Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat sangat menyukai ikan air tawar, terutama ikan nila. Ikan nila

sangat menjanjikan untuk bisnis karena sangat populer dikalangan masyarakat.

Ikan nila memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai bobot tubuh

yang jauh lebih besar, serta memiliki produktivitas yang tinggi (Aliyas et al.,

2016).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) telah menjadi salah satu hasil perikanan

air tawar yang terjangkau dan unggul sebagai komoditas nasional dalam penjualan

pada pasar domestik maupun luar negeri (Ardita et al., 2015). Peningkatan

permintaan pasar ikan nila yang semakin tinggi memerlukan adanya sebuah usaha

untuk meningkatkan hasil produksi ikan nila. Adapun salah satu usaha yang

memungkinkan untuk dilakukan adalah melakukan pembudidayaan secara

intensifikasi dengan penggunaan lahan yang terbatas (Al-Hafedh dan Alam,

2007).

Proses pembudidayaan yang dilakukan secara intensif memiliki

karakteristik yaitu terdapat pakan tambahan dan kepadatan ikan yang tinggi

(Nasution et al., 2014). Tingkat kepadatan ikan yang tinggi dapat menyebabkan

penumpukan limbah budidaya dan jika tidak diatasi dapat meracuni ikan (Alfia et

al., 2013). Sumber limbah amonia tersebut berasal dari tumpukan sisa pakan dan

hasil eksresi ikan. Kondisi tersebut, jika dibiarkan akan mengakibatkan proses

pertumbuhan ikan terhambat hingga kematian pada ikan.


Suatu usaha budidaya dapat berhasil apabila ikan yang dibudidayakan

berada pada kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan dan kehidupan ikan

tersebut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberhasilan usaha budidaya,

diperlukan perbaikan pada lingkungan perairan (Lee et al., 2013). Upaya

perlindungan kondisi lingkungan dapat memanfaatkan mekanisme biologi dalam

menurunkan konsentrasi zat pencemar atau polutan ke tingkat yang lebih aman.

Hal tersebut dapat dilakukan melalui proses degradasi, detoksifikasi, mineralisasi,

dan transformasi (Azubuike et al., 2016).

Bioaugmentasi merupakan proses introduksi atau penambahan satu jenis

maupun lebih mikroorganisme ke dalam perairan. Mikroorganisme tersebut

terbagi dalam dua jenis yaitu yang berisfat alami dan yang bersifat buatan atau

telah mengalami perbaikan sifat melalui improved genetically engineered strain.

Bioaugmentasi dapat menjadi salah satu upaya untuk menjaga kondisi kualitas

air (Nawawi, 2013). Proses bioaugmentasi dilakukan dengan menggabungkan

atau memasukkan probiotik yang merupakan sekumpulan mikroorganisme yang

dapat bermanfaat bagi manusia dan hewan (Ganesha, 2016).

Kualitas air adalah komponen utama yang dapat membantu peningkatan

pembudidayaan ikan nila. Kondisi perairan dengan kualitas yang baik dapat

membantu pertumbuhan dan sintasan ikan nila yang dibudidayakan. Kualitas air

dan pertumbuhan ikan dapat mengalami peningkatkan melalui pemberian

probiotik. Usaha budidaya yang telah memanfaatkan probiotik terbukti telah

mengalami peningkatan kualitas air, meningkatkan respon imun organisme dan

peningkatan nutrisi. Hal tersebut disebabkan oleh peranan probiotik sebagai


eksekusi kompetitif bakteri patogen yang memproduksi senyawa penghambat dan

tambahan enzim pencernaan (Gullian et al., 2004).

Terdapat beberapa penelitian terkait usaha budidaya ikan yang telah

menerapkan sistem pengelolaan kualitas air dengan pemanfaatan bakteri, antara

lain yaitu Saniswan et al. (2021), dengan judul studi mengenai "Pengaruh

Penggunaan Sistem Bioremediasi Dengan Penambahan Probiotik Pada Media

Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)". Tujuan

dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui peranan probiotik dalam

budidaya ikan mas dan mengetahui nilai dosis probiotik yang paling menunjang

laju pertumbuhan benih ikan mas. Rancangan penelitian tersebut terdiri dari empat

perlakuan yaitu tanpa probiotik, probiotik 0,5 ml/L, probiotik 1 ml/L, dan

probiotik 1,5 ml/L dengan tiga ulangan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh

bahwa ikan mas memiliki laju pertumbuhan spesifik 5,74%, efisiensi pakan

63,24±4,25, dan tingkat kelangsungan hidup 80,5%, serta dosis terbaik probiotik

yaitu 1,5 ml/L

Dalam pembudidayaan ikan secara umum, probiotik telah banyak

digunakan, sedangkan dalam budidaya ikan nila masih sedikit yang menerapkan-

nya. Pada penelitian ini, akan dilakukan uji coba pemanfaatan bakteri dalam

bentuk probiotik untuk mengendalikan kualitas perairan pada media pemeliharaan

ikan nila. Salah satu cara untuk mengontrol kualitas air media budidaya ikan nila

adalah dengan menggunakan bakteri untuk meningkatkan kualitas air.

Pengendalian kualitas air ini penting karena ikan nila termasuk ikan yang sensitif

akan perubahan kualitas air dalam media pemeliharaan, khususnya gas beracun
seperti amoniak (NH3) (Siegers, 2019). Penulis tertarik untuk melakukan

penelitian berdasarkan pernyataan di atas yang berkaitan dengan “Penambahan

Probiotik Pada Media Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan

Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Apakah penambahan probiotik pada media pemeliharaan ikan nila


(Oreochromis niloticus) berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya?
2. Berapa dosis probiotik EM4 yang efektif untuk pengendalian mutu air pada
media budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

penggunaan komponen probiotik pada media budidaya ikan nila

(Oreochromis niloticus) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

2. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang

efektif untuk pengendalian mutu air pada media budidaya ikan nila

terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya serta diharapkan dapat

menjadi sumber informasi tentang penggunaan komponen probiotik

sebagai pengendalian mutu air pada media budidaya ikan nila.

