Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

EVOLUSI
(ABKC 2701)

“MEKANISME DOMESTIKASI”

Disusun Oleh:
Kelompok I
Aulia Halwa (1810119320016)
Rizka Annida Fiqriani (1810119320011)
Sry Wahyuni (1810119320018)
Try Dayanti (1810119320012)

Dosen Pengampu:
Dr. Dharmono, M.Si.
Mahrudin, S.Pd., M.Pd.
Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Evolusi dengan judul Mekanisme Domentikasi ini
dengan baik. Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini kami banyak
mendapat bantuan dari. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Evolusi yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini.
2. Kepada orang tua kami yang selalu mendoakan kami serta
memberi dukungan kepada kami, baik secara moril maupun
materiil dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu hingga selesainya makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari sempurna, baik dari segi tata bahasa, teknik penulisan,
maupun dari segi keilmuannya. Hal ini mungkin disebabkan karena
kurangnya data- data yang di peroleh sebagai penunjang makalah ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini dimasa yang akan datang.
Akhir kata kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kesalahan dan kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semuanya amin Yaa Rabbal’ alamin.

Banjarmasin, September 2021

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................i
PENDAHULUAN....................................................................................................i
1.1 Latar Belakang...........................................................................................i
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................iii
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................iii
BAB II......................................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................1
2.1 Pengertian Domestikasi..................................................................................1
2.2 Sejarah Perkembangan Domestikasi Hewan dan Tumbuhan.........................3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Domestikasi......................................................7
2.4 Mekanisme Domestikasi................................................................................9
2.5 Domestikasi Hewan......................................................................................13
2.6 Domestikasi Tumbuhan................................................................................25
2.7 Kelebihan dan Kekurangan dari Domestikasi..............................................29
BAB III..................................................................................................................31
PENUTUP..............................................................................................................31
3.1 Kesimpulan................................................................................................31
3.2 Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Tim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1995:2)
keanekaragaman hayati diartikan sebagai keseluruhan genus, spesies, dan
ekosistem di dalam suatu wilayah. Sedangkan dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1994 disebutkan bahwa keanekaragaman hayati
merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber,
termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta
kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari
keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara
spesies, dan ekosistem. Dengan demikian keanekaragaman hayati
mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk
yang paling sederhana seperti jamur atau bakteri sampai yang rumit seperti
manusia atau satwa. Jadi dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman hayati
adalah keseluruhan makhluk hidup yang terdapat di bumi meliputi yang
ada di daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lainnya.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati telah terjadi sejak lama, salah
satunya adalah sejak dimulainya domestikasi hewan dan tumbuhan oleh
manusia. Domestikasi merupakan hal penting dalam kehidupan manusia
dan sudah terjadi sejak zaman dahulu, dimulai sekitar 12.000 sampai
14.000 tahun yang lalu, selama revolusi pertanian di awal neolitikum.
Proses domestikasi hewan dan tumbuhan dinilai menjadi salah satu
perkembangan terpenting dalam sejarah, dan salah satu prasyarat
meningkatnya peradaban (Diamond dalam Bamualim, 2009:5). Perubahan
itu memberi dampak besar terhadap restrukturisasi sosial manusia, terlihat
dari pesatnya kemajuan domestikasi hewan dan tumbuhan maupun
pengembangan pertanian yang berbasis domestikasi.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016
tentang Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia disebutkan bahwa

i
domestikasi adalah proses penjinakan hewan liar dan binatang buas
menjadi hewan peliharaan, pembudidayaan tumbuhan menjadi tanaman,
dan pembiakan mikroorganisme untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan
kegunaannya bagi kehidupan manusia. Dalam arti yang sederhana,
domestikasi merupakan proses penjinakan yang dilakukan terhadap hewan
atau tanaman liar yang ada di alam menjadi hewan atau tumbuhan yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Hewan liar yang ada di alam sangat sulit untuk dimanfaatkan oleh
manusia karena perilaku/sifat hewan liar yang buas, maka dari itu hewan-
hewan liar yang ada harus dijinakkan terlebih dahulu. Menurut Ekastuti
(2012) domestikasi merupakan pengadopsian yang dilakukan manusia
terhadap tumbuhan dan hewan dari alam liar ke dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Sesuai dengan pendapat di atas Ensminger (dalam
Sulistyoningsih, 2011)  menambahkan bahwa tingkah laku hewan adalah
reaksi seluruh organisme pada rangsangan tertentu atau cara bereaksi
terhadap lingkungannya. Pengubahan perilaku/sifat merupakan hal yang
penting dalam proses domestikasi hewan, karena hewan yang lebih jinak,
tenang, serta penurut akan memudahkan manusia dalam memanfaatkan
hewan tersebut. 
Pada kenyataannya domestikasi juga merupakan salah satu cara
manusia untuk menyelamatkan populasi hewan yang hampir punah, karena
kelangsungan hidup peranakan hasil domestikasi lebih terjaga daripada
peranakan yang ada di alam liar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Zairin (dalam Anggoro, 2013) yang menyatakan bahwa domestikasi
merupakan suatu cara pengadopsian hewan dalam suatu populasi yang
hampir punah (terancam kelestariannya) dari kehidupan liar (habitat asli)
ke dalam lingkungan budidaya. Pelaksanaan domestikasi salah satunya
yaitu, untuk mengurangi ketergantungan induk-induk dari alam secara
bertahap dalam pelaksanaan budidaya berkelanjutan (sustainable
aquaculture) dan digantikan dengan induk-induk produktif hasil
domestikasi.
ii
Pelaksanaan domestikasi di alam merupakan hal yang membutuhkan
proses bertahap, karena dalam kenyataannya penjinakan hewan tidak
langsung terjadi, harus sedikit demi sedikit. Effendi (dalam Anggoro,
2013) menyebutkan bahwa terdapat tiga tahapan domestikasi spesies liar,
yaitu: (1) mempertahankan agar tetap bisa bertahan hidup (survive) dalam
lingkungan akuakultur (wadah terbatas, lingkungan artifisial, dan
terkontrol), (2) menjaga agar tetap bisa tumbuh, dan (3) mengupayakan
agar bisa berkembang biak dalam lingkungan terkontrol.
Hewan yang hidup di alam bebas belum terbiasa dengan kehidupan
manusia dan belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya, dari itu maka harus
ada penjinakan agar dapat hidup dalam lingkungan budidaya. Menurut
Muflikh (dalam Anggoro, 2013) disebutkan bahwa domestikasi merupakan
upaya untuk menjinakkan hewan liar yang hidup di alam bebas agar
terbiasa pada lingkungan rumah tangga manusia baik berupa pakan
maupun habitat. Kayadoe (2008) menambahkan bahwasanya penangkaran
merupakan proses domestikasi untuk hewan/satwa yang masih hidup liar.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu Domestikasi?
1.2.2 Bagaimana sejarah perkembangan domestikasi hewan dan
tumbuhan?
1.2.3 Apa saja faktor yang mempengaruhi domestikasi?
1.2.4 Bagaimana mekanisme domestikasi?
1.2.5 Bagaimana domestikasin hewan dan contohnya?
1.2.6 Bagaimana domestikasi tumbuhan dan contohnya?
1.2.7 Apa saja kelebihan dan kekurangan dari domestikasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk menjelaskan apa itu domestikasi.
1.3.2 Untuk menjelaskan bagaimana sejarah perkembangan domestikasi
hewan dan tumbuhan
iii
1.3.3 Untuk menjelaskan apa saja factor yang mempengaruhi
domestikasi
1.3.4 Untuk menjelaskan bagaimana mekanisme domestikasi
1.3.5 Untuk menjelaskan bagaimana domestikasi hewan dan contohnya
1.3.6 Untuk menjelaskan bagaimana domestikasi tumbuhan dan
contohnya
1.3.7 Untuk menjelaskan apa saja kelebihan dan kekurangan dari
domestikasi

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Domestikasi


Domestikasi merupakan salah satu cara yang dilakukan sebagai upaya
mengembangbiakkan tumbuhan atau hewan, misal termasuk ikan yang biasa
hidup liar (tidak terkontrol) dapat dikontrol dengan baik. Proses domestikasi
ini membutuhkan waktu yang bertahun-tahun karena melibatkan sebuah
seleksi dan pemuliaan (perbaikan keturunan) yang menghasilkan sebuah
varietas atau spesies baru (spesiasi). Domestikasi bisa disebut sebagai bentuk
evolusi akibat proses adaptasi dari lingkungan liar ke lingkup kehidupan
sehari-hari manusia. Oleh karena itu, spesies baru yang terbentuk akan
memiliki karakter yang berbeda dengan nenek moyangnya.

Contoh domestikasi: Yak (Bos grunniens) yang telah di domestikasi


membawa persediaan makanan dan barang ke puncak Gunung Everest
(Britanica, 2020).

