1.2 Tujuan:
Praktikum ini bertujuan mrngukur respirasi tanah dengan menggunakan metode
Verstraete.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.6 KOH
Kalium hidroksida dengan rumus kimia (KOH) adalah senyawa kimia yang
merupakan basa logam yang sangat basa (basa kuat) yang umumnya disebut
sebagai potash kaustik. Kalium hidroksida (KOH) merupakan senyawa anorganik
yang dapat ditemukan dalam bentuk murni dengan mereaksikan natrium hidroksida
dengan kalium murni. Senyawa ini mengandung sejumlah air sehingga memiliki
sifat higroskopik. KOH memiliki banyak kegunaan, salah satunya sebagai elektrolit
untuk bakteri alkali (Harjanti 2018). Bersama dengan natrium hidroksida (NaOH),
padatan tak berwarna ini adalah suatu basa kuat. Senyawa ini memiliki banyak
aplikasi industri, sebagian besar yang memanfaatkan sifat korosif dan
reaktivitasnya terhadap asam (Anwar et al. 2013).
III METODE
3. Statif 4. Breaker
Pertama-tama, masukkan ke
dalam 1 liter botol/toples Kemudian, tutuplah botol
sampai kedap udara Selanjutnya, diinkubasi pada
yang memakai tutup kedap
temperatur (28℃ - 30℃)
udara sebanyak 100 gram
ditempat gelap selama
tanah lembab dan 2 buah
3,7,14 hari. Pada akhir masa
breaker/ botol film yang
inkubasi tentukan jumlah
berisi 5 ml 0,2 N KOH dan
CO2 yang dihasilkan dengan
10 ml air
cara titrasi
MO 2 11,8 18 6,2
Respirasi tanah merupakan suatu indikator yang baik terhadap nilai mutu
tanah. Ciri khas parameter aktivitas metabolik dari populasi mikrob tanah yang
berkorelasi positif dengan material organik tanah. Prinsip dari respirasi tanah
adalah pengukuran jumlah CO2 di dalam tanah pada waktu tertentu. Dengan
meningkatnya laju respirasi maka akan meningkat pula laju dekomposisi bahan
organik yang terakumulasi di dasar tanah (Jauhiainen 2012). Praktikum kali ini
membahas mengenai pengukuran respirasi tanah dengan menggunakan metode
verstraete. Terdapat 3 jenis tanah yang digunakan yaitu tanah kebun, tanah rumput,
dan tanah sampah. Selain itu, ada pula data blanko yang digunakan sebagai
standar, pembanding atau faktor koreksi. Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh
data pada tabel 1 yang berupa hasil perhitungan respirasi tanah dalam satuan ml,
massa CO2 dalam satuan mg, dan massa C/CO2 dalam satuan mg CO2-C. Pada
jenis tanah sampah memiliki nilai respirasi tertinggi yaitu, sebesar 781,71 mg
CO2-C/hari, sedangkan nilai respirasi terendah terdapat pada jenis tanah rumput
dengan nilai respirasi tanah sebesar -493,71 mg CO2-C/hari.
Pada jenis tanah kebun memiliki nilai respirasi tanah sebesar 637,71 mg CO2-
C/hari. Angka ini menunjukkan tanah tanpa pengolahan dan tanah dengan
pengolahan intensif nilainya lebih rendah (Niken et al. 2017). Salah satu faktor
yang mempengaruhi respirasi tanah yaitu kelembaban tanah. Hal ini disebabkan
karena kelembaban tanah yang kering, walaupun pada jenis tanah tidak dilakukan
proses pengolahan tanah sama sekali, maka jenis tanah tersebut memiliki
mikroorganisme tanah yang banyak, akan tetapi kelembaban tanahnya kering, dapat
menyebabkan mikroorganisme didalam tanah menjadi dorman dan sedikit yang
beraktivitas. Kelembaban tanah pada kondisi kering dapat menyebabkan mikrob
tanah menjadi dorman atau mikrob membentuk spora sehingga respirasi tanah
menurun tajam (Utomo 2012).