1.4 Mannfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain adalah

sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti, dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah

pengetahuan mengenai materi yang dibahas maupun metode yang digunakan

dalam meneliti dan sebagai langkah awal dalam penerapan ilmu pengetahuan

yang telah diperoleh selama perkuliahan.

2. Bagi Pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi salah

satu sumber informasi, wawasan, dan pengetahuan serta sebagia acuan bagi

peneliti berikutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Sistematika ikan nila (Oreochromis niloticus) tidak jauh berbeda dalam

pengelompokannya dengan jenis ikan lain. Klasifikasi ikan nila adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus (Siregar, 2003; Mustarip, 2019)

Gambar 1. Ikan Nila


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah jenis ikan yang berasal dari

negara lain. Balai Penelitian Budidaya Air Tawar merupakan pembawa pertama

kali bibit ikan nila ke Indonesia pada tahun 1969. Setelah masa penelitian dan
adaptasi, ikan ini diberikan kepada petani di seluruh Indonesia. Niloticus atau ikan

nila berasal dari danau-danau yang terhubung dengan sungai Nil (Mustarip, 2019).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat berkembang dua hingga tiga kali

lipat lebih cepat dari generasi sebelumnya. Tubuh ikan nila panjang, ramping, dan

memiliki sisik berukuran besar. Mata besar, menonjol, dan berwarna putih di

bagian tepinya. Di bagian tengah badan, gurat sisi (linea lateralis) terputus, tetapi

letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada.

Ada 34 sisik pada gurat sisi. Sirip pungung dan sirip dada berwarna hitam, dan

sirip perut dan dubur memiliki jari-jari yang lemah, mengeras, dan tajam seperti

duri (Mustarip, 2019).

2.2 Syarat dan Kebiasaan Hidup

Ikan nila (Oreochromis niloticus) dianggap sebagai pemakan segalanya

(omnivora), dengan kecenderungan untuk menjadi herbivora (makan plankton dan

berbagai tumbuhan), dan mungkin digunakan untuk mengontrol gulma air. Ikan

ini dapat berbiak dengan cepat. Ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) secara

alami ditemukan dari Syria di utara hingga Afrika timur hingga Kongo dan

Liberia. Mereka ditemukan di Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad,

Nigeria, dan Kenya. Orang-orang telah memelihara ikan ini sejak zaman Mesir

kuno. Habitat ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sungai, danau, waduk, atau

air tawar lainnya, namun karena toleransinya yang luas terhadap salinitas

(euryhaline), mereka juga dapat hidup baik di air payau maupun laut. Salinitas

yang ideal untuk pertumbuhan nila adalah antara 0 sampai 35 ppt, tetapi yang

terbaik adalah antara 0 sampai 30 ppt (Mustarip, 2019).


Salinitas ideal untuk pertumbuhan ikan nila adalah 0–29 ppt. Ikan nila

dapat hidup dengan salinitas 31–35 ppt, tetapi pertumbuhannya lambat. Selain itu,

pH air yang ideal untuk budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah 6-8;

namun, pertumbuhan terbaiknya terjadi pada pH 7-8, dengan pH yang masih

dapat ditolelir nila 5-11. Nila tumbuh paling baik pada 25-30 oC; mereka masih

dapat memijah pada 22oC, dan pada 37oC. Jika suhu lebih rendah dari 14 oC atau

lebih tinggi dari 38oC, maka ikan nila akan mati. Suhu tempat yang

dapat mematikan ikan nila adalah 6oC dan 42oC. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

dapat hidup di kolam tadah hujan dan air tergenang lainnya dengan tingkat

oksigen yang rendah, seperti kolam terpal. Namun, ikan nila ini lebih baik

berkembang di perairan dengan tingkat oksigen tidak kurang dari 3 ppm (part per

million) (Mustarip, 2019).

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan

Ikan nila, atau Oreochromis niloticus, adalah jenis ikan yang memakan

segalanya atau omnivora. Ikan ini dapat berkembang biak dengan berbagai jenis

makanan hewani dan nabati. Ikan nila (Oreochromis niloticus) sebaiknya

diberikan pakan buatan, atau pelet, yang mengandung protein antara 20 sampai 25

persen. Saat menjadi dewasa, ikan nila harus diberikan makanan tambahan, seperti

pelet dan daun talas. Pada perut ikan nila (Oreochromis niloticus) ditemukan

berbagai macam jasad, seperti Soelastrum, Scenedesmus, Dictiota, Oligochaeta,

dan larva Chironomus. Makanan yang dikonsumsi oleh ikan nila (Oreochromis

niloticus) berbeda tergantung pada usianya. Zooplankton, seperti Rototaria,

Copepoda, dan Clodocera, adalah makanan favorit benih ikan. Ikan dewasa
mempunyai kemampuan dalam menggunakan lendir atau mucus pada mulutnya

untuk mendapatkan makanan di perairan. Makanan tersebut terkumpul menjadi

gumpalan partikel, sehingga sulit untuk dikeluarkan. Di perairan alami, ikan kecil

mencari makanan di daerah perairan yang dangkal, sementara ikan berukuran

lebih besar mencari makanan di daerah perairan yang dalam (Mustarip, 2019).

2.4 Probiotik

Probiotik adalah bagian sel mikroba yang digunakan pada pakan atau

lingkungan hidup inang untuk membantu inang. Probiotik ini dianggap

bermanfaat karena dapat mencegah kolonisasi mikroba yang berbahaya (Irianto,

2003). Ikan atau inang tidak dapat mencerna probiotik, tetapi probitoik

dapat membantu inang dengan merangsang pertumbuhan mikroflora normal di

saluran pencernaan ikan (Ringo et al., 2010). Dibandingkan dengan perlakuan

lain, penambahan probiotik dalam pakan telah meningkatkan populasi bakteri. Ini

mungkin karena peningkatan aktivitas enzim pencernaan dan kecernaan pakan

(Putra et al., 2010).