Domestikasi menurut Evans (1996). Merupakan proses perkembangan


organisme yang dikontrol oleh manusia dan oleh sebab itu domestikasi
mencakup perubahan genetik (tumbuhan) yang berlangsung secara
berkesinambungan semenjak dibudidayakan. Domestikasi merupakan hasil
seleksi dan manajemen oleh manusia, dan tidak hanya sekedar pemeliharaan
1
saja spesies eksotik–organisme yang dipindahkan dari habitat aslinya ke
wadah budidaya, karakteristik dan genetiknya berubah dengan maksud dan
tujuan tertentu, atau sebaliknya, melalui sembarang pikatan pemeliharaan,
seleksi dan manajemen genetik (Pullin, 1994). Dalam hal ini, proses
mendomestikasi ialah sebuah proses menaturalisasikan hewan-hewan ke
dalam kehidupan manusia dengan segala kebutuhan dan kapasitasnya.
Menurut Zairin (2003) ada beberapa cara yang dapat digunakan manusia
dalam upaya menjinakkan hewan ke dalam suatu sistem budidaya. Tingkatan
dimaksud, sebagaimana berlangsung pada ikan, adalah sebagai berikut.
a. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan dapat
berlangsung didalam sebuah sistem budidaya. Ikan asli Indonesia yang
pernah dicontohkan pada ikan gurami (Osphroneus gouramy), tawes
(Puntius javanicus), bandeng, kerapu, dan kakap putih.
b. Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya dapat
berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih rendah.
Ikan asli Indonesia yang pernah dijinakkan, diantaranya adalah ikan
betutu, ikan bala shark, dan ikan arwana.
c. Domestikasi belum dikatakan sempurna, apabila sebagian daur hidupnya
dapat berlangsung dalam sistem budidaya. Contohnya antara lain: ikan
Napoleon (Cheilinus undulatus), dan tuna
Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan umumnya, sangat ditentukan
oleh pemahaman tentang keseluruhan aspek biologi dan ekologi hewan
tersebut.  Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur hidup dan dinamika
pertumbuhannya merupakan aspek biologi yang antara lain menunjang
keberhasilan domestikasi.

2
2.2 Sejarah Perkembangan Domestikasi Hewan dan Tumbuhan
Sejarah pemanfaatan hewan dan tumbuhan secara budidaya dimulai sekitar
12.000 sampai 14.000 tahun yang lalu, selama revolusi pertanian di awal
Neolitikum, melalui domestikasi sebagian besar tanaman pangan dan spesies
hewan. Kontrol dari produksi pangan tersebut mengarah kepada perubahan
demografi utama, teknologi, dan militer. Proses domestikasi hewan dan
tumbuhan dinilai menjadi salah satu perkembangan terpenting dalam sejarah,
dan salah satu prasyarat meningkatnya peradaban Setelah diawali domestikasi,
penyebaran pertanian meningkat secara cepat pada hampir semua habitat
daratan. Ribuan tahun setelah seleksi oleh alam dan manusia, hanyutan
genetik, inbreeding, dan crossbreeding berkontribusi terhadap keragaman flora
dan fauna yang memungkinkan dilakukannya budidaya hewan dalam berbagai
lingkungan dan sistem produksi. Keragaman hayati merupakan hal penting
untuk semua sistem produksi flora dan fauna. (Bamualim, 2009).
Domestikasi tanaman, kambing, sapi, dan hewan lain yang berhasil
pertama kali—yang menandai permulaan Zaman Neolitikum—terjadi sekitar
sebelum 9500 SM. Namun, baru pada Periode Neolitikum, pertanian primitif
muncul sebagai bentuk aktivitas sosial, dan domestikasi berlangsung dengan
baik. (Periode Neolitik terjadi pada waktu yang berbeda di seluruh dunia tetapi
umumnya diperkirakan dimulai antara 10.000 dan 8.000 SM.) Meskipun
sebagian besar hewan peliharaan dan tumbuhan yang masih melayani manusia
dipilih dan dikembangkan selama Periode Neolitik, beberapa contoh penting
muncul kemudian. Kelinci, misalnya, tidak dijinakkan sampai Abad
Pertengahan; bit gula mulai dibudidayakan sebagai tanaman pertanian
penghasil gula hanya pada abad ke-19; dan mint menjadi objek produksi
pertanian baru-baru ini pada abad ke-20. Juga di abad ke-20, cabang baru
pemuliaan hewan dikembangkan untuk mendapatkan bulu berkualitas tinggi
(Britanica, 2020).

3
Menurut Wallack (2001), Tanaman utama dunia berasal dari gandum, jagung ,
dan padi. Selebihnya dari sekitar 100 spesies tumbuhan, antara lain : kedelai,
tebu, sorghum, kentang, dan ubi kayu. Di samping itu, sekitar 95 % dari
produk daging, susu, dan telur unggas dihasilkan oleh sebanyak lima spesies
hewan ternak.
1) Domestikasi domba dan kambing

Sekitar 9000-7000 sm. Sebagai sumber pangan domba di wilayah timur


tengah. Dan ditemukan tulang belulang domba dalam jumlah banyak
dipemukiman shanidar dan irak utara. Kambing tidak lama dari domestik domba
dan ke-2nya menjadi hewan peliharaan standar pada pengembala modern. Dan
dalam upaya untuk mencari tempat yang segar untuk kondisi tahum 99000 sm.
Selain itu juga memberi manfaat sewaktu hidup. Menghasilkan pupuk, setelah
mati menghasilakan wol untuk pakaiandan tanduk dan tulang untuk senjatan dan
lemak untuk lilin
Pendekatan aerkologis mengungkapakan bahwa kambing yang
didomestika dan dipelihara di wilayah dataran tinggi iran ,penjantannya dipanen
sewaktu masih muda sedangkan yang beina dibiarkan hidup lama untuk
bereproduksi . Pada kondisi tahun 9900 SM belum menujukan adanya reduksi
ukurn tubuh ataupun perubahan morfologis lainnya pada proses domestika .pada
4
500-1000 tahunkemudian perubahan itu baru muncul sewktu hewn tersebut
dipindahkan dari habitat alaminya (dataran tinggi iran )ke wilayah yang lebih
hangat dan lebih kering ( dataran rendah iran),perhan tersebut merupakan respon
terhadap tekanan lingkungan dan hilangnya kesempatan pertemuan antara yang
didomestika dengan yang liar .
Sekitar 12000 SM diwilayah irak utara ditemukan tulang belulang domba
ebrumur 2- 3 tahun dan bejenis kelamin jantan . Itu menunjukan bahwa manusia
pada zaman itu menerapkan strategi berburu yang mengutamakan domba jantan
sedangkan yang betian dibiarkan hidup gar bereproduksi

Alasan utama bagi manusia untuk mengembalakan kambing dan domba


dalah menjaga ketersedian daging segar . Berbeda dengan berburu yang
tergantung pada keberuntungan. Pemburu yang beruntung memperoleh hewan
melebihi kebutuhan konsumsi mereka , hewan tersebut menjadi tidak bermanfaat
alas an karena daging akan membusuk jika tidak langsung dikonsumsi .
Sebaiknya para pengembala hewan selalu memiliki cadangan hewan hidup untuk
daging maupun susu karena mereka dapat memotong hewan sesuia kebtuhan.
Domba juga memiliki manfaat lain selain susu dan daging ,kotorannya dapat
mejadi pupuk , bulu serta kulitnya bias dijadikan pakaian , tulang dan tanduk bisa
dipakai sebagai senjata .

2) Domestikasi Babi

Babi didomestika pada 7000 SM di wilayah china .Babi bukanlah


ruminansia, babi berbeda dengan domba(menghasilkan susu dan bulu ) babi

5
menghasilkan daging . Memelihara babi juga lebih mudah karna ia dapat mencari
makan sendiri di hutan-hutan atau di jalan-jalan ,sedangkan kambing
membutuhkan perhatian dan perawatan .

3) Domestikasi Sapi

Sapi dan babi didomestika sekitar tahun 7000 – 6500 SM di wilayah asia
barat . Sapi merupakan hewan herbivora yang menghasilkan susu ,daging, dan
kulit. Ukuran lebih besar,liar, dan sulit dijinakan disbanding domba dan
babi ,itulah alsan manusia pada zaman dahulu menjadiakn sapi betina sebagai
lambang kekuatan . inovasi terpenting dari penggunaan sapi adalah untuk
menarik bajak yang sangat berperan penting dalam meningkatkan produktivitas
pertanian .
Dari empat hewan ruminansia yang paling umum diternakan ,sapi paling
signifikan di kehidupan pedesaan karna kekuatan hewan tersebut berguna sebagai
tenaga tambahan bagi manusia .
4) Domestikasi Kucing

6
Kucing telah didomestikan sekitar 3000 SM. Kucing adalah hewan satu-
satunya yang diizinkan tinggal di dalam rumah manusia pemeliharanya. Di alam
liar, hewan lain lebih sering berkelompok, sedangkan kucing hidup secara soliter.
Karena kemadirirannya itu, kucing jadi dimanjakan, kucing bisa memperoleh apa
saja dari manusia. Kucing juga berguna sebagai pengedali hama tikus.
5) Domestikasi Kuda

Kuda telah didomestikasi sejak kurang lebih 3000 SM. Manfaat yang
dirasakan manusia dalam mendomestikasikan hewan ini hampir sempurna. Dulu
di Amerika, hewan ini sempat punah, kemudian pada abad 16 M dikenalkan
kembali oleh Eropa. Kuda adalah hewan yang memanfaatkan padang rumput yang
kurang subur jauh lebih baik dari herbivora lainnya. Di Asia Tengah, dahulu cuma
untuk diambil daging dan susunya saja, kemudian disadari ternyata kuda bisa
dijadikan alat transportasi yang membuat manusia bisa bergerak kesana-kemari
berkali-kali lipat lebih cepat. Jadi, kuda didomestikasi untuk tiga hal, yaitu:
1. Sumber tenaga
2. Sebagai tunggangan perang
3. Alat transportasi

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Domestikasi


Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh faktor perubahan iklim dan
lingkungan yang terjadi setelah puncak Maksimum Glasial Terakhir sekitar
21.000 tahun yang lalu dan yang berlanjut hingga saat ini. Perubahan tersebut
membuat sulit mendapatkan makanan. Hewan peliharaan pertama adalah serigala
(Canis lupus) setidaknya 15.000 tahun yang lalu. The Younger Dryas yang terjadi

