Anda di halaman 1dari 7

Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.

TEKNIK KULTUR Tetraselmis chuii DALAM SKALA


LABORATORIUM DI PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI, REMBANG,
JAWA TENGAH
Culture Technique of Tetraselmis chuii in the Laboratory Scale at PT. Central Pertiwi
Bahari, Rembang, Central Java

Febri Setyawati1* Woro Hastuti Satyantini2, Muhammad Arief2 dan Kismiyati2.


1
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya
2
Departemen Manajemen Kesehatan Ikan dan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas
Airlangga, Surabaya
*febri.setyawati-2014@fpk.unair.ac.id

Abstrak

Pakan merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya perikanan, karena berpengaruh terhadap
ketahanan dan perkembangan larva. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Salah satu jenis pakan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan
pakan budidaya yaitu fitoplankton jenis Tetraselmis chuii. Mikroalga Tetraselmis chuii merupakan salah satu
mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%,
dan karbohidrat sebanyak 21%. Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk mempelajari, memahami, serta
mempraktekkan secara langsung tentang teknik kultur pakan alami Tetraselmis chuii skala laboratorium dan
mengetahui kendala dalam teknik kultur pakan alami Tetraselmis chuii skala laboratorium. Pertumbuhan
Tetraselmis chuii dalam kultur skala labolatorium mengalami puncak populasi pada hari keenam mencapai
3.240.000 sel/ml. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan Tetraselmis chuii sangat lama. Didapatkan
inokulasi awal 550.000 sel/ml dan mengalami peningkatan hingga hari keenam. Hal ini menunjukan
pertumbuhan Tetraselmis chuii mengalami fase eksponensial. Kemudian, pada hari ketujuh mengalami
penurunan mencapai 209.000 sel/ml lalu pada hari kedelapan mengalami peningkatan mencapai 249.000 sel/ml
diduga mengalami periode kriptik, yaitu sel-sel yang masih hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari sel-sel
yang lisis. Pertumbuhan Tetraselmis chuii hari kesembilan sampai hari keempatbelas mengalami penurunan
hingga 186.000 sel/ml.

Kata kunci: Tetraselmis chuii, Teknik Kultur dan Skala Laboratorium

Abstract

Feed is the key to success in aquaculture, because it affects the resistance and development of larvae.
Types of feed that can be given to fish there are two types, namely natural food and artificial feed. One type of
natural feed that can be used as a feed needs cultivation of phytoplankton type Tetraselmis chuii. Tetraselmis
chuii is one microalga that is easy to be cultivated and has high nutritional value that is, the content of protein
74%, fat 4%, and carbohydrates as much as 21%. The purpose of this Field Work Practice is to learn,
understand, and practice directly about the techniques of natural food culture Tetraselmis chuii the laboratory
scale and know the constraints in the natural feed culture techniques Tetraselmis chuii laboratory scale. The
growth of Tetraselmis chuii in a laboratory-scale culture peaked on the sixth day reached 3.240.000 cells / ml.
This shows that the growth of Tetraselmis chuii is very long. obtained initial inoculation of 550,000 cells / ml
and increased until the sixth day. This achievement showed growth Tetraselmis chuii experienced an
exponential phase. After that, on the seventh day decreased to 209,000 cells / ml and then on the eighth day
increased to 249,000 cells / ml allegedly experiencing a cryptic period, ie living cells take advantage of
additional nutrients from lysis cells. The growth of Tetraselmis chuii on the ninth day until the fourteenth day
decreased to 186,000 cells / ml.