Dalam budidaya ikan, probiotik memberikan hasil yang menguntungkan,

dan saat ini merupakan bagian penting dari manajemen budidaya perikanan

(Balcazar et al., 2006). Probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan, kekebalan

non-spesifik, kelangsungan hidup, dan resistensi penyakit ikan. (Wang & Xu,

2006). Penggunaan probiotik adalah cara yang aman dan ramah lingkungan untuk

mengendalikan penyakit ikan. Ini karena probiotik berfungsi sebagai agen

biokontrol, yang dapat mengurangi populasi patogen (Cruz et al., 2012).


Probiotik multispesies diketahui lebih efektif dalam mencegah berbagai

penyakit bakteri (Thomas & Chhorn, 2011). Menurut Iribarren et al. (2012),

Penggunaan probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan,

mengurangi biaya produksi, dan pada akhirnya dapat mengurangi dampak negatif

terhadap lingkungan karena pembuangan limbah di perairan.

Menurut Moriarty et al. (1998); Saniswan (2019) menyatakan bahwa, manfaat

penggunaan probitotik dalam budidaya perairan adalah sebagai berikut:

1. Kualitas air dan dasar kolam diperbaiki, sehingga mengurangi stres pada

udang dan ikan serta meningkatkan kesehatannya.

2. Air buangan dari kolam dibersihkan, sehingga dampaknya terhadap

lingkungan menjadi lebih rendah.

3. Dapat mengontrol bakteri dan virus yang berbahaya serta seluruh

mikroorganisme yang ada di ekosistem perairan.

4. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada ikan.

5. Kemungkinan terjadinya penyakit dapat diminimalisir oleh asimilasi

makanan sehingga saluran pencernaan terperbaiki

6. Antibiotik tidak perlu digunakan. Untuk mencegah kekebalan bakteri yang

merugikan

Pemberian probiotik adalah salah satu cara untuk memperbaiki kondisi

lingkungan yang buruk. Probiotik adalah agen mikroba hidup yang dapat

membantu inang dengan mengubah komunitas mikroba, meningkatkan respons

inang terhadap penyakit, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Dalam

akuakultur, probiotik dapat diberikan secara langsung ke dalam media air. Salah
satu jenis probiotik yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan adalah EM4

(Effective Microorganism) (Akbar et al., 2013).

a. EM-4 (Effective Microorganisme)

90% bakteri Lactobacillus sp. (bakteri penghasil asam laktat),

Streptomyces sp., jamur pengurai sellulosa, dan ragi terkandung di dalam EM-4.

Karena kemampuan bakteri-bakteri tersebut untuk mencerna pati, gula, protein,

lemak, dan sellulosa, sehingga EM-4 membantu mengoptimalkan pemanfaatan zat

makanan (Surung, 2008). Salah satu jenis bakteri fotosintetik yang dapat

meningkatkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan adalah probiotik (Sulasi et

al., 2018).

Produk EM-4 adalah kultur dalam medium cair berwarna coklat kekuning-

kuningan yang menguntungkan pertumbuhan dan produksi ternak. Dengan aroma

asam manisnya, EM-4 mampu memperbaiki jasad renik di saluran pencernaan

ikan, sehingga kesehatan ikan akan meningkat dan tidak mudah stres. Jika EM-4

ditambahkan ke pakan dan air minum ternak, ini akan meningkatkan nafsu makan

ternak (Kukuh, 2010).

2.5 Kerangka Penelitian

Budidayanya yang mudah, rasanya yang disukai, dan harganya yang relatif

murah, sehingga ikan nila dianggap sebagai ikan ekonomis penting di seluruh

dunia. Ikan nila juga memiliki kandungan gizi yang sangat lengkap. Ikan nila

memiliki banyak protein juga rendah lemak dan kalori. Mereka juga memiliki

asam lemak Omega 3 dan 6, yang sangat aman dan dapat membantu dalam fungsi

neurologis dan kekuatan otak manusia. Budidaya ikan nila juga dapat memberikan
keuntungan yang cukup bagi pembudidayanya tetapi, dalam membudidayakan

ikan nila salah satu hal yang sering jadi permasalahan adalah kualitas airnya.

Penjagaan kualitas air dapat melalui pemanfaatan bakteri dengan penambahan

probiotik. Sebelum menambahkan probiotik kita perlu mengetahui terlebih dahulu

dosis yang tepat untuk pembudidayaan ikan nila agar dapat meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari ikan nila tersebut.

Budidaya ikan nila

Pakan dan nutrisi ikan Kualitas air

Sistem penjagaan kualitas air dengan memanfaatkan bakteri

Probiotik

Memperbaiki Membersihkan air Bakteri yang Meningkatkan


kualitas air buangan merugikan & virus sistem kekebalan
dapat terkontrol tubuh ikan

Kelangsungan Hidup Pertumbuhan

Gambar 2. Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2023-Desember 2023 dengan

masa pemeliharaan selama 30 hari. Pengamatan bertempat di Balai Perikanan

Budidaya Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1

berikut.

Tabel 1. Alat yang digunakan

No. Alat Fungsi

1. Gelas Ukur Mengukur volume larutan

2. Spektofotometer Mengukur amoniak, nitrat, dan nitrit

3. Termometer Mengukur suhu

4. pH meter Mengukur Ph

5. DO meter Mengukur kadar oksigen terlarut

6. Ember Penampungan air sementara

Mengambil sampel ikan dari wadah


7. Jarring/serokan
pemeliharaan

8. Timbangan digital Mengukur berat ikan

9. Penggaris Mengukur panjang ikan

10. Akuarium Wadah pemeliharaan

Menggerakkan air di dalam akuarium agar


11. Aerator
kaya akan oksigen terlarut
Pembuat gelembung dan penstabil udara dari
12. Batu aerasi
aerator

Alat bantu menghembuskan aerasi ke dalam


13. Selang aerasi
air wadah pemeliharaan

14. Seser Untuk menangkap benih

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.