7
12.900 tahun yang lalu adalah periode yang sangat dingin dan kering yang
menekan manusia untuk meningkatkan strategi mereka dalam mencari makan.
Selain cara dan/atau metode yang mengantar pada penemuan organisme
domestik (GMO dan TO), tahapan aktivitas domestikasi menurut Simon (1996)
akan sangat ditentukan oleh factor-faktor biologi, kebijakan, pasar, dan sosial.
Pemanfaatan selanjutnya melalui budidaya dan bahan pangan yang dihasilkan,
membutuhkan metode aplikasi yang berjangkauan komprehensif dan berlandasan
aksiologis memadai. Dalam bidang akuakultur, Pullin (1994) menyatakan bahwa
permasalahan utama yang dihadapi ilmuwan dan pengambil keputusan adalah
efek jangka panjang pada keragaman hayati akuatik yang tidak dapat diprediksi
secara tepat berkenaan dengan kemungkinan lolosnya GMO dari wadah budidaya.
Hal yang sama dengan intensitas beragam dapat saja berlaku dalam kegiatan
budidaya pertanian lainnya. Untuk itu, Peraturan Pemerintah RI No.27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup menyatakan usaha
dan/atau kegiatan berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, antara
lain : (1) introduksi suatu jenis tumbuhan baru atau jazad renik yang dapat
menimbulkan penyakit baru terhadap tanaman, (2) introduksi suatu jenis hewan
baru yang dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada, (3) penggunaan
bahan hayati dan nir-hayati mencakup pengertian perubahan.
Pada awal Holosen dari 11.700 tahun yang lalu, kondisi iklim yang
menguntungkan dan peningkatan populasi manusia menyebabkan domestikasi
hewan dan tumbuhan skala kecil, yang memungkinkan manusia untuk menambah
makanan yang mereka peroleh melalui berburu dan meramu.
Transisi Neolitik menyebabkan masyarakat pertanian muncul di lokasi-
lokasi di seluruh Eurasia, Afrika Utara, serta Amerika Selatan dan Tengah.
Di Fertile Crescent atau Bulan Sabit Subur (wilayah berbentuk bulan sabit di
Timur Tengah) pada 10.000-11.000 tahun yang lalu, zooarkeologi menunjukkan
bahwa kambing, babi, domba, dan sapi taurin adalah ternak pertama yang
didomestikasi.
Dua ribu tahun kemudian, zebu (kadang-kadang dikenal sebagai sapi
indikine atau punuk, adalah spesies atau subspesies sapi domestik yang berasal
8
dari Asia Selatan, yang dicirikan oleh punuk berlemak di bahu mereka, dan
terkadang telinga terkulai) didomestikasi di tempat yang sekarang disebut
Baluchistan di Pakistan.
Di Asia Timur 8.000 tahun yang lalu, babi didomestikasi dari babi hutan
yang secara genetik berbeda dari yang ditemukan di Bulan Sabit Subur. Kuda itu
didomestikasi di stepa Asia Tengah 5.500 tahun yang lalu. Baik ayam di Asia
Tenggara maupun kucing di Mesir didomestikasi 4.000 tahun yang lalu.
Kemunculan tiba-tiba anjing domestik (Canis lupus familiaris) dalam
catatan arkeologi kemudian menyebabkan pergeseran cepat dalam evolusi,
ekologi, dan demografi manusia dan berbagai spesies hewan dan tumbuhan.
Hal tersebut diikuti oleh domestikasi ternak dan tanaman, dan transisi
manusia dari mencari makan menjadi bertani di tempat dan waktu yang berbeda di
seluruh planet ini. Sekitar 10.000 YBP, cara hidup baru muncul bagi manusia
melalui pengelolaan dan eksploitasi spesies tumbuhan dan hewan, yang mengarah
ke populasi dengan kepadatan yang lebih tinggi di pusat-pusat domestikasi,
perluasan ekonomi pertanian, dan pembangunan komunitas perkotaan (Niken,
2020).
Adapun faktor pendukung dari keberhasilan domestikasi yaitu harus
mempertimbangkan lokasi yang tepat dimana domestikasi itu direncanakan,
teknologi yang dipakai untuk usaha domestikasi, fasilitas yang diperlukan,
sumberdaya manusia, ketersediaan modal usaha, aspek biologis (kebiasaan
makan, pertumbuhan, dan lain-lain (Niken, 2020).

2.4 Mekanisme Domestikasi


Domestikasi berproses pada tumbuhan dan hewan, tampaknya mengikuti
perkembangan sikap manusia, sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Dengan ilmu pengetahuan dalam menjinakkan tumbuhan dan hewan diawali
dengan tahap mistis ketika manusia merasa ada sebuah kekuatan yang
mengepungnya dan berupaya mempertahankan hidupnya. Pada tahapan ilmu
pengetahuan mulai berkembang, manusia mengambil jarak dengan objek
domestikasi, dan bertindak sebagai subjek yang mengamati, memanfaatkan dan
9
menelaah dan mengawali tahap ontologies yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan yang bersumber pada akal sehat yang didukung oleh metode
mencoba-coba, namun dalam catatan sejarah tercatat tingkat teknologi yang tinggi
namun tetap ketinggalan dalam bidang keilmuan (Suriasumantri, 2000).
Tumbuhnya pengetahuan yang tergolong seni-terapan ini, seperti antara lain
dalam peradaban Mesir kuno, Cina dan India, mengikutsertakan perkembangan
awal pertanian dalam mendomestikasi tumbuhan dan hewan. Selanjutnya,
telaahan terhadap objek sekitar seperti domestikasi, didekati secara rasional yang
mengandalkan penalaran deduktif, dan kemudian melalui metode ilmiah yang
menggabungkan penalaran deduktif dan pengalaman empiris.
Domestikasi tumbuhan dan hewan secara aktual dilakukan manusia
berdasarkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang ditemukan dengan
menggunakan metode ilmiah. Dalam hal ini, prinsip dan konsep mendomestikasi
disusun dengan menerapkan penalaran deduktif, sementara kesesuaiannya dengan
fakta diverifikasi dengan menerapkan penalaran induktif. Menurut hasil pemikiran
manusia pada umumnya, tumbuhan dan hewan didomestikasikan dengan berbagai
cara, yang pertama dimulai dari cara yang paling sederhana hingga ke cara yang
sangat berkembang ditopang oleh hasil perkembangan bioteknologi. Contohnya
seperti pada tanaman buah-buahan, menurut Demchik dan Streed (2002) ada
beberapa tahapansebagai berikut: (1) wildcrafting, (2) stand improvement, (3)
penanaman/pemeliharaan, (4) seleksi, pemuliaan, dan penggunaan stok andal
dalam penanaman/budidaya. Bioteknologi sebagai terapan biologi molekuler,
rekayasa genetika, genetika molekuler yang mentransformasikan gen sehingga
organisme eksotik menjadi GMO dan TO.

10
Evolusi Mustard Liar Melalui Domestikasi Dalam seleksi buatan, manusia
adalah agen selektif. Banyak varietas tanaman silangan yang berbeda diciptakan
oleh manusia melalui pemuliaan selektif tanaman sawi liar yang bervariasi secara
genetik. Individu dengan karakteristik genetik yang diinginkan dibiakkan satu
sama lain sampai keturunan mereka menjadi sangat berbeda dari leluhurnya,
mustard liar.
Metode atau teknik domestikasi hewan dan tumbuhan dengan pendekatan
bioteknologi diartikan secara luas dan melimpah terhadap sejumlah sumber
informasi. Rekayasa genetika dijabarkan sebagai usaha pemodifikasain pada
penampilan genetika sel serta organisme dalam pemanipulasian gen melaui teknik
laboratorium. Hal tersebut adalah sintesis (paduan) antara genetika molekuler,
mikrobiologi serta biokimia, terutama pada aspek yang mencakup isolasi,
manipulasi, dan ekspresi materi genetik. Selain itu, rekayasa genetika mempunyai
penerapan yang luas dan tidak hanya pada penelitian dasar, akan tetapi juga pada
penelitian aplikatif, diantaranya untuk menghasilkan suatu protein dalam jumlah
yang massive (besar) dan mentransfer suatu material genetik untuk “menciptakan”
organisme-organisme (hewan, tanaman, dan mikrorganisme) dengan ciri-ciri
“yang diinginkan”.

11
Di dalam sebuah penelitian diungkapkan bahwa dalam rekayasa genetika,
urutan DNA tertentu dari organisme yang berbedadari spesies yang berbeda pula
dapat berintegrasi menjadi sebuah DNA hibrida (rekombinan DNA). Berkenaan
dengan hal ini, kloning molekuler dimungkinkan melalui serangkaian proses
isolasi, pemurnian, dan pereplikasian fragmen DNA khusus. Selanjutnya,
perubahan pada material genetika pada spesies yang secara alamiah tidak terjadi,
membuka peluang perubahan makeupgenetik suatu organisme. Dalam kultur
jaringan, rekayasa genetika menawarkan suatu metode langsung untuk
mengintroduksi suatu sifat tertentu melalui baik elektroforasi maupun
penembakan molekul DNA atau melalui Agrobacterium tumefaciens. Dalam
pengembang biakkanterseleksi pada hewan dimungkinkan untuk membawa gen
yang termbawa sifat secara langsung ke dalam hewan. Gen dapat diintroduksi ke
dalam hewan melalui vektor retrovirus, mikro-injeksi, dan embryonic-stem cells,
dimana melibatkan transfer gen ke dalam sel telur yang terfertilisasi atau ke dalam
sel dari embrio tingkat awal. Demikianlah untuk tumbuhan dan hewan termasuk
jazad renik, rekayasa genetika adalah suatu cara domestikasi dalam manajemen
genetik yang dapat saja mengundang masalah seperti dalam hal ketidakstabilan
vektor yang digunakan, ekspresi gen yang tidak sepenuhnya, dan gangguan
regulasi gen.
Sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, wujud hakiki dari
domestikasi hewan dan tumbuhan berdimensi secaraluas. Selain caraatau metode
yang mengantarkan pada penemuan organisme domestik (GMO dan TO), tahapan
aktivitas domestikasi menurut Simon (1996) ditentukan oleh faktor-faktor biologi
12
pasar, kebijakan dan sosial. Pemanfaatan bahan pangan dan budidaya yang
dihasilkan, membutuhkan metode aplikasi yang komprehensif dan berlandasan
aksiologis memadai.

