Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBEDAHAN DAN PENGAWETAN AMPHIBI PADA KODOK

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memenuhi pelajaran Life Science.

Ditulis Oleh:
Isabelle Mae
Deanna Davino
Fidelynn Staura Harianto
Fernando Joseph Setiawan

LIFE SCIENCE
[F Major C]
UPH COLLEGE
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Tritunggal yang dikenal di dalam Tuhan
Yesus Kristus, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum dengan topik “Pengamatan Hewan Kelompok Vertebrata
Klasifikasi Amphibi” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kelas
biologi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erawati selaku guru pembimbing yang
telah membimbing penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari dalam
penyusunannya, laporan ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna sempurnanya laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bukan saja bagi penulis tetapi juga bagi
pembaca untuk lebih memahami serta mensyukuri betapa indahnya karya Tuhan dalam setiap
ciptaan-Nya.

Tangerang, 9 Mei 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amphibi merupakan pengklasifikasian dari hewan vertebrata yang umumnya


didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau
KBBI, kata ‘amfibi’ memiliki arti yaitu binatang berdarah dingin yang dapat hidup di air dan
di darat. Pengklasifikasian amphibi terdiri dari tiga Ordo diantaranya adalah Caudata atau
Urodela, Cecilia atau Gymnopiona dan Anura. Caudata adalah pengelompokkan amphibi jenis
salamander dan kadal. Cecilia atau Gymnophiona adalah pengelompokkan amphibi tak berkaki
atau seperti cacing. Sedangkan Anura adalah pengelompokkan amphibi jenis katak atau kodok,
seperti yang seringkali kita kenal. Untuk bertahan hidup, habitat spesies kodok yaitu biasanya
pada air atau darat yang lembab, bersemak, terdapat genangan air, serta berkanopi. Contohnya
yaitu di rawa-rawa, daerah aliran sungai, danau dan juga kolam. Setiap Ordo amphibi memiliki
perbedaannya masing-masing, salah satunya seperti struktur tubuh, begitu pula kodok dengan
hewan amphibi lainnya. Klasifikasi dari kodok yaitu sebagai berikut : Filum yaitu Chordata;
Subfilum yaitu Vertebrata; Kelas yaitu Amfibia; Ordo yaitu Anura; Famili yaitu Ranidae;
Genus yaitu Fejervarya; dan spesies yaitu Fejervarya cancrivora.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur tubuh pada kodok?


2. Organ apa saja yang di dalam tubuh pada kodok?
3. Bagaimana cara praktikum pembedahan hewan yang baik dan benar?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi susunan morfologi dan anatomi hewan vertebrata amphibi kodok.
2. Memahami fungsi dan cara menggunakan Larutan FAA dalam praktikum.
3. Mengetahui cara pembuatan Awetan Basah terhadap kodok.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Morfologi

Tubuh pada kodok (Fejervarya cencrivora) terdiri dari bagian kepala (caput) yang
berbentuk menyerupai segitiga dan terdapat organ di bagian kepalanya. Yaitu mulut yang lebar
dan bentuk mulut terkesan seperti tersenyum, dibatasi oleh rahang bawah yang tidak bergigi
dan rahang atas yang bergigi bentuk kerucut kecil - kecil yang tajam. Kemudian terdapat
sepasang lubang hidung. Terdapat kelopak mata berselaput tipis dan bening, disebut membrana
niktitans, dapat bergerak dari bawah ke atas yang berfungsi melindungi mata saat berada
didalam air. Kodok jantan memiliki kantung suara di kiri-kanan rahang bawah disebut sakus
vokalis berfungsi untuk resonansi suara.
Pada badan kodok (truncus), terdapat bagian punggung berbentuk cembung dan bagian
perutnya rata. Pada limpa kodok adalah organ yang terletak di ujung posterior badan. Lubang
yang terdapat pada ujung belakang tubuh tempat bermuaranya saluran urogenital disebut
kloaka. Warna pada kodok umumnya yaitu abu - abu kecoklatan. Bagian punggung mempunyai
bercak berwarna hitam dan lipatan kulit yang tidak teratur membentuk seperti benjolan. Bagian
mulutnya terdapat bercak hitam, bagian belakang matanya terdapat garis berwarna hitam, dan
punggung kodok berwarna coklat. Kulit pada kodok selalu basah, halus dan berselaput serta
tidak bersisik. Kodok mempunyai dua pasang kaki untuk berenang dan berjalan. Pada tungkai
belakang memiliki 5 jari dan tungkai depan terdapat 4 jari. Di sela - sela jarinya terdapat selaput
untuk berenang. (Antus. M. R., dkk. 2018)