Tabel 2. Bahan yang digunakan

No. Bahan Fungsi

1. Benih ikan nila Bahan uji

2. Probiotik Em4 Sebagai perlakuan

3. Pakan Makanan ikan

4. Klorin Membersihkan wadah

5. Label Menandai wadah perlakuan

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Persiapan media dan persiapan benih

Penelitian ini menggunakan akuarium yang berukuran 60 cm x 40 cm x 40

cm dengan volume 96 liter. Jumlah akuarium yang digunakan yaitu 12 buah dan

di isi air sebanyak 20 Liter. Akuarium awalnya dibersihkan dan dikeringkan

terlebih dahulu sebelum digunakan. Akuarium yang telah dibersihkan dan


dikeringkan kemudian dimasukkan air sebanyak 20 liter dan ditambahkan

probiotik sesuai perlakuan dengan keadaan aerasi yang menyala.

a) b)

c) d)
Gambar 3. Persiapan Media; a) Pencucian akuarium, b) Pengisian air, c)
Pengukuran probiotik, d) Penambahan probiotik
Setelah mempersipkan wadah, selanjutnya yaitu menyiapkan benih ikan

nila yang akan digunakan. Tahapan awal adalah penyortiran benih dengan

memilih benih yang berukuran panjang ± 3-5 cm. Setelah itu benih tersebut

ditimbang dan diukur panjangnya sebelum dimasukkan dalam akuarium. Tahapan

akhir adalah memasukkan benih ke dalam akuarium dengan kepadatan 1 ekor/liter

(Aldianzah, 2021), sehingga total pada tebar yang diberikan pada setiap akuarium

adalah 20 ekor/akuarium.
a) b)
Gambar 4. Persiapan Benih; a) Pengukuran panjang, b) Pengukuran berat

2. Pemeliharaan

Selama pemeliharaan, ikan nila diberi pakan tiga kali sehari: pukul 08.00

pagi, 12.00 siang, dan 16.00 sore. Menurut Purnomo (2012), pakan yang

diberikan sebesar 5% dari berat tubuh ikan. Untuk mengetahui seberapa efektif

komponen probiotik EM-4, ikan uji diberi probiotik EM-4 setiap minggu sebagai

perlakuan. Probiotik EM-4 diberikan langsung ke dalam perairan tanpa dicampur

dengan pakan. Selama penelitian, media air pemeliharaan tidak diganti. Ikan nila

dipelihara selama 30 hari.

Gambar 5. Pemberian pakan

Setiap hari dilakukan pengamatan. Untuk mengetahui tingkat amoniak,

nitrit, dan nitrat dalam media pemeliharaan, sampel air diukur pertama kali setelah
benih didistribusikan, dan kemudian setiap tujuh hari sekali. Selama

pemeliharaan, suhu, pH, dan DO (Disolved Oxygen) diukur dua kali seminggu.

3. Pengukuran kualitas air

Selama pemeliharan kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, DO, amoniak,

nitrit, dan nitrat.

a. Suhu dan DO

Pengukuran suhu dan DO dilakukan setiap dua kali seminggu, pada pukul

08.00 pagi dan 16.00 sore. Pengukuran ini menggunakan alat ukur berupa DO

meter dengan cara sebagai berikut.

1) Kalibrasi dilakukan terlebih dahulu pada alat sensor DO meter hingga

menunjukkan angka standar kalibrasi.

2) Alat sensor dicelupkan ke dalam aquarium hingga kedalaman 80 cm.

3) Diamati dan dicatat hasilnya yang tertera pada monitor alat hingga angka

tetap dan tidak berubah-ubah.

b. pH

Pengukuran pH dilakukan juga setiap dua kali seminggu pada pukul 08.00

pagi dan 16.00 sore menggunakan alat ukur berupa pH meter. Pengukuran

kadar pH di dalam ai dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) pH meter dikalibrasi menggunakan air yang mengalir.

2) pH meter dicelupkan ke dalam aquarium.

3) Hasil yang tertera pada monitor pH meter dicatat.

c. Amoniak
Amoniak dilakukan pada awal pemeliharaan, kemudian setiap seminggu

sekali. Cara pengukuran amoniak adalah sebagai berikut.

1) Tombol “prgm” pada alat ukur ditekan, kemudian ditekan “6” dan “4” lalu

“enter”.

2) Larutan blanko (aquadest) disiapkan sebanyak 10 ml pada botol 1

3) Sampel sebanyak 10 ml disiapkan pada botol 2

4) Bubuk ammonia salicylate ditambahkan sebanyak 1 sachet ke dalam botol

sampel (tidak dikocok).

5) Tombol “timer” ditekan lalu “enter”, kemudian ditunggu selama 3 menit

sampai berbunyi “beep”.

6) Bubuk ammonia cyanurate ditambahkan sebanyak 1 sachset ke dalam

botol sampel (tidak dikocok).

7) Tombol “enter” pada alat ditekan kemudian ditunggu selama 15 menit

sampai berbunyi “beep”.

8) Botol yang berisi larutan blanko dimasukkan ke alat ukur lalu ditekan

tombol “zero”.

9) Botol yang berisi larutan blanko diganti dan dimasukkan botol yang berisi

larutan sampel kemudian tombol “read” ditekan untuk mengetahui

hasilnya.

d. Nitrat

Pengukuran nitrat juga dilakukan pada awal penelitian kemudian setiap

minggu sekali. Pengukuran nitrat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Tombol “prgm” pada alat ukur ditekan, kemudian tombol “5” dan “1”

ditekan lalu “enter”.

2) Larutan blanko (aquadest) sebanyak 10 ml disiapkan pada botol 1.

