Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

SOSIOLOGI PETERNAKAN

PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL DALAM USAHA


PETERNAKAN SAPI POTONG

OLEH :

NAMA : MUSDALIPA

NIM : I011 19 1205

KELOMPOK : I (SATU)

ASISTEN : SELVIANA

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi potong adalah sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

penghasil daging, sehingga sering disebut sebagai sapi pedaging. Sapi potong di

Indonesia merupakan salah satu jenis ternak yang menjadi sumber utama

pemenuhan kebutuhan daging setelah ayam. Hal tersebut bisa dilihat dari

konsumsi daging ayam 64%, daging sapi 19%, daging babi 8%, daging lainnya

9% (Hastang dan Aslina, 2014).

Peternakan adalah tempat pengembangbiakan dan budidaya ternak untuk

mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan ini. Pengertian peternakan tidak

terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan beternak perbedaannya terletak

pada tujuan yang ditetapkan. Berdasarkan ukuran hewan ternak, bidang

peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti

sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil

seperti ayam, kelinci dan lain-lain (Kurniawan, 2019).

Sosiologi peternakan merupakan bagian dari sosiologi pertanian.

Sosiologi pertanian/peternakan (agricultural sociology) sering disamakan dengan

sosiologi pedesaan (rural sociology). Tapi ini hanya berlaku jika penduduk desa

terutama hidup dari pertanian saja. Semakin sedikit kehidupan manusia di desa

ditandai oleh kegiatan pertanian/peternakan, semakin pantas sosiologi pertania

dipisahkan dari sosiologi pedesaan. Lapangan pekerjaan penduduk desa dalam

masyarakat pertanian/peternakan pra-industri sebagian besar termasuk dalam


bidang pertanian/peternakan. Karena itu tidak ada alasan disini untuk

membedakan objek sosiologi pertanian dan sosiologi pedesaan (Sitti, dkk., 2012).

Ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi

sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif. Bentuk interaksi asosiatif

adalah kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.Kerjasama ialah suatu bentuk

interaksi sosial dimana orangorang atau kelompok-kelompok bekerjasama bantu

membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi

orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lain (Setiadi, dkk., 2013).

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

berkaitan dengan orang perorangan, kelompok perkelompok, maupun perorangan

terhadap perkelompok ataupun sebaliknya. Interaksi sosial adalah hubungan

timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan

kelompok dengan kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian

interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi antara manusia dengan manusia

yang lain, baik secara individu maupun dengan kelompok.(Asrul, 2013). Hal

inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktek lapang mengenai Proses

Sosial dan Interaksi Sosial dalam Usaha Peternakan Sapi Potong.

Maksud Dan Tujuan

Maksud dilaksanakannya praktek lapang Sosiologi Peternakan mengenai

Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Usaha Peternakan Sapi Potong adalah

untuk mengetahui proses sosial dan interaksi sosial dalam usaha peternakan sapi

potong.
Tujuan dilakukakannya praktek lapang Sosiologi Peternakan mengenai

Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Usaha Peternakan Sapi Potong adalah

agar mahasiswa mengetahui proses sosial dan interaksi sosial dalam usaha

peternakan sapi potong.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan umum sapi potong

Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai

kontribusi terbesar sebagai penghasil daging, serta untuk pemenuhan kebutuhan

pangan khususnya protein hewani. Berdasarkan Rencana Strategis Ditjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014. Daging sapi merupakan 1

dari 5 komoditas bahan pangan yang ditetapkan dalam RPJMN2010-2014 sebagai

komoditas strategis. Permintaan daging sapi tersebut diperkirakan akan terus

meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani (Yuliana, dkk., 2014).

Pengembangan terhadap sapi potong dari tahun ke tahun terus meningkat.

Sementara itu, pasokan sapi potong dari dalam negeri belum dapat memenuhi

semua permintaan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari program swasembada sapi

potong yang seharusnya dicapai pada tahun 2010, dimundurkan menjadi tahun

2014. Mundurnya target ini jelas bermakna jumlah populasi sapi potong dalam

negeri belum bisa memenuhi 90% dari kebutuhan konsumsi masyarakat

Indonesia. Pemerintah sendiri terpaksa terus mengimpor sapi, terutama berupa

bakalan sapi potong. Pasalnya, usaha pembibitan sapi di dalam negeri belum

mampu memenuhi kebutuhan sapi bakalan untuk digemukkan ataupun dibibitkan

kembali (Fikar dan Ruhyadi, 2010).

