Anda di halaman 1dari 8

POLA PERTUMBUHAN ROTIFER (Brachionus sp) PADA KULTUR SKALA

LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN JUMLAH PAKAN Chlorella sp


PATTERNS GROWTH OF ROTIFER (Brachionus sp) CULTURE ON LABORATORY
SCALE USING THE TOTAL FOOD OF Chlorella sp
Haris Fuadi, Annisa Rizkia I., dan M Khoirul Anam*
Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof Sudharto, Tembalang
ABSTRAK
Kemajuan bidang perikanan terutama budidaya ikan sangat dipengaruhi oleh pakan. Pakan merupakan faktor
penting dalam kegiatan pembesaran atau pun pembenihan. Salah satunya adalah pakan alami, dimana pakan alami
sangat dibutuhkan ikan atau udang pada stadia larva. Pakan alami untuk ikan contohnya adalah rotifer. Rotifer
merupakan salah satu zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami karena kandungan proteinnya yang tinggi,
ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva dan termasuk perenang lamban sehingga mudah ditangkap oleh larva
ikan atau udang. Berdasarkan hasil praktikum Budidaya Pakan Alami pada kultur Rotifer hasil pertumbuhan Rotifer
yaitu pada hari pertama masuk pada exponential fase atau fase pertumbuhan diperlambat dimana tidak terjadi
kelimpahan sel. Hari kedua pertumbuhan Rotifer berada pada fase stationary ditandai dengan penambahan jumlah
sel yang sangat cepat. Hari ketiga dan keempat pertumbuhan Rotifer masuk pada fase death atau fase kematian.
Kata Kunci : Rotifer, Chlorella
ABSTRACT
The advance of fisheries especially fisheries aquaculture is very influenced by food. Food is very important sector in
expansion and seeding progress. On of them is natural food, natural food very needed by fish or shrimp when stadia
larva. Natural food for example is rotifer. Rotifer is one of zooplankton was used for natural food because contain
high protein, the size is appropriate with open mouth of larva and include slow swimmer until easy to catch by larva
and shrimp. Based on lab work of aquaculture of natural food on rotifer culture, in day one include exponential
phase or growth phase slowth caused no riched of cell. In day two was stationary phase was signed with increasing
of cell is really fast. In day three or four, rotifer include death phase.
Key Word : Rotifer, Chlorella

PENDAHULUAN
Kemajuan bidang perikanan terutama budidaya ikan sangatdipengaruhi oleh pakan. Pakan merupakan faktor
penting dalam kegiatan pembesaran atau pun pembenihan. Salah satunya adalah pakan alami, dimana pakan alami
sangat dibutuhkan ikan atau udang pada stadia larva. Pakan alami untuk ikan contohnya adalah rotifer. Pentingnya
penyediaan pakan alami ini sangat dirasakan pada pembenihan organisme laut, karena saat ini belum ada pakan
buatan yang dapat menggantikan peranan pakan alami secara sempurna (Sutomo et al., 2007). Salah satu pakan
hidup yang banyak digunakan di panti-panti benih adalah rotifer sebagai makanan larva udang dan ikan. Pakan
merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang dibudidayakan. Sebagian besar stadia awal larva ikan
(finfish, non finfish). (Sari dan Abdul, 2012)
Pakan alami rotifera adalah makanan yang berasal dari mikroalgae yang berperan sebagai sumber protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Penggunaan mikroalgae tersebut dimaksudkan
agar rotifera yang dikultur mempunyai laju pertumbuhan yang cepat dan memiliki kandungan gizi yang tinggi,
karena masing-masing mikroalgae mengandung nutrisi yang amat dibutuhkan bagi pertumbuhan larva.
Rotifer merupakan salah satu zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami karena kandungan
proteinnya yang tinggi, ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva dan termasuk perenang lamban sehingga