3) Sampel yang akan diukur disiapkan sebanyak 10 ml pada botol 2.

4) Bubuk nitrate reagent powder sebanyak 1 sachet ditambahkan ke dalam

botol sampel (tidak dikocok).

5) Tombol “timer” ditekan lalu “enter”, kemudian ditunggu selama 5 menit

sampai berbunyi “beep”.

6) Botol yang berisi larutan blanko dimasukkan lalu tombol “zero” pada alat

ditekan.

7) Botol yang berisi larutan blanko diganti dengan botol yang berisi sampel

kemudian ditekan tombol “read” untuk mengetahui hasilnya.

e. Nitrit

Pengukuran nitrit juga dilakukan bersamaan dengan amoniak dan nitrat

pada awal penelitian dan setiap 7 hari sekali. Pengukuran nitrit dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Tombol “prgm” pada alat ukur ditekan, kemudian ditekan tombol “6” dan

“0” lalu “enter”.

2) Larutan blanko (aquadest) sebanyak 10 ml disiapkan pada botol 1.

3) Sampel sebanyak 10 ml disiapkan pada botol 2.

4) Bubuk nitrite reagent powder sebanyak 1 sachet ditambahkan ke dalam

botol sampel (tidak dikocok).


5) Tombol “timer” ditekan lalu “enter”, kemudian ditunggu selama 15 menit

sampai berbunyi “beep”.

6) Botol yang berisi larutan blanko dimasukkan lalu ditekan tombol “zero”.

7) Botol yang berisi larutan blanko diganti dengan botol yang berisi larutan

sampel kemudian ditekan tombol “read” untuk mengetahui hasilnya.

a b

Gambar 6. Pengukuran kualitas air; a) Pengukuran suhu, pH, dan DO, b)


Pengukuran amoniak, nitrat, dan nitrit
3.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Metode penelitian

eksperimental adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan yang

bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul dari perlakuan

tertentu (Notoatmodjo, 2010).

3.5 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang

merupakan desain paling sederhana. RAL digunakan pada penelitian dengan

jumlah perlakuan yang tidak terlalu banyak, satuan penelitian harus homogen, dan

faktor luar yang dapat mempengaruhi penelitian harus dapat dikontrol (Mattjik,

2006).

Penelitian disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model

linear yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002).


Yij : µ + αi +∑ij

Keterangan :

Yij : Pengaruh komponen probiotik ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah data

αi : Pengaruh dari komponen probiotik ke-i

∑ij : Galat perlakuan dari pertumbuhan ikan ke-i dan ulangan ke-j12

i : Jumlah kepadatan benih ikan nila yang diuji

j : Ulangan (1, 2, dan 3)

Penambahan komponen probiotik sebagai perlakuan ke dalam air media

yang terdiri atas:

A = Kontrol (0 %)

B = penambahan komponen probiotik EM4 – 0,5 ml/L air

C = penambahan komponen probiotik EM4 – 1,5 ml/L air

D = penambahan komponen probiotik EM4 – 2,5 ml/L air

Berdasarkan rumus diatas, maka perlakuan dalam penelitian ini masing-

masing dilakukan dalam 3 kali ulangan, sehingga secara keseluruhan menghasil-

kan 12 unit percobaan, yaitu 4 x 3 kombinasi perlakuan atau 4 x 3 unit percobaan.

Layout di bawah ini menunjukkan denah penelitian..

A = Kontrol (tanpa probiotik)


A3 D3 B1 A2
B = 0,5 ml/l
B3 C3 D2 C2
C = 1,5 ml/l
B2 A1 C1 D1
D = 2,5 ml/l

Gambar 7. Layout penelitian


3.6 Parameter Penelitian

3.6.1 Parameter Kualitas Air


Selama penelitian, ada dua parameter uji utama dan penunjang. Parameter

uji utama mencakup kandungan amoniak, nitrat, nitrit, dan oksigen terlarut, yang

diukur dengan spektrofotometer atau ammonia test kit. Parameter penunjang

termasuk pH dan suhu.

Pengambilan sampel air untuk menganalisa kadar amoniak, nitrit, dan

nitrat dilakukan pada pagi hari sebelum pakan diberikan (Rosmaniar, 2011).

Pengukuran amoniak, nitrat, dan nitrit dilakukan di Laboratorium Balai Perikanan

Budidaya Air Tawar Tatelu.

Tabel 3. Parameter Kualitas Air

No. Parameter Kualitas Air Satuan Alat Ukur

1. Ammonia (NH3) Mg/l Spektrofotometer

2. Nitrit (NO2) Mg/l Spektrofotometer

3. Nitrat (NO3) Mg/l Spekrofotometer

4. pH pH meter

5. Suhu C Termometer

6. DO Mg/l DO meter

3.6.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Perhitungan pertambahan panjang mutlak benih ikan nila menurut

Effendie (1991); Khotimah et al. (2016), adalah sebagai berikut:

L=¿−Lo
Keterangan:
L = Pertumbuhan panjang mutlak ikan (cm)
Lt = Panjang ikan pada akhir penelitian (cm)

Lo = Panjang ikan pada awal penelitian (cm

3.6.3 Pertumbuhan Berat Mutlak

Perhitungan pertambahan berat mutlak benih ikan nila menurut Effendie

(2004); Khotimah et al. (2016), adalah sebagai berikut:

W =Wt−Wo
Keterangan:
W = Pertumbuhan berat mutlak ikan (gr)
Wt = Berat akhir ikan pada akhir penelitian (gr)
Lo = Berat ikan pada awal penelitian (gr)

3.6.4 Kelangsungan Hidup


Tingkat kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan dihitung
menggunakan rumus Effendie (1979); Khotimah et al. (2016), sebagai berikut:
Nt
SR= ×100 %
No
Keterangan:
SR = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)
No = jumlah ikan awal pemeliharaan (ekor)

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah pertumbuhan panjang

mutlak, pertumbuhan berat mutlak, dan kelangsungan hidup. Variasi data ini akan

dianalisis secara ragam dengan menggunakan Analysis OF Variance (ANOVA)

untuk mengetahui bagaimana perlakuan yang dilakukan berdampak pada data

tersebut (Kusriningrum, 2012). Uji lanjut dilakukan untuk menentukan perbedaan


antara perlakuan jika hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan

menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata atau sangat nyata.