Keywords: Tetraselmis chuii, Culture Technique and Laboratory Scale

PENDAHULUAN sediaan induk unggul dan benih berkua-


Pengembangan usaha perikanan litas serta ketersedian pakan. Pakan yang
budidaya sangat tergantung kepada keter- dapat diberikan pada ikan terdapat dua
63
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

jenis, yakni pakan alami dan pakan buatan. Menurut Adi dkk. (2002),
Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan Tetraselmis chuii umumnya tumbuh pada
salah satu mikroalga yang mudah dibu- kisaran pH 7-8 tetapi Tetraselmis chuii
didayakan dan memiliki nilai gizi tinggi masih menunjukan pertumbuhan yang
yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, cukup baik pada nilai pH yang paling
dan karbohidrat sebanyak 21%. Tingginya rendah mendekati 7 dan paling tinggi
kandungan protein tersebut menjadikan mendekati 11,3. Suhu dan intesitas cahaya
Tetraselmis sp. sebagai pakan alami yang optimum masing masing adalah 32-35°C
potensial bagi larva ikan dan udang. dan 4500-8000 lux. Tetraselmis chuii
Tetraselmis sp. memiliki dinding sel yang tumbuh dengan kondisi salinitas optimal
tipis dan enzim autolysis sehingga mudah antara 25-35 ppt. Reproduksi Tetraselmis
dicerna oleh larva ikan dan udang (Costa chuii dengan cara membelah diri dan dapat
et al, 2004). berkembang secara vegetative dan genera-
Penyediaan Tetraselmis sp. secara tive. Perkembangbiakan secara vegetative
terus menerus sangat sukar jika hanya dilakukan dengan cara membelah diri.
mengumpulkan dari alam sehingga, mem- Sedangkan perkembangbiakan secara
produksi masal pakan alami ini harus generative diawali dengan membentuk sel
dilakukan secara baik tanpa menge- gamet (Ghezelbash et al, 2008).
sampingkan faktor pendukung seperti Tujuan pelaksanaan praktek kerja
nutrient dan cahaya (Pujiono, 2013). lapang adalah mempelajari, memahami,
Ketersediaan kultur Tetraselmis sp. dan mempraktekkan secara langsung serta
sebagai pakan alami bagi biota budidaya mengetahui kendala dalam teknik kultur
dapat diperbanyak menggunakan teknik pakan alami Tetraselmis chuii skala
kultur skala laboratorium. laboratorium di PT. Central Pertiwi
Kultur skala laboratorium adalah Bahari, Rembang, Jawa Tengah.
pengembangan plankton dalam ruangan
terkontrol dan terjaga dengan tujuan untuk METODOLOGI
pemeliharaan dan produksi plankton. Waktu dan Tempat
Kultur Tetraselmis chuii diawali dengan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini
mempersiapkan air laut yang sudah steril dilaksanakan di pada tanggal 23 Januari -
dengan salinitas 25-35 ppt (Adi dkk, 18 Februari 2017 di PT. Central Pertiwi
2002). Air laut tersebut kemudian dima- Bahari, Desa Sumur Tawang, Kecamatan
sukkan dalam botol-botol kultur. Pupuk Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa
walne sebanyak 1 ml per liter, dimasukan Tengah.
kedalam media kultur kemudian diberikan
aerasi ke dalam media kultur tersebut. Metode Penelitian
Tunggu ± 5 menit supaya pupuk tercampur Metode pengambilan data dilaku-
merata, setelah pupuk tercampur merata, kan dengan proses wawancara dan obser-
Tetraselmis chuii dimasukan sebanyak 20– vasi. Menurut Kristanto (2008), metode
30 % dari media kultur. Mencegah wawancara merupakan cara mengumpul-
terjadinya kontaminasi udara, botol-botol kan data dengan cara tanya jawab antara
kultur ditutup dengan kapas atau stirofoam dua pihak yang dikerjakan secara siste-
yang telah diberi selang aerasi, supaya matis dan berdasarkan pada suatu tujuan.
kultur Tetraselmis chuii dapat tumbuh Observasi adalah suatu proses pengamatan
dengan baik. Penempatan wadah kultur dan pencatatan secara sistematis, logis,
harus cukup mendapat cahaya untuk objektif dan rasional mengenai berbagai
membantu proses fotosintesis. Empat hari fenomena yang terjadi di lapangan untuk
masa pemeliharaan, fitoplankton dapat mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2011).
dipanen (Pujiastuti, 2010). Data yang terkumpul antara lain struktur
organisasi, tenaga kerja, permodalan, per-
64
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