mudah ditangkap oleh larva ikan atau udang. Rotifer merupakan salah satu golongan zooplankton yang banyak
dimanfaatkan dalam bidang pembenihan, terutama dimanfaatkan sebagai biokapsul alami bagi larva berbagai fauna
laut. Hal ini disebabkan oleh ciri biologisnya, antara lain ukurannya yang relatif kecil (100-300 m) sehingga cocok
dengan bukaan mulut larva dari kebanyakan fauna laut, bersifat planktonis dengan laju renang yang lamban
sehingga mudah ditangkap oleh larva, dan memiliki laju reproduksi dan nutrisi yang tinggi. Jenis Rotifer yang
sering digunakan adalah Brachionus plicatilis (Sutomo et al., 2007). Salah satu jenis pakan alami yang banyak
digunakan dalam usaha budidaya ikan adalah Brachionus plicatilis, merupakan makanan yang paling tepat bagi
larva ikan. Karena memenuhi syarat jasad pakan, diantaranya sebagai berikut : bergizi dapat dicerna dengan baik,
terapung, atau tersuspensi dan pergerakannya lambat. Pemilihan Brachionus plicatilis sebagai pasokan pakan
dikarenakan mempunyai sifat sebagai berikut : gerakannya lambat, mudah dibudidayakan, mudah dicerna. Safrizal
et al., (2013)
Pakan yang sering diberikan untuk Rotifer adalah fitoplankton salah satunya yaitu chlorella. Terdapat variasi
pakan yang berupa single sel fitoplankton, diantaranya Tetraselmis, Chlorella sp dan Isochrysis, dan substitusi
lainnya berupa bakers dan torula yeast, minyak yang diperkaya dan pakan tiruan (Astuti et al., 2012). Dilihat dari
kandungan dalam selnya, chlorella memiliki 55,6% protein, 13,3% lemak; 15% karbohidrat; 4,7% serat, 4,2%
klorofil dan sisanya terdiri dari Ca, P, Fe, karoten, asam askorbat, thiamin, riboflavin, niasin, asam panthotenat,
asam folat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan vitamin E. Asam amino yang terkandung dalam chlorella pun sangat
lengkap, bahkan melebihi asam amino dalam telur atau bahan-bahan lainnya. Karena kaya akan senyawa yang
bermanfaat, chlorella cocok untuk pakan larva ikan atau pun sebagai pakan Rotifer (Tetelepta, 2011).
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum budidaya pakan alami adalah sebagai berikut : bagaimana laju
pertumbuhan rotifer setelah pemberian pakan chlorella, apa faktor pertumbuhan rotifer dan masalah yang sering
muncul dalam kultur rotifer skala laboratorium adalah adanya kontaminasi ciliata pada media kultur yang
menyebabkan turunnya jumlah rotifer. Ada perbedaan jumlah produksi antara kultur yang terkontaminasi dengan
yang tidak. Kehadiran ciliata pada media kultur mengakibatkan berkurangnya jumlah rotifer betina yang membawa
satu atau banyak telur, namun tidak menggangu kepadatan alga. Karena populasi mikroalga tidak terganggu dengan
adanya Euplotes, maka ciliata-ciliata ini mengurangi tingkat reproduksi rotifer dengan cara lain. ciliata utamanya
memakan bakteri dan berperan sebagai pesaing makanan bentuk ragi. Rotifer mengkonsumsi bakteri dan ragi yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya yang penting. Ketika makanan ini menjadi terbatas karena adanya
kontaminasi ciliata, maka reproduksi rotifer menjadi terhambat. Kemungkinan lainnya adalah ciliata dapat
mengeluarkan zat yang menghambat pertumbuhan yang juga dapat menurunkan kualitas air kultur ( Suminto, 2005).

Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum budidaya pakan alami adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Cara Kultur Rotifer
2. Mengetahui Kepadatan Rotifer
3. Mengetahui Fase Pertumbuhan Rotifer

MATERI DAN METODE


Materi Praktikum
Alat yang digunakan pada Praktikum Budidaya Pakan Alami antara lain sedgwick refter yaitu alat yang
digunakan untuk tempat perhitungan Rotifer, pipet tetes yaitu yang digunakan untuk mengambilan larutan, botol air
mineral 600 ml 2 buah digunakan sebagai media kultur, batu aerasi digunakan sebagai pengontrol suplai oksigen,
aerator digunakan sebagai suplai oksigen selang digunakan sebagai pengontrol suplai oksigen, lampu neon 40 watt
digunakan sebagi pengganti cahaya matahari, dan mikroskop digunakan untuk memperjelas Rotifer pada media.
Bahan yang digunakan pada Praktikum Budidaya Pakan Alami adalah alkohol 75%, air laut dan bibit Rotiferyang
diambil dari BBPAP.
Metode Praktikum
Kegiatan kultur diawali dengan sterilisasi alat dan bahan. Sterilisasi alat dan bahan adalah perlakuan untuk
menjadikan suatu alat atau bahan yang bebas dari mikroorganisme yang tidak diingikan. Sterilisasi peralatan yang
terbuat dari gelas seperti erlenmeyer, test tube, petri disk disterilkan dengan autoclave. Sebelum digunakan peralatan
dicuci dan disikat dengan detergen kemudian dibilas air tawar, tunggu kering, setelah itu ditutup rapat dengan

alumunium foil dan plastik, sedangkan tabung reaksi dan pipet ditutup kapas, dibungkus alumunium foil dan plastik.
Setelah itu diatur rapi dalam autoclave, autoclave ditutup rapat dan dioperasikan pada suhu 121 oC dengan tekanan 1
atm, selama 30 menit.
Metode yang di lakukan pada praktikum budidaya pakan alami yaitu yang pertama adalah menyiapkan botol
mineral dan mengisinya dengan air laut bersalinitas 30 ppt sebanyak 300 ml. Hitung kepadan rotifer dibotol stok dan
masukkan kedalam 300 ml media air laut dengan kepadatan 50 individu/ml. Menghitung kepadatan stok pakan
sebelum diberikan ke rotifer. Memberikan pakan rotifer yaitu chlorella dan memasukkannya kedalam beaker glass
dengan kepadatan :
a. Hari 1 dan 2 diberi kepadatan 1x106 sel/ml media;
b. Hari 3 dan 4 diberi kepadatan 1,5x106 sel/ml media;
c. Hari 5 dan 6 diberi kepadatan 2x106 sel/ml media; dan
d. Hari 7 dan 8 diberi kepadatan 2,5x106 sel/ml media.
Selanjutnya mengambil sampel kultur rotifer sebanyak 1 ml, masukkan kedalam sedgwick refter dan tambahkan
alkohol 75% secukupnya, lakukan setiap 24 jam sekali dengan 3 kali pengulangan. Amati perkembangan rotifer dan
hitung kepadatan pada hari berikutnya sampai fase kematian. Membuat grafik pertumbuhan dan jumlah rotifera
selama pengamatan.
Pemberian pakan rotifer dengan cara dihitung N stok sehingga diketahui pakan yang akan diberikan kepada
rotifer. Pemberian pakannya berupa chlorella.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotatoria atau Rotifera adalah terdapatnya suatu bangunan
yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan berbulu-bulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah
roda. Tubuh Brachionus plicatilis terbagi atas tiga bagian yaitu kepala, badan dan kaki atau ekor. Batas bagian
kepala dengan badan tidak jelas, bagian kaki dan ekor berakhir dengan belahan yang disebut jari. Badannya dilapisi
oleh kutikula yang tebal dan disebut lorika. Ujung depan tubuh dilengkapi dengan gelang-gelang silika yang
kelihatan melingkar seperti spiral disebut korona dan berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut.
Klasifikasi B. plicatilis Amali (2005) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Rotifera
Kelas
: Monogononta
Ordo
: Ploima
Famili
: Brachionidae
Sub Famili
: Brachioninae
Genus
: Brachionus
Spesies
: Brachionus plicatilis

Sumber = (Amali 2005)

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pertumbuhan Rotifer dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 1. Pengamatan Pertumbuhan Rotifer