2.5 Domestikasi Hewan


Proses domestikasi pada hewan tampaknya sudah terjadi sejak zaman
Mesolitikum (10.000 SM). Menurut bukti sejarah tertua, anjing adalah hewan
pertama yang didomestikasi di daerah Asia Timur. Hal ini diperkuat dengan
ditemukannya kerangka-kerangka anjing yang berusia 8000 dan 7000 SM. Selain
itu, kerangka kucing peliharaan tertua yang berusia 6000 SM juga ditemukan di
daerah Siprus.
Hewan ternak seperti domba dan kambing juga diyakini telah
didomestikasi sejak tahun 7000 SM. Hewan-hewan ini didomestikasi karena
kebutuhan manusia saat itu. Misalnya, anjing didomestikasi untuk keperluan
berburu, kucing didomestikasi untuk mengatasi gangguan tikus di lumbung padi,
sedangkan domba dan kambing didomestikasi untuk produksi pangan, bulu, susu,
serta komoditas perdagangan.

Pengadopsian hewan dari lingkungan liar ke lingkungan hidup manusia


bisa menjadi hal yang sulit karena perbedaan pakan ternak ataupun cara
perawatan. Contohnya, herbivora pemakan rumput lebih mudah untuk

13
dikembangbiakkan daripada herbivora pemakan biji karena biji juga termasuk
salah satu bagian tumbuhan yang perlu didomestikasi.
Manusia melakukan domestikasi terhadap hewan untuk mengembangkan
sifat tertentu. Hewan yang dipilih untuk didomestikasi memiliki kriteria seperti
mampu berkembang biak di dalam penangkaran, tahan penyakit, tidak agresif,
serta mampu bertahan di segala cuaca. Hewan yang telah didomestikasi memiliki
perbedaan dengan nenek moyangnya, baik dalam bentuk maupun sifat. Misalnya,
sebelum didomestikasi, ayam liar hanya memiliki berat sekitar 2 pounds saja dan
hanya bertelur dalam jumlah yang sedikit tiap tahunnya. Namun, setelah
mengalami proses domestikasi kini ayam memiliki berat sampai 17 pounds dan
bisa bertelur 200 butir atau lebih tiap tahunnya.
Domestikasi hewan adalah salah satu langkah penting yang dilakukan
umat manusia. Di dunia, praktis hanya dua lokasi yang pernah melakukan
domestikasi awal hewan ternak yang dilakukan sebelum budidaya tanaman
pangan dilakukan, yaitu Asia Barat Daya (untuk domba, kambing, sapi, dan babi)
dan Dataran Tinggi Andes (untuk alpaka dan llama).
Domestikasi hewan merupakan hasil dari ”kontrak” yang dlakukan antara
manusia dengan hewan liar yang menjadi nenek moyang dari hewan sekarang.
Kontrak tersebut hakekatny adaah persahabatan antara manusia dengan hewan
untuk tujuan yang menguntungkan kedua belah pihak. Hewan mamalia yang
banyak di domestikasi adalah sapi,domba,kambing,kuda dan anjing sedangkan
dari golongan unggas adalah ayam,itik,kalkun dan burung dara.
Domestikasi berbeda dengan penjinakan hewan, Jika hewan jinak masih
berbiak di lingkungan alamiahnya atau dunianya dan pada dasarnya hewan yang
dijinakan masih menginginkan habitat alamiahnya. Berbeda dengan Hewan
Domestik yang tidak lagi memiliki kerabatannya di dunia liar, mereka di biakkan
dalam peternakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Domestikasi ternak
diperkirakan dilakukan dalam kaitan dengan kepastian penyediaan sumber
pangan, sandang (kulit dan rambutnya dijadikan bahan pakaian), serta di
kemudian hari sebagai komoditi perdagangan.

14
Awal Mula Domestikasi Hewan

Perkiraan awal domestikasi hewan dilakukan arkeolog berdasarkan


nalar logika dari hasil temuan di situs purbakala. Bukti tertua adanya hewan
peliharaan adalah kerangka anjing berusia sekitar lima bulan di sisi kerangka
seorang perempuan yang ditemukan di dekat Ain Mahalla (Israel), yang
berusia hampir 10.000 tahun SM.
Kerangka-kerangka anjing dari masa antara 8.000 dan 7.000 SM juga
ditemukan pada situs-situs purbakala di banyak tempat. Kerangka kucing
peliharaan tertua ditemukan di Siprus, berasal dari sekitar 6.000 tahun SM.
Diperkirakan, kucing dipelihara untuk mengatasi gangguan tikus di lumbung
pangan. Perkiraan untuk hewan ternak domestik adalah 7.000 SM pada
domba dan kambing. Terlihat bahwa dulu hewan tersebut memiliki tanduk
yang melengkung, yang pada ternak modern telah berubah menjadi pendek
saja akibat seleksi.
Mekanisme Domestikasi Hewan

Sangat sedikit spesies hewan yang berhasil didomestikasi.


Domestikasi merupakan proses yang kompleks dan bertahap, yang mengubah
15
kelakuan dan karakteristik morfologi hewan dari tetuanya. Kondisi dan
tekanan yang menyebabkan domestikasi hewan masih tidak jelas, dan
mungkin bervariasi dari satu area geografis ke area lain dan dari satu spesies
ke spesies lain. Akar dari domestikasi hewan mungkin berkaitan dengan
tendensi perburuan dari kelompok pemburu (kemungkinan bagian dari
manusia zaman dulu) untuk mencoba menjinakkan atau memelihara hewan
liar (Diamond, dalam Bamualim, 2009:6).
Bagaimanapun, proses domestikasi mulai berlangsung di akhir
Pleistosen. Perubahan iklim pada waktu itu, perubahan iklim yang semakin
tidak bisa diprediksi, misalnya semakin hangat dan/atau berubah cepat di
sebagian tempat, mengarah kepada pembatasan penyebaran populasi manusia.
Perkembangan ini mendorong pengambilan hasil pertanian, dan
mempengaruhi distribusi dan kepadatan spesies liar yang diburu untuk
pangan. Pada kondisi ini, penggerak utama domestikasi hewan mungkin
berdasarkan pada ketersediaan makanan yang disukai dengan potensi
beberapa spesies domestikasi untuk mendukung sistem pertanian tanaman
pangan (misalnya membajak lahan menggunakan sapi jantan atau kerbau),
atau sebagai alat transportasi (llama, unta, kuda, keledai, dan sapi).
Dari 148 spesies non-karnivora dunia (spesies dengan berat lebih dari
45 kg) hanya 15 spesies yang telah didomestikasi. Sebanyak 13 spesies
tersebut berasal dari Eropa dan Asia, sedangkan dua spesies lainnya berasal
dari Amerika Latin. Kemudian hanya enam spesies yang menyebar luas di
semua benua (sapi, domba, kambing, babi, kuda, dan keledai), sementara
sembilan spesies lainnya (unta, unta Bactrian, llama, alpacas, rusa, kerbau air,
yak, sapi Bali, dan mithun) menjadi penting di beberapa daerah terbatas
(diadaptasi dari Diamond, dalam Bamualim, 2009:6). Proporsi tersebut
bahkan lebih rendah pada kasus unggas, dengan hanya 10 spesies (ayam,
bebek domestik, entok, angsa domestik, ayam mutiara, burung unta, burung
merpati, burung puyuh, dan kalkun) yang terdomestikasi saat ini di luar dari
sekitar 10.000 spesies unggas (daftar tersebut tidak termasuk beberapa burung
yang didomestikasi untuk tujuan hiasan atau rekreasi).
16
Tetua dan kerabat liar dari sebagian besar spesies hewan telah punah
atau terancam punah sebagai hasil perburuan, perubahan habitatnya, dan pada
kasus ayam hutan merah liar, akibat dari intensifnya perkembangbiakan
silang dengan ayam domestik, kecuali babi hutan (Sus scrofa). Pada spesies-
spesies ini, merupakan satu-satunya cadangan keragaman hayati dari tetua
yang saat ini sebagian besar sudah hilang atau punah. Ini merupakan
perbedaan utama dari spesies tanaman, di mana tetua liar biasa ditemukan di
pusat asalnya dan mewakili sumber variasi penting dan sifat-sifat adaptasi
untuk program pemuliaan selanjutnya. Sejumlah kecil dari spesies hewan
yang telah berhasil didomestikasi bisa dijelaskan melalui karakteristik-
karakteristik yang diperlukan atau menguntungkan untuk domestikasi, yang
sangat jarang ditemukan dalam satu spesies.
Semua spesies hewan utama didomestikasi beberapa ribu tahun yang
lalu. Di sini tidak memungkinkan mendomestikasi lebih lanjut spesies
mamalia besar dalam waktu dekat, seperti yang ditunjukkan dari kegagalan,
atau paling tidak hanya oleh keberhasilan yang rendah, dari percobaan di
abad ke-20 untuk mendomestikasi spesies baru (seperti. orgyx, zebra, kerbau
Afrika, dan bermacam spesies rusa). Bagaimana pun pada tahun-tahun
mendatang mungkin akan bisa dilihat perkembangan lebih jauh dari
perkawinan terkontrol dari spesies kecil dan spesies non konvensional (sering
disebut aneka hewan) untuk konsumsi manusia, yang bisa menjadi lebih
penting, paling tidak pada tingkat lokal atau regional (BOSTID; Hanotte dan
Mensah, dalam Bamualim, 2009:8).
Karakteristik penting atau esensial untuk keberhasilan domestikasi
mencakup ciri tingkah laku seperti kurangnya agresif terhadap manusia;
insting hidup berkelompok yang kuat, termasuk ”mengikuti pemimpin” yang
dominan secara hierarki sehingga memungkinkan adanya pengganti manusia
sebagai pemimpin pengganti; cenderung tidak panik saat terganggu; mampu
berkembang biak dalam lingkungan terkontrol; ciri fisiologis seperti pakan
yang dapat dengan mudah disediakan oleh manusia (domestikasi lebih banyak
dilakukan terhadap hewan herbivora dibanding karnivora); laju pertumbuhan
17
yang cepat; interval kelahiran yang relatif singkat dan jumlah kelahiran anak
yang banyak (Diamond, dalam Bamualim, 2009:8).
Spesies tetua dari kebanyakan spesies hewan, sekarang sudah dapat
diidentifikasi. Diketahui juga bahwa banyak populasi hewan domestik saat ini
dan breed berkembang biak yang berasal lebih dari satu tetua liar, dan dalam
beberapa kasus terdapat pencampuran genetik atau introgresi di antara spesies
yang tidak di hibridisasi secara normal pada kondisi liar. Pencampuran dan
hibridisasi ini mungkin terjadi setelah domestikasi awal. Mereka sering kali
terkait dengan migrasi manusia, perdagangan atau secara sederhana hasil dari
kebutuhan masyarakat pertanian pada fenotipe hewan baru. Sebagai contoh
mencakup pencampuran antara sapi taurus dan zebu, adanya latar belakang
genetik sapi seperti dalam yak dan sapi Bali, hibridisasi babi Asia dengan
breed babi Eropa, perkawinan silang antara unta dan unta pacu Bactrian, dan
pencampuran intensif antara dua jenis unta lokal America Selatan (llama dan
alpaca) (Kadwell dkk., dalam Bamualim, 2009:9).
Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat dicapai
manusia dalam upaya penjinakan hewan ke dalam suatu sistem budidaya.
Tingkatan dimaksud, sebagaimana berlangsung, adalah sebagai berikut:
Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup sudah dapat
berlangsung dalam sistem budidaya.
Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya
dapat berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih
rendah.
Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila baru sebagian daur hidupnya
dapat berlangsung dalam sistem budidaya.
Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan, umumnya sangat
ditentukan oleh pengetahuan tentang keseluruhan aspek biologi dan ekologi
hewan tersebut. Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur hidup dan
dinamika pertumbuhannya merupakan aspek biologi yang antara lain
menunjang keberhasilan domestikasi.

