Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN BANDENG (Chanos chanos)

PROPOSAL

Disusun Oleh:

ANDI ALBAB SHIDDIQ SUDIRMAN

4520034002

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Kegunaan Hasil Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Bandeng
2.2 Morfologi Ikan Bandeng
2.3 Habitat dan persebaran ikan bandeng
2.4 Pakan dan kebiasan makan ikan bandeng
2.5 Manajemen pemberian pakan
2.6 Kualitas air
2.6.1 Suhu
2.6.2 pH
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat Dan Bahan
3.2 Perlakuan Dan Rancangan Percobaan
3.3 Variabel Pengamatan
3.3.1 Laju Pertumbuhan Harian
3.3.2 Bobot Mutlak
3.3.3 Panjang Mutlak
3.3.4 Rasio Konversi Pakan/ (Feed Convertion Ratio, FCR)
3.3.5 Parameter Kualitas Air
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
4.2 Jadwal Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Ikan bandeng Chanos chanos forsskal (Muslim, 2004)

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini
didukung oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi yang tinggi sehingga memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di Tambak air payau di Desa Pasimarennu
Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan bandeng.
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap
kelangsunggan hidup ikan bandeng. Metode penelitian yang digunakan rancangan percobaan
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan Perlakuan A: Frekuensi pemberian pakan
satu kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA.Perlakuan B: Frekuensi pemberian pakan
dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA dan 20.00 WITA.Perlakuan C: Frekuensi
pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA, 12.00 WITA, 20.00
WITA.Perlakuan D: Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari yaitu pada pukul 08.00
WIB, 12.00 WIB, 16.00 WITA dan 20.00 WITA. Dengan analisis statistic dengan
menggunakan EXEL jika berpengaruh dilakukan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelangsungan hidup ikan bandeng 100%, Rasio Konversi Pakan Ikan Bandeng yang
bagus yaitu pada perlakuan A dengan pemberian 1 kali.
Selain sebagai ikan konsumsi ikan bandeng juga dipakai sebagai ikan umpan hidup pada
usaha penangkapan ikan tuna (Syamsuddin, 2010). Pada tahun 2013, Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan mentargetkan peningkatan produksi ikan bandeng
sekitar 71.147 ton dari produksi saat ini rata-rata 55.000 ton per tahun (Anonim, 2010).
Setiap tahun permintaan ikan bandeng selalu mengalami peningkatan, baik untuk konsumsi
lokal, ikan umpan bagi industri perikanan tuna, maupun untuk pasar ekspor. Kebutuhan
bandeng untuk ekspor yang cenderung meningkat merupakan peluang usaha yang positif.
Namun, peluang tersebut belum dapat terpenuhi karena terbatasnya produksi dan diikuti
tingginya konsumsi lokal. Ikan bandeng sebagai komoditas ekspor harus mempunyai standar
tertentu, yaitu ukuran sekitar 400 g/ekor, sisik bersih dan mengkilat (penampilan fisik), tidak
berbau lumpur (rasa), dan dengan kandungan asam lemak omega-3 relatif tinggi. Kriteria-
kriteria yang dipersyaratkan tersebut terutama penampilan fisik, tidak berbau lumpur, dan

1
kandungan asam lemak omega-3 yang tinggi dapat dipenuhi dari hasil budidaya bandeng
secara semi intensif dalam tambak (Anonim, 2010).

1.2 Identifikasi masalah


Adapun uraian di atas maka dapat di indetifikasikan masalahnya yaitu:
1. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap
pertumbuhan ikan bandeng.
2. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap
kelangsunggan hidup ikan bandeng.
3. Ikan bandeng sebagai komoditas ekspor harus mempunyai standar tertentu,
yaitu ukuran sekitar 400 g/ekor, sisik bersih dan mengkilat (penampilan fisik),
tidak berbau lumpur (rasa), dan dengan kandungan asam lemak relatif tinggi.

