlam berukuran
40 watt, saringan dan botol penampung yang berisi larutan ethylene glycol (Fitryana
et al. 2018).

2.11 Taksonomi
Penelitian Teguh (2017) menyatakan bahwa, taksonomi pertama kali disusun
oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula
dikata untuk "Taksonomi Bloom". Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani
tassein yang berfaedah untuk menggolongkan dan nomos yang berfaedah aturan.
Taksonomi dapat diartikan untuk pengelompokan suatu hal sesuai hierarki
(tingkatan) tertentu. Taksonomi yang bertambah tinggi bersifat bertambah umum
dan taksonomi yang bertambah rendah bersifat bertambah spesifik. Dalam biologi,
taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan
atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua
sebutan, yang dikenal untuk atur nama binomial atau binomial nomenclature, yang
diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis
berwarga-negara Swedia.

2.12 Indeks keragaman jenis


Menurut Kusumaningsari et al. (2015) menyatakan bahwa, indeks
keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara
matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu
masing-masing jenis pada suatu komunitas. Perlunya dilakukan perhitungan
dengan menggunakan persamaan dari Shannon-Wien. Stabilitas suatu komunitas
berhubungan dengan jumlah dan tingkat kompleksitas jalur energi dan nutrisi
(rantai makanan). Semakin baik tingkat kompleksitas dari jaring-jaring makanan,
maka komunitas makin stabil. Komunitas yang stabil memiliki keanekaragaman
spesies yang tinggi. Keanekaragaman mencakup 2 hal pokok yaitu, variasi jumlah
spesies dan jumlah individu tiap spesies pada suatu kawasan. Apabila jumlah
spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies relatif kecil berarti terjadi
ketidakseimbangan ekosistem yang disebabkan akibat adanya gangguan atau
tekanan. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau
hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit jenis dan
jika hanya sedikit jenis yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas tinggi karena dalam komunitas itu terjadi interaksi jenis yang tinggi
pula. Sehingga dalam suatu komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis
tinggi akan terjadi interaksi jenis yang melibatkan transfer energi, predasi,
kompetisi, dan pembagian relung yang secara teoritis lebih kompleks.
III METODE

3.1 Alat dan Bahan :


Alat
1. Soil corer
2. Corong
3. Lampu 40 watt
4. Pipa PVC
5. Rak penyangga
6. Microtube
7. Mikroskop stereo
8. Berlese Funnel Extractor
9. Pinset
10. Kuas
11. Screen mesh 2 mm
12. Kuas
13. Spidol
14. Label
15. Cawan petri
16. Botol koleksi

Bahan
1. Ethylen Glycol
2. Alkohol 70%
3. Alkohol 96%
4. Tanah tidak terganggu
5. Fauna tanah yang terekstrak dari sampel tanah
3.2 Prosedur
3.2.1. Prosedur Pengambilan Contoh Tanah

Tanah t = 0 - 15 cm
PVC/Soil Corer

PVC t = 20 cm
Menentukan 5 titik Ambil sampel tanah
pengambilan sampel sedalam 0-15 cm

Label
Berlese Funnel
Extractor

Masukkan sampel tanah ke dalam


Kemudian masukkan tanah ke dalam
plastik dan diberi label
alat Berlese Funnel Extractor
3.2.2 Prosedur Ekstraksi Fauna Tanah

Tanah t = 0 - 15 cm
PVC/Soil Corer

PVC t = 20 cm
Screen mesh 2 mm

Ambil sampel tanah Bagian bawah PVC Letakkan corong


sedalam 0-15 cm dipasang screen mesh plastik
2 mm

40 Watt

Stereo mikroskop 20 cm

Alkohol
Ethylene
70%
7 hari glycol
Identifikasi Setelah diekstrak, Letakkan botol
masukkan fauna ke Tambahkan lampu
fauna tanah ethylen glycol di dengan suhu 30oC
dalam alkohol 70% bawah corong hingga 60oC secara
bertahap
Setelah diidentifikasi,
menetapkan jumlah fauna Menetapkan keragaman
tanah dengan rumus: fauna tanah dengan rumus:

𝐼𝑆 𝑠 𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝑁= 𝐻′ = − ∑ [( ) ln ( )]
𝐴 𝑛 𝑛
𝑖=1