masalahan, serta hambatan yang dihadapi kematian pada mikroba, (Sururi dkk,
dalam melakukan pengembangan dan 2008).
mengenai proses–proses yang berkaitan
dengan proses kultur Tetraselmis sp. skala Pembuatan Pupuk
laboratorium. Kultur Tetraselmis chuii menggu-
nakan jenis pupuk guilard untuk kultur
HASIL DAN PEMBAHASAN pada petridish, ampul, dan Erlenmeyer
Tahapan dalam Kultur Tetraselmis sebanyak 1 ml pupuk untuk 1 liter volume
chuii kultur. Bahan-bahan penyusun pupuk
Sterilisasi Alat guilard untuk kultur Tetraselmis chuii pada
Sterilisasi alat menggunakan Auto- skala petridish, ampul dan erlenmeyer
klaf meliputi petridish, ampul, flask, botol adalah natrium pospat, trace metal, vitamin
1 liter serta selang aerasi dan mikrotube. B1, B12, Biotin dan silikat. Menurut
Menurut Lansing et al (2005), Autoclave Matthews (1990) Vitamin B12 berperan
merupakan alat untuk mensterilkan alat untuk meregenerasi methionin yang
dan bahan menggunakan uap air panas merupakan asam amino esensial digunakan
bertekanan. Pemanasan dilakukan hingga untuk sintesis protein. Vitamin B1
air mendidih dengan suhu 121˚C. Setelah berfungsi sebagai kofaktor untuk beberapa
disterilisasi menggunakan autoclave, alat- enzim yang terlibat dalam metabolism.
alat dibiarkan terlebih dahulu kemudian Natrium Phosphat merupakan larutan
ditata di dalam lemari penyimpanan alat. fisiologis membantu sel dalam memper-
Sterilisasi Galon pada saat pencu- tahankan konsistensi pH dan mengandung
cian menggunakan campuran iodine dan nutrisi seperti glukosa dan garam-garam
deterjen. Hal ini bertujuan untuk mensteril- organic. Trace Metal digunakan untuk
kan bagian dalam serta membunuh mikro- memenuhi kebutuhan mineral dalam
organisme yang tidak diinginkan seperti pertumbuhannya (Lavens and Sorgeloos,
bakteri pada bagian dalam galon tersebut. 1995).
Sedangkan, sterilisasi pada ruangan Pupuk Tetraselmis chuii pada
menggunakan lampu UV. Menurut Lukas kultur botol dan galon menggunakan
(2006), Sinar UV digunakan untuk NaNO3, EDTA dan AGP. Pupuk
sterilisasi ruangan secara aseptik. Tetraselmis chuii pada kultur botol dan
galon menggunakan NaNO3, EDTA dan
Sterilisasi Media untuk Kultur AGP. Unsur nutrien nitrogen (N) yang
Air laut sebagai media kultur dipe- terdapat dalam NaNO3 merupakan kom-
roleh dari perairan laut Jawa yang terdapat ponen utama protein sel sebagai bagian
pada arah utara PT Central Pertiwi Bahari, dasar kehidupan organisme (Swandewi
Rembang. Air laut yang digunakan sebagai dkk, 2016). AGP merupakan pupuk yang
media kultur, harus disterilisasi. Proses digunakan dalam media botol dan galon
sterilisasi media air laut menggunakan sebagai pengganti pupuk Natrium
Autoclave dan ozon. Hal ini sesuai dengan Phosphat dan Trace Metal.
pernyataan Lansing et al (2005), Autoclave
merupakan alat untuk mensterilkan alat Kultur pada Petridish
dan bahan menggunakan uap air panas Pembuatan media agar diawali
bertekanan. Pemanasan dilakukan hingga dengan pemberian air laut sebanyak 250
air mendidih dengan suhu 121˚C, sedang- ml kedalam Erlenmeyer lalu tambahkan
kan Ozon merupakan zat desinfektan yang silikat sebanyak 3 ml, Natrium Phosphat
ramah lingkungan. ozon dapat merusak sebanyak 2 ml, Trace Metal sebanyak 2
mekanisme dari mikroba sehingga sel ml, vitamin sebanyak 1 ml kemudian
protein pada mikroba mengalami oksidasi ditambahkan bacto agar sebanyak 4.5 gram
yang mengakibatkan perubahan fungsi dan lalu dipanaskan menggunakan hot plate
65
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