18
Domestikasi ternak diperkirakan dilakukan dalam kaitan dengan
kepastian penyediaan sumber pangan, sandang (kulit dan rambutnya dijadikan
bahan pakaian), serta di kemudian hari sebagai komoditi perdagangan.
Menurut ahli biologi Jared Diamond (2003), hewan harus memenuhi enam
kriteria agar dapat dipertimbangkan untuk didomestikasi:
1. Pakannya mudah didapatkan. Hewan tersebut harus mau memakan makanan
yang berada di luar piramida makanan manusia (gandum atau jagung),
pakannya tidak digunakan oleh manusia (rumput, dan sebagainya), dan
ekonomis untuk penyimpanannya.
2. Pertumbuhannya dengan cepat sehingga mempercepat proses
perkembangbiakan dan dimanfaatkan. Hewan besar seperti gajah
membutuhkan waktu tahunan hingga dapat dipergunakan.
3. Memungkinkan untuk dikembangbiakkan dalam penangkaran.
4. Tidak agresif.
5. Tidak mudah stres.
6. Memiliki hierarki sosial yang dapat dimodifikasi.
Karena syarat-syarat itulah, kebanyakan domestikasi dilakukan pertama-
tama untuk keperluan kesenangan semata sebagai hewan timangan (pet).
Banyak jenis ikan dan reptilia masa kini mulai ditangkarkan untuk keperluan
sebagai peliharaan, namun perilaku liarnya masih terbawa hingga sekarang.
Domestikasi memerlukan puluhan generasi untuk mendapatkan galur-galur
yang benar-benar adaptif dengan lingkungan buatan manusia, dikarenakan
domestikasi konvensional memerlukan waktu yang panjang.
Ada beberapa pola yang dikembangkan, yaitu game ranching dan game
farming:
1. Game ranching
Adalah penangkaran yang dilakukan dengan sistem pengelolaan yang
ekstensif. Ada dua arti yang berbeda (Robinson dan Bolen. 1984), pertama,
suatu kegiatan penangkaran yang menghasilkan satwa liar untuk kepentingan
olah raga berburu, umumnya jenis binatang eksotik, kedua, adalah kegiatan
penangkaran satwa liar untuk menghasilkan daging, kulit, maupun binatang
19
kesayangan, seperti burung, ayam hutan dan sebagainya. Pola penangkaran
ini telah berkembang di Afrika, Amerika Serikat dan Australia. Di Indonesia
sendiri pola ini telah di coba dikembangkan untuk jenis-jenis ayam hutan,
burung, reptil (buaya, ular, penyu) dan ungu lata (rusa, banteng).
2. Game farming
Yaitu kegiatan penangkaran satwa liar dengan tujuan untuk menghasilkan
produk-produk seperti tanduk, kulit, bulu, minyak dan taring/gading/tanduk.
Dalam pola ini dikembangkan juga penjinakan untuk keperluan tenaga kerja,
misalnya gajah.
Prinsip penangkaran adalah pemeliharaan dan perkembangbiakan
sejumlah satwa liar yang sampai pada batas-batas tertentu dapat diambil dari
alam, tetapi selanjutnya pengembangannya hanya diperkenankan diambil dari
keturunan-keturunan yang berhasil dari penangkaran tersebut. Ada empat
syarat untuk mengembangkan komoditi domestik melalui penangkaran agar
diperoleh hasil maksimal, yaitu:
a. Obyek (satwa liar), perlu memperhatikan populasinya di alam apakah
mencukupi atau tidak, kondisi spesies (ukuran badan, perilaku) dan proses
pemeliharaan serta pemanfaatannya.
b. Penguasaan ilmu dan teknologi, meliputi pengetahuan tentang ekologi satwa
liar serta dikuasainya teknologi yang sesuai dengan keadaan perkembangan
dunia.
a. Tenaga terampil untuk menggali dasar ekologi ataupun cara pengelolaan pada
proses penangkaran.
b. Masyarakat, berkaitan erat dengan sosial budaya dan diharapkan sebagai
sasaran utama dalam proses pemasaran produk.
Penangkaran dalam rangka budidaya dilakukan dengan sasaran utama
komersial terutama dari segi peningkatan kualitasnya, sehingga metode yang
diterapkan lebih ditujukan untuk peningkatan jumlah produksi yang
ditentukan oleh kaidah-kaidah ekonomi dan dikendalikan pasar. Metode ini
menerapkan teknologi reproduksi yang tinggi, seperti: inseminasi buatan,

20
transplantasi embrio, agar dapat dihasilkan keturunan jantan yang baik,
sehingga terjadi peningkatan.
Ada enam hal penting yang menjadi syarat utama terjadinya asosiasi
antara manusia dengan hewan melalui proses domestikasi yaitu:
1. Makanan yang bervariasi
Hewan yang di domestikan haruslah hewan yang cukup fleksibel dalam
mengkonsumsi makanan. Seperti herbivora atau omnivora. Hewan yang mau
mengkonsumsi berbagai jenis bahan pangan, khususnya bahan pangan yang
tidak di konsumsi oleh manusia, manusia akan lebih murah untuk
memeliharanya. Sedangkan hewan karnivora makanannya tidak bervariatif
karena hanya makan berupa daging segar, dan membesarkan hewan karnivora
lebh panjang dibandingkan hewan herbivora
2. Laju pertumbuhan yang tinggi
Hewan yang laju pertumbuhannya lambat tidak cocok untuk
didomestikasi karena akanmerugikan bagi yang memelihranya. Sebab, bagi
hewan yang laju pertumbuhannya cepat baikk secara fisik maupun sifat
memungkinkan manusia untuk mengembangbiakkannya dan kemudian
memeliharanya dalam jangka waktu yang cukup lama.
3. Mampu berbiak dilingkungan terkekang
Hewan yang mampu atau dapat bertahan jika dikembangbiakkan dalam
lingkungan manusia seperti dalam kandang atau rumah. Contohnya seperti
memelihara anjing disekitar rumah atau didalam kandang. Meskipun habitat
aslinya bukian dilingkungan manusia modern namun anjing dapat dijinakkan
dengan baik didalam lingkungan dan oleh manusia.
4. Perangai yang tidak terlalu agresif
Syarat lain bagi hewan yang akad didosmetikasi adalah tidak bersifat
mambahayakan bagi manusia. Terdapat banyak jenis hewan yang dapat
didosmetikasi jika dilihat dari sisi pertumbuhan yang cepat, namunn sifat
yang agresif dan suka menyerang manusia membuatnya membuatnya tidak
cocok didosmetikasi. Seperti zebra yang telah lama dan berkali-kali dilakukan

21
percobaan untuk didosmetikasi namun tetap tidak berhasil, ini karena zebra
memiliki prilaku yang suka menyerang orang didekatnya hingga membunuh.
5. Tidak mudah panic
Hewan yang cenderung panik atau tidak suka akan kedatangan manusia
didaerahnya, dalam artian hewan tersebut akan melarikan diri jika ada
manusia didekatnya termasuk hewan yang tidak cocok untuk didosmetikasi
kkarenaa kurang menarik untuk dipelihara. Contohnya : kijang dan rusa.
6. Struktur sosial
Maksudnya adalah hewan yang dapat bekerjasama, memiliki kesetiaan,
dan butuh pepimppin dari manusia atau pemeliharanya merupakan hewan
yang cocok untuk didosmetikasi. Contoh : anjing.
Contoh Hewan Domestikasi
1) Anjing

Proses domestikasi anjing terjadi jauh lebih dulu ketimbang kucing.