Ket: Ket:
IS : Rata-rata jumlah individu H’ : Shannon’s Diversity Index
A : Luas paralon (m2) ni : Jumlah individu famili dalam
A = r2. π = (10)2. 3,14 = 314 cm2 = 0,0314 m2 sampel
N : Jumlah individu/m2 n : Jumlah total individu dalam
sampel
Nilai H’ < 1,5 = Keanekaragaman rendah
1,5 – 3,5 = Keanekaragaman sedang
> 3,5 = Keanekaragaman tinggi
3.2.3 Prosedur Identifikasi Fauna Tanah

Masukkan fauna tanah ke Amati fauna tanah Ambil fauna tanah yang sudah
dalam cawan petri dengan mikroskop diamati dengan pinset
stereo

Label
Alkohol 96%

Masukkan fauna Hitung dan catat jumlah Letakkan setiap fauna


pada petak ke dalam fauna pada masing- tanah sesuai takson pada
microtube masing petak satu petak

Setelah diidentifikasi, Menetapkan keragaman


menetapkan jumlah fauna fauna tanah dengan rumus:
tanah dengan rumus:
𝑠 𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝑁=
𝐼𝑆 𝐻′ = − ∑ [( ) ln ( )]
𝐴 𝑖=1 𝑛 𝑛

Ket: Ket:
IS : Rata-rata jumlah individu H’ : Shannon’s Diversity Index
A : Luas paralon (m2) ni : Jumlah individu famili dalam
A = r2 . π = (10)2 . 3,14 = 314 cm2 = 0,0314 m2 sampel
N : Jumlah individu/m2 n : Jumlah total individu dalam
sampel
Nilai H’ < 1,5 = Keanekaragaman rendah
1,5 – 3,5 = Keanekaragaman sedang
> 3,5 = Keanekaragaman tinggi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Collembola
Pengelompokkan kelas Collembola termasuk golongan mesofauna tanah.
Collembola berasal dari bahasa Yunani, yaitu Colle (=lem) dan Embelon (=piston).
Penamaan ini berdasarkan adanya tabung ventral (kolofor) pada sisi ventral
abdomen pertama yang menghasilkan perekat. Collembola atau ekor pegas ini pada
umumnya berukuran kecil, panjang berkisar 0,1-9 mm. Collembola memiliki furka
atau furkula di bagian belakang tubuhnya yang berfungsi untuk melenting hingga
sejauh 5–6 kali panjang tubuhnya (Ashari 2019). Collembola disebut ekor pegas
(spring tails), karena di ujung abdomennya terdapat organ yang mirip ekor dan
berfungsi sebagai organ gerak dengan cara kerja seperti pegas. Collembola
umumnya dikenal sebagai organisme yang hidup di tanah dan memiliki peranan
penting sebagai perombak bahan organik tanah. Selain mendekomposisi bahan
organik, organisme tanah tersebut berperandalam mendistribusi bahan organik di
dalam tanah, meningkatkan kesuburan dan memperbaiki sifat fisik tanah organik,
organisme tanah tersebut berperan dalam mendistribusi bahan organik di dalam
tanah, meningkatkan kesuburan dan memperbaiki sifat fisik tanah (Suhardjono et
al. 2012).

4.2 Diptera
Penelitian Cahyani et al. (2020) menyatakan bahwa, diptera merupakan ordo
klasifikasi dari kelas Insecta (serangga), yang didasarkan atas sayapnya yang
mempunyai ciri hanya menggunakan sepasang sayap tipis yang fungsional untuk
terbang, sementara sepasang lain hanya sebagai pembantu penstabil atau sebagai
detector kecepatan udara (halterer). Diptera memiliki mata feset yang besar jika
dibanding tubuhnya dengan memiliki antenna yang bisa pendek (Brachycera)
maupun panjang (Nematocera). Diptera merupakan salah satu ordo terbesar dari
kelas Insecta yang terbagi dalam 3 subordo yaitu Nematocera, Brachycera dan
Cyclorrhapha. Di alam, anggota Diptera memiliki banyak peran, antara lain sebagai
fitofag, entomofag (parasitoid), dan saprofag. Diptera fitofag diperkirakan lebih
dari 300 jenis, sedangkan Diptera yang bersifat entomofag, terutama dari famili
Tachinidae dan Cryptochetidae.

