Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN MODAL SOSIAL

TERHADAP PRODUKTIVITAS PETANI DI KECAMATAN SUKAWATI


KABUPATEN GIANYAR

TINJAUAN PUSTAKA & TEORI


Syahyuti (2008), bahwa modal sosial tercipta dari ratusan bahkan sampai
ribuan interaksi antar orang setiap hari. Modal sosial merupakan fenomena yang
tumbuh dari bawah, yang berasal dari orang-orang yang membentuk hubungan
sosial dan jaringan yang didasarkan atas prinsip “...trust, mutualreciprocity, and
norm of action”. Dimana norma melalui tradisi sejarah yang terbangun dari tata
cara dan perilaku seseorang atau suatu kelompok masyarakat akan muncul modal
sosial yang kuat dan dapat mengatur kepentingan pribadi maupun kelompok.
Norma-norma ini secara informal dapat mengatur hubungan antar satu individu
dengan individu lainnya atau kelompok sehingga menimbulkan kepercayaan
diantara sesamanya. Secara kriteria ekonomis atas dasar kepercayaan maka suatu
kegiatan ekonomi dapat berlangsung secara produktif, efisien dan ekonomis
(Yuliarmi, dkk. 2013).
Greve et al. (2010) mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan
untuk menjangkau orang lain, di dalam maupun di luar organisasi untuk
memperoleh saran dan pemecahan masalah. Dimana modal sosial mempunyai
keterkaitan dengan produktivitas dengan membantu para tenaga kerja terlibat
dalam transfer pengetahuan dan mengarahkan ide-ide inovatif yang meningkatkan
produktivitas (Delmas dan Sanja, 2013). Dalam penelitian Ariyanti (2008) yang
meneliti pengaruh modal sosial terhadap produktivitas tenaga kerja di kebun teh
PT. Pagilaran, Batang Jawa Tengah, menunjukkan bahwa modal sosial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di PT.
Pagilaran. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh
Kholifa (2016) yang bertujuan untuk meneliti pengaruh modal sosial terhadap
produktivitas petani di Kecamatan Cilacap, juga menunjukkan bahwa modal
sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas petani
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN PRODUKTIVITAS PETANI
SAYUR (STUDI KASUS PADA KELOMPOK TANI BAROKAH
KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN)

TINJAUAN PUSTAKA & TEORI


Komoditi pertanian yang berkualitas tidak terlepas dari aspek sumberdaya
manusia yang bergerak di sektor pertanian.Untuk itu produktivitas petani yang
merupakan sumberdaya manusia di sektor pertanian perlu untuk diperhatikan.
Kelembagaan yang terdapat di lingkungan petani merupakan aspek penting
sebagai wadah petani untuk mengembangkan potensi dan menambah pengetahuan
serta wawasan mereka. Kelembagaan petani mencerminkan kemampuan mereka
dalam mengakses berbagai informasi. Pada umumnya kelembagaan yang di
bangun secara ekslusif oleh petani berskala sempit, memiliki sumberdaya terbatas,
serta lemah dalam hubungan antara lembaga (interlinkage instution).
Kelompok tani memiliki peran penting dalam mengembangkan petani
menjadi seorang petani berdasi yaitu seorang manajer pertanian pada usaha
taninya. Untuk itu peran kelompok tani akan mampu memberikan kekuatan
(power) petani lemah menjadi petani mandiri. Tetapi untuk mewujudkan petani
mandiri tersebut fungsi kelompok tani sebagai wadah proses pembelajaran,
wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi,
unit pengolahan dan pemasaran serta unit jasa penunjang sangat diperlukan3.
Kelompok tani secara langsung menjadi wadah petani untuk
berinteraksi.Sehingga dengan interaksi tersebut memudahkan petani dalam proses
perubahan cara berfikir, sikap dan tingkah laku. Interaksi petani terbangun dengan
adanya modal social (social capital) yang terdapat pada petani.
Modal social yang terbangun pada interaksi petani dalam wadah kelompok
tani merupakan modal yang terus mengalami perubahan.Dengan demikian
kedinamisan petani sayur dalam melaksanakan kegiatan usaha tani tidak terlepas
dari modal social yang terbangun pada kehidupan petani sayuran. Modal social
pada intinya adalah serangkaian nilai dan norma yang merupakan wujud nyata
dari suatu institusi yang bersifat dinamis. Wujud nyata dari modal social dalam
kelompok tani ditunjukkan dalam bentuk kepercayaan, jaringan social, tanggung
jawab dan kerjasama. Memperhatikan aspek-aspek pentingnya modal social dalam
kesinambungan kelompok tani akan berimplikasi pada terbentuknya jaringan kerja
yang mendorong peningkatan produktivitas petani yang pada akhirnya petani
memiliki daya saing dan menjadi petani mandiri.