2.2 Anatomi

Anatomi pada kodok yaitu jantung (cor), empedu (gillbladder), hati (hepar), pankreas,
lambung (ventriculum), usus (intestinum), kloaka. Sistem rangka kodok tersusun atas
endoskeleton yang ditopang oleh bagian tubuh yang lunak. Pada fase kecebong atau berudu
tulangnya masih lunak. Hingga pada fase dewasa, menjadi keras. Namun terdapat sambungan
tulang yang masih lunak dengan permukaan yang licin. Tempurung kepalanya yang besar dan
pipih terdiri atas cranium yang sempit, beberapa pasang kapsula sensoris dari hidung kapsula
pendengar dan kapsula yang besar untuk tulang rahang (skeleton visceral).
Kodok ini mempunyai tulang belakang. Sistem otot pada kodok terdiri dari 3 macam
otot daging yaitu otot daging berserat halus, otot daging jantung, dan otot daging berserat
melintang. Sistem sirkulasi jantung pada kodok terdiri dari tiga ruang yaitu 2 atrium dan 1
ventrikel. Dan jantungnya mempunyai sekat interatrial, kantong ventrikuler, dan pembagian
konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan pembuluh pulmonari. (Makanlehi, H. 2020).
Sistem pencernaan pada saluran pencernaannya terdiri dari mulut,
kerongkongan/esofagus (pengantar makanan dari rongga mulut menuju lambung), lambung
(makanan disimpan sebagai cadangan makanan), usus halus (menyerap sari-sari makanan,
dibantu enzim), usus besar (proses penyerapan air dan pembusukan makanan), kloaka (sisa
makanan keluar melalui kloaka = feses). (Rahmah, N. B. 2018). Sistem respirasi pada kodok
terdiri atas paru – paru, kulit dan rongga kulit, saat katak masih berudu ia bernafas
menggunakan insang. Namun ketika sudah dewasa ia menggunakan kulit dan paru-paru untuk
bernafas. Pernapasan dengan kulit biasanya dilakukan pada saat hibernasi atau saat tidur.

2.3 Larutan FAA


Dalam kegiatan praktikum pembedahan, dibutuhkan ketersediaan spesimen hewan atau
tumbuhan sebagai objek utama pengamatannya. Namun, dalam penelitian makhluk hidup yang
ada disekitar kita, kita tidak mungkin untuk terus melakukan pembedahan secara beruntun
karena objek yang dapat mati dan tidak awet. Dengan begitu, kegiatan ini memerlukan
pembuatan hewan atau tumbuhan awetan, guna mempermudah dalam mempelajari struktur dan
fungsi organ tubuh spesimen tersebut. Namun dalam proses pengawetannya, dibutuhkan cairan
khusus yang dikenal sebagai larutan FAA (Formalin Aseto Alkohol) yang menjadi bahan
utama dalam pengawetan objek (Artayasa, I. P., dkk, 2020).
Larutan FAA (Formalin Aseto Alkohol) merupakan campuran dari larutan yang
menggunakan alkohol 70%, asam asetat 25%, dan formalin. Dengan kata lain, teknik
pengawetan yang menggunakan larutan FAA ini merupakan teknik pengawetan basah. Seperti
yang telah disebutkan, larutan FAA dapat mengawetkan dan menjaga seluruh struktur sel dari
perubahan mikroorganisme agar tidak busuk. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan
mencegah perubahan kimia pada tubuh, hingga objek pengamatan akan tetap dalam kondisi
yang hampir sama saat masih hidup (Alfawwaz, M. D. A., 2015).
Kegunaan dari larutan aquades agar konsentrasi larutan yang ingin kita buat tidak
berubah. Fungsi dari asam asetat sebagai fungisida dan bakterisida. Serta formalin berfungsi
sebagai bahan pembunuh hama, mengawetkan mayat dan membunuh kuman.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Pada praktikum pembedahan kodok, alat dan bahan yang digunakan yaitu: (1) Toples kaca
bening, sebagai wadah yang digunakan untuk melakukan pengawetan; (2) Kapas, digunakan
sebagai tempat menyerapnya cairan obat bius yang akan ditempelkan pada bagian hidung
kodok; (3) Gelas ukur, digunakan untuk mengukur takaran cairan FAA; (4) Lateks, digunakan
untuk melindungi tangan dari zat berbahaya dan meminimalisir terjadinya kontaminasi pada
objek pengamatan; (5) Kita bedah, alat yang digunakan untuk membedah hewan; (6) Papan
bedah, sebagai alas yang digunakan saat melakukan pembedahan; (7) Masker, untuk
melindungi penciuman dan mempertahankan sterilisasi dari droplet; (8) Jas laboratorium,
sebagai pelindung tubuh dan pakaian dari resiko kontak dengan zat berbahaya dan kotoran; (9)
Kodok, sebagai objek pengamatan yang akan dibedah; (10) Cairan FAA (asam asetat 25%,
alkohol 70%, formalin), sebagai cairan yang digunakan untuk mengawetkan kodok; (11)
Chloroform, cairan yang digunakan untuk membius kodok; (12) Tissue, digunakan untuk
membersihkan kotoran atau tumpahan air.