Kepadatan (Ind/ml)
Hari

Rata rata

Log Ind/ml

II

50

110

80

1,9

60

50

55

1,74

20

20

20

1,3

10

20

15

1,17

Berdasarkan tabel 1. di atas kepadatan rotifer pada hari pertama sampai dengan hari ke empat menunjukkan
bahwa rata-rata kepadatan rotifer menujukkan penurunan. Hari pertama kepadatan rata-rata sebanyak 80 ind/ml,
kemudian pada hari kedua sebanyak 55 ind/ml. Hari ketiga dan keempat sebanyak 20 ind/ml dan 15 ind/ml.
Penurunan kepadatan rotifer dari hari pertama sampai dengan hari keempat diduga rotifer mengalami fase kematian.
Seharusnya fase pertumbuhan rotifer meliputi fase adaptasi, fase pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Hal
ini sesuai pernyataan Sutomo et al., (2007), pola pertumbuhan populasi rotifera mempunyai 4 fase pertumbuhan
yaitu fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Menurut Widjaja (2004), berdasarkan bentuk
kurva pertumbuhan rotifera dapat dilihat bahwa pola pertumbuhan rotifera diawali fase lag. Fase ini mengalami
kenaikan kepadatan rotifer tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama dua hari untuk semua perlakuan pakan.
Lambatnya pertumbuhan populasi pada fase ini disebabkan karena terjadinya adaptasi lingkungan media kultur baru.
Selanjutnya populasi mengalami fase eksponensial, dimana meningkatknya fase kepadatan populasi dengan cukup
tinggi. Peningkatan populasi Branchionus sp. disebabkan karena pakan alami berupa mikroalga sudah dimanfaatkan
secara optimal. Setelah mengalami peningkatan populasi yang cukup tinggi fase selanjutnya adalah fase penurunan
laju pertumbuhan. Penurunan kepadatan rotifer diduga disebabkan karena turunnya volume pakan chlorella juga.
Pakan yang digunakan selama budidaya Rotifer pada Praktikum Budidaya Pakan Alami ini adalah mikroalga
berupa Chlorella vulgaris. Pemberian pakan menggunakan mikroalga tersebut bertujuan untuk dapat mempercepat
pertumbuhan dan perkembiakan dari Rotifer, agar kepadatannya melimpah dan dapat segera dijadikan sebagai pakan
alami untuk larva ikan. Hal ini diperkuat oleh Suminto (2008), menyatakan bahwa Rotifer dikultur didalam 15 toples
gelas bervolume 3 liter dengan kepadatan awal 20 ind. rotifer/ml media kultur. Setiap hari diberikan pakan dan
pengkayaan sebagai berikut : A, 0,8 g ekstrak telur cumi/1juta individu rotifer + ragi roti + Chlorella sp.; B, 1,0 g
ekstrak telur cumi/1juta individu rotifer + ragi roti + Chlorella sp.; C, 1,2 g ekstrak telur cumi/1juta individu rotifer
+ ragi roti + Chlorella sp.; D, 1,4g ekstrak telur cumi/1juta individu rotifer + ragi roti + Chlorella sp.; E, ragi roti +
Chlorella sp. Pada kutur rotifer harus menunggu kultur dari chlorella terlebih dahulu. Biasanya untuk mengkultur
rotifer menunggu dulu 2-3 hari menunggu kultur chlorella, setelah mencapai kepadatan sekitar 2 juta sel/ml baru
mulai ditebar rotifer sekitar 40-50 ind/ml. Hal ini sesuai dengan pernyataan Juliaty (2000), bahwa pertumbuhan
phytoplankton dalam kultur ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel.
Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur
pakan alami

Tabel 2. Pemberian Pakan Chorella untuk Pakan Rotifer

Hari

Volume Pakan
(ml)

Kepadatan Stok
Chlorella vulgaris
(sel/ml)

Volume Rotifer
Brachionus sp. (ml)

Kepadatan Pakan
yang Diinginkan
(sel/ml)