1.3 Batasan Masalah


Dapat di rumuskan batasan masalahnya yaitu:

1. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap


pertumbuhan ikan bandeng
2. Pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap kelangsungan
hidup ikan bandeng.
3. Adapun standar komoditas ekspor untuk ikan bandeng yaitu ukuran sekitar
400g/ ekor sisik bersih dan mengkilat (penampilan fisik) dan tidak berbau
lumpur (rasa), dan dengan kandungan asam lemak relatif tinggi

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka dapat rumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang
berbeda terhadap pertumbuhan ikan bandeng.
2. Bagaimana cara mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang
berbeda terhadap kelangsunggan hidup ikan bandeng.
3. Apa saja yang menjadi standar komuditas ekspor untuk ikan bandeng

2
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalahnya adapun tujuan penelitian
1. Ingin mengetahui seberapa berpengaruh frekuensi pemberian pakan yang
berbeda terhadap pertumbuhan ikan bandeng
2. Ingin mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap
kelangsungan hidup ikan bandeng
3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi standar komuditas ekspor

1.6 Kegunaan hasil Penelitian


Adapun kegunaan hasil penelitian ini yaitu:
1. Membantu petani tambak ikan bandeng agar dapat menuai keberhasilan
dalam budidaya ikan bandeng
2. Mengembangkan pengetahuan bagi peneliti, mahasiswa, dan dosen terkait
tentang pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap
pertumbuhan ikan bandeng.
3. Dapat menjadi refrenssi bagi pelaksana sendiri untuk penelitian dan
pengembangan yang akan datang

3
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Klasifikasi Ikan Bandeng


Ikan Bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau sehingga dapat ditemukan
hidup di laut maupun perairan tawar. Memiliki nama ilmiah Chanos chanos dan terdapat
dalam famili chanidae dan dikenal juga dengan nama milikfish. Klasifikasi dari ikan bandeng
seperti dibawah ini:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Gambar 1. Ikan bandeng Chanos chanos forsskal (Muslim, 2004)

2.2 Morfologi Ikan Bandeng


Ikan bandeng memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tubuh berbentuk torpedo, seluruh permukaan
tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian
tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Ikan
bandeng jantan sisipnya itu kelihatan lebih cerah dari betinanya. Sirip dada dan sirip perut
dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap kebelakang. Selaput
bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala

4
dan simetris. Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng
jantan dapat diiketahui dari lubang anusnya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak
kecil sedangkan bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar
dari ikan bandeng

2.3 Habitat dan Persebaran Ikan Bandeng


Bandeng merupakan jenis ikan yang dapat hidup di air laut dan air tawar. Mereka hidup di
Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung
bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan bandeng merupakan
penjelajah yang tanguh dan mampu berenang sampai ratusan kilometer. Ikan muda dan baru
menetas hidup di laut untuk 2 – 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau,
dan kadang kala danau – danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa
berkembang biak. Ikan bandeng hidup diperairan muara, pantai, hutan bakau dan lagoon.
Ikan bandeng dewasa biasanya hidup diperairan littoral. Pada musim kawin induk ikan
bandeng biasanya hidup berkelompok dan tidak jauh hidup di pantai dengan perairan yang
mempunyai karakteristik perairan jernih, dasar pantai berpasir dan berkarang dengan
kedalaman air antara 10-30 meter Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang
hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan
atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan
tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya
(Purnomowati dan Ida, 2007). Penyebaran ikan bandeng begitu luas, bahkan hampir setiap
pantai di Indonesia terdapat benih bandeng (nener). Penyebaran bandeng di Indonesia
meliputi daerah-daerah pantai di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali serta Pulau
Buru. Di pulau Jawa, nener sering ditangkap di pantai Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang,
Gresik dan Surabaya. Sebagai ikan laut, bandeng juga tersebar mulai dari pantai Afrika timur
sampai ke Kepulauan Tuamotu sebelah

2.4 Pakan dan kebiasaan makan Ikan Bandeng


Bandeng termasuk herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan). Ikan ini memakan klekap, yang
tumbuh di pelataran kolam. Bila sudah terlepas dari permukaan tanah, klekap ini sering
disebut sebagai tahi air. Pakan bandeng terutama terdiri dari plankton (Chlorophyceae,
Zooplankton, dan Fitoplankton), lumut dasar (Cyanophyceae), dan pucuk tanaman ganggang
(Nanas dan Ruppia). Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk benang dan yang lebih kasar lagi
akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk (Liviawaty, 1991). Ikan
5
bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng
mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan
mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya.
Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, Ida, 2007). Pada
waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivore.
Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivore, dimana pada fase ini juga ikan
bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng
kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos
lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008)