Proses domestikasi anjing telah dilakukan 15 ribu tahun silam, bahkan
beberapa ilmuwan meyakini bisa mencapai 100 ribu tahun yang lalu. Menurut
penelitian dan studi yang dilakukan oleh ilmuwan dan ahli DNA, anjing
peliharaan modern memiliki alur DNA yang khas dengan beberapa spesies
serigala dan anjing hutan. Penelitian yang ditulis dalam jurnal Nature ini
mengungkap bahwa ada perubahan kompleks yang terjadi selama puluhan
ribu tahun tersebut, meskipun bukan secara genetik.
Memang ada sebagian persamaan perilaku dalam tingkatan sosial, seperti
kawanan yang memiliki alfa, cara melolong, dan menggali tanah sebagai
perilaku yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Namun, pada dasarnya,
22
domestikasi yang terjadi puluhan ribu tahun silam telah memunculkan alur
evolusi yang berbeda pada ketiga spesies tersebut. Pemisahan evolusi
semakin tegas karena terbukti telah membagi pada tiga spesies berbeda, yakni
anjing peliharaan, anjing hutan, dan serigala. Bahkan, ada kalangan akademisi
yang meyakini bahwa nenek moyang dari ketiga spesies tersebut betul-betul
ada sebagai single alpha, yakni nenek moyang (spesies) tunggal yang
menghasilkan keturunan-keturunan keluarga anjing layaknya yang terjadi
pada kucing purba.
Menurut sejarah geologi, perkembangan evolusi anjing terjadi sejak 60
juta tahun silam, ketika zaman Paleocene. Evolusi anjing tersebut melalui 4
zaman yaitu zaman Paleocene, zaman Oligocene, zaman Miocene, dan zaman
Pliocene. Pada zaman Paleocene, terdapat dua spesies hewan yaitu miacis dan
cynodictis. Miacis adalah hewan kecil dengan badan dan ekor panjang,serta
kaki pendek. Hewan tersebut merupakan nenek moyang anjing, raccoon,
beruang, weasel (sejenis musang), musang, hyaena (anjing hutan), dan
kucing. Miaciis memiliki gigi khas bangsa karnivora dan berjalan seperti
beruang. Otaknya kecil, tetapi lebih besar dari bangsa karnivora. Sementara
cynodictis memiliki tubuh yang lebih kecil dan langsing, yang menonjol dari
binatang ini adalah kelengkapan giginya yang berjumlah 42 buah. Keturunan
miacis dan cynodictis yang masih hidup hingga sekarang adalah musang.
Karena itu musang kerap dijuluki fosil hidup. Walaupun sudah berevolusi
selama 40 juta tahun, musang tidak mengalami perubahan. Ketika zaman
Oligence(kira-kira 35 juta tahun yang lalu), cynodictis tetap berbentuk hewan
dengan badan panjang dan kaki pendek. Adapun miacis berkembang menjadi
berbagai turunan anjing. Dari turunannya berkembang menjadi anjing mirip
beruang, hyaena, kucing, dan anjing. Keturunan anjing inilah yang bertahan
hidup. Zaman Miocene yang terjadi sekitar 20 juta tahun yang lalu
merupakan permulaan evolusi anjing sesungguhnya, keluarga Canidae.Anjing
berevolusi dari serigala abu-abu menjadi lebih dari 400 keturunan yang
berbeda. Manusia telah memainkan peran utama dalam menciptakan anjing
yang memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda. Melalui bentuk yang
23
paling dasar dari rekayasa genetika, anjing dibiakkan untuk menonjolkan
naluri yang terlihat dari pertemuan awal mereka dengan manusia. Meskipun
rincian tentang evolusi anjing tidak pasti, anjing-anjing pertama adalah
pemburu dengan indera tajam penglihatan dan penciuman. Manusia
mengembangkan naluri ini dan menciptakan keturunan baru sebagai
kebutuhan atau keinginan muncul. Diberbagai belahan dunia anjing di anggap
berbeda. Karakteristik loyalitas, persahabatan, protektif, dan kasih sayang
telah mendapatkan anjing pada posisi penting dalam masyarakat Barat. Selain
itu di Amerika Serikat dan Eropa perawatan dan memberi makan anjing telah
menjadi bisnis jutaan dolar. Peradaban Barat telah memberikan hubungan
antara manusia dan anjing sangat penting. Namun, di beberapa negara
berkembang dan di banyak daerah di Asia, anjing digunakan sebagai penjaga
atau binatang beban atau bahkan untuk makanan, sedangkan di anjing
Amerika Serikat dan Eropa dilindungi dan dikagumi. Di Mesir kuno selama
zaman firaun, anjing dianggap sakral. Anjing telah memainkan peran penting
dalam sejarah peradaban manusia dan menjadi hewan peliharaan pertama.
Mereka memiliki peran penting dalam masyarakat pemburu-pengumpul
sebagai sekutu berburu dan pengawal terhadap predator. Pada ternak sekitar
7000 hingga 9000 tahun yang lalu, anjing digunakan sebagai penggembala
dan penjaga domba, kambing, dan sapi. Meskipun masih banyak juga yang
menggunakan anjing untuk kegiatan seperti itu, namun kini anjing semakin
digunakan untuk tujuan sosial dan persahabatan. Anjing saat ini bekerja
sebagai pemandu untuk tunanetra dan penyandang cacat atau untuk
membantu pekerjaan polisi. Anjing bahkan digunakan dalam terapi di panti
jompo dan rumah sakit untuk mendorong pasien ke arah pemulihan. Manusia
telah mengelompokkan berbagai anjing yang berbeda yang disesuaikan untuk
melayani berbagai fungsi. Hal Ini telah mengalami perubahan melalui
perbaikan dalam pelayanan kesehatan hewan dan peternakan.

24
2) Kucing

Kucing adalah salah satu hewan yang berevolusi akibat hasil domestikasi
di zaman kuno. Menurut para ilmuwan dan ahli biologi, kucing peliharaan
saat ini merupakan hasil dari penjinakan kucing buas yang dulunya hanya
tinggal di hutan-hutan Afrika.
Hasil penelitian yang dicatat dalam Max Planck Institute ini juga
mengungkap bahwa proses domestikasi kucing telah terjadi 9.000 tahun yang
lalu. Ahli DNA berhasil melacak keberadaan kucing-kucing purba di Afrika,
Eropa, Timur Tengah, dan Asia Barat. Dari penelitian DNA yang dilakukan
secara terperinci, didapatkan bahwa induk utama kucing purba, yakni kucing
liar hutan, merupakan spesies Felis silvestris lybica. Spesies mamalia ini
diprediksi memiliki kaitan yang kuat secara DNA dengan kucing peliharaan.
Pada awalnya, manusia zaman kuno menangkap spesies kucing hutan
tersebut untuk dijadikan pemangsa tikus. Namun, karena sikap dan sifatnya
yang buas dan liar, diperlukan waktu yang cukup lama untuk "memaksa"
spesies tersebut menjadi lebih adaptif di lingkungan manusia. Proses
domestikasi selama ribuan tahun telah membentuk lajur evolusi yang berbeda
pada keduanya. Lajur evolusi ini telah memisahkan keduanya menjadi
subspesies yang berbeda pula, yakni kucing buas di hutan dan kucing jinak
peliharaan.

3) Sapi

25
Sapi potong atau pun sapi perah, keduanya merupakan hasil domestikasi
ternak. Tak ubahnya seperti anjing dan kucing, sapi juga mengalami
domestikasi yang sangat lama, bahkan diyakini hampir sama dengan rentang
waktu domestikasi yang terjadi pada anjing.
Para peneliti berhasil mengungkap alur DNA yang sama persis antara sapi
ternak modern dengan sapi ternak Eropa yang berusia 5.000 tahun lalu.
Dalam rentang waktu tersebut, kesamaan DNA sangat identik. Namaun,
begitu memasuki kisaran waktu yang jauh lebih lama, sekitar 15 ribu tahun
lalu, ditemukan percabangan spesies dari sapi ternak.
Diprediksi, nenek moyang dari sapi ternak modern adalah eurasian
aurochs (Bos primigenius). Hewan ini telah punah dan diyakini menjadi
nenek moyang dengan alur evolusi yang memunculkan subspesies sapi,
banteng, dan kerbau. Pada awalnya, spesies ini merupakan satwa liar yang
hidup di padang rumput wilayah Mesopotamia. Hasil penjinakan yang
dilakukan oleh manusia di zaman kuno mengakibatkan evolusi famili Auroch
dapat sangat beragam. Kondisi iklim dan lingkungan ternyata berpengaruh
pada hasil domestikasi. Sapi ternak Afrika dapat sedikit berbeda dengan sapi
ternak Eropa, begitu juga dengan sapi ternak di wilayah Himalaya.
4) Lebah Madu

26
Tidak di ragukan lagi pemburu menemukan sarang lebah mengingginkan
madunya, aka mereka mendapatkan resiko mendapatkan sengatan lebah.
Domestikasi lebah madu seharusnya lebih cocok dikatakan sebagai upaya
untuk mencari cara yang lebih aman dan lebih nyaman dalam memanen
madu. Titik balik dari domestik lebah madu adalah penemuan dimana
segerombolan lebah madu dapat dibujuk untuk masuk ke sarang khusus yang
dirancang oleh manusia untuk kenyamanan dan keamanan dalam
mengumpulkan madu.
5) Ayam

Dulu hutan-hutan di India dan Asia Tenggara banyak hidup ayam hutan
yang berwarna merah hidup, pejantan memiliki suara kokokan yang
mempesona dan berpenampilan gagah, ayam hutan dipelihara untuk di ambil
telur dan dagingnya sekitar 2000 SM. Diperkirakan jenis ayam domestik yang
ada di dunia saat ini merupakan keturunan dari ayam hutan tersebut.