38.84

5.15x106

200.00

106

11.24

21.25x106

238.8

106

4.42

84.8x106

250.04

1.5 106

8.93

42.75x106

254.46

1.5 106

5.18

101.6x106

263.39

2 106

Gambar 1. Rotifer
Berdasarkan tabel 2. di atas hasil pengamatan bahwa pertumbuhan rotifer dari hari pertama sampai dengan
hari ke empat mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan karena pemberian pakan yang juga turun.
Pemberian pakan dari hari pertama sampai hari ketiga mengalami penurunan kemudian naik pada hari keempat dan
turun lagi pada hari kelima. Pemberian pakan pada hari pertama sebanyak 38,84 ml dan untuk pengamatan
kepadatan rotifer belum dilakukan. Kemudian pada hari kedua pemberian pakan sebelum rotifer diberi pakan,
kepadatan rotifer sebanyak 80 ind/ml dan pakan yang diberikan sebanyak 11,24 ml. Pada hari ke tiga pemberian
pakan sebanyak 4,42 ml dan kepadatan rotifer sebanyak 55 ind/ml. Pemberian pakan dan jumlah kepadatan rotifer
menurun pada hari kedua dan ketiga. Hal ini diduga disebabkan karena menurunnya volume pakan chorella yang
diberikan pada rotifer. Hal ini diperkuat oleh Khaeriyah (2014), batas daya dukung media hidup serta ketersediaan
pakan yang tidak mendukung dengan pertambahan kepadatan populasi Branchionus plicatilis, artinya pakan yang
diberikan tidak bertambah sejalan dengan pertambahan populasi sehingga mengakibatkan kelaparan bagi sebagian
Branchionus plicatilis, selain itu juga disebabkan oleh adanya persaingan ruang gerak dalam media pemeliharaan

yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian pakan pada hari ke empat mengalami kenaikan yaitu sebanyak 8,92
ml akan tetapi jumlah kepadatan rotifer turun yaitu sebanyak 20 ind/ml dan pada hari kelima pemberian pakan
mengalami penurunan yaitu sebanyak 5,18 ml dan kepadatan rotifer juga mengalami penurunan yaitu sebanyak 15
ind/ml. Hal ini mungkin dikarenakan media yang digunakan pada kultur rotifer kurang optimum, terutama tidak
adanya pemupukan terlebih dahulu dan kurangnya cahaya untuk pertumbuhan rotifer. Hal ini diperkuat dalam
Safrizal et al., (2013), menyatakan bahwa unsur nitrogen dan phospat merupakan unsur yang paling penting dan
merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan alga. Maka di dalam pembudidayaan Branchionus plicatilis selain
pupuk organik diberikan pupuk tambahan beberapa pupuk anorganik, seperti pupuk urea dan pupuk phospat dengan
tujuan dapat meningkatkan pertumbuhan jasad renik terutama alga planktonik yang merupakan pakan Rotifera.
Sehinga dapat meningkatkan pertumbuhan Branchionus plicatilis yang dikultur. Bahwa kotoran ternak yang banyak
digunakan dalam pembudidayaan Rotifera Branchionus plicatilis adalah kotoran ayam, karena banyak mengandung
unsur nitrogen. Untuk melakukan kultur Branchionus plicatilisjuga memerlukan pencahayaan. Selama ini kultur
dilakukan hanya dengan mengandalkan cahaya matahari, sehingga tidak jarang terjadi penurunan produksi apabila
cahaya matahari kurang memadai.
Syarat hidup Rotifer selain ketersediaan pakan dan media kultur yang digunakan adalah parameter kualitas
air. Kualitas air yang digunakan pada kultur Rotifer kali ini cukup bagus yaitu 28 ppt. Hal ini sesuai dengan
pendapat Khaeriyah (2014), bahwa salinitas optimum untuk pertumbuhan Branchionus plicatilis berada pada kisaran
dibawah 35 ppt. Selanjutnya menurut Safrizal (2013), Branchionus plicatilis adalah jenis zooplankton yang hidup di
air asin. Brachionus plicatilis dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. Kehidupan branchionus plicatilis
dipengaruhi oleh beberapa faktor ekologi perairan antara lain : suhu, oksigen terlarut dan pH. Rotifer memiliki
toleransi salinitas mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang tiba-tiba dapat mengakibatkan kematian. Salinitas
diatas 35 ppt akan mencegah terjadinya reproduksi seksual. Pencegahan ini merupakan hal yang diinginkan dalam
kultur missal disebabkan karena keberadaan individu jantan dan kista akan mengurangi tingkat pertumbuhan
populasi rotifera. Intensitas cahaya yang baik untuk kehidupan rotifer yaitu 20005000 lux, pH berkisar 7,5 sampai
8,5,kosentrasi amoniak bebas tidak boleh lebih dari 1 ppm.
Kualitas dan kuantitas rotifer akan ditentukan dari jenis dan kualitas pakan yang diberikan sebagai sumber
nutrisi yang disimpan didalam tubuh rotifer (Tamaru et al., 1991). Lebih jauh dijelaskan bahwa kandungan asam
lemak tidak jenuh ( -3 HUFA) pada rotifer dipengaruhi oleh kandungan asam lemak tidak jenuh ( -3, HUFA),
khususnya EPA dan DHA pada pakan yang diberikan, namun untuk kebutuhan larva akan asam lemak tidak jenuh
sampai sekarang masih dalam pengkajian. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa dengan menggunakan cara
pengkayaan nutrisi pakan, maka rotifer akanmeningkatkan pertumbuhannya (Hirayama and Satuito, 1991; Snell,
1991), kandungan protein dan asam amino serta kandungan asam lemak essensial (Tamaru et al., 1991; Setiadharma
et al., 2001). Kebutuhan akan asam lemak esensial ( -3 HUFA) terutama EPA dan DHA dapat dipasok dari luar
melalui pemberian pakan yang diperkaya (enrichment) dari berbagai sumber asam lemak. Faktor utama yang
menjadi penghambat perkembangbiakan rotifera yaitu rendahnya konsentrasi pakan, kekurangan oksigen dan
toksisitas dari amonia yang terakumulasi dalam media kultur.
Frekuensi pemberian pakan juga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan rotifer, semakin banyak frekuensi
pemberian pakan maka pertumbuhan rotifer semakin cepat. Hal ini sesuai pernyataan Astuti et al., (2012), frekuensi
pemberian pakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan laju reproduksi. Pemberian pakan sebanyak 250.000
sel/ind/hari yang diberikan dua kali sehari, dimungkinkan memberi pengaruh yang lebih baik daripada frekuensi
pemberian pakan 1 kali dalam sehari. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian pakan bertahap dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya blooming pakan dalam kultur, disamping itu juga dapat menjaga kontinyuitas ketersediaan
pakan, sehingga proses reproduksi dan kembang biak rotifer dapat berlangsung secara kontinyu.
Faktor pendukung lainnya yaitu karena kandungan gizi yang terdapat pada pakan yang tidak sesuai dengan
gizi yang dutuhkan oleh rotifer pada saat fase pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian Widjaja (2004) bahwa
mikroalga jenis chlorella laut memberikan hasil yang terbaik dalam pertumbuhan rotifera. Hal ini disebabkan karena
chlorella laut adalah pakan yang mempunyai ukuran paling kecil dan mudah untuk dikonsumsi Branchionus sp.
Kandungan gizi yang terdapat pada pakan tinggi dan gerakan yang pasif mempermudah pakan untuk dikonsumsi.
Kandungan gizi chlorella laut seperti yang dipaparkan dalam penelitian, terdapat kandungan nutrisi EPA yang tinggi
berkisar 44,26 % dengan kandungan total HUFAs (Highly unsaturated fatty acid) sebesar 52,45 %. Chlorella sp.
memiliki kandungan lemak sekitar 28 32 %. Dinding Chlorella sangat tebal (14 mm) terdiri dari 27% protein,
9,2% lemak, 15,4% selulosa, 31% hemiselulosa, 3,3% glukosamin, dan 5,2% abu yang banyak mengandung zat besi
serta kapur (Payne dan Rippingale 2000; Hadiyanto et al., 2011; Wijoseno, 2011).
Chlorella merupakan pakan yang umum diberikan kepada rotifer akan tetapi penggunaan Chaetoceros sp.
sebagai alternatif pakan rotifer memiliki banyak kelebihan antara lain pertumbuhan yang lebih cepat. Selain
pertumbuhan, kandungan gizi dari Chaetoceros sp. juga tinggi. Menurut Ortega-Salas dan Reyes-Bustamante (2013)
bahwa penggunaan Chaetoceros sp. sebagai pakan rotifer menunjukan hasil yang lebih baik.
Rotifer bereproduksi secara seksual dan aseksual. Menurut Agustina (2013), B. plicatilis mempunyai kelamin
terpisah, dapat bereproduksi secara aseksual dengan parthenogenesis yaitu menghasilkan telur tanpa terjadi