2.5 Manajemen pemberian pakan


merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan usaha budidaya.
Pemberian pakan diharapkan agar pakan yang diberikan dimanfaatkan oleh ikan secara
efektif dan efisien sehingga menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal. Pengaturan
frekuensi pemberian pakan merupakan salah satu manajemen pemberian pakan. Pembudidaya
pada umumnya memberikan pakan pada ikan budidaya hanya menurut kebiasaan, tanpa
mengetahui tentang kebutuhan nutrisi masing-masing organisme budidaya meliputi kualitas,
kuantitas dan waktu pemberian pakan. Pemberian pakan dengan waktu yang berbeda akan
mempengaruhi pertumbuhan ikan (Subandiyono dan Hastuti 2011). Rata-rata di Kabupaten
Sinjai Petambak/Petani masih menggunakan cara tradisional atau tanpa menggunakan pakan
dan laju pertumbuhan masih lambat dan belum bisa memenuhi permintaan dalam negeri
maupun luar negeri (Rahim, 2018; Rahim, 2018; Rahim et al., 2016; Rahim et al., 2015).
berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya penilitian tentang frekuensi pemberian pakan
yang tepat bagi upaya pembudidayaan ikan bandeng (Chanos chanos).

2.6 Kualitas Air


Kualitas air dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ikan bandeng sendiri.
Pertumbuhan ikan dan kelangsungan hidup ikan memerlukan lingkungan yang baik. Pendapat
(Zonneveld, Huisman dan Boon. 1991) pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan dan
tumbuhan di perairan dapat dipengaruhi dengan beberapa variabel yaitu pH, kecerahan, suhu,
DO, dan kadar amoniak makan. Ikan yang berukuran kecil memiliki konversi pakan yang
lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran besar dikarenakan perbedaan kecepatan
metabolisme (djajasewaka, 1985). air yang optimal dapat memperngaruhi beberapa variabel
yang sebagai berikut pertumbuhan, perkembangan, konversi pakan dan ketahanan penyakit,
6
pada batas tertentu suhu air dapat mempengaruhi, konsumsi O2 sebanding dengan
metabolisme kebutuhan energi. Pada suhu tinggi ikan dapat mencerna pakan lebih banyak
menjadi daging dibandingkan suhu rendah (Zonneveld, 1991). Shao wen ling (1997)
menyatakan suhu optimal untuk kehidupan ikan bandeng berkisar antara 26 - 30℃.
2.6.1 Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi pertumbuhan metabolisme pada ikan, dan pada batas batas
terendah suhu air terkadang dapat menyebabkan ikan tidak mau makan. I an yang berukuran
kecil memiliki konversi pakan yang lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran besar
dikarenakan perbedaan kecepatan metabolisme (djajasewaka, 1985). air yang optimal dapat
memperngaruhi beberapa variabel yang sebagai berikut pertumbuhan, perkembangan,
konversi pakan dan ketahanan penyakit, pada batas tertentu suhu air dapat mempengaruhi,
konsumsi O2 sebanding dengan metabolisme kebutuhan energi. Pada suhu tinggi ikan dapat
mencerna pakan lebih banyak menjadi daging dibandingkan suhu rendah (Zonneveld, 1991).
Shao wen ling (1997) menyatakan suhu optimal untuk kehidupan ikan bandeng berkisar
antara 26 - 30℃.

2.6.2 pH
Berpendapat Cholik F, Artati, dan Arifudin (1986) secara alami konsentrasi CO2 dan
senyawa bersifat asam dapat mempengaruhi pH di perairan. Phytoplankton dan tanaman air
lainnya akan mengambil CO2 selama proses fotosintesis yang dapat mengakibatkan pH air
meningkat pada saat siang hari dan pH air menurun pada saat malam hari. Ikan akan hilang
nafsu makan apabila pH air lebih tinggi dari 9,0 dan ikan akan mati lemas disebabkan
penggumpalan lendir yang terjadi karena pH air yang lebih rendah dari 5,0 (Sumardi, 1980).
Sedangkan Asmawi (1983), menyatakan ikan bandeng dapat bertahan hidup pada pH berkisar
antara 4,5 – 6,0 termasuk ikan bandeng dialam dan di perairan air payau.