hingga mendidih. Setelah mendidih, Kultur pada Erlenmeyer 250 ml


larutan media tersebut dituang ke dalam Pembuatan media pada wadah
petrdish sebanyak 20 ml lalu tutup petrisih Erlenmeyer dilakukan pemberian pupuk
tersebut kemudian berikan paraffin lalu Guilard sebanyak 150 ml lalu berikan bibit
inkubasi selama 24 jam. dari media ampul sebanyak 100 ml.
Kultur petridish, pertama-tama Kemudian, tutup Erlenmeyer dengan alu-
siapkan bibit Tetraselmis chuii yang akan minium foil supaya tidak terjadi konta-
digunakan lalu buka paraffin yang ada minasi. Letakkan Erlenmeyer tersebut
pada tutup petridish kemudian ambil bibit kedalam rak kultur dengan suhu 20˚C dan
Tetraselmis chuii menggunakan mikro- Intensitas cahaya 4200 lux. Inkubasi
pipet lalu teteskan kedalam media agar selama ± 7 hari untuk memperoleh hasil
lalu, ambil jarum ose kemudian sterilkan maksimal. Hal ini tidak sesuai dengan
terlebih dahulu menggunakan api bunsen pernyataan Adi dkk (2002), Suhu dan
tunggu beberapa saat, kemudian lakukan intesitas cahaya optimum masing masing
metode streak plating dengan pola tertentu adalah 32-35°C dan 4500-8000 lux.
pada media agar. Tutup kembali petridish Tetraselmis chuii tumbuh dengan kondisi
menggunakan paraffin dan letakkan petri- salinitas optimal antara 25-35 ppt. Setiap
dish pada saat inkubasi dengan posisi harinya dilakukan pengocokan supaya
terbalik. Hal ini sesuai dengan pernyataan tidak adanya pengendapan. Hal ini sesuai
Satyantini, dkk (2016) Cawan petri dengan pernyataan Setoaji dan Hermana
diletakkan dalam keadaan terbalik untuk (2013), kultur tanpa menggunakan aerasi
mencegah terjadinya penetesan embun dari harus dilakukan pengocokan setiap hari,
bagian tutup cawan petri ke media agar. supaya tidak adanya pengendapan.
Beri label pada petridish dan lakukan
inkubasi selama 7 hari, hingga koloni Kultur pada Botol 900 ml
tumbuh pada permukaan agar. Media Kultur pada wadah botol 900 ml
petridish dapat bertahan selama 3 minggu. diawali dengan pembuatan media seba-
nyak 800 ml yang telah diautoclave selama
Kultur pada Botol 55 ml 60 menit lalu berikan bibit dari kultur
Pembuatan media pada wadah wadah Erlenmeyer sebanyak 100 ml.
botol 55 ml dilakukan dengan pemberian Kemudian, tutup botol dengan aluminium
pupuk guilard sebanyak 50 ml lalu foil supaya tidak terjadi kontaminasi lalu,
diberikan bibit koloni dari petridish. beri aerasi. Letakkan botol tersebut
Pengambilan bibit Tetraselmis chuii pada kedalam rak kultur dengan suhu 20˚C dan
petridish menggunakan jarum ose yang intensitas cahaya 4200 lux. Inkubasi dalam
telah steril dengan api bunsen lalu wadah botol membutuhkan waktu ± 4 hari.
ditunggu beberapa saat kemudian ambil Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan
bibit Tetraselmis chuii pada petridish dan Hermawan (2016), budidaya Tetraselmis
dimasukkan kedalam botol kemudian chuii kebutuhan suhu antara 23-25˚C dan
ditutup. Lalu diinkubasi selama ± 2 kebutuhan intensitas cahaya yaitu 3000-
minggu. Kultur pada wadah botol 55 ml 10.000 lux.
perlu dilakukan pengocokan setiap hari
supaya tidak terjadi pengendapan. Hal ini Kultur pada Galon 19 Liter
sesuai dengan pernyataan Setoaji dan Kultur pada wadah Galon diawali
Hermana (2013), kultur tanpa dengan menggunakan air laut yang telah di
menggunakan aerasi harus dilakukan dengan kaporit 10 ppm yang telah disaring
pengocokan setiap hari, supaya tidak menggunakan catridge dan filter bag. Air
adanya pengendapan. laut tersebut dimasukan kedalam galon
sebanyak 10 liter lalu berikan aerasi,
tunggu hingga 24 jam. Setelah 24 jam
66
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

