Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kuliah Minggu Ke-5 Hari, tanggal : Jumat, 24 Februari 2023

Politik Pertanian (FPA 401) Dosen : Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
Asisten :
1. Cindy Puspita Sari (A14190011)
2. Said Arsandi (A24190069)

KELEMBAGAAN PERTANIAN DAN MODAL SOSIAL

SHAFA SALSABILA LESMANA


A1401201024

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
A. Kelembagaan Pertanian
Kelembagaan petani merupakan lembaga petani yang berada pada kawasan
lokalitas (local institution), yang berupa organisasi keanggotaan (membership
organization) atau kerjasama (cooperatives) yaitu petani-petani yang tergabung
dalam kelompok kerjasama (Uphoff 1986). Mencakup pengertian organisasi petani,
aturan main (role of the game).
Peran kelembagaan petani :
a. Tugas dalam organisasi (interorganizational task) untuk memediasi
masyarakat dan negara
b. Tugas sumberdaya (resource tasks) mencakup mobilisasi sumberdaya lokal
(tenaga kerja, modal, material, informasi) dan pengelolaannya dalam pencapaian
tujuan masyarakat
c. Tugas pelayanan (service tasks) mencakup permintaan pelayanan yang
menggambarkan tujuan pembangunan atau koordinasi permintaan masyarakat local
d. Tugas antar organisasi (extra-organizational tasks) memerlukan adanya
permintaan local terhadap birokrasi atau organisasi luar masyarakat terhadap campur
tangan oleh agen-agen luar (Esman dan Uphoff dalam Garkovich1989).
Kelembagaan petani yang efektif diharapkan mampu mendukung
pembangunan pertanian.
Di tingkat petani lembaga diperlukan sebagai :
a) wahana untuk pendidikan,
b) kegiatan komersial dan organisasi sumberdaya pertanian,
c) pengelolaan properti umum, dan membela kepentingan kolektif.
Keberadaan kelembagaan petani didasarkan atas kerjasama yang dapat
dilakukan oleh petani dalam mengelola sumberdaya pertanian, antara lain :
a) pemrosesan, agar lebih cepat, efisien dan murah,
b) pemasaran, akan meyakinkan pembeli atas kualitas dan meningkatakan
posisi daya tawar petani,
c) pembelian, agar mendapatkan harga lebih murah,
d) pemakaian alat-alat pertanian, akan menurunkan biaya atas pembelian alat
tersebut,
e) kerjasama pelayanan, untuk menyediakan pelayanan kepentingan bersama,
f) bank kerjasama,
g) kerjasama usaha tani, diperoleh keuntungan lebih tinggi dan keseragaman
produk yang dihasilkan,
h) kerjasama multi-tujuan, yang dikembangkan sesuai minat yang sama dari
petani.
Kegiatan bersama (group action atau cooperation) oleh para petani diyakini
oleh Mosher (1991) sebagai faktor pelancar pembangunan pertanian. Aktivitas
bersama sangat diperlukan apabila dengan kebersamaan tersebut akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama.

B. Modal Sosial
Dalam definisi awal, modal sosial diidentifikasi dengan “sifat-sifat organisasi
sosial, seperti kepercayaan, norma-norma, dan jaringan yang dapat memperbaiki
efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang terkoordinasi” (Putnam
1993). Istilah modal sosial dikemukakan pertama kali oleh Lyda Judson Hanifan
(1916) yang meneliti sebab-sebab keberhasilan seorang kepala sekolah dalam
mengembangkan pendidikan di Amerika Serikat. Modal sosial, seperti ditulis Hanifan
dalam buku berjudul The Rural School Community Centre, bukanlah kekayaan atau
uang, tetapi berupa kemauan baik, rasa bersahabat dan kerjasama erat yang
membentuk kelompok sosial, baik di dalam sekolah maupun lingkungan sekitar
sekolah. Hasilnya, kemajuan tidak hanya dicapai oleh anak didik dalam bidang
akademik tetapi juga oleh warga di sekitar sekolah dalam berbagai aspek kehidupan.
Sayang istilah modal sosial kemudian dilupakan orang selama 70 tahun. Baru pada
dua dekade terakhir ini, konsep modal sosial menjadi pembicaraan hangat.
Penelitian Santoso (2020) menyatakan bahwa, modal sosial adalah penting
bagi efisiensi fungsi perekonomian modern, dan menjadi syarat penting bagi
demokrasi liberal yang stabil. Modal sosial merupakan komponen kultural dari
masyarakat modern, yang dalam banyak hal lainnya telah diorganisasikan sejak masa
pencerahan berdasarkan lembaga-lembaga formal, aturan hukum dan rasionalitas.
Modal sosial merupakan norma informal instan yang meningkatkan kerja sama antara
dua atau lebih individu. Norma-norma yang merupakan modal sosial bisa berkisar
dari norma resiprositas (keadaan saling menolong) di antara dua teman, sampai
doktrin yang rumit dan diartikulasikan dengan jelas.
Selain itu, hal yang sama dikemukakan oleh Hasbullah (2006), modal sosial
atau social capital adalah sebuah sumber daya sosial yang dipandang sebagai
investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Terdapat beberapa definisi mengenai
modal sosial menurut para ahli, sebagai berikut :
1. Menurut Coleman (1988), modal sosial berusaha memperkenalkan konsep
teori sosial, bahwa modal sosial sejalan dengan konsep modal keuangan, modal fisik
dan modal manusia, tetapi membentuk hubungan di antara orang-orang.
2. Menurut Putnam (1993) dalam Lesser (2000) modal sosial mewujudkan
kepercayaan, jaringan dan saling kewajiban (mutual obligations) yang berkembang
dalam hubungan sosial.
3. Menurut Putnam (1993) dalam Field (2003) yang mendefinisikan modal
sosial sebagai fitur organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang
dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan
terkoordinasi.
4. Cox (1995) dalam Habullah (2006) menyatakan modal sosial adalah suatu
rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma
dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan
kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.
5. World Bank (1999) dalam Hasbullah (2006) mendefinisikan modal sosial
sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubunganhubungan yang
tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial
dalam masyarakat.
6. Menurut Narayan (1999), modal sosial tertanam dalam struktur sosial dan
memiliki karakteristik masyarakat yang baik.
7. Cohen dan Prusak (2001) dalam Hasbullah (2006) memberikan pengertian
bahwa modal sosial sebagai stok dari hubungan yang akti antar masyarakat.
8. Hughes dan Perrons (2010) mengutip pendapat Inkpen dan Tsang (2005)
tentang modal sosial. Modal sosial menampilkan kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan dari jaringan. Keuntungan ini dapat meliputi akses kepada
pengetahuan, sumberdaya, teknologi, pasar, dan kesempatan bisnis. Sebuah ikatan
jaringan seperti yang terbentuk dalam kontrak persediaan antara satu perusahaan
dengan lainnya menciptakan sumberdaya modal sosial. Ketika interaksi di dalam
hubungan antar perusahaan naik, modal sosial menjadi lebih baik, sehingga secara
potensial meningkatkan keuntungan.

C. Peran Kelembagaan Pertanian di Indonesia


Kelembagaan pertanian di Indonesia baik formal maupun non-formal
seharusnya memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia, peningkatan produksi dan pendapatan, serta kesejahteraan petani.
Kelembagaan petani memiliki peran penting untuk memperkuat daya saing petani di
era perdagangan bebas, melalui pembinaan penyuluh terhadap kelembagaan petani
untuk terus mendorong petani anggota didalamnya menerapkan GAP-GHP,
memperhatikan kualitas produk, dan memberikan jaminan mutu hasil pertanian.
Peran kelembagaan pertanian bagi petani yaitu menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan oleh petani (sarana produksi), meningkatkan posisi tawar menawar petani
dalam kegiatan ekonomi, sehingga dapat mengurangi kesenjangan dan kerugian yang
dialami oleh petani (Anonim 2012). Mengembangkan kapasitas kelembagaan petani
adalah tugas pemerintah melalui kelembagaan penyuluhan pertanian. Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan, mendiskripsikan tugas tersebut dalam pasal 11 ayat (1) huruf c, yaitu:
”memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelaku utama
dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik
kepada pemerintah daerah” dan pasal 13 ayat (1) huruf e, yaitu: ”menumbuh-
kembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi pelaku utama
dan pelaku usaha”. Kelembagaan petani merupakan sarana sekaligus sasaran
penyuluhan pertanian (Albrecht et.al. (1989) dalam Departemen Pertanian (2001);
Mosher (1991), sehingga keberadaannya sangat diperlukan.
Adapun peran kelembagaan pertanian secara spesifik dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Sebagai wadah petani untuk mengemukakan pendapat, keinginan,
masalahmasalah yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis.
2) Memenuhi pemasaran produk pertanian dan termasuk menyediakan berbagai
informasi yang dibutuhkan petani.
3) Saluran pemasaran yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau
penyampaian barang-barang atau, jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
4) Menghasilkan teknologi pertanian dalam upaya memecahkan masalahmasalah
petani dan pengguna lainnya.
5) Menganalisis situasi-situasi yang sedang dihadapi oleh petani dan melakukan
perkiraan ke depan, menemukan masalah, memperoleh pengetahuan atau
informasi guna memecahkan masalah, mengambil keputusan dan petani
menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
6) Menunjang pertanian terutama yang berhubungan dengan benih, pupuk,
pestisida dan permodalan.
7) Menghimpun dana secara langsung dari masyarakat atau petani dan fungsi
pembiayaan di Indonesia meliputi bank pemerintahan, bank swasta maupun
lembaga keuangan non bank.
8) Membantu menekan hilangnya hasil panen, peningkatan nilai produk dan
memperlancar hasil pertanian dari petani kemudian pemasaran yaitu suatu
proses distribusi dari petani hingga produsen tingkat pasar bahkan sampai ke
tangan konsumen.
Kelembagaan petani dalam melaksanakan perannya memerlukan
pengorganisasian dengan ketrampilan-ketrampilan khusus untuk memberikan
dorongan dan bantuan secara sistematis. Secara ideal, pengembangan kapasitas
kelembagaan petani dilakukan melalui pendekatan self-help (membantu diri sendiri).
Pendekatan yang berorientasi proses, membantu masyarakat dalam belajar bagaimana
mengatasi masalah mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Peran Kelembagaan Pertanian. Kompasiana.com


Coleman, James S. 1988. Sosial Capital in the Creation of Human Capital. American
Journal of Sociology.
Garkovich, Lorraine E. 1989. “Local Organizations and Leadership in Community
Development” dalam Community Development in Perspective. Editor James
A. Christenson dan Jerry W. Robinson, Jr. Iowa State University Press. Iowa.
196 – 218.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta (ID): PT.Grafindo.
Hughes Mathew, Robert K Perrons. 2010. Shaping and re-shaping social capital in
buyer-supplier relationship. Journal of Buciness Research. 2-8.
Field, John. 2003. Modal Sosial (Penerjemah : Nurhadi). Bantul (ID): Kreasi Wacana.
Mosher, Arthur T. 1991. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Praeger, Inc.
Publishers. New York
Narayan, D. 1999. Bonds and Bridges : Social Capital and Poverty. Washington DC.
Putnam, R.D. 1993. Making Democracy Work : Civic Traditions in Modern Italy.
Princeton University Press.
Putnam, Robert. 2000. Bowling Alone : America’s Declining Social Capital.
http://muse.jhu.edu/demo/journal of democracy/v006/putnam.html
Santoso, Thomas. 2020. Memahami Modal Sosial. Kenjeran (ID): CV Saga
Jawadwipa.
Uphoff, Norman Thomas. 1986. Local Institutional Development : An Analytical
Sourcebook With Cases. Kumarian Press.

Anda mungkin juga menyukai