7
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan bandeng umur 30 hari sebanyak 1000
ekor, yang sudah glondongan yang di peroleh dari petani glondongan bandeng di Kabupaten
Sinjai. Adapun peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: pH paper untuk
mengukur pH air, Termometer untuk mengukur suhu air, Timbangan digital untuk
menimbang bobot ikan, Ember plastik untuk tempat sampel ikan, Serok halus untuk
mengambil sampel ikan, Sikat untuk membersihkan jaring percobaan, Alat tulis, Kamera
digital untuk dokumentasi, Jaring ukuran 0,5 mm dengan luasan 50x50 cm 2 sebanyak 3 buah
yang disekat menjadi 4 petak, dan tongkat penyangga.

3.2 Perlakuan dan Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan. Perlakuan yang dicobakan
adalah tingkat frekuensi pemberian pakan. Perlakuan-perlakuan yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
Perlakuan A: Frekuensi pemberian pakan satu kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA.
Perlakuan B: Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA dan
20.00 WITA.
Perlakuan C: Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA,
12.00 WITA, 20.00 WITA.
Perlakuan D: Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA,
12.00 WITA, 16.00 WITA dan 20.00 WITA.

3.3 Varibel Pengamatan


3.3.1 Laju Pertumbuhan Harian
Merupakan laju petumbuhan harian, persentase pertambahan bobot per hari. Adanya variasi
ukuran pada akhir pemeliharaan terkait dengan pemberian pakan buatan pada media dengan
dosis yang berbeda. Untuk menentukan laju pertumbuhan spesifik sesuai dengan Handajani
dan Widodo (2010):

8
LnWt  LnWo
SGR  100%

Keterangan :
SGR : Laju pertumbuhan harian rata – rata ( % )
Wt : Berat rata – rata pada t (g) ( I = minggu I , minggu II , . t )
Wo : Berat rata – rata pada t( g )
T : Periode penanaman ( hari )

3.3.2 Bobot Mutlak

Bobot mutlak diukur dengan pengambilan sampel sebanyak 5 ekor dari masing-
masing perlakuan pada setiap ulangan, untuk di timbang bobotnya. Bobot mutlakuji dapat
dihitung dengan menggunakan rumus menurut Handajani dan Widodo (2010):

Wm = Wt – W0

Keterangan :
Wm : Pertumbuhan Bobot Mutlak Rata-rata (gram)
Wt : Bobot Rata-rata Ikan pada Akhir Penelitian (gram)
W0 : Bobot Rata-rata Ikan pada Awal Penelitian (gram)

3.3.3 Panjang Mutlak

Panjang mutlak diukur dengan pengambilan sampel sebanyak 5 ekor dari masing-
masing perlakuan pada setiap ulangan, untuk di ukur panjangnya. Panjang mutlak dihitung
dengan modifikasi rumus Kordi, (2013) :

𝐿𝑡−𝐿𝑜
Ph = x 100 %
𝑡

Keterangan :
Ph : Pertumbuhan panjang harian (%) Lt
: Panjang rata-rata akhir (cm)
Lo : Panjang rata-rata awal (cm) T
9
: Lama pemeliharaan (hari)

3.3.4 Rasio Konversi Pakan/ (feed convertion ratio, FCR)

Rasio Konversi Pakan yaitu perbandingan (rasio) antara berat pakan yang telah
diberikan dalam satu siklus periode budidaya dengan berat total (biomass) ikan yang
dihasilkan pada saat itu di rumuskan Kordi, (2013)

𝐹
FCR =
𝑊𝑡−𝑊𝑜

Keterangan :
FCR : Feed Convertion Ratio

F : Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (kg)


Wo : Berat total ikan pada waktu tebar (kg)
Wt : Berat total ikan pada waktu panen (kg)

3.3.5 Parameter Kualitas Air

Penghitungan parameter penunjang yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu
dengan thermometer, oksigen terlarut dengan DO meter, pH dengan pH meter, dan
salinitas. Pengukuran dilakukan 1minggu sekali selama penelitian berlangsung.

10
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
No Jenis pengeluaran Biaya (Rp)

1. pH paper 100.000

2. Termometer 150.000

3. Timbangan digital 200.000

4.2 Jadwal Kegiatan

No. Nama Kegiatan Bulan Penanggung Jawab

1 2 3

1. Persiapan Alat dan Bahan Andi Albab

2. Frekuensi pemberian pakan satu kali Andi Albab


sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA
3. Frekuensi pemberian pakan dua kali Andi Albab
sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA
dan 20.00 WITA.