Untuk uji yang lebih mendalam, uji lanjut (post hoc test) dilakukan;

namun, dalam penelitian ini penulis menggunakan uji BNt. Uji BNt (Beda Nyata

Terkecil), juga dikenal sebagai uji LSD (Least Significance Different) yang

diciptakan oleh Ronald Fisher. Nilai BNt atau nilai LSD digunakan sebagai acuan

untuk menentukan apakah ada perbedaan statistik antara perlakuan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Irianto (2003); Loar (2019) menyatakan bahwa, probiotik melakukan tiga

fungsi utama: menekan populasi mikroba dengan berkompetisi untuk

menghasilkan senyawa antimikroba atau dengan berkompetisi untuk nutrisi dan

tempat pelekatan di dinding intestinum; mengubah metabolisme mikroba dengan

meningkatkan aktivitas enzim; dan meningkatkan kekebalan melalui peningkatan

kadar antibodi.. Peningkatan aktivitas enzim dapat mempengaruhi penyerapan

nutrisi sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan.

Probiotik EM4 mengandung bakteri bakteri asam laktat (Lactobacillus

sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), yeast, Actinomycetes, bakteri

pelarut fosfor, dan jamur fermentasi (saccharomyces sp.). Bakteri asam laktat

bermanfaat untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa asam laktat dan

membatasi pertumbuhan patogen di lingkungan budidaya sehingga kondisi ikan

selama masa pemeliharaan dapat terjaga dengan baik. Bakteri fotosintetik

menyerap panas dan gas beracun dari proses fermentasi. Yeast (ragi) bermanfaat

untuk meningkatkan pertumbuhan ikan dan membantu sejumlah bekteri yang lain

mefermentasi bahan organik menjadi senyawa alkohol. Actinomycetes memiliki

kemampuan untuk menghasilkan antibiotik yang berbahaya bagi bakteri patogen

dan mampu melarutkan ion mikro seperti fosfat. Bakteri pelarut fosfor bermanfaat
untuk mengurai bahan organik secara alami. Jamur fermentasi bermanfaat untuk

menjaga kualitas air agar tetap bersih.

Gambar 8 di bawah menunjukkan hasil pengukuran pertumbuhan panjang

mutlak pada pemeliharaan ikan nila dengan sistem penjagaan kualitas air yang

menggunakan bakteri dari awal hingga akhir penelitian.

2.76
3.00 2.56
2.50 1.97
2.00 1.59

1.50
1.00
0.50
0.00
A = Kontrol B = 0,5 ml/l C = 1,5 ml/l D = 2,5 ml/l

Panjang Mutlak

Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Mutlak

Gambar di atas menunjukkan bahwa penambahan probiotik pada media

pemeliharaan memberikan hasil pertumbuhan panjang dengan nilai rata-rata yang

berbeda-beda. Perlakuan C memberikan hasil pertumbuhan panjang yang terbaik

yaitu 2,76 cm, kemudian perlakuan D menghasilkan 2,56 cm, perlakuan B

menghasilkan 1,97 cm, dan perlakuan A (kontrol) memberikan hasil pertumbuhan

panjang yang terendah yaitu 1,59 cm.

Hasil di atas menunjukkan bahwa pemberian probiotik EM-4 pada media

pemeliharaan dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang ikan nila. Khotimah et

al. (2016) menyatakan bahwa, probiotik dapat memperbaiki kualitas air dan

meningkatkan pertumbuhan ikan.


Menurut Sumule et al. (2017), bakteri probiotik yang ditambahkan ke

media budidaya dapat meningkatkan pertumbuhan ikan, kemudian ketika masuk

ke dalam saluran pencernaan ikan, bakteri probiotik dapat menghasilkan enzim

exogenous seperti protease, amilase, dan lipase. Dengan demikian, ada

kemungkinan bahwa adanya bakteri probiotik dalam saluran pencernaan ikan

menyebabkan pertumbuhan yang tinggi pada perlakuan C.

Tabel 4. Analisis sidik ragam anova terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih
ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ftabel
SK DB JK KT FHitung F 5% F 1% Keterangan
Perlakuan 3 2.60 0.87 5.44 4.07 7.59 *
Galat 8 1.27 0.16
Total 11 3.87
*= berpengaruh nyata

Hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian probiotik EM4 pada media pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan panjang mutlak ikan nila. Hasil analisis pertumbuhan panjang

mutlak benih ikan nila menghasilkan F hitung sebesar 5,46 lebih besar dari pada F

tabel 5% (4,07), dan lebih kecil dari pada F tabel 1% (7,59). F tabel 5% < F hitung

< F tabel 1%, maka pemberian probiotik EM4 pada media pemeliharaan benih

ikan nila berbeda nyata.

Panjang mutlak meningkat dari perlakuan B dan C dan kemudian menurun

pada perlakuan D (probiotik 2,5 ml/L air). Ini mungkin karena perbedaan jumlah

ikan yang hidup di masing-masing perlakuan, atau mungkin karena persaingan

dalam mendapatkan nutrisi antara bakteri dan nutrisi yang dicerna ikan. Terlalu

banyak bakteri dalam media budidaya dan saluran pencernaan ikan dapat
menyebabkan hal ini terjadi. Menurut Surianto et al. (2019), populasi bakteri yang

berlebihan akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan karena persaingan

antar organisme untuk memanfaatkan nutrisi dan oksigen.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada

media pemeliharaan benar-benar mempengaruhi pertumbuhan panjang. Oleh

karena itu, uji lanjut dilakukan untuk mengetahui efek dari masing-masing

perlakuan. Tabel 6 menunjukkan hasil uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil).