Sapi potong telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai

tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen


pemeliharaan secara tradisional. Pola usaha ternak sapi potong sebagian besar

berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan, dan

pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman pangan maupun tanaman

perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis

dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan

keuntungan peternak. Kemitraan adalah kerja sama antarpelaku agribisnis mulai

dari proses praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas

saling membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan

sapi potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi

daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat yang terus meningkat (Suryana, 2018).

Faktor yang mendorong pemeliharaan sapi potong yaitu : agroekosistem di

Indonesia cukup baik, didukung oleh faktor ketersediaan sumber daya alam dan

sumberd aya manusia yang cukup sehingga dapat dimanfaatkan untuk kehidupan

manusia disamping untuk perkembangan ternak sapi potong. Dukungan pakan

ternak melimpah dan sistem integrasi tanaman-ternak dapat mengatasi masalah

ketersediaan pakan. Limbah hasil pertanian cukup berlimpah, dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak sapi potong, limbah hasil perkebunan, pertanian atau dari

agroindustri lainnya, dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak. Dalam usaha

ternak sapi potong, input yang utama adalah pakan dan ternak itu sendiri

(Rusdiana dan Fraharani, 2018).

Faktor yang menghambat perkembangan sapi potong yaitu perubahan

cuaca atau iklim tidak menentu dan tidak dapat diprediksi keakuratannya.

Minimnya tenaga terampil seperti tenaga penyuluh pertanian, peternakan, medis,


dan paramedis veteriner sehingga tidak optimal. Pendidikan peternak masih

rendah, tenaga muda banyak urbanisasi ke kota sehingga tenaga-tenaga muda

trampil tidak dapat membangun wilayahnya sendiri. Pengetahuan peternak

terhadap teknologi masih rendah, sumber daya alam belum sepenuhnya

dimanfaatkan, banyak yang sudah rusak baik oleh manusia maupun oleh alamnya

sendiri Secara teknis peternak belum dapat mengembangkan usaha sapi potong

dengan polaintegrasi tanaman ternak, baik untuk berskala kecil maupun besar

Harga pakan ternak tinggi, pakan masih impor,penyediaan hijauan pakan ternak

belumberkualitas. Peternak belum dapat memproduksi pakan dari hasil tanaman

pangan sendiri (Rusdiana dan Fraharani, 2018).

Proses Sosial

Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling

mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam

masyarakat. Proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat

dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta

menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial (Farida, dkk., 2014).

Bentuk proses sosial yang timbul akibat interaksi adalah secara umum

akan melahirkan dua kemungkinan bentuk interaksi yang berbeda, yang pertama

adalah bentuk interaksi asosiatif yang terdiri dari kerja sama, akomodasi dan

asimilasi dan yang kedua adalah bentuk interaksi disosiatif yang terdiri dari

persaingan, kontraversi dan konflik. Oleh karena belum diketahui secara pasti dan

jelas, bagaimanakah keadaan dan bentuk interaksi apa yang dijalankan oleh kedua

kelompok masyarakat yang berbeda (Yetti, dkk., 2017).


Hubungan sosial berfungsi untuk mendeskripsikan kondisi dua orang yang

terbawa dalam proses perilaku dengan saling mengkalkulasi benefit dari

eksistensinya. Orientasi mutual yang diproduksi dapat berbentuk asimetris

maupun simetris tergantung pada pencapaian tujuan bersama dan transitor karena

tingkat stabilitasnya yang berbeda proses sosial turut melatarbelakangi dinamika

masyarakat. Yang menjadi persoalan krusial dari itu semua adalah bagaimana

proses sosial dapat bekontribusi terhadap sublimasi masyarakat itu sendiri.

Sehingga, fragmen suatu pembangunan desa dapat dikalibrasi secara

komprehensif (Budiman, dkk., 2019).

Kelebihan dari proses sosial yaitu persaingan diartikan sebagai proses

sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia bersaing mencari

keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang ada pada suatu masa tertentu

menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik Atau dengan

mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau

kekerasan. Kontraversi berarti bentuk proses sosial yang berada di antara

persaingan dan pertentangan atau konflik. Kontraversi ditandai oleh gejala-gejala

adanya ketidakpastian mengenai diri sendiri atau suatu rencana dan perasaan tidak

suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian

seseorang (Imam, 2012).

Kekurangan proses sosial adalah sosialisasi pertama kali dilakukan di

tingkat keluarga, maka perubahan karakter seseorang ditentukan pada tingkat ini.