4.3 Oribatida
Oribatida adalah mikroartropoda dominan kedua setelah Prostigmata. Beberapa
dari kelompok Oribatida umumnya fungivorus (pemakan jamur) dan saprophagus
(pemakan bangkai), sedikit diantaranya algivorus (pemakan alga) dan herbivorus
(pemakan lumut) (Smith et al. 2011). Oribatida merupakan salah satu kelompok
fauna yang penting di dalam tanah. Oribatida termasuk ke dalam kelompok
mikroartropoda tanah yang merupakan subordo dari subkelas Acari. Oribatida
memiliki lebih dari 9,000 spesies dengan jumlah famili sebanyak 172. Oribatida
merupakan kelompok saprophagus (pemakan alga, bakteri, yeast, fungi dan sisa
tanaman) serta dapat berperan dalam distribusi spora fungi (Lisafitri et al. 2015).
4.4 Isopoda
Penelitian Santoso (2017) menyatakan bahwa, isopoda adalah salah satu ordo
dari enam ordo yang termasuk dalam induk ordo (Super ordo) Peracarida. Ordo
lainnya adalah Mycidea, Spelaeogriphaceae, Cumacea, Tanaidacea dan
Amphipoda. Isopoda berasal dari kata iso=sama, pous=kaki, jadi berarti binatang
yang mempunyai kaki yang sama bentuknya pada kedua sisi tubuhnya. Binatang
ini juga digolongkan ke dalam krustacea tingkat rendah. Dari sembilan anak ordo
tersebut Epicaridea adalah anak ordo yang dalam kehidupannya sangat
menggantungkan diri pada binatang lain dan semata-mata bersifat parasit,
sedangkan anak ordo lainnya hidup bebas. Walaupun ada perbedaan antara anak
ordo Epicaridea dengan delapan anak ordo lainnya, tetapi secara umum
morfologinya hampir sama. Panjang tubuh Isopoda umumnya berkisar antara satu
sampai 350 mm. Jenis Isopoda yang terbesar yang pernah ditemukan yaitu
Bathynomus giganteus A. Milne-Edwards, yang dikenal sebagai Isopoda raksasa
(the giant isopod) mempunyai ukuran panjang mencapai 40 cm, dan merupakan
jenis yang berukuran terbesar di antara jenis-jenis krustacea. Isopoda meliputi jenis-
jenis yang dikenal dengan nama wood-lice, pill-bugs atau sowbugs.

4.5 Coleoptera
Coleoptera berasal dari kata coleos atau "seludang" dan pteron atau "sayap".
Serangga golongan ini memiliki sayap depan yang mengalami modifikasi, yaitu
mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau seludang ini berfungsi untuk
menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya. Sayap depan yang bersifat
demikian disebut "elitron", sedangkan sayap belakang strukturnya tipis seperti
selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan tidak berfungsi, namun waktu
istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap depan. Perkembangan hidup
serangga ordo Coleoptera adalah "holometabola" (telur - larva - pupa - imago). Tipe
alat mulut larva dan imago memiliki sifat yang sama, yaitu menggigit-mengunyah.
Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga
hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini sangat beragam bentuknya. Sifat hidup
serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun ada pula
yang bersifat sebagai predator. Ordo coloeptera masuk ke dalam golongan animalia
dengan filum artropoda, sub filum mandibulata, kelas insekta, sub kelas pterygote,
dan masuk dalam endopterygota. Coleoptera memiliki ciri-ciri sayap yang tebal,
menamduk, tidak ada vena-vena. Bentuk tubuh bulat oval, oval, dan memanjang,
serta pipih (Rahayu et al. 2017).

4.6 Formicidae
Penelitian Supriati et al. (2019) menyatakan bahwa, formicidae merupakan
famili yang terbanyak di alam dari ordo Hymenoptera. Ciri khas dari Formicidae
adalah adanya bentuk tangkai (pedicel) pada metasoma satu atau dua ruas dan
mengandung sebuah gelambir (tonjolan) yang mengarah ke atas. Semut
(Hymenoptera: Formicidae) adalah salah satu kelompok serangga eusosial yang
memiliki kelimpahan tertinggi dan bersifat kosmopolit. Semut memiliki peranan
yang positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Peranan semut yang bersifat
positif diantaranya adalah sebagai pengurai, sedangkan peran negatif dari semut
adalah sebagai hama. Peranan semut dalam menyuburkan tanah ini terjadi selama
proses pembuatan sarang dalam tanah (Rizka 2017).
Tabel 1 Identifikasi fauna tanah
No. Jenis Jenis Fauna Jumlah Gambar Literatur
Tanah

1. Tanah Collembola 1
Kebun

Sumber : Ashari (2019)

2. Tanah Diptera 1
Rumput
Sumber : Andiarsa et al.
(2015)

Oribatida 1

Sumber : Lisafitri et al.


(2015)

Isopoda 1

Sumber : Simbolon et al.