pembuahan dan individu baru yang dihasilkan bersifat diploid. Selain secara aseksual, B. plicatilis juga bereproduksi
secara seksual. Pada mulanya betina miktik mengkasilkan 1-6 telur kecil (50 70 x 80 100 mikron). Betina miktik
adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan oleh betina miktik akan menetas menjadi jantan. Jantan
tersebut akan membuahi betina miktik dan menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur tersebut mengalami masa istirahat
sebelum menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat dibuahi. Dari betina amiktik
tersebut maka reproduksi secara aseksual akan terjadi lagi.
B. plicatilis memiliki masa hidup yang tidak terlalu lama. Usia B. plicatilis betina pada suhu 25 0C adalah
antara 6-8 hari sedangkan yang jantan hanya sekitar 2 hari. Meskipun berumur pendek, namun B. plicatilis betina
memiliki kapasitas reproduksi yang luar biasa. B. plicatilis betina pertama kali bereproduksi pada usia 18 jam dan
selanjutnya terus bereproduksi sepanjang hidup mereka. Fekunditas total untuk seekor betina secara aseksual dan
dalam kondisi pakan yang cukup serta kualitas air yang bagus adalah 20-25 individu baru. Komposisi biokimia dan
nutrisi B. plicatilis untuk larva ikan ditentukan oleh makanannya. Komposisi nutrisi B. plicatilis didominasi oleh
protein. Selain itu terdapat juga lemak, abu, dan beberapa kandungan logam, dan 18 asam amino. Zooplankton
merupakan sumber pakan yang bagus bagi larva ikan kerena adanya kandungan asam amino dan tingkat
digestabilitas yang tinggi. Kandungan asam lemak essensial B. plicatilis diketahui sebagai komponen penting yang
mempengaruhi daya tahan larva (Suminto, 2005).

KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum budidaya pakan alami tentang kultur Rotifer adalah sebagai
berikut:
1. Pada hari pertama masuk pada pada exponential fase atau fase pertumbuhan diperlambat dimana tidak terjadi
kelimpahan sel. Hari kedua pertumbuhan Rotifer berada pada fase stationary ditandai dengan penambahan
jumlah sel yang sangat cepat. Hari ketiga dan keempat pertumbuhan Rotifer masuk pada fase death atau fase
kematian.
2.

Kultur rotifer pada skala laboraturium yang dilakukan yaitu hal yang pertama dilakukan menyiapkan botol
mineral dan mengisinya dengan air laut bersalinitas 28 ppt sebanyak 300 ml. Hitung kepadatan Rotifera
dibotol stok dan masukkan kedalam 300 ml media air laut dengan kepadatan 50 individu/ml. Menghitung
kepadatan stok pakan sebelum diberikan ke Rotifer. Memberikan pakan Rotifer yaitu algae dan
memasukkannya kedalam beaker glass.
SARAN