Tabel 5. Uji lanjut BNT terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan nila
(Oreochromis niloticus)

Perlakuan Rata-Rata Beda Selisih Notasi BNT 5%

C 2,76 a 0,75

D 2,56 0,2 a

B 1,97 0,79 0,59 b

A 1,58 1.2 0,97 0,38 b

Berdasarkan tabel 6, maka diperoleh hasil pertumbuhan panjang mutlak

benih ikan nila (Oreochromis niloticus) yaitu sebagai berikut:

1. Perlakuan C tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan D

2. Perlakuan C berpengaruh nyata terhadap perlakuan B

3. Perlakuan C berpengaruh nyata terhadap perlakuan A

4. Perlakuan D tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan B

5. Perlakuan D berpengaruh nyata terhadap perlakuan A

6. Perlakuan B tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan A


4.2 Pertumbuhan Berat Mutlak

Hasil pengukuran pertumbuhan berat mutlak pada pemeliharaan ikan nila

dengan sistem penjagaan kualitas air dengan pemanfaatan bakteri dari awal

hingga akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

3.26 3.15
3.50
3.00 2.46
2.50
2.00
1.27
1.50
1.00
0.50
0.00
A = Kontrol B = 0,5 ml/l C = 1,5 ml/l D = 2,5 ml/l

Panjang Mutlak
Gambar 9. Pertumbuhan Berat Mutlak

Gambar 12 menunjukkan hasil yang tertinggi yaitu pada perlakuan C

(probiotik 1,5 ml/l air) sebesar 3,26 g, diikuti perlakuan D (probiotik 2,5 ml/l air)

sebesar 3,15 g, perlakuan B (probiotik 0,5 ml/l air) sebesar 2,46 g, dan perlakuan

A (tanpa probiotik) sebesar 1,27 g.

Dosis probiotik yang kurang tepat diberikan pada perlakuan B dengan

pertumbuhan berat mutlak 0,5 ml/l. Akibatnya, keseimbangan mikroba dalam

media pemeliharaan dan tubuh ikan belum mencapai batas ideal. Setiawati dan M.

A. Suprayudi (2013) menyatakan bahwa, tingginya populasi bakteri probiotik

dapat menyebabkan persaingan pertumbuhan bakteri dalam pengambilan nutrisi

atau substrat, yang pada akhirnya menghambat aktivitas bakteri di saluran

pencernaan, menyebabkan sekresi enzim menurun. Selain itu, populasi bakteri


probiotik yang rendah juga dapat menyebabkan pertumbuhan bobot ikan yang

tidak ideal.

Karena bakteri probiotik memiliki kemampuan untuk meningkatkan

kualitas air media pemeliharaan, penambahan dosis probiotik pada media

pemeliharaan meningkatkan pertumbuhan berat. Bakteri probiotik juga dapat

menguraikan bahan organik dalam air yang berasal dari feses dan sisa pakan ikan.

Probiotik juga dapat menghilangkan dan memanfaatkan senyawa beracun seperti

amonnia, nitrit, dan nitrat

Peningkatan laju pertumbuhan melalui penambahan probiotik pada media

pemeliharaan terhadap beberapa jenis ikan juga telah dilakukan pada beberapa

penelitian sebelumnya. Khotimah et al. (2016) mendapatkan pertumbuhan berat

mutlak ikan patin sebesar 10,71 gram yang diberi probiotik pada media

pemeliharaan dan 7,73 gram tanpa probiotik. Saniswan et al. (2021), yang

memelihara ikan mas dengan penambahan probiotik meningkatkan laju

pertumbuhan tertinggi sebesar 5,74% dan laju pertumbuhan sebesar 4,51% tanpa

pemberian probiotik.

Tabel 5. Analisis sidik ragam anova terhadap pertumbuhan berat mutlak benih
ikan nila (Oreochromis niloticus)
SK DB JK KT F Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 7.50 2.50 2.14 4.07 7.59
Galat 8 9.35 1.17
Total 11 16.85

Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa penambahan probiotik

pada media pemeliharaan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap

pertumbuhan berat mutlak benih ikan nila. Penambahan probiotik diduga tidak
mempengaruhi pertumbuhan berat mutlak ikan nila karena genetika

mempengaruhinya. Estriyani (2013) menyatakan bahwa, genetika setiap ikan

memengaruhi panjang dan berat badannya, serta asupan protein untuk mendukung

pertumbuhan yang diperoleh dari pakan.

4.3 Kelangsungan Hidup

Menurut Setiawati et al. (2013), kelangsungan hidup didefinisikan sebagai

presentase jumlah organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dalam suatu

wadah. Gambar 10 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila yang

diberi probiotik pada media pemeliharaan selama 30 hari.

78.33
80.00
61.67
70.00
51.67
60.00
50.00
31.67
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
A = Kontrol B = 0,5 ml/l C = 1,5 ml/l D = 2,5 ml/l

Panjang Mutlak
Gambar 10. Kelangsungan Hidup

Gambar 10 menunjukkan bahwa kelangsungan hidup rata-rata tertinggi

dengan dosis probiotik 0,5 ml/l, yang mencapai 78,33%; dosis berikutnya adalah

2,5 ml/l, yang mencapai 61,67%; probiotik 1,5 ml/l, yang mencapai 51,67%; dan

kelangsungan hidup terendah adalah tanpa probiotik, yang mencapai 31,67%.

Tabel 6. Analisis sidik ragam anova terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila
(Oreochromis niloticus)
SK DB JK KT F Hitung F 5% F 1%
Perlakua
n 3 3425 1141.67 2.02 4.07 7.59
Galat 8 4516.67 564.58
Total 11 7941.67

Hasil analisis ragam (anova) kelangsungan hidup benih ikan nila

menunjukkan F hitung 2,02, yang lebih rendah dari F tabel 5% (4,07) dan F tabel

1% (7,59), sehingga data dinyatakan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena

waktu pemeliharaan yang kurang, hasil analisis kelangsungan hidup benih ikan

nila secara statistik tidak berdampak signifikan pada perlakuan yang diberikan.