galon diberikan Thiosulfat 5 ppm seba- hingga hari ke-14 mengalami penurunan
nyak 10 ml. Tujuan diberikan Thiosulfat kepadatan sel mencapai 186.000 sel/ml,
untuk menetralkan kaporit lalu, tambahkan hal ini diduga karena semakin melimpah-
NaNO3 sebanyak 50 ml dan AGP murni nya zat padatan tersuspensi di dalam media
sebanyak 5 ml kemudian, tambahkan bibit sehingga menghambat cahaya yang masuk
Tetraselmis chuii sebanyak 1800 ml lalu kedalam medium yang menyebabkan sel-
beri aerasi. Letakkan galon tersebut sel tidak mampu menyerap cahaya dengan
kedalam rak kultur dengan suhu 20˚C dan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan
intensitas cahaya 4200 lux. Hal ini tidak Matakupan (2009), terjadinya penurunan
sesuai dengan pernyataan Adi dkk (2002), kepadatan sel fitoplankton dapat disebab-
Suhu dan intesitas cahaya optimum masing kan oleh beberapa faktor yakni penipisan
masing adalah 32-35°C dan 4500-8000 nutrien sehingga tidak lagi mampu
lux. Tetraselmis chuii tumbuh dengan bertumbuh dan terbatasnya sumber cahaya
kondisi salinitas optimal antara 25-35 ppt. yang menyebabkan keredupan karena
Kultur galon dipanen ± 4 hari. padatnya pertumbuhan.

Pengamatan Pertumbuhan Tetraselmis Pemanenan


chuii Pemanenan kultur Tetraselmis
Pengamatan pertumbuhan Tetrasel- chuii di PT. Central Pertiwi Bahari,
mis chuii menggunakan kultur pada media Rembang, Jawa Tengah, dilakukan dengan
botol yang dilakukan selama 14 hari. pengamatan menggunakan mikroskop,
Pengamatan pertumbuhan Tetraselmis sehingga dapat diketahui pertumbuhan
chuii dalam kultur skala laboratorium Tetraselmis chuii yang telah mencapai
didapatkan inokulasi awal 550.000 sel/ml puncak populasi. Hal ini sesuai dengan
dan mengalami peningkatan hingga hari pernyataan Pujiono (2013), Pemanenan
keenam mencapai 3.240.000 sel/ml, kultur Tetraselmis chuii harus dilakukan
sedangkan pada pengamatan Ru’yatin dkk. pada saat fitoplankton mencapai puncak
(2015), bibit awal 300.000 sel/ml dan populasi. Apabila puncak populasi belum
mengalami peningkatan hingga hari kede- tercapai, maka sisa-sisa zat hara masih ada
lapan mencapai 1.600.000 sel/ml kemu- dan membahayakan organisme yang
dian mengalami penurunan. Hasil pene- mengkonsumsinya. Sedangkan apabila
litian Pujiono (2013) juga memperlihatkan pemanenan terlambat maka terjadi kema-
fase eksponensial yang berkisar antara hari tian sehingga kualitas fitoplankton tersebut
keenam sampai hari kedelapan. Fase terse- mengalami penurunan.
but ditandai dengan naiknya laju pertum- Pemanenan Tetraselmis chuii di
buhan hingga kepadatan populasi mening- PT. Central Pertiwi Bahari, Rembang,
kat beberapa kali lipat. Jawa Tengah, dilakukan dengan memin-
Pengamatan pertumbuhan Tetrasel- dahkan kultur media petridish kedalam
mis chuii pada hari ketujuh mengalami media ampul, media ampul kedalam
penurunan mencapai 209.000 sel/ml lalu Erlenmeyer volume 250 ml, media
pada hari kedelapan mengalami pening- Erlenmeyer kedalam botol volume 900 ml
katan mencapai 249.000 sel/ml. Pening- dan media botol volume 900 ml kedalam
katan kepadatan sel terjadi setelah menga- media galon lalu kultur pada media galon
lami fase stasioner diduga mengalami dilanjutkan kedalam media bak filber yaitu
periode kriptik, yakni sel-sel yang masih skala intermediet kemudian dilanjutkan
hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari kedalam kultur massal. Teknik pemanenan
sel-sel yang lisis untuk pertumbuhannya kultur Tetraselmis chuii dilakukan secara
(Suantika dan Hendrawandi, 2008). total. Menurut Pujiastuti (2010), pemane-
Pertumbuhan Tetraselmis chuii pada hari nan total yaitu mengambil hasil kultur
kesembilan mencapai 241.000 sel/ml secara keseluruhan.
67
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

KESIMPULAN DAN SARAN different Salinities and Luminance


Kesimpulan on Growth Rate of the Green
Kesimpulan dari hasil Praktek Microalgae Tetraselmis chuii.
Kerja Lapang di PT. Central Pertiwi Journal of Biological Sciences. 3
Bahari Rembang adalah Teknik kultur (3): 311- 314.
Tetraselmis chuii skala labolatorium Hermawan, L. S. 2016. Pertumbuhan dan
diawali dengan sterilisasi kemudian dilan- Kandungan Nutrisi Tetraselmis sp.
jutkan dengan pembuatan pupuk, pemi- yang Diisolasi dari Lampung
lihan bibit dan kultur Tetraselmis chuii Mangrove Center pada Kultur
yang dimulai dari media petridish, ampul, Skala Labolatorium dengan Pupuk
Erlenmeyer bervolume 250 ml, botol dan Pro Analis dan Pupuk Urea dengan
galon. Puncak populasi kultur Tetraselmis Dosis Berbeda. Skripsi. Fakultas
chuii skala laboratorium terjadi pada hari Matematika dan Ilmu Pengetahuan
keenam dengan jumlah kepadatan Alam. Universitas Lampung.
3.240.000 sel/ml. Kendala yang dihadapi Lampung. 57 hal.
pada saat kultur adalah kontaminasi, Kristanto, A. 2008. Perancangan Sistem
sehingga penanganannya yaitu dilakukan Informasi dan Aplikasinya. Gaya
menerapkan biosecurity. Media. Yogyakarta.
Lansing, M. P., J. P. Harley. and D. A.
Saran Kleien. 2005. Microbiology Sixth
Kultur Tetraselmis chuii di PT. Edition. The Mc Graw-Hill Com-
Central Pertiwi Bahari Rembang harus pany. New York. 12 p.
menjaga kesterilan alat dan bahan. Hal ini Lavens, P and P. Sorgeloos. 1995. Manual
sangat penting supaya bibit tidak terkonta- on The Production of Use of Live
minasi dengan mikroorganisme lainnya. Food for Aquaculture, Food and
Agriculture Organization of The
DAFTAR PUSTAKA United Nations. FAO Fisheries
Adi, A. I., A. A. M. D. Anggreni dan I. W. Technical. Rome. 361 p.
Arnata. 2002. Optimasi Salinitas Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Penerbit
dan pH Awal Media BG-11 Andi. Yogyakarta. 16 hal.
terhadap Konsentrasi Biomassa Matakupan, J. 2009. Studi Kepadatan
Tetraselmis chuii. Tesis. Jurusan Tetraselmis chuii yang dikultur
Teknologi Industri Pertanian. pada Intensitas Cahaya yang Ber-
Fakultas Teknologi Pertanian. beda. Jurnal Triton. 5 (2): 32-35.
Universitas Udayana. Denpasar. 11 Matthews, R. G and R. V. Banerjee. 1990.
hal. Cobalamin-Dependent Methionine
Arifin, Z. 2011. Evaluasi Pembelajaran Synthase. Biophysics Research
Prinsip, Teknik, Prosedut. PT Division and Department of Bio-
Remaja Rosdakarya. Bandung 24- logical Chemistry, The University
25 hal. of Michigan, Ann Arbor. USA.
Costa, M. A., L. Marisa., and J. Silvio. 1450-1459 p.
2004. Urban Secondary Sewage: an Pujiastuti, A. 2010. Pengaruh Penggunaan
Alternative Medium for the Culture Media yang Berbeda Terhadap
of Tetraselmis chuii (Prasino- Kemampuan Penyerapan Logam
phyceae) and Dunaliella viridis Berat Pb (Timbal) oleh Tetraselmis
(Chlorophyceae). Brazilian Archi- sp. Skripsi. Jurusan Budidaya
ves Of Biology And Technology. Perairan. Fakultas Pertanian.
Brazil. 11 p. Universitas Lampung. Bandar
Ghezelbash, F., T. Farboodnia., R. Heidari Lampung. 55 hal.
and N. Agh. 2008. Effects of Pujiono, A. E. 2013. Pertumbuhan
68
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health Vol. 7 No.2