3.2 Cara Kerja

Pada saat praktikum pembedahan kodok, langkah-langkah kerja yang kami lakukan adalah
sebagai berikut:
1. Menggunakan sarung tangan lateks dan jas laboratorium sebelum memulai kegiatan.
2. Menyiapkan kodok yang akan digunakan sebagai objek pembedahan.
3. Diberikan cairan chloroform pada kapas secukupnya dan tutup hidung katak
menggunakan kapas tersebut.
4. Setelah kodok sudah melemas, siapkan alas papan bedah dan letakkan kodok dengan
posisi terlentang menghadap ke atas.
5. Ambil jarum dan tusuk keempat kaki kodok dengan posisi terlentang yang terbuka lebar
agar tidak bergerak dan lebih mudah diamati.
6. Menggunakan gunting dan pinset bedah untuk membedah kodok dari bagian anus ke
bagian kepala hingga nampak bagian organ dalamnya. Terdapat dua lapisan kulit tipis
kodok yang akan digunting, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak
merusak organ bagian dalam kodok.
7. Setelah selesai diamati, bersihkan organ bagian dalam kodok dari darah menggunakan
air mengalir. Lakukan dengan perlahan agar tidak merusak organ.
8. Masukkan cairan FAA dengan kandungan alkohol 70%, formalin, dan asam asetat ke
dalam botol toples kaca sesuai kebutuhan hewan. Pastikan hingga menutupi seluruh
bagian tubuh kodok.
9. Masukkan kodok yang telah dibersihkan dari darah ke dalam cairan FAA untuk
dilakukan pengawetan. Posisi organ yang terlihat setelah dibedah harus menghadap ke
atas agar organ dapat terlihat jelas.
10. Menutup toples dengan rapat dan diberikan label keterangan nama anggota kelompok.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar diatas merupakan objek penelitian kami yang tidak lain adalah hewan amphibi
yaitu Kodok. Dari pengamatan yang dilakukan, kodok mempunyai tubuh yang cukup lebar dan
besar. Seperti yang terlihat, kodok juga memiliki tonjolan pada bagian tubuhnya. Warna tubuh
yang dimiliki secara keseluruhan terlihat kurang menarik, dan tubuhnya berlendir. Kulit kodok
cenderung kering, tebal, dan kasar. Serta, bagian kaki relatif pendek.
Kodok memiliki dua pasang kaki, yaitu sepasang kaki depan dan sepasang kaki
belakang. Ukuran kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan. Kaki depan memiliki
empat pasang jari, sedangkan kaki belakang memiliki lima pasang jari. Terdapat selaput pada
bagian kaki, untuk membantu saat berada di dalam air. Kodok memiliki mulut yang cukup
lebar dan mata yang melotot. Hidung kodok tampak sangat kecil pada bagian kepala, dan leher
tidak begitu terlihat jelas. Tidak ditemukan juga adanya ekor pada kodok tersebut. Itulah
morfologi kodok berdasarkan pengamatan yang dilakukan.

(Gambar organ kodok sawah)


Gambar tersebut menunjukkan kodok yang telah dibius dan dibedah. Berkaitan dengan
landasan teori sebelumnya, diketahui benar adanya bahwa anatomi kodok diantaranya terdiri
dari jantung, empedu, hati, pankreas, lambung, usus, dan kloaka. Seperti yang terlihat pada
bagian dalam, diketahui bahwa kodok memiliki mulut, kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, serta kloaka. Itulah yang menjadi penyusun dari sistem pencernaan kodok. Karena
kodok tersebut merupakan kodok dewasa, sehingga sistem pernafasannya tersusun dari paru –
paru, kulit dan rongga kulit.
Pada saat kami melakukan pengamatan, kodok yang telah dibius menggunakan cairan
chloroform dan dibelah ternyata masih memiliki jantung yang berdetak. Lalu kami
memutuskan untuk menghitung kecepatan detak jantung tersebut. Didapat bahwa pada saat itu
kodok tersebut memiliki detak jantung 40 denyut per menit.

Pada pengawetan yang telah dilaksanakan dengan mengikuti seluruh prosedur yang
ada, pengawetan basah ini dilakukan dengan cara merendamkan objek pengamatan (kodok) ke
dalam larutan FAA. Larutan FAA atau Formalin Aseto Alkohol diketahui benar adanya yaitu
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan maupun reaksi kimia pada kodok. Hal tersebut
membuat tubuh kodok tidak busuk namun bentuknya tetap.
Pengawetan kodok tersebut dilakukan di dalam toples kaca bening. Alasannya adalah
karena wujud transparan yang dimiliki berfungsi agar memudahkan dalam hal pengamatan.
Sedangkan, bahan kaca dipilih guna menjaga toples supaya tetap aman. Karena reaksi kimia
dari pada larutan dapat mempengaruhi toples juga, maka wajib digunakannya bahan kaca yang
tidak dapat bereaksi terhadap reaksi kimia tersebut. Tidak hanya itu, kami juga memastikan
tempat penyimpanan awetan basah tertutup rapat dan seluruh bagian tubuh kodok di dalamnya
telah terendam oleh larutan dengan sempurna. Sehingga, pengawetan dapat dilakukan dengan
benar agar objek yang diawetkan tidak akan mengalami pembusukan.
KESIMPULAN

Amphibi merupakan golongan animalia vertebrata yang dapat hidup di dua alam, yaitu
di darat dan air. Kodok adalah salah satu contoh hewan amphibi dari tiga pengklasifikasian
Ordo, yaitu Ordo Anura. Melalui praktikum secara langsung menggunakan kodok, diketahui
bahwa kodok memiliki morfologi yang terdiri dari kepala dan badan (tidak memiliki ekor),
kulit bertekstur dan berlendir, serta dua pasang kaki pada bagian depan dan belakang sebagai
alat gerak. Setelah pembelahan kodok, diketahui bahwa kodok memiliki sistem pencernaan
yang lengkap, sistem pernapasan yang terdiri dari kulit dan paru-paru, dan juga sistem ekskresi
yang meliputi kloaka. Pengawetan kodok dilakukan dengan menggunakan Larutan FAA yang
mengandung asam asetat 25%, alkohol 70%, dan formalin. Tujuan pengawetan kodok adalah
agar seluruh tubuh kodok dapat awet atau tetap terlihat seperti semula.
Hal - hal yang kami dapatkan dari praktikum pembedahan kodok ini membuat kami
memahami akan morfologi, anatomi serta fisiologi pada kodok. Serta seperti rumusan masalah
yang dituliskan, kami juga memahami bagaimana melaksanakan praktikum yang baik dan
benar pada hewan.
DAFTAR PUSTAKA

KBBI. amfibi. https://kbbi.web.id/amfibi

Rahmah, B. N. 2018. ANATOMI KATAK SAWAH (Fejervarya cancrivora). Universitas


Jenderal Soedirman. https://pdfcoffee.com/download/anatomi-katak-4-pdf-free.html

Makanlehi. H. 2020. Laporan Praktikum Bedah Katak (Rana sp.). Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar.
https://pdfcoffee.com/laporan-praktikum-bedah-katak-rana-sp-3-pdf-free.html

Alfawwaz, D. (2015, May 7). Lap Pengawetan hewan DGN FAA. Academia.edu.
https://www.academia.edu/12278084/Lap_pengawetan_hewan_dgn_FAA#:~:text=Larutan%
20FAA%20digunakan%20untuk%20mengawetkan,binatang%20atau%20bagian%20tubuh%
20binatang.

Artayasa, I. P. 2020. Manfaat FAA. https://www.scribd.com/document/344077137/Manfaat-


Faa

Yudha, D. S., dkk. (2015). Keanekaragaman Spesies Amfibi dan Reptil di Kawasan Suaka
Margasatwa Sermo Daerah Istimewa Yogyakarta. Journal MIPA UNNES.
https://media.neliti.com/media/publications/114157-ID-keanekaragaman-spesies-amfibi-dan-
reptil.pdf

Winata, E. Y., dkk. (2015). Jenis-jenis Katak (Amphibi : Anura) di Desa Kepenuhan Hulu
Kecamatan Kepenuhan Hulu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jurnal Jenis
Animalia.https://media.neliti.com/media/publications/109460-ID-jenis-jenis-katak-amphibi-
anura-di-desa.pdf

Antus. M. R., Dima. M. O. A., Meye. D.E. 2018. ECOLOGICAL ANALYSIS,


MORPHOLOGY AND NUTRITIONAL VALUE OF Rana cancrivora IN EAST
MANGGARAI. Jurnal Biotropikal Sains. Vol. 15, Bo. 2. (Hal 38 – 44).
https://ejurnal.undana.ac.id/biotropikal/issue/download/Jurnal%20Biotropikal%20Sains/Mars
ela%20R.%20Antus%2C%20Alfred%20O.%20M.%20Dima%2C%20%20Ermelinda%20D.
%20Meye

Anda mungkin juga menyukai