Tanah rumput memiliki nilai respirasi sebanyak -493,71 CO2-C/hari. Jika
dikaitkan dengan literatur, angka yang diperoleh kurang tepat. Salah satu literatur
yang meneliti respirasi tanah di salah satu lokasi di daerah Pemeringan tepatnya di
bukit barisan tidak menunjukan hasil yang negative (Nasution et al. 2015).
Tentunya data hasil praktikum ini tidak dapat dijadikan sebuah acuan yang mutlak
karena masih terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi laju respirasi. Akan
tetapi, dengan adanya nilai negatif maka, kemungkian terjadinya kesalahan saat
praktikum. Kesalahan yang mungkin terjadi seperti kurang rapat dalam menutup
toples, penentuan titik ekuivalen, kesalahan dalam melakukan titrasi HCL,
kesalahan dalam perhitungan, ataupun pemberian indikator fenolftalein (PP) atau
metil orange. Penelitian Sitorus dan Sembiring (2012) menyatakan bahwa, nilai
negatif yang terdapat pada data hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat zat
kontaminan dalam tanah yang diteliti.
Pada jenis tanah sampah, diperoleh nilai respirasi tanah sebesar 781,71 CO2-
C/hari. Tanah sampah merupakan salah satu jenis tanah dengan jumah organisme
yang cukup banyak dibandingkan dengan dua jenis tanah lainnya yaitu, tanah
kebun dan tanah rumput. Berdasarkan literatur Niken et al. (2017), semakin tinggi
tingkat aktivitas mikroorganisme maka laju respirasi tanahnya semakin
meningkat. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Maysaroh (2011), yang
menyatakan bahwa, pada jenis tanah sampah memiliki nilai pH yang relatif tinggi.
Tingginya kadar pH ini disebabkan oleh ketersediaan kompos yang dapat
meningkatkan nilai pH pada tanah. Selain pH, tingginya nilai respirasi tanah pada
jenis tanah sampah disebabkan oleh kandungan bahan organik pada tanah. Tanah
sampah memiliki bahan organik lebih tinggi disbanding dengan tanah rumput dan
tanah kebun (Utomo 2012).
Penelitian Wicaksono et al. (2015) menyatakan bahwa, pada penetapan
respirasi tanah memiliki keterkaitan yang erat dengan mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme tanah akan berbanding lurus dengan jumlah produksi CO2 yang
dihasilkan. Perbandingan ini menunjukkan adanya interaksi antara mikroorganisme
tanah dengan kebutuhan organik. Bahan organik menyediakan karbon yang
berperan sebagai sumber energi untuk keberlangsungan hidup mikroorganisme.
Produksi CO2 hasil respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu, kelerengan
tanah, kedalaman tanah, serta interaksi antar kedalaman tanah dengan kelerengan
tanah. Berdasarkan faktor kedalaman, jumlah produksi hasil gas CO2 pada tanah
akan semakin menurun sesuai dengan tingkat kedalaman tanahnya. Semakin dalam
tanah maka, produksi CO2 hasil respirasi akan semakin menurun. Rendahnya laju
respirasi tanah pada jenis tanah rumput menunjukkan bahwa laju dekomposisi
bahan organik berjalan secara lambat sehingga proses mineralisasi bahan organic
akan berlangsung lambat bila dibandingkan dengan jenis tanah kebun dan tanah
sampah. Ketersediaan bahan organik pada kedua jenis tanah ini sangat banyak, hal
ini berkaitan dengan rendahnya total populasi mikroorganisme pada jenis tanah
sehingga dalam kondisi seperti pelepasan CO2 ke atmosfer rendah yang
mengakibatkan aktivitas mikrob menjadi rendah (Najiyati et al. 2005 dalam Ria et
al. 2011).
V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, proses
pelepasan CO2 sangat tergantung pada sifat fisik dan kimia tanah yang diteliti.