(2018)

Collembola 1

Sumber : Ashari (2019)


3. Tanah Coleoptera 3
sampah

Sumber : Simbolon et al.


(2018)

Formicidae 2

Sumber : Simbolon et al.


(2018)

Tabel 2 Jumlah dan keragaman fauna tanah


Jumlah Jumlah Indeks
Jenis Nama fauna Rata-
Selasa Individu Ordo keragaman
Rabu Jumat rata
Tanah (Ordo) Total (IS) (I/m2) (H’)
(1) (2) (3)
Mesotigmata 1 0 0 1 0 11 0,23
Hymenoptera 0 0 3 3 1 32 0,36
Tanah Pseudoscorpionida 0 0 1 1 0 11 0,23
1,70
kebun
Chilopoda 0 0 2 2 1 21 0,32
Collembola 0 2 0 2 1 21 0,32
Orthoptera 0 1 0 1 0 11 0,23
Total 3
Hymenoptera 0 2 4 6 2 64 0,31
Collembola 0 0 5 5 2 53 0,29
Chilopoda 0 0 1 1 0 11 0,11
Coleoptera 0 0 1 1 0 11 0,11
Tanah Diplopoda 2 0 0 2 1 21 0,17 2,05
rumput
Oribatida 6 0 0 6 2 64 0,31
Mesotigmata 3 0 0 3 1 32 0,22
Protura 0 4 0 4 1 42 0,26
Diptera 0 4 0 4 1 42 0,26
Total 11
Coleoptera 1 0 18 19 6 202 0,33
Mesotigmata 0 0 10 10 3 106 0,25
Hymenoptera 14 15 10 39 13 414 0,36
Oribatida 0 0 2 2 1 21 0,09
Tanah Psecoptera 0 0 7 7 2 74 0,20 1,62
sampah
Isopoda 0 0 7 7 2 74 0,20
Nematoda 1 0 0 1 0 11 0,05
Blattodea 1 0 0 1 0 11 0,05
Hemiptera 0 2 0 2 1 21 0,09
Total 29