Saran yang diperoleh untuk praktikum budidaya pakan alami tentang kultur chlorella vulgaris adalah sebagai
berikut:
1. Sebaiknya pada saat pengambilan rotifer, untuk pengamatan alat yang digunakan harus disterilkan terblebih
dahulu agar tidak terkontaminasi.
2. Sebaiknya sebelum pengambilan Rotifer tangan harus diberi antiseptik agar tidak terkontaminasi.
3. Sebaiknya pada pengamatan Rotifer harus diperhatikan dari tahap adaptasi hingga tahap kematian agar
mengetahui fase-fase pertumbuhan Rotifer.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Tri. 2013. Nannochloropsis sp. yang Dikultur dalam Kondisi Stres Lingkungan Mikro (Micro
Environment Stress) sebagai Pakan Branchionus plicatilis. Skripsi. Universitas Lampung.
Amali, T.F.I. 2005. Pengaruh Pemberian Nannochloropsis sp., Natan dan Coccolith sp., Pada Rotifera Terhadap
KelangsunganHidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus). Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Aprilia, T. 2008. Aplikasi Pengkayaan Rotifera Dengan Asam Amino Bebas Untuk Larva Kerapu Bebek
Cromileptes altivelis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Hal 8; 27.

Astuti, Rina P, Sophia L Sagala, Gunawan, Gede S Sumiarsa dan Philip T Imanto. 2012. Optimasi Dosis dan
Frekuensi Pakan dalam Produksi Rotifer (Branchionus rotundiformis). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. Vol 4 (2):239-246
Hadiyanto, Widayat dan Kumoro A. C. 2012. Potency of Microalgae as Biodiesel Source in Indonesia. Int. Journal
of Renewable Energy Development. I. 23 27 pp.
Khaeriyah, Andi. 2014. Optimasi Pemberian Kombinasi Fitoplankton Dengan Dosis Yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Rotifera (Brachionus sp). Jurnal Balik Diwa. Vol 5 (1)
Ortega-Salas A.A dan Reyes-Bustamante H. 2013. Cultivation of the microalgae Chaetoceros gracilis to feed the
rotifer Brachionus plicatilis. Research Journal of the Costa Rican Distance Education University (ISSN:
1659-4266) Vol. 5(2)
Payne, M. F. dan J. R. Rippingale. 2000. Evaluation of Diets for Culture of The Calanoid Copepod Gladioferes
Imparipes. Aquaculture. 187: 85 96
Safrizal, Erlita, dan Rindhira Humairani. 2013. Peningkatan Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera (Branchionus
Plicatilis) Sesudah Diberikan Penambahan Makanan Pada Media Perlakuan. Lentera. Vol 13 (2).
Sari, Indah Permata, dan Abdul Manan. 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis oculata Pada Kultur Skala
Laboratorium, Intermediet dan Massal. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol 4 (2).
Setiadharma, T., K. Mahasetiawati, Wardoyo dan I.N. Adiasmara Giri. 2001. Pengaruh jenis bahan pengkaya rotifer
(Brachionus sp) terhadap sintasan dan pertumbuhan larva Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus).
Prosiding Teknologi Budidaya Laut dan Pengem bangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan
dan Perikanan bekerja sama dengan JICA Hlm.:213-217.
Suminto. 2005. Bididaya Pakan Alami Mikroalga dan Rotifer. Universitas Dipenegoro. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Buku Ajar Mata Kuliah Budidaya Pakan Alami. Hal 58-62.
Suminto.2008.Penggunaan Pengkayaan Pakan Alami Dengan Ekstak Telur Cumi-cumi (Loligo sp) Terhadap
Kuantitas Dan Kualitas Rotifer Brachionus plicatilis O.F. Muller. Jurnal Saintek Perikanan. 3 : 64 73
Sutomo, Ratna Komala, Eva Tri Wahyuni, dan Maria Gorrety Lily Panggabean. 2007. Pengaruh Jenis Pakan
Mikroalga yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifer, Branchionus rotundiformis. Oseanografi
dan Limnologi Indonesia. Vol 33 (1):159-176
Tatelepta, Lady Diana. 2011. Pertumbuhan Kultur Chorella spp Skala Laboratorium Pada Beberapa Tingkat
Kepadatan Inokulum. Prosiding Seminar Nasional.
Widjaja,Fifi.2004. Pendayagunaan Rotifera yang Diberi Pakan Alami Berbagai Jenis Mikroalgae. Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia1 (1) : 23-27
Wijoseno, Tangguh. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat Pertumbuhan dan Kandungan
Protein, Lipid, Klorofil, dan Karotenoid pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Universitas
Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai