Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOSISTEMATIKA HEWAN II
AMPHIBIA

DISUSUN OLEH :
NAMA : CINDY NURLAILI KURNIAWATI
STAMBUK : G 401 17 007
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : HARTINA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA TUMBUHAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

APRIL, 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertebrata adalah kelompok hewan yang memiliki tulang belakang, sistem


klasifikasi kelompok vertebrata yaitu filum chordata. Filum Chordata
mempunyai 4 ciri pokok yang muncul pada suatu masa di sepanjang hidupnya.
Keempat ciri tersebut adalah bagian punggung (dorsal) disokong oleh tulang
bernama notokorda, notokorda tersebut terbentuk di dalam embrio dari lapisan
mesoderm dorsal, letaknya tepat di bawah batang saraf, tali saraf dorsal
(punggung) batang tersebut mengandung kanal berisi cairan, tali saraf
vertebrata seringkali dinamakan sumsum punggung yang dilindungi oleh
tulang belakang. Vertebrata terestrial di bagian kantong mengalami
diferensiasi menjadi kelenjar timus dan paratiroid. Ciri selanjutnya adalah
ekor, masa dewasa tidak ada maka hanya tampak pada masa embrio
(Campbell, 1999).

Amphibia merupakan hewan vertebrata pertama yang hidup di darat diikuti


oleh Reptil, Burung dan Mammalia. Amphibia dikelompokan kedalam empat
Ordo yaitu Gymnophiona (Caecilians), Trachystomata (Sirens), Caudata dan
Anura (Frogs and Toads) (Radio, 1985).

Berdasarkan uraian di atas yang melatarbelakangi praktikum ini adalah untuk


untuk mengetahui cara identifikasi Amphibia.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara identifikasi Amphibia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Vertebrata adalah istilah untuk menyebut hewan yang bertulang belakang. Salah
satunya Amphibia, Amphibia berasal dari Bahasa Yunani yaitu “amphi” yang
berarti dua dan “bios” yang berarti hidup. Amphibia merupakan hewan yang
hidup dengan dua habitat, termasuk hewan poikiloterm atau berdarah dingin.
Pembagian tubuh terdiri atas kepala, badan dan ekor. Kulit lembab berlendir,
terdiri dari dermis dan epidermis (Iskandar, 1998).

Amphibia berasal dari Bahasa Yunani yaitu Amphibious yang berarti kehidupan
ganda yang menggambarkan kehidupannya yang rangkap. Amphibia adalah
sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di dua alam yakni di
air dan di daratan. Amphibia hidup didalam air saat tahap pertumbuhan dan hidup
di daratan ketika mereka telah menjadi dewasa Amphibia bertelur di air atau
menyimpan telurnya ditempat yang lembab dan basah. Larva Amphibia menetas
dinamakan berudu, hidup di air atau tempat basah tersebut dan bernafas dengan
insang. Berudu berubah bentuk (bermetamorfosa) menjadi hewan dewasa, yang
umumnya hidup di daratan atau di tempat-tempat yang lebih kering dan bernapas
dengan paru-paru (Djuhanda, 1982).

Amphibia merupakan hewan berdarah dingin yang tidak bisa mengatur suhu
tubuhnya sendiri. Amphibia bertelur di tembat lembab atau berair. Habitat
Amphibia diantaranya yaitu hutan, kolam, sawah dan danau. Amphibia
mempunyai kulit basah dan lembut agar oksigen dapat dengan mudah masuk
menembus kulit. Sebagian besar Amphibia dewasa bernafas menggunakan kulit
dan juga melalui paru-paru. Kelembaban kulit Amphibia dijaga oleh kelenjar
khusus dibawah kulitnya. Amphibia menjaga kelembaban kulitnya dengan selalu
berada di dekat air. Sebagian besar Amphibia lahir dan tumbuh di air tawar
kemudian setelah dewasa berpindah ke daratan kering dan kembali ke air untuk
berkembang biak. Sebagian besar Amphibia menelurkan telur yang lembut
(Rinaldy, 2013).

Menurut Djuhanda (1983), Amphibia mempunyai ciri-ciri:


1. Tubuh diselubungi kulit yang berlendir.
2. Merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm).
3. Mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu
bilik.
4. Mempunyai dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang
yang terdapat di antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk
melompat dan berenang.
5. Matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membrana niktitans
yang sangat berfungsi waktu menyelam.
6. Pernapasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat
pernapasannya berupa paru-paru dan kulit dan hidungnya mempunyai katup
yang mencegah air masuk ke dalam rongga mulut ketika menyelam.
7. Berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang
jantan di luar tubuh induknya (pembuahan eksternal).

Menurut Holmes (1928), Amphibia meliputi tiga ordo yang diuraikan berikut ini :
1. Ordo Urodela (Caudata)
Pembagian tubuh atas kepala, badan, ekor dan kaki sama besar. Bentuk larva
sama dengan dewasa, seperti pada bengkarung. Larva bernapas dengan
insang, sedangkan setelah dewasa dengan paru-paru. Hewan dewasa tetap
mempunyai insang.
2. Ordo Apoda (Gymnophiona)
Apoda merupakan Amphibia tidak berkaki. Bentuk mirip cacing, ekor
pendek. Kaki lunak dan menghasilkan cairan. Sisik terpendam dalam kulit.
Mempunyai tentakel diantara mata dan hidung mata dan hidungnya. Mata
tidak berkelopak. Hewan jantan memiliki alat kopulasi yang dapat di
tonjolkan keluar.
3. Ordo Anura (Salientia)
Anura merupakan Amphibia tidak berekor. Tubuh terbagi atas kepala dan
badan dan tidak memiliki leher. Kaki depan pendek, sedangkan kaki belakang
besar yang kuat berperan untuk melompat. Mempunyai selaput renang
diantara jari.

Katak merupakan hewan Amphibia pemakan serangga yang mana kelompok


hewan ini fase daur hidupnya berlangsung di air dan di darat. Katak memiliki kulit
yang halus dan cenderung lembab. Kulit katak berlendir, tubuhnya ramping dan
terlihat elastis. Ujung jari berbentuk bulat kecil digunakan untuk menempel di
pohon. Tungkai katak lebih panjang dan berselaput. Lompatan pada katak bisa
panjang dari tubuhnya, dan tidak beracun (Arie, 1999).

Kodok memiliki kulit yang kasar, bertubuh pendek, gempal atau kurus, jari mirip
cakar yang digunakan untuk menggali. Berpunggung agak bungkuk, berkaki
empat dan tak berekor. Kodok umumnya lembab, dengan kaki belakang yang
panjang. Sebaliknya katak atau bangkong berkulit kasar berbintil-bintil sampai
berbingkul-bingkul, kerap kali kering, dan kaki belakangnya sering pendek,
sehingga kebanyakan kurang pandai melompat jauh. Ada yang beracun karena
memiliki kelenjar yang menonjol di bagian leher dan pundak memancarkan racun
ringan (Iskandar, 1996).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat dilaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :


Hari/Tanggal : Sabtu, 27 April 2019
Waktu : Pukul 10.30 WITA sampai selesai
Tempat : Laboratorium Biosistematika Tumbuhan Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
3.1.1 Alat
a. Alat tulis
b. Alat bedah
c. Jarum suntik
d. Kotak spesimen
e. Kamera
f. Buku panduan
g. Kantong plastik
h. Meteran
i. Kompas
j. Senter
3.1.2 Bahan
a. Katak dan kodok
b. Formalin
c. Alkohol 70%
d. Alkohol 96%
e. Kloroform
3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Diletakkan spesimen di atas papan bedah
2. Diukur bagian panjang tubuh dari moncong hingga kloaka (Snout-vent
length:SVL).
3. Difoto menggunakan kamera kemudian diidentifikasi spesimen tersebut
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

No. Gambar Keterangan

1. Bufo melanostictus

2. Rhacophorus edentulus
4.2 Pembahasan

Amphibia merupakan hewan berdarah dingin yang tidak bisa mengatur suhu
tubuhnya sendiri. Amphibia bertelur di tembat lembab atau berair. Habitat
Amphibia diantaranya yaitu hutan, kolam, sawah dan danau. Amphibia
mempunyai kulit basah dan lembut agar oksigen dapat dengan mudah masuk
menembus kulit.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di Danau Kalimpa’a


Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah yaitu didapatkan dua jenis
spesies Amphibia. Spesies yang di dapat yaitu Bufo melanostictus dan
Rhacophorus edentulus.
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil spesimen no. 1
termasuk spesies Bufo melanostictus yang termasuk family Bufonidae dengan
ciri-ciri pupil horizontal, tympanun selalu jelas, jari tangan tidak berselaput,
kepala bonilik (tulang menonjol), memiliki disks (tonjolan di ujung jari), tidak
ada parietal ridge, tidak memiliki kelenjar racun (paratoids), Supratympanie
kecil, tidak ada lipatan karpal (di tangan) dan tarsal (di kaki).

Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil spesimen no. 2


termasuk spesies Rhacophorus edentulus yang termasuk family
Rhacophoridae dengan ciri-ciri pupil horizontal, tympanun selalu jelas, jari
tangan berselaput, kepala bonilik (tulang menonjol), memiliki disks (tonjolan
di ujung jari), jari berselaput dan jari tangan dasar dekat dengan sumbu tubuh,
kepala halus, tumit tanpa dermal tambahan, jari terluar 2⁄3 berselaput dan
gigi pormalu ada atau kecil karena tereduksi.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan


sebagai berikut:
1. Amphibia merupakan hewan berdarah dingin yang tidak bisa mengatur
suhu tubuhnya sendiri. Amphibia bertelur di tembat lembab atau berair,
mempunyai kulit basah dan lembut agar oksigen dapat dengan mudah
masuk menembus kulit.
2. Pada pengamatan praktikum ini terdapat beberapa spesies diantaranya
adalah Bufo melanostictus yang termasuk family Bufonidae yang memiliki
kelenjar racun dan Rhacophorus edentulus yang termasuk family
Rhacophoridae yang tidak memiliki kelenjar racun.

5.2 Saran

Saran dari paktikum ini yaitu praktikan lebih teliti dan serius dalam
melakukan pengukuran dan melihat karakter spesifik dari masing-masing
spesimen.
DAFTAR PUSTAKA

Arie, U. (1999). Pembibitan dan Perbesaran Bullfrog. Jakarta: Penebar Swadaya.

Campbell, N. (1999). Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Djuanda, T. (1982). Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata I. Bandung:


Amico.

Djuhanda. (1983). Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Holmes, S. J. (1928). The Biology of The Frog. New York: The Mac Millan.

Iskandar, T. (1996). Karakteristik Habitat dan Beberapa Aspek Biologi Kodok


Raksasa (Limnonestes cf. Grunniens). Jurnal Veteriner. (vol 9). Nomor 4.
Halaman 182-187.

Iskandar. (1998). Morfologi Kodok Duttaphrynus melanostictus (Anura:


Bufonidae) Di Sumatra Barat Yang Dipisahkan Oleh Bukit Barisan. Jurnal
Biologi Universitas Andalas. (vol 1). Nomor 2. Halaman 37-42.

Radio, P. (1977). Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Rinaldy, Y. U. (2013). Penuntun Praktikkum Biologi Umum. Majene: Jurusan


Biologi Fkip Unsulbar.
LEMBAR ASISTENSI

Nama : Cindy Nurlaili Kurniawati


Stambuk : G 401 17 007
Kelompok : IV (Empat)
Asisten : Hartina

No Hari/Tanggal Koreksi Paraf


1. Selasa, 30/04/2019 Perbaiki
ACC

Anda mungkin juga menyukai