Praktikum ini membahas mengenai pengamatan terhadap keragaman jenis


dan jumlah fauna tanah yang terdapat dalam ekosistem tanah, yang dilakukan
melalui beberapa tahapan prosedur yaitu, pengambilan sampel tanah dengan
menggunakan tiga jenis tanah yang tak terganggu (undistrub soils) yang diambil
menggunakan pipa PVC berdiameter 20 cm dengan kedalaman 0-15 cm. Tanah
tersebut berasal dari lokasi dan jenis tanah yang berbeda yaitu, tanah dari kebun,
tanah rumput, dan tanah dari tumpukan sampah. Tanah tersebut diambil dengan
metode simple random sampling pada lima titik berbeda dalam satu jenis tanah
yang sama. Tanah tersebut kemudian dimasukan ke dalam Berlese Funnel
Extractor dan dilakukan metode pengekstrakan selama 7 hari dengan dilakukan
peningkatan suhu secara bertahap mulai dari suhu 30℃ hingga suhu 60℃. Hasil
dari fauna yang terekstrak kemudian dilakukan pengklasifikasian fauna tanah
dengan menggunakan mikroskop stereo sesuai prosedur praktikum.
Pada tabel 1, terdapat hasil identifikasi fauna tanah dari ketiga jenis
penggunaan lahan. Pada tanah kebun ditemukan satu fauna tanah jenis fauna
Collembola, pada tanah rumput terdapat fauna tanah jenis fauna Diptera, Oribatida,
Isopoda, Collembola, dan pada tanah sampah ditemukan fauna tanah jenis
Coleoptera dan Formicidae. Terlihat bahwa jenis penggunaan lahan tanah rumput
memiliki jenis fauna tanah lebih banyak jika dibandingkan dengan kedua jenis
penggunaan lahan lain. Penelitian Wibowo dan Slamet (2017) menyatakan bahwa,
banyaknya jenis fauna tanah pada jenis penggunaan lahan pada tanah rumput
disebabkan oleh faktor biotik berupa vegetasi. Pada jenis penggunaan lahan jenis
tanah kebun dan tanah sampah kemungkinan vegetasinya lebih sedikit
dibandingkan pada tanah rumput. Hal tersebut sejalan dengan literatur Widiawati
(2016) yang menyatakan bahwa, kelimpahan makrofauna tanah lahan disebabkan
oleh tidak ada tidaknya vegetasi yang berperan dalam menghalangi cahaya
langsung masuk menuju permukaan tanah, sehingga intensitas cahaya matahari
yang akan diterima lebih tinggi.
Fauna tanah yang telah diidentifikasi selanjutnya dihitung jumlahnya tiap
sampel. Jumlah fauna tanah ditetapkan dengan menggunakan persamaaan (Meyer
1996). Keragaman jumlah pada ketiga jenis penggunaan lahan ditampilkan pada
tabel 2. Pada jenis tanah kebun terdapat total rata-rata (IS) sebanyak 3, pada jenis
tanah rumput terdapat total rata-rata (IS) sebanyak 11 dan pada jenis tanah sampah
terdapat total rata-rata (IS) sebanyak 28. Selain itu, nilai keragaman dihitung
dengan menggunakan Shannon Diversity Index. Shannon’s Diversity Index dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu, untuk nilai H’<1.5 maka
keanekaragamannya rendah, nilai H’ 1.5-3.5 termasuk ke dalam keanekaragaman
sedang, dan >3,5 memiliki keanekaragaman tinggi. Nilai indeks keragaman (H’)
tertinggi terdapat pada penggunaan lahan jenis tanah rumput dengan nilai indeks
keragaman sebesar 2.05. Tanah rumput yang memiliki kandungan bahan organik
tinggi karena ketersediaan bahan organik dapat memengaruhi keragaman dan total
fauna tanah yang teramati (Gunawan 2016). Indeks keragaman pada tanah kebun
sebesar 1.74 dan yang terendah terdapat pada penggunaan lahan jenis tanah sampah
yaitu, sebesar 1.62. Dengan demikian, jika dikelompokkan sesuai dengan indeks
keragaman Shannon’s Diversity Index, nilai keragaman fauna tanah pada ketiga
jenis tanah termasuk ke dalam keanekaragaman sedang. Anwar dan Ginting (2013)
menyatakan bahwa, kika nilai indeks keragaman semakin tinggi, maka dinamika
biologis dan proses daur hara tanahpun akan semakin baik.
Penelitian Wibowo dan Slamet (2017) menyatakan bahwa, keanekaragaman
fauna tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelembaban tanah
dan kadar bahan organik. Kedua tabel sama-sama menunjukkan bahwa, pada jenis
penggunaan lahan tanah rumput memiliki fauna tanah yang paling beragam. Tanah
rumput memiliki lahan yang hampir seluruhnya tertutup oleh vegetasi berupa
rumput, yang berarti ketersediaan serasah dan bahan organik pada tanah menjadi
lebih tinggi dibandingkan pada tanah kebun maupun tanah sampah. Adanya
kandungan serasah yang lebih tinggi dan beragam dapat mempengaruhi variasi
makanan fauna tanah dan akhirnya meningkatkan keanekaragaman fauna tanah
pada tanah rumput. Selain itu, pada kondisi tanah yang tertutup oleh vegetasi berupa
rumput akan menciptakan kelembaban lingkungan yang cukup tinggi yang sesuai
dengan habitat dari fauna tanah. Sejalan dengan pendapat dari Nurrohman et al.
(2016) bahwa, kelembaban tanah memiliki peranan penting di dalam menentukan
tingkat keanekaragaman jenis fauna dalam suatu komunitas. Kondisi tanah yang
memiliki kelembaban tinggi akan lebih baik bagi fauna tanah dibandingkan dalam
kondisi kelembaban yang rendah.
Menurut Ainiyah dan Shovitri (2014), kelimpahan dan keragaman fauna
tanah bersifat dinamis yang artinya berubah-ubah (tidak tetap). Rendahnya nilai
indeks keanekaragaman fauna tanah pada penggunaan lahan jenis tanah sampah