Setiap tanah memiliki kadar respirasi tanah yang berbeda. Suhu dan kadar air tanah
dapat mempengaruhi kecepatan produksi CO2. Kadar CO2 yang diukur merupakan
hasil dari respirasi mikroorganisme tanah dan produksi CO2 abiotik. Nilai respirasi
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti vegetasi, populasi mikroorganisme,
suhu, kelembaban, serta pH. Nilai respirasi tanah menunjukan banyaknya gas CO2
yang dikeluarkan dari aktivitas organisme tanah. Berdasarkan data yang telah
diperoleh dari hasil praktikum, tanah sampah memiliki nilai respirasi tanah tertinggi
sedangkan repirasi terendah terdapat jenis tanah rumput karena data yang diperoleh
menunjukan angka negatif.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini semoga kita dapat memahami atau mengerti
mengenai pengetahuan mendalam mengenai biologi tanah. Sehingga kita
mendapatkan pengetahuan yang luas. Harapan saya dapat terjun langsung untuk
melakukan praktikum di laboratorium. Namun, jika tidak memungkinkan dapat
melaksanakannya secara offline melalui video tutorial yang disampaikan oleh
kakak asisten praktikum untuk menunjang perkuliahan serta mewakili informasi
yang seharusnya didapatkan saat praktikum langsung. Jika melakukan praktikum
secara langsung yaitu dalam melakukan prosedur praktikum alangkah baiknya
untuk mempertimbangkan hal-hal kecil yang mungkin akan menimbulkan
ketidakpastian dan ketidakakuratan seperti dalam memperhatikan perubahan warna
dalam melakukan titrasi agar tidak salah dalam menentukan titik akhir titrasi.
Penyimpanan dalam toples selama masa inkubasi juga harus benar dan ditutup
dengan rapat. Supaya mendapatkan hasil dan data yang akurat, maka diperlukan
ketelitian dalam praktikum dan harus steril sehingga tidak terkontaminasi alat dan
bahan yang akan digunakan. Jika dilakukan kuliah online seperti ini, maka
dibutuhkan fokus dalam praktikum yang disampaikan oleh kaka asisten praktikum,
sehingga dapat dengan mudah untuk dipahami dan mempermudah dalam
pembuatan laporan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anas I. 2011. Biologi Tanah dalam Praktek. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Anugrah R, Dewi MA, Subekti A. 2016. Analisis kandungan fenolftalein pada
jamu pelangsing. KARTIKA : Jurnal Ilmiah Farmasi [diunduh 2021.09.29];
4(1): 5-9. DOI: http://dx.doi.org/10.26874/kjif.v4i1.50
Anwar F, Djunaedi A, Santosa GW. 2013. Pengaruh konsentrasi KOH yang
berbeda terhadap kualitas alginate rumput laut coklat Sargassum
duplicatum J. G. Argardh. Journal of Marine Research [diunduh
2021.10.10]; 2(1): 7-14. DOI: https://doi.org/10.14710/jmr.v2i1.2049
Damayani E, Utomo M, Niswati A dan Buchari H. 2020. Pengaruh system olah
tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap respirasi tanah di
lahan politeknik negeri Lampung. Jurnal Agrotek Tropika. 8(2): 247-261.
DOI: http://dx.doi.org/10.23960/jat.v8i2.3898
Fahmi KM. 2016. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi herbisida terhadap
respirasi tanah pada pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.)
[skripsi]. Bandar Lampung (ID): Universitas Lampung.
Harjanti RS. 2018. Pemungutan kurkumin dari kunyit (Curcuma domestica val.)
dan pemakaiannya sebagai indikator analisis volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses [diunduh 2021.09.29]; 2(2): 49-54. DOI:
https://doi.org/10.22146/jrekpros.557
Hendri J. 2014. Fluks CO2 dari penggunaan lahan hutan, dan hortikultura pada
Andisol Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jauhiainen J, Hooijer A, Page SE. 2012. Carbon dioxide emissions from an
Acacia plantation on peatland Sumatra, Indonesia. Biogeosciences
[diunduh 2021.10.15]; 9: 617-630.
Lukmansyah A, Niswati A, Buchari H dan Salam AK. 2020. Pengaruh asam humat
dan pemupukan p terhadap respirasi tanah pada pertanaman jagung di tanah
ultisols. Jurnal Agrotek Tropika [diunduh 2021.10.01]; 8(3): 527-535. DOI:
http://dx.doi.org/10.23960/jat.v8i3.4529
Maysaroh. 2011. Hubungan kualitas bahan organik tanah dan laju respirasi tanah di
beberapa lahan budidaya [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mehra M, Sharma TR. 2012. Photocatalytic Degradation of Two Commercial Dyes
in Aqueous Phase Using Environmental Bioremediation and
Biodegradation 1(2): 54-59. DOI: 10.1007/s11671-009-9300-3
Nasution NAP, Yusnaini S, Niswati A, Dermiyanti. 2015. Respirasi tanah pada
sebagian lokasi di hutan taman nasional bukit barisan selatan (TNBBS).
Jurnal Agrotek Tropika [diunduh 2021.10.04]; 3(3): 427-433. DOI:
10.23960/jat.v3i3.1983
Niken A, Putri R, Niswati A, Yusnaini S, Buchari H. 2017. Pengaruh sistem olah
tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap respirasi tanah pada pertanaman
tebu (Saccharum officinarum L.) ratoon ke-1 periode 2 di PT Gunung Madu
Plantations. Jurnal Agrotek Tropika [diunduh 2021.09.30]; 5(2): 109-112.
DOI: http://dx.doi.org/10.23960/jat.v5i2.1835
Ria NA, Delita Z, Bernadeta LF. 2011. Laju respirasi tanah dan aktivitas
dehidrogenase di Kawasan lahan gambut cagar biosfer Giam Siak Kecil
Bukit Batu. Jurnal Universitas Riau [diunduh 2021.10.13]; 1-12.
Setyawan D, Glikes R, Tongway D. 2011. Nutrient cycling index in relation to
organic matter and soil respiration of rehabilitated mine sites in Kelian,
East Kalimantan. Jurnal Tropical Soil [diunduh 2021.10.09]; 11(3): 209
-214. DOI: http://dx.doi.org/10.5400/jts.2011.v16i3.219-223
Sitorus LE, Sembiring E. 2012. Pengaruh aplikasi kompos terhadap emisi CO2 dan
karbon organik tanah. Jurnal Teknik Lingkungan. 18(2): 124-134. DOI:
https://doi.org/10.5614/jtl.2012.8.2.3
Susilawati, Mustoyo, Budhisurya E, Anggono RCW, Simanjuntak BH. 2013.
Analisis kesubutan tanah dengan indikator mikroorganisme tanah pada
berbagai sistem penggunaan lahan di Plateu Dieng. Jurnal Ilmu Pertanian
(AGRIC) [diunduh 2021.10.11]; 25(2) :64-75.
Utomo M. 2012. Tanpa olah tanah. Teknologi pengelolaan pertanian lahan kering.
Lampung (ID): Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Wicaksono T, Sagiman S, Umran I. 2015. Kajian aktivitas mikroorganisme tanah
pada beberapa cara penggunaan lahan di Desa Pal IX Kecamatan Sungai
Kakap Kabupaten Kuburaya. Pontianak (ID): Universitas Tanjung Pura.
LAMPIRAN
MO 2 11,8 18 6,2
(6,2−3,1)×1×120
R= 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
3,1×1×120
R= 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
R = 53,143 ml CO2
𝐶 12
Massa 𝐶𝑂 = 44 × Massa CO2
2
12
= 44 × 2338,29
= 637,71 CO2-C
Tanah rumput
(𝑎−𝑏)×𝑁×120
R = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖
(0,7−3,1)×1×120
R=
7 ℎ𝑎𝑟𝑖
−2,4×1×120
R= 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
R = -41,143 ml CO2
12
= 44 × -1810,29
= -493,71 mg CO2-C
Tanah sampah
(𝑎−𝑏)×𝑁×120
R = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖
(6,9−3,1)×1×120
R= 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
3,8×1×120
R= 7 ℎ𝑎𝑟𝑖
R = 65,143 ml CO2
𝐶 12
Massa 𝐶𝑂 = 44 × Massa CO2
2
12
= 44 × 2866,29
= 781,71 CO2-C