4. Frekuensi pemberian pakan tiga kali Andi Albab


sehari yaitu pada pukul 08.00 WITA,
12.00 WITA, 20.00 WITA.

5. Frekuensi pemberian pakan empat Andi Albab


kali sehari yaitu pada pukul 08.00
WITA, 12.00 WITA, 16.00 WITA
dan 20.00 WITA.

11
Daftar Pustaka
Affan, J.M. 2012. Identifikasi Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Keramba Jaring
Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai
Timur Bangka Tengah. Depik, 1(1) : 78-85.
Dadiono, M.S., S. Andayani, K. Zailanie. 2017.The Effect of Different Dosage of Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis Leaves Extract towards the Survival Rate of African Catfish
(Clarias sp.) Infected by Aeromonas salmonicida.International Journal of ChemTech
Research. Vol. 10 (4) : 669-673..
Handajani dan Widodo. 2010. Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Pasir yang
Diperlukan denganTepung Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Laboratorium Biologi Struktur
dan Fungsi Tumbuhan, Jurusan Biologi FMIPA UNDIP Hal.: 32- 38.

Karina, S. Rizwan dan Khairunnisak, 2011. Pengaruh Salinitas Dan Daya Apung Terhadap
Daya Tetas Telur Ikan Bandeng. Jurnal Unsyiah. 1 (1) : 22-26.
Kordi, K.M.G.H., 2013. Budidaya Belut Di Pekarangan, Lahan Sempit, Lahan Kritis dan
Minim Air. Sulawesi Selatan.
Mayunar, R. Purba, P.T. Imanto. 1995. Pemilihan lokasi budidaya ikan laut. Prosiding
temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring apung bagi budidaya laut,
Puslitbang Perikanan. Badan Litbang Pertanian: 179 – 189.
Rahim, A. R., Herawati, E. Y., Nursyam, H., Hariati, A. M. 2015. Cells Characteristics,
Growth, and Quality of Gracilaria verrucosa Seaweed Production with Different
Doses of Vermicompost Fertilizer. International Journal of Science Technology and
Engineering, Volume 2, Issue 1.

Rahim, A. R., Herawati, E. Y., Nursyam, H., Hariati, A. M. 2016. Combination of


Vermicompost Fertilizer, Carbon, Nitrogen and Phosphorus on Cell Characteristics,
Growth and Quality of Agar Seaweed Gracilaria verrucosa. Nature Environment
& Pollution Technology, 15(4).

Rahim, A. R. 2018. Application of Seaweed Gracilaria verrucosa Tissue Culture using


Different Doses of Vermicompost Fertilizer. Nature Environment and Pollution
Technology, 17(2), 661-665.

Rahim, A. R. 2018. Utilization of Organic Wastes for Vermicomposting Using Lumbricus


rubellus in Increasing Quality and Quantity of Seaweed Gracilaria verrucosa. Asian

12
Journal of Microbiology, Biotechnology and Environmental Sciences. Volume 20,
No. 2: 2018: S17 – S23.

Reksono, B. H. Hamdani, dan Yuniarti, 2012. Pengaruh Padatan Penebaran Gracilaria Sp


Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng Pada Budidaya
Sistem Polikultur. Jurnal Perikanan Dan Kelautan. Vol 3 (3) : 41-49.
Serdiati, N., Yoel, Madinawati, 2011. Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Jurnal Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 – 87, Desember 2011. ISSN
1979 -5971.
Subandiyono dan S. Hastuti. 2011. Buku Ajar Nutrisi Ikan. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 182 hlm.
William, R. dan N.S. Govind. Identification of carbohydrate degading bacteria in sub-
tropical regions. Rev. Biol. Trop. 51, Supl. 4. 2003.

Yahya, Happy Nursyam, Yenny Risjani, dan Soemarno. 2014. Karakteristik Bakteri di
Perairan Mangrove Pesisir Kraton Pasuruan. ILMU KELAUTAN Vol. 19. No.1.
Zverlova, V. V., W. Holl, dan H. Schwarz. Enzymes for digestion of cellulose and other
polysaccharides in the gut of longhorn beetle larvae, Rhagium inquisitor L. (Col.,
Cerambycidae). International Biodeterioration & Biodegadation. 51. 2003.

13

Anda mungkin juga menyukai