disebabkan oleh kandungan sampah terdapat di permukaan tanah sehingga
mempengaruhi aktivitas biologi yang ada di dalamnya. Sampah organik dan sisa
tumbuhan dapat menambah kadar dekomposisi tanah yang akan mempengaruhi
jumlah fauna tanah yang ada. Tanah sampah memiliki jumlah dan tingkat
keanekaragaman yang rendah dibandingkan kedua jenis tanah lainnya. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, penggunaan bahan kimia secara
berlebihan serta penggunaan dosis pupuk sintetik yang tidak sesuai dengan anjuran
yang diberikan. Zat kimia yang terkandung akan mengganggu keberadaan fauna
tanah sehingga jumlahnya akan berkurang drastis. Selain itu, faktr abiotik seperti
kelembapan, aerasi, dan suhu juga sangat berpengaruh terhadap kelimpahan dan
keragaman fauna tanah.
V PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan metode random sampling dan
di ekstrak menggunakan Berlese Funnel Extractor. Total rata-rata individu atau IS
terbanyak terdapat pada tanah sampah dan paling sedikit terdapat pada jenis
penggunaan lahan tanah kebun. Sementara nilai keanekaragaman dengan
Shannon’s Diversity Index diperoleh bahwa tanah rumput memiliki nilai
keanekaragaman tertinggi dan tanah terendah terdapat di tanah sampah. Jumlah dan
keragaman fauna tanah berbeda-beda pada ketiga jenis tutupan lahan. Hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, suhu, vegetasi, kelembaban, bahan organik
dan kompetisi antar populasi. Jumlah populasi paling banyak pada tanah sampah
dan nilai keragaman paling tinggi pada tanah rumput. Kandungan bahan organik
dan kelembaban secara umum berkolerasi positif terhadap tingkat keanekaragaman
fauna, sedangkan suhu serta intensitas cahaya berbanding terbalik.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini semoga kita dapat memahami atau mengerti
mengenai pengetahuan mendalam tentang biologi tanah. Sehingga kita
mendapatkan pengetahuan yang luas. Harapan saya dapat terjun langsung untuk
melakukan praktikum, namun jika tidak memungkinkan dapat melaksanakannya
secara offline dengan menyaksikan video tutorial untuk menunjang perkuliahan
serta mewakili informasi yang seharusnya didapatkan saat praktikum langsung di
laboratorium. Jika melakukan praktikum secara langsung yaitu dalam melakukan
prosedur praktikum alangkah lebih baik jika melakukannya dengan hati-hati,
dilakukan dengan steril, dari alat hingga lingkunganya. Pelaksanaan praktikum
alangkah baiknya praktikan membaca dan memahami langkah-langkah yang
terdapat di buku panduan praktikum sebelum praktikum dimulai. Selain itu, dapat
meluangkan waktu lebih dalam tahap identifikasi fauna karena pada tahap ini
memakan waktu yang lumayan banyak, sehingga diperlukan memanagement
waktu sebaik mungkin. Hati-hati dalam pemindahan fauna tanah agar morfologi
atau tubuh fauna tetap utuh dan tidak hancur. Pada proses pengamatan juga harus
dilakukan dengan teliti. Sebaiknya dalam prosedur pengambilan contoh tanah
tidak dilakukan pada saat hujan karena akan berpengaruh terhadap keberadaan
fauna tanah. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperkaya literatur dan
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai fauna tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah DN, Shovitri M. 2014. Bakteri tanah sampah pendegradasi plastik dalam
kolom winogradsky. Jurnal Sains dan Seni Pomits [Diunduh 2021.11.07];
2(3): 63-66. DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6904.
Andiarsa D, Setianingsih I, Fadilly A, Hidayat S, Setyaningtyas DE, Hairani B.
2015. Gambaran bakteriologis lalat dan Culicidae (Ordo: Diptera) di
lingkungan Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Jurnal Vektor Penyakit
[Diunduh 2021.11.04]; 9(2): 37-44.
Anwar EK, Ginting RCB. 2013. Mengenal fauna tanah dan cara identifikasinya.
Jakarta (ID): IAARD Press.
Ashari EA. 2019. Komposisi komunitas collembola permukaan tanah pada areal
perkebunan kelapa sawit yang diberi limbah cair pabrik kelapa sawit di
kecamatan simpang kanan kabupaten rokan hilir [skripsi]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Cahyani PM, Maretha DE, Asnilawati. 2020. Eksiklopedia Insecta. Palembang
(ID): CV. Amanah.
Fitryana D, Swibawa IG, Nurdin M, Susilo FX. 2018. Pengaruh beberapa jenis
fungisida sebagai perlakuan benih jagung terhadap kelimpahan dan
keragaman artropoda tanah. Jurnal Agrotek Tropika [Diunduh 2021.11.06];
8(1): 26-33.
Gunawan YNA. 2016. Populasi dan keanekaragaman fauna tanah di perkebunan
kelapa sawit rakyat Kecamatan Bajubang Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Halwany W. 2014. Peranan makrofauna tanah terhadap ekosistem. Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru [Diunduh 2021.11.07]; 7(2): 49-53.
Hilwan I dan Handayani EP. 2013. Keanekaragaman mesofauna dan makrofauna
tanah pada areal bekas tambang timah di Kabupaten Belitung Provinsi
Kepuluan Bangka Belitung. Jurnal Silvikultur Tropika [Diunduh
2021.11.05]; 4(1): 35-41. DOI: https://doi.org/10.29244/j-siltrop.4.1.%25p.