2.6 Domestikasi Tumbuhan


Menurut sejarah, domestikasi tumbuhan telah lama dilakukan sejak 10.000
tahun yang lalu di Mesopotamia. Bangsa Mesopotamia mengumpulkan biji-
biji tumbuhan seperti gandum, jelai, kacang-kacangan dan kacang polong,
kemudian menanam dan menumbuhkannya. Sejak terjadi domestikasi
tumbuhan, manusia tidak lagi hidup dengan berburu hewan atau mencari
tumbuhan liar. Mereka mulai hidup menetap dan bercocok tanam.
Menurut Evans (1996) domestikasi tanaman secara luas diartikan sebagai
transformasi yang dimulai dari penyangkutan retensi benih sampai ke isi

27
DNA merupakan hasil pembentukan dari penampilan tumbuhan. Begitu
halnya perubahan padaukuran dan bentuk pada sejumlah tanaman, disertai
oleh laju pertumbuhan dan perkembangan. Lebih jauh, kehilangan substansi
racun yang merupakan unsur pelindung alami tumbuhan terhadap penyakit
dan hamatanaman yang terinfeksi di sejumlah tumbuhan yang didomestikasi.
Tampaknya, metamorfosis ini mengakibatkan penimbulan (mengefisiensi)
maupun penenggelaman (mendefesiensi) lebih dari satu unsur genetik sesuai
dengan faktor budidaya yang dipengaruhi.Hal ini kemudian memunculkan
kesempatan pada memodifikasi genetik, seperti persilangan antara tanaman
tebu Saccharum officinarum dengan S. spontaneum yang mempunyai gen
yang tahan dengan penyakit sereh yang mewabah pada tahun 1880.
Tujuan manusia melakukan domestikasi pada tumbuhan tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk bahan baku kain, dekorasi,
atau komoditas perdagangan. Tumbuhan yang didomestikasi akan mengalami
perubahan baik pada bentuk maupun karakter yang dimiliki. Salah satu contoh
yang bisa dijelaskan adalah jagung (Zea mays).
Para ahli berpendapat bahwa jagung yang dibudidayakan sekarang ini
adalah bentuk evolusi dari jagung liar (Teosinte). Jagung yang sekarang
memiliki jumlah biji yang banyak dengan tongkol yang tertutup, berbeda
dengan Teosinte yang hanya memiliki jumlah biji yang sedikit dengan tongkol
yang terbuka.

Seiring berkembangnya teknologi, manusia pun melakukan


pengembangan domestikasi tumbuhan dengan cara menyisipkan gen yang
dikehendaki atau melakukan perkawinan silang sehingga tanaman budi daya

28
saat ini banyak yang memiliki sifat tahan terhadap hama, tahan terhadap
penyakit, atau dapat bertahan dalam suhu tinggi maupun rendah.
Sampai sekarang, domestikasi pada hewan dan tumbuhan masih terus
dilakukan dan dikembangkan oleh manusia. Tidak hanya terpaku pada hewan
atau tumbuhan darat saja, tetapi juga hewan atau tumbuhan yang berkembang
biak di perairan, seperti ikan (misal: gurame, bandeng), udang (misal: udang
windu), dan alga (misal: makroalga merah).
Perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat akibat proses domestikasi
tersebut berbeda-beda tergantung dari masing-masing spesies dan budaya dari
komunitas manusia yang mengadopsinya. Dengan kata lain, manusia dapat
mempengaruhi bentuk evolusi pada tumbuhan dan hewan yang dapat
mengakibatkan terjadinya keanekaragaman spesies di dunia.

Tumbuhan diceritakan telah terdomestikasi apabila sejumlah


penampilannya mengalami perubahan dan ia dilahirkan tergantung pada
campur tangan manusia dalam pertumbuhan dan perbanyakan keturunannya.
Untuk tanaman pangan paling tidak benar dua macam yang dikenali tidak
pernah ditemukan tumbuh liar di alam: jagung dan beberapa macam rapa
(Brassica napus). Selain itu gandum roti yang heksaploid juga tidak
ditemukan di alam liar. Domestikasi tumbuhanlah yang "memaksa" manusia
untuk memecat perilaku pengembaraan dan mulai menetap sehingga
mengeluarkan peradaban dan teknologi budidaya pertanian. Tumbuhan
budidaya biasa disebut sebagai tanaman.
Nasihat mengenai budidaya pertama bermula dari sisa-sisa labu cairan,
dan terdapat tanda-tanda bahwa tanaman ini sudah dipelihara pada agak
10.000 tahun SM. Sisa-sisa labu cairan berusia dari 8.000 tahun SM bahkan
telah ditemukan di benua Amerika, memandukan demikianlah keadaanya
jalur migrasi dari Afrika (tempat asal-usul tanaman ini) melalui Asia Timur
lalu ke Amerika.
Macam gandum kuna, seperti einkorn (Triticum monococcum) dan
emmer (T. turgidum ssp. dicoccoides), merupakan tumbuhan biji-bijian yang

29
dikenali pertama kali dibudidayakan manusia, bersama-sama dengan padi.
Sisa-sisa gandum ditemukan pada beberapa situs arkeologi di Turki bidang
tenggara dan kawasan Bulan Sabit yang Subur (lembah Tigris dan Eufrat).
Bukti arkeologi bulir padi dengan karakteristik terdomestikasi ditemukan di
hilir Sungai Yangtze dan bermula dari masa 9.000–8.000 tahun SM.
Proses domestikasi tanaman berlangsung lambat dan manusia secara
tidak sengaja mengubah beberapa ciri fisik sehingga membuat tanaman
bertambah sesuai dengan penanganan yang dimainkan manusia. Sesuai bukti-
bukti arkeologi, sifat pertama yang berubah pada padi-padian budidaya
merupakan malai kehilangan sifat mudah rontok bila dipanen dan ukuran
bulir dilahirkan bertambah luhur daripada bentuk liarnya. Membesarnya
ukuran bulir pada padi, misalnya, ternyata disebabkan oleh suatu delesi
(mutasi berupa lenyapnya beberapa sekuens basa pada DNA) pada suatu gen
di kromosom (Ronnie, 2004).
Salah satu contoh yang bisa dijelaskan adalah jagung (Zea mays). Para
ahli berpendapat bahwa jagung yang dibudidayakan sekarang ini adalah
bentuk evolusi dari jagung liar (Teosinte). Teosinte memiliki tongkol
berukuran kecil dengan beberapa baris biji yang jumlahnya dapat dihitung
dengan jari. Meskipun demikian jumlah tongkol Teosinte lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah tongkol pada Jagung modern saat ini. Selama
domestikasi Teosinte kehilangan kemampuan untuk memiliki banyak
tongkol. Hal ini mengakibatkan jumlah tongkol pada Jagung modern lebih
sedikit dibanding dengan nenek moyangnya. Namun demikian terdapat
peningkatan ukuran panjang tongkol, yang mengakibatkan meningkatnya
daya hasil Jagung modern. Selain perbedaan ukuran panjang tongkol, sifat
biji yang menyebar ketika tongkol Teosinte matang juga hilang selama proses
domestikasi. Jagung modern memiliki biji yang tertanam dengan kuat pada
bonggol tongkolnya (cob), yang mencegah tersebarnya biji ketika tongkol
matang.
Seiring berkembangnya teknologi, manusia pun melakukan
pengembangan domestikasi tumbuhan dengan cara menyisipkan gen yang
30
dikehendaki atau melakukan perkawinan silang sehingga tanaman budi daya
saat ini banyak yang memiliki sifat tahan terhadap hama, tahan terhadap
penyakit, atau dapat bertahan dalam suhu tinggi maupun rendah (Azizah,
2017).

2.7 Kelebihan dan Kekurangan dari Domestikasi

Gambaran seekor sapi membajak lahan pertanian Mesir Kuno, 3000 SM


(Maler der Grabkammer des Sennudem)

Domestikasi memiliki tujuan demi menjaga ketersediaan pangan


sebagaimana manusia membutuhkan padi, ayam peliharaan, domba, sapi dan
lainnya. Selain bisa diambil dagingnya, hewan-hewan tersebut juga bisa
dimanfaatkan unsur lainnya. Seperti misalnya sapi dan domba yang diambil
kulitnya. Oleh karena itu, adanya kegiatan domestikasi sangat didukung oleh
pihak pemerintahan demi pengembangan unggul.
Adapun keuntungan dari domestikasi hewan dan tumbuhan ini di antaranya:
1. Dapat membantu menyembuhkan berbagai penyakit manusia. Virus yang
dimodifikasi akan digunakan dalam terapi gen manusia sehingga manusia
dapat menyembuhkan penyakitnya sendiri.
2. Apabila jenis tanaman akan lebih tahan terhadap hama, herbisida, hingga
serangan penyakit tanaman sehingga akan meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan hasil panen. Beberapa mamalia seperti tikus dan kelinci dapat
digunakan dalam penelitian.

31
3. Tanaman dapat mengurangi polusi logam berat dalam tanah.
4. Menciptakan berbagai obat penyakit. Insulin sintetis adalah salah satu hasil
rekayasa genetika yang dapat digunakan dalam merawat pasien diabetes.
Selain kelebihan dari domestikasi hewan dan tumbuhan, adapun
kekurangan dari domestikasi hewan dan tumbuhan, di antaranya:
1. Munculnya berbagai gangguan kesehatan seperti alergi dan penyakit yang
belum diketahui lainnya.
2. Penurunan efektivitas dari pestisida karena tanaman akan menstimulus gen-
gen hama baru yang memiliki daya tahan yang lebih kuat.
3. Tanaman ataupun hewan akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan
pada manusia bila dikonsumsi.
4. Terganggunya keseimbangan ekosistem karena akan adanya dominasi.
5. Tanaman jika tidak dibersihkan secara maksimal akan dikhawatirkan dapat
membunuh jasad renik dalam tanah yang bekas menanam tanaman tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Domestikasi merupakan salah satu cara yang dilakukan sebagai upaya
mengembangbiakkan tumbuhan atau hewan, misal termasuk ikan yang
biasa hidup liar (tidak terkontrol) dapat dikontrol dengan baik.
2. Sejarah pemanfaatan hewan dan tumbuhan secara budidaya dimulai
sekitar 12.000 sampai 14.000 tahun yang lalu, selama revolusi pertanian

32
di awal Neolitikum, melalui domestikasi sebagian besar tanaman pangan
dan spesies hewan.
3. Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh faktor perubahan iklim
dan lingkungan.
4. Pada tahapan ilmu pengetahuan mulai berkembang, manusia mengambil
jarak dengan objek domestikasi, dan bertindak sebagai subjek yang
mengamati, memanfaatkan dan menelaah dan mengawali tahap
ontologies yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan yang bersumber
pada akal sehat yang didukung oleh metode.
5. Proses domestikasi pada hewan tampaknya sudah terjadi sejak zaman
Mesolitikum (10.000 SM).
6. Menurut sejarah, domestikasi tumbuhan telah lama dilakukan sejak
10.000 tahun yang lalu di Mesopotamia.
7. Domestikasi memiliki tujuan demi menjaga ketersediaan pangan
sebagaimana manusia membutuhkan padi, ayam peliharaan, domba, sapi
dan lainnya. Selain bisa diambil dagingnya, hewan-hewan tersebut juga
bisa dimanfaatkan unsur lainnya.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus, detail
dan rinci dalam penjelasan makalah ini, serta dengan sumber penulisan yang
lebih banyak dan relevan. Jangan sungkan untuk memberikan kritik dan
saran terhadap kami tentunya dengan sifat yang membangun.

33
DAFTAR PUSTAKA

Evans, L.T. 1996. Crops Evolution, Adaptation, and Yield. Combridge Univ.
Press.
Pullin, R.S.V. 1994. Exotic Species and Genetically Modified Organisms in
Aquaculture and Enchanced Fisheries : ICLARM’s Position. NAGA, the
ICLARM Quarterly. 17(4): 19 – 24.
Zairin, M. Jr., 2003. Endokrinologi dan Peranannya Bagi Masa Depan Perikanan
Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan

34
Endikronologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Zairin, M.Jr. 2003. Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan
Indonesia. Orasi Ilmiah Gurubesar FPIK IPB.

LAMPIRAN
HASIL DISKUSI

1. Taibatul Hidayati (NIM 1810119120021) Kelompok 2

Mengapa manusia melakukan domestikasi terhadap hewan dan tumbuhan, dan


apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya?

Jawab: Try Dayanti (NIM 1810119320012)

35
Manusia melakukan domestikasi terhadap hewan untuk mengembangkan sifat
tertentu. Hewan yang dipilih untuk didomestikasi memiliki kriteria seperti
mampu berkembang biak di dalam penangkaran, tahan penyakit, tidak agresif,
serta mampu bertahan di segala cuaca.

Hewan yang telah didomestikasi memiliki perbedaan dengan nenek


moyangnya, baik dalam bentuk maupun sifat. Misalnya, sebelum
didomestikasi, ayam liar hanya memiliki berat sekitar 2 pounds saja dan hanya
bertelur dalam jumlah yang sedikit tiap tahunnya. Namun, setelah mengalami
proses domestikasi kini ayam memiliki berat sampai 17 pounds dan bisa
bertelur 200 butir atau lebih tiap tahunnya.

Tujuan manusia melakukan domestikasi pada tumbuhan tidak hanya untuk


memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk bahan baku kain, dekorasi, atau
komoditas perdagangan. Tumbuhan yang didomestikasi akan mengalami
perubahan baik pada bentuk maupun karakter yang dimiliki. Salah satu contoh
yang bisa dijelaskan adalah jagung (Zea mays).

Sampai sekarang, domestikasi pada hewan dan tumbuhan masih terus


dilakukan dan dikembangkan oleh manusia. Tidak hanya terpaku pada hewan
atau tumbuhan darat saja, tetapi juga hewan atau tumbuhan yang berkembang
biak di perairan, seperti ikan (misal: gurame, bandeng), udang (misal: udang
windu), dan alga (misal: makroalga merah).

Perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat akibat proses domestikasi
tersebut berbeda-beda tergantung dari masing-masing spesies dan budaya dari
komunitas manusia yang mengadopsinya. Dengan kata lain, manusia dapat
mempengaruhi bentuk evolusi pada tumbuhan dan hewan yang dapat
mengakibatkan terjadinya keanekaragaman spesies di dunia.

Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh faktor perubahan iklim dan
lingkungan, Adapun faktor pendukung dari keberhasilan domestikasi yaitu
harus mempertimbangkan lokasi yang tepat dimana domestikasi itu
direncanakan, teknologi yang dipakai untuk usaha domestikasi, fasilitas yang
36
diperlukan, sumber daya manusia, ketersediaan modal usaha, aspek biologis
(kebiasaan makan, pertumbuhan, dan lain-lain (Niken, 2020).

2. Adela Fitria Audry (NIM 1810119120025) Kelompok 2

Pada makalah mengenai pola yang dikembangkan pada domestikasi hewan,


ada 2 yaitu game ranching dan game farming. Apa berbedaan diantara 2 pola
tersebut? Karena yang saya baca di makalah itu seperti sama keduanya, sama-
sama menghasilkan produk.

Jawab : Aulia Halwa (NIM 1810119320016)

Game ranchin adalah penangkaran yang dilakukan dengan sistem pengelolaan


yang ekstensif. Ada dua arti yang berbeda (Robinson dan Bolen. 1984),
pertama, suatu kegiatan penangkaran yang menghasilkan satwa liar untuk
kepentingan olah raga berburu, umumnya jenis binatang eksotik, kedua, adalah
kegiatan penangkaran satwa liar untuk menghasilkan daging, kulit, maupun
binatang kesayangan, seperti burung, ayam hutan dan sebagainya. Pola
penangkaran ini telah berkembang di Afrika, Amerika Serikat dan Australia. Di
Indonesia sendiri pola ini telah di coba dikembangkan untuk jenis-jenis ayam
hutan, burung, reptil (buaya, ular, penyu) dan ungu lata (rusa, banteng).
Sedangkan Game farming yaitu kegiatan penangkaran satwa liar dengan tujuan
untuk menghasilkan produk-produk seperti tanduk, kulit, bulu, minyak dan
taring/gading/tanduk. Dalam pola ini dikembangkan juga penjinakan untuk
keperluan tenaga kerja, misalnya gajah.

3. Tiara Ayuningtyas (NIM 1810119120006) Kelompok 2


Pertanyaan : Apa ada perbedaan dari mekanisme domestifikasi pada hewan dan
tumbuhan ?
Jawab : Rizka Annida Fiqriani (NIM 1810119320011)
Perbedaannya, apabila penjinakan lebih pada individu, domestikasi melibatkan
populasi, seperti seleksi, pemuliaan (perbaikan keturunan), serta perubahan
perilaku/sifat dari organisme yang menjadi objeknya. Domestikasi merupakan
pengadopsian tumbuhan dan hewan dari kehidupanbliar ke dalam dunia sehari
37
hari manusia, dalam manfaat yang sederhana, domestikasi merupakan bagian
penjinakan terhadap hewan liar, perbedaannya apabila penjinakan lebih pada
individu, domestikasi melibatkan populasi seperti seleksi, perbaikan keturunan,
serta perubahan perilaku atau sifat dari organisme nya yang akan menjadi
objeknya

4. Saidah Lara Asih (NIM 1810119320007) Kelompok 2


Mengapa Domestikasi dapat membentuk individu baru?dan Bagaimana
mekanisme Domestikasi membentuk individu baru tersebut?
Jawaban: Sry Wahyuni (1810119320018)
Karena usaha domestika seleksi dan perkawinan silang, sehingga terbentuk
spesies baru atau dengan kata lain mempercepat terjadinya evolusi. Mekanisme
nya ada 3 yaitu domestika sempurna, hampir sempurna, dan belum di katakan
belum sempurna.

38

Anda mungkin juga menyukai