Akan tetapi, banyak anggota keluarga seperti ayah dan ibu kurang menyadari

bahwa tutur kata dan sikapnya dapat dengan mudah diduplikasi oleh anak atau

sebaliknya rutinitas bertani dari pagi sampai sore akan sangat mengorbankan
kasih sayang dan penanaman moral kepada anak. Pada akhirnya, kontrol terhadap

aktivitas anak berkurang dan berpeluang menciptakan segresi maupun maupun

deviasi sosial jika salah pergaulan (Budiman, dkk., 2019).

Interaksi Sosial

Interaksi sosial sebagai persepsi seseorang terhadap dukungan potensial

yang diterima dari lingkungan. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu

kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena dengan pemenuhan kebutuhan

tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan

dengan manusia lain manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Hubungan timbal

balik di antara manusia disebut juga sebagai interaksi sosial Interaksi sosial adalah

dasar dari proses sosial,menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis

(Yetti, dkk.,2017).

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial yaitu: Interaksi sosial dibedakan menjadi

dua bentuk, yaitu asosiatif dan disosiatif.a. Asosiatif : Interaksi sosial bersifat

asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan. Interaksi sosial ini terdiri atas

beberapa hal berikut.1) Kerja sama (cooperation) Kerjasama terbentuk karena

masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang

sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. 2)

Akomodasi : Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu

dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok

guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. 3)

Asimilasi : Proses asimilasi menunjuk pada proses yang ditandai adanya usaha

mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang atau kelompok


dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi

tercapainya tujuan bersama. 4) Akulturasi Proses sosial yang timbul, apabila

suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur - unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa

sehingga lambat laun unsur - unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke

dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari

kebudayaan itu sendiri. b. Disosiatif Interaksi sosial ini mengarah pada bentuk

pemisahan dan terbagi dalamtiga bentuk sebagai berikut: 1).

Persaingan/kompetisi Adalah suatu perjuangan yang dilakukan perorangan atau

kelompok sosial tertentu, agar memperoleh kemenangan atau hasil secara

kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik di pihak lawannya.

2) Kontravensi bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan

pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik

secara tersembunyi maupun secara terang - terangan seperti perbuatan

menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi yang

ditunjukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur - unsur

kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian

akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik. 3) Konflik proses

sosial antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya

perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan

adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di

antara mereka yang bertikai tersebut (Asrul, 2013).

Kelebihan interaksi sosial yaitu Interaksi sosial remaja dapat distimulasi

melalui pengembangan konsep diri positif akan memiliki persepsi positif terhadap
kemampuan dan ketidakmampuannya, fisik, sifat-sifat rasa percya diri, kemmpuan

diri, penampilan diri, sikap terhadap diri, keyakinan dan hubungan dengan lain

jenis berinteraksi dengan orang lain dimana siswa berada. Siswa yang memiliki

gambaran diri yang positif akan menerima diri sendiri seperti apa adanya,

menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri, memiliki keyakinan terhadap

keputusan prilaku diri sendiri, merasa memiliki kemampuan untuk melakukan dan

meraih apa yang diinginkan, mampu unjuk diri dengan penampilan yang

menggam- barkan kekuatan diri, dan menjalin hubungan dengan orang-orang atau

kelompok-kelompok dalam masyarakat (Farida, dkk., 2014).

Kekurangan interaksi sosial muncul masalah-masalah dalam Interaksi

Sosial yang dapat Memicu Konflik Sosial. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari

berbagai budaya, secara logis akan mengalami berbagai permasalahan, di antara

permasalah tersebut adalah terjadinya silang budaya, apakah antara sesama

budaya lokal maupun dengan budaya yang datang dari luar. Di abad ke-21 ini,

yang dikenal dengan era trasnparansi atau era lintasbatas (globalisasi) yang

ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada

perubahan perilaku sosial masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari kemajuan

dan perkembangan IPTEK tersebut, batas-batas territorial antar negara, kesukuan,

kepercayaan, kebudayaan yang dulu dianggap sebagai hambatan dalam

berinteraksi kini menjadi lenyap dan menjadi sebuah keniscayaan yang dihadapi.

Akibat hilangnya batas-batas tersebut orang merasa lebih mudah dalam

melakukan interaksi baik regional maupun nasional bahkan internasional, baik

personal maupun kelompok (Asrul, 2013).

Anda mungkin juga menyukai