Istighfaroh L. 2015. Pengembangan buku identifikasi aves koleksi kebun
binatang Surabaya sebagai sumber belajar untuk mahasiswa kelas X.
BioEdu : Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi [Diunduh 2021.11.05]; 4(3):
963-967.
Jambak MKFA, Baskoro DPT, Wahjunnie ED. 2017. Karakteristik sifat fisik tanah
pada sistem pengolahan tanah konservasi (Studi kasus : Kebun Percobaan
Cikabayan). Buletin Tanah dan Lahan. (1): 44-50.
Kusumaningsari SD, Hendrarto B, Ruswahyuni. 2015. Kelimpahan hewan
makrobentos pada dua umur tanam Rhizophora sp. di Kelurahan
Mangunharjo, Semarang. Diponegoro Journal of Maquares [Diunduh
2021.11.07]; 4(2): 58-64.
Larasati W, Rahadian R, Hadi M. 2016. Struktur komunitas mikroartropoda tanah
di lahan penambangan galian C Rowosari, Kecamatan Tembalang,
Semarang. Jurnal Biologi [Diunduh 2021.11.03]; 5(1): 15-23.
Lisafitri Y, Widyastuti R, Santosa DA. 2015. Dinamika kelimpahan oribatida pada
area perkebunan kelapa sawit di kecamatan Bajubang Batanghari Jambi.
Jurnal Tanah Lingkungan [Diunduh 2021.11.04]; 17(1): 33-38.
DOI: 10.29244/jitl.17.1.33-38.
Manalu CJ. 2018. Pengelolaan hayati tanah untuk meningkatkan peran fauna tanah
selama satu musim tanam kedelai organik. Jurnal Ilmiah Kohesi [Diunduh
2021.11.06]; 2(2): 8-12.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.
Jurnal Kesehatan [Diunduh 2021.11.03]; 7(2): 361-367.
DOI: https://doi.org/10.24252/kesehatan.v7i2.55.
Njira KOW, Nabwani J. 2013. Soil management practices that improve soil health:
elucidating their implication on biological indicators. Journal of Animal
and Plant Sciences [Diunduh 2021.11.03]; 18(2): 2750-2760.
Nurrohman, E, Rahardjanto A, dan Wahyuni S. 2016. Keanekaragaman
makrofauna tanah di kawasan perkebunan coklat (Theobroma cacao l.)
sebagai bioindikator kesuburan tanah dan sumber belajar biologi. JPBI :
Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia [Diunduh 2021.11.06]; 1(2): 197-208.
DOI:10.22219/JPBI.V1I2.3331.
Nurrohman E, Rahardjanto A, Wahyuni S. 2018. Studi hubungan keanekaragaman
makrofauna tanah dengan kandungan C-organik dan organophosfat tanah di
perkebunan cokelat (Theobroma cacao L.) Kalibaru Banyuwangi. Jurnal
Bioeksperimen [Diunduh 2021.11.07]; 4(1): 1-10. DOI:
https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v4i1.2795.
Rahayu GA, Buchori D, Hindayana D, Rizali A. 2017. Keanekaragaman dan peran
fungsional serangga ordo coleoptera di area reklamasi pascatambang
batubara di Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Entomologi Indonesia
[Diunduh 2021.11.05]; 14(2): 97-106. DOI: 10.5994/jei.14.2.97.
Rizka SH. 2017. Komposisi dan struktur komunitas semut (Hymenoptera:
Formicidae) di hutan sekunder gampong pisang Labuhan Haji Aceh Selatan
sebagai referensi mata kuliah ekologi hewan [skripsi]. Aceh (ID):
Universitas Islam Negeri AR-Raniry.
Santoso RH. 2017. Keanekaragaman fauna tanah di Pencadangan Kawasan
Konservasi Taman Pesisir Mangrove Dusun Baros Desa Tirtihargo
Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul [skripsi]. Yogyakarta (ID):
Universitas Sanata Dharma.
Simbolon AS, Sembiring M, Sabrina T. 2018. Deskripsi makrofauna pada tanah
andisol di Kabupaten Karo dengan berbagai ketebalan abu vulkanik gunung
Sinabung. Jurnal Pertanian Tropik [Diunduh 2021.11.08]; 5(1):20-29.
DOI: https://doi.org/10.32734/jpt.v5i1.3130.
Situmorang VH, Afrianti S. 2020. Keanekaragaman makrofauna tanah pada
perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PT. Cintra Raja. Jurnal
Pertanian Keberlanjutan [Diunduh 2021.11.04]; 8(3): 176-185.
DOI: http://dx.doi.org/10.30605/perbal.v8i3.1547.
Smith IM, Lindquist, Evert E, Behan-Pelletier, Valerie. 2011. Global Diversity of
Oribatids (Oribatida: Acari: Arachnida). Hydrobiologia [Diunduh
2021.11.04]; 595: 323-328.
Suhardjono YR, L. Deharveng dan A. Bedos. 2012. Biologi, ekologi, klasifikasi
collembola (ekor pegas). Bogor (ID): Vagamedia.
Sumarno, Purwanto, Rakhmawati Sely. 2018. Kajian faktor penyebab kerusakan
tanah dalam memproduksi biomassa di Kecamatan Padas Kabupaten
Ngawi. Agrotechnology Research Journal [Diunduh 2021.11.04]; 2(1): 35
40. DOI: https://doi.org/10.20961/agrotechresj.v2i1.19980.
Supriati R, Sari WP, Dianty N. 2019. Identifikasi jenis semut famili formicidae di
Kawasan Wisata Alam Pantai Panjang Pulau Baai Kota Bengkulu. Jurnal
Konservasi Hayati [Diunduh 2021.11.03]; 10(1): 1-9.
DOI: https://doi.org/10.33369/hayati.v1i1.10941.
Teguh S. 2017. Klasifikasi makhluk hidup : buku pengayaan biologi. Ranti AWE,
editor. Solo (ID): Azka Pressindo.
Wibowo C, Slamet SA. 2017. Keanekaragaman makrofauna tanah pada berbagai
tipe tegakan di areal bekas tambang silika di Holcim Educational Forest,
Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Silvikultur Tropika [Diunduh 2021.11.08];
8(1): 26-34. DOI: https://doi.org/10.29244/j-siltrop.8.1.26-34.
LAMPIRAN
Contoh Perhitungan
Tanah kebun :
1. Mesotigmata
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
1+0+0
= 3
= 0.3333 = 0