MODAL SOSIAL PETANI DALAM PENINGKATAN PRODUKTIFITAS


PERTANIAN DI KELURAHAN BIRAENG KECAMATAN MINASATE’NE
KABUPATEN PANGKEP
TINJAUAN PUSTAKA & TEORI
Putnam (1995) dalam Pranadji (2006) menyatakan bahwa bangsa yang
memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam
menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan
kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu
tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan sebagai kepentingan
masyarakat terutama dalam kepentingan untuk meningkatkan hasil produksi
pertanian. Selain itu Nugroho (2006) menyatakan bahwa modal sosial adalah
penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau habungan
timbal balik), dan jaringan sosial yang terjalin dari ikatan-ikatan masyarakat.
Penampilan organisasi sosial tersebut dapat memperbaiki efisiensi masyarakat
dengan memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.
Persoalannya selama ini modal sosial masih dipandang sebelah mata,
belum menjadi perhatian para pengambil kebijakan dalam merumuskan
kebijakan-kebijakan pembangunan termasuk di sektor pertanian. Padahal kita
ketahui bahwa salah satu modal penting untuk berhasilnya suatu program
pembangunan dengan modal sosial. Ada beberapa macam modal yang terdiri dari
modal fisik, modal lingkungan, modal ekonomi, modal sosial dan modal-modal
yang lainnya. Begitu penting modal sosial dalam pembangunan pertanian untuk
meningkatkan Produktivitas hasil pertanian. Namun, tidak banyak orang
mengakui bahwa bertambahnya modal manusia dan modal sosial dapat menaikkan
tingkat produktivitas pertanian.
Menurut Loudry dalam Coleman (2009:415) Modal sosial merupakan
sesuatu rangkaian proses hubungan sosial antara individu maupun antara
kelompok yang dapat digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai lain
seperti saling percaya guna melakukan kerjasama demi meraih tujuan atau
kepentingan bersama. tingginya nilai modal sosial yang dimiliki pada suatu
daerah dapat membantu petani dalam hal produksi, distribusi dan inovasi.
Misalnya apabila petani mengikuti kelompok tani, kemudian ketika kelompok tani
tersebut mempunyai alat bajak untuk kepentingan kelompok, petani tersebut dapat
dengan mudah memanfaatkan uang sewa alat bajak untuk keperluan lain, hal
tersebut mengatakan bahwa modal sosial dapat mengurangi biaya tetap (fixed
cost), Sawitri dan Soepriadi (dalam nurul 2016:4). Mengacu dari beberapa uraian
tersebut serta penjelasan sebelumnya, maka dalam hal ini diperjelas bahwa modal
sosial berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas pertanian. Untuk
mengetahui modal sosial masyarakat petani maka perlu diadakan pengujian data.
Merujuk dari 24 indikator yang menjadi ukuran terhadap modal sosial, maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat petani di Kelurahan Biraeng Kecamatan
Minasate’ne mayoritas mengatakan setuju/ sering. Dari ke 24 indikator tersebut
diambil 6 indikator yang paling menonjol untuk mengetahui besarnya tingkat
kepercayaan (trust) yaitu: peminjaman peralatan tani, kepercayaan terhadap orang
lain dalam menggarap sawah, memberikan tanggung jawab terhadap orang lain,
meluangkan waktu mengikuti kegiatan kelompok tani, kegiatan kelompok tani
dapat mempermudah urasan bertani, dan kelompok tani dapat meringankan
masalah.
MODAL SOSIAL PETANI CENGKEH DALAM MENDUKUNG USAHA
PERTANIAN TANAMAN CENGKEH (Studi Kasus di Desa Ketanda Kecamatan
Sumpiuh Kabupaten Banyumas)
TINJAUAN PUSTAKA & TEORI
Sentra usaha pertanian cengkeh merupakan salah satu usaha pertanian
yang pernah menjadi unggulan bagi petani. Cengkeh pernah menjadi komoditi
ekspor oleh pemerintah, serta memberikan peluang ekonomi yang besar bagi
petani. Lonjakan harga cengkeh terjadi saat kebutuhan industri terhadap cengkeh
semakin tinggi. Harga tinggi membuat petani beramai-ramai untuk bertani pada
usaha cengkeh. Puncak kejayaan para petani cengkeh terjadi pada dekade 1950-an
hingga 1970-an, harga 1kg cengkeh setara dengan harga 1gr emas pada masa itu,
(Prastowo dkk. 2007). Untuk kembali menyelaraskan harga, pemerintah
melakukan program swasembada cengkeh. Program ini berhasil mencapai target,
bahkan produksi cengkeh melampaui kebutuhan cengkeh nasional. Produksi yang
berlebih membalikkan keadaan yang ada, hal ini sangat berdampak khususnya
bagi para petani kecil di desa-desa. Pada tahun 1990 hingga 1998-nan, harga
cengkeh yang semula sangat tinggi turun hingga tingkat harga yang sangat rendah
(Prastowo dkk. 2007). Petani banyak yang memilih untuk tidak memanen
cengkehnya karena ongkos panen yang lebih tinggi dari harga cengkeh yang ada,
perkebunan cengkeh banyak yang dibiarkan oleh para petani, (Prastowo dkk.
2007). Tanaman-tanaman cengkeh mulai digantikan dengan tanamantanaman lain
yang dianggap lebih menghasilkan oleh para petani. Harga yang tidak kunjung
membaik membuat para petani cengkeh harus rela mengalami kerugian.
Permasalahan besar yang dialami petani cengkeh adalah ketakutan
terhadap turunnya kembali harga cengkeh yang sudah terlanjur mereka garap.
Mereka harus mengeluarkan modal besar untuk menggarap pertanian cengkeh,
mulai dari menyiapkan lahan, menyiapkan bibit hingga biaya perawatan tanaman.
Bagi para petani desa resiko terjadinya kerugian adalah hal yang sangat mereka
hindari. Masyarakat dihadapkan pada masalah ketidakberanian mengambil resiko
yang dikarenakan mereka tidak memiliki modal pengembangan, dan kegagalan
usaha akan mempengaruhi kehidupan ekonomi mereka selanjutnya (Mustofa,
2005:92). Dalam kasus ini petani memerlukan adanya dukungan dari pihal luar
untuk mengatasi masalah yang mereka miliki.