Tetraselmis chuii pada medium air chuii. Jurnal Rekayasa dan Manaje-
laut dengan intensitas cahaya, lama men Agroindustri. 4 (4): 70-80.
penyinaran dan jumlah inokulan
yang berbeda pada skala laborato-
rium. Skripsi. Jurusan Biologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas
Jember. Jember. 57 hal.
Ru’yatin., I. S. Rohyani dan L. Ali. 2015.
Pertumbuhan Tetraselmis sp. dan
Nannochloropsis sp. pada skala
labolatorium. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon. 1 (2): 296-299.
Satyantini, W. H., E. D. Masithah., M. A.
Alamsjah., S. Andriono., L. A. Sari
dan D. D. Nindarwi. 2016. Penun-
tun Praktikum Budidaya Pakan
Alami. Fakultas Perikanan dan
Kelautan. Universitas Airlangga.
20 hal.
Setoaji, L dan J. Hermana. 2013. Pengaruh
Aerasi dan Sumber Nutrien
terhadap Kemampuan Alga Filum
Chlorophyta dalam Menyerap
Karbon (Carbon Sink) untuk
Mengurangi Emisi CO2 di
Kawasan Perkotaan. Jurnal Teknik
Pomits. 2 (2): 2301-9271
Suantika, G. dan D. Hendrawandi. 2008.
Efektivitas Teknik Kultur Menggu-
nakan Sistem Kultur Statis, Semi-
Kontinyu dan Kontinyu terhadap
Produk dan Kualitas Kultur
Tetraselmis sp. Jurnal Matematika
dan Sains. 4 (2).
Sururi, R. M., S. D. Rachmawati, dan M.
Sholichah. 2008. Perbandingan
Efektifitas Klor dan Ozon sebagai
Desinfektan pada Sampel Air dari
Unit Filtrasi Instalasi PDAM Kota
Bandung. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi-II.
Lampung. Universitas Lampung.
Swandewi, I. G. A. P. A. S., A. A. M. D.
Anggreni dan A. H. Bambang.
2016. Pengaruh Penambahan
NaNO3 dan K2HPO4 pada Media
BG-11 Terhadap Konsentrasi Bio-
massa dan Klorofil Tetraselmis

69
Diterima/submitted:4 November 2017
Disetujui/accepted:3 Juli 2017

Anda mungkin juga menyukai