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( ) 𝐼𝑛 ( )]
𝑛 𝑛
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70

2. Hymenoptera
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 0+3
= 3
=1

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 1
Jumlah Individu (1/m2) = = 0.0314 = 31.84 = 32 I/m2
𝐴

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
1 1
= [(3) 𝐼𝑛 (3)]
= 0.36

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70
3. Pseudoscorpionida
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 0+1
= 3
= 0.3333 = 0

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70

4. Chilopoda
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 0+2
= 3
= 0.6666 = 1

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 0.6666
Jumlah Individu (I/m2) = = = 21.23 = 21 I/m2
𝐴 0.0314

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.6666 0.6666
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.32

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70

5. Collembola
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
0+ 2+0
= 3
= 0.6666 = 1

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 0.6666
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 21.23 = 21 I/m2
𝐴

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( 𝑛 ) 𝐼𝑛 ( 𝑛 )]
0.6666 0.6666
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.32

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70

6. Orthoptera
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑂𝑟𝑑𝑜 𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2+𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3
Rata-rata (IS) = 3
𝟎+ 𝟏+ 𝟎
= 𝟑
= 0.3333 = 0

Total Rata-rata = Jumlah rata-rata (IS) semua ordo pada tanah kebun
=0+1+0+1+1+0
=3

𝐼𝑆 0.3333
Jumlah Individu (I/m2) = = 0.0314 = 10.61 = 11 I/m2
𝐴

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Indeks Keragaman Ordo Hymenoptera = − ∑𝑠𝑖=1 [( ) 𝐼𝑛 ( )]
𝑛 𝑛
0.3333 0.3333
= [( ) 𝐼𝑛 ( )]
3 3
= 0.23

Indeks Keragaman = Jumlah dari indeks keragaman seluruh ordo


= 0.23 + 0.36 + 0.23 + 0.32 + 0.32 + 0.23
= 1.70

Nilai H’ 1.5-3.5 maka nilai keanekaragaman sedang


Nilai H’ = 1.70 -> Nilai keanekaragaman sedang
Lampiran Data

Hymenoptera Collembola (imago) Collembola (larva)

Chilopoda Coleoptera

Gambar 1. Contoh fauna tanah

a b c d e

Gambar 2. Fauna Tanah berdasarkan Literatur (a) Isopoda (b) Colembolla (c)
Diptera (d) Formicidae (e) Colleoptera Larva

Gambar 3. Berlese Funnel Extractor


Sumber : https://www.gretchencoffman.org.

Anda mungkin juga menyukai