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS PETANI


(Studi Kasus di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap)
TINJAUAN PUSTAKA & TEORI
Kesejahteraan sosial berkaitan dengan suatu kondisi sosial dimana
masalah-masalah sosial dapat di atasi secara memuaskan, kebutuhan sosial dapat
dipenuhi dengan baik, memiliki rasa aman dalam hidup dan kesempatan-
kesempatan sosial terbuka secara bebas (Rusmana, 2009:23). Kesejahteraan
manusia dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) modal alam, (2) modal fisik serta (3)
modal manusia dan modal sosial. Jika modal manusia mewakili pengetahuan,
keterampilan dan kesehatan, maka modal sosial merujuk pada norma dan jejaring
yang memfasilitasi kerjasama
antar manusia di dalam kelompok maupun antar kelompok (BPS, 2012).
Modal sosial yang ada dalam masyarakat dapat mensejahterakan
masyarakat bahkan dapat meminimalisir peluang konflik (Noor, dalam masdin AP
2006:3). Bangsa yang memiliki modal sosial tinggi akan cenderung lebih efisien
dan efektif menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan
memajukan kehidupan rakyatnya dan begitu juga sebaliknya. Masyarakat yang
memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan
persoalan dengan lebih mudah. Hal ini memungkinkan terjadi pada masyarakat
yang terbiasa hidup dengan rasa saling mempercayai yang tinggi (Putnam, 2000).
Dengan modal sosial yang meningkat, hubungan antar masyarakat bisa menjadi
produktif sejauh yang diharapkan dan adanya rasa saling percaya antara satu sama
lain. Fukuyama (2002) menyatakan bahwa modal sosial yang tumbuh pada suatu
komunitas yang didasarkan atas norma-norma bersama akan sangat membantu
dalam memperkuat entitas masyarakat tersebut. Modal sosial berbeda dengan
bentuk modal-modal yang lain, salah satunya adalah kemampuan untuk
menciptakan dan mentransfer ide, pemikiran, dan sejenisnya. Putnam (2002)
menyatakan bahwa modal sosial yang tinggi akan membawa dampak pada
tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuk.

Anda mungkin juga menyukai