Fasya et al. (2023), melakukan penelitian penambahan probiotik pada media

pemeliharaan benih ikan bawal dengan masa pemeliharaan selama 50 hari

memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup sedangkan Khotimah

et al. (2016), melakukan penelitian penambahan probiotik pada media

pemeliharaan benih ikan patin dengan masa pemeliharaan selama 30 hari

memberikan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup.

4.4 Parameter Kualitas Air

Probiotik selain meningkatkan pertumbuhan ikan juga dapat memperbaiki

kualitas lingkungan budidaya. Malik et al. (2020) menyatakan bahwa, Probiotik

adalah mikroorganisme hidup yang dapat memengaruhi organisme budidaya

dengan mengubah komunitas mikroba, meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan

respons inang terhadap penyakit, dan meningkatkan lingkungan budidaya.

Kualitas lingkungan budidaya yang baik dapat membantu ikan dalam

meningkatkan pertumbuhannya serta menjaga kelangsungan hidupnya.

Fitriyanto et al. (2020) menyatakan bahwa, penggunaan probiotik adalah

salah satu cara yang dapat mengendalikan penyakit ikan yang relatif aman dan

ramah lingkungan. Aplikasi probiotik melalui media pemeliharaan bertujuan


untuk memperbaiki kualitas air pada media budidaya ikan. Probiotik di dalam

media pemeliharaan ikan merupakan salah satu metode dalam mengatasi masalah

kualitas air yang diadaptasi dengan metode konvensional.

Eliyani et al. (2015) menyatakan bahwa, probiotik mempunyai fungsi

untuk untuk memperbaiki kualitas air pada media budidaya dan dapat bertindak

sebagai agen pengurai berbagai unsur seperti NH 3, NO3, NO2, atau bahan organik

lain, dan mampu menekan pertumbuhan pada populasi alga biru. Jenis probiotik

yang menguntungkan antara lain yaitu jenis bakteri asam laktat seperti

Pseudomonas dan Lactobacillus.

Pengukuran kualitas air pada penelitian yang dilakukan meliputi suhu, pH,

DO, ammonia, nitrat, dan nitrit. Pengukuran suhu, pH, dan DO dilakukan setiap 2

kali seminggu. Parameter kualitas air lainnya seperti pengukuran ammonia, nitrat,

dan nitrit dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian. Kisaran pengukuran

kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kualitas air selama penelitian

Perlakuan
Pustaka
Parameter A B C D
Kelayakan
Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

Suhu (○C) 26,4 28,9 26,4 28,9 26,4 28,7 26,4 28,7 25-32*

pH 7,9 7,8 7,9 7,8 7,9 7,9 7,8 7,8 6,5-8,5*

DO (mg/l) 6,6 6,4 6,7 6,4 6,6 6,4 6,6 6,5 ≥3*

Ammonia
0,7 0,2 0,2 0,4 <0,02*
(mg/l)
Nitrat
15,1 10,7 15,9 19,5 <20**
(mg/l)

Nitrit
1,6 0,9 1 1 <0,05***
(mg/l)
Keterangan: *SNI 7550:2009, **Dhiba et al. (2019), ***Sudarno (2012)

Tabel 7 menunjukkan bahwa selama penelitian diperoleh kualitas air suhu,

pH, DO, ammonia, dan nitrat yang sesuai dengan kebutuhan ikan nila tetapi untuk

nitrit sudah melebihi dari yang dibutuhkan oleh ikan nila.

a. Suhu

Metobolisme ikan sangat dipengaruhi oleh suhu air. Suhu yang diamati

selama penelitian pada pagi dan sore hari cenderung stabil dan tetap dalam

rentang yang ideal. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa lokasi penelitian dan

wadah penyimpanan yang digunakan terletak di dalam gedung RAS yang

memiliki kondisi pengelolaan yang baik. Parameter kualitas air yang diukur pada

media penyimpanan penelitian ini mencapai kisaran suhu 26,4-28,9 ◦C, yang sesuai

dengan BSNI (2009), yang menyatakan bahwa suhu air yang ideal untuk

pertumbuhan ikan nila adalah 25-30◦C.

Suhu sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen terlarut,

peningkatan suhu perairan akan berbanding lurus dengan laju pertumbuhan ikan.

Monalisa dan Infa (2010) menyatakan bahwa, peningkatan suhu dapat

menyebabkan terjadinya respirasi hewan air dan semakin cepat metabolisme

organisme akuatik, sehingga mengakibatkan terjadinya konsumsi oksigen terlarut

yang tinggi.
Dalam proses budidaya ikan, suhu adalah salah satu faktor yang memiliki

pengaruh yang cukup besar. Suhu dapat memengaruhi sifat fisiologi, fisika, dan

kimia ikan. Karena berhubungan dengan kegiatan metabolisme, suhu juga dapat

memengaruhi pertumbuhan ikan. Sebagian besar jenis ikan akan memiliki laju

metabolisme yang lebih tinggi jika suhu perairan berada di atas titik terendah

(Gunawan et al., 2019). Metabolisme biota dapat menyebabkan rendahnya kadar

oksigen terlarut. Menurut Pramleonita et al. (2018), degenerasi sel darah merah

dapat terjadi pada kondisi suhu yang tiba-tiba menurun secara mendadak, yang

mengganggu proses respirasi.

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) perairan dapat berdampak pada perkembangan dan

kematian biota. Hasil pengukuran kadar pH yang diperoleh selama penelitian ini

masih dapat diterima selama proses budidaya ikan nila. Menurut Pramleonita et

al. (2018), nilai pH normal untuk budidaya ikan nila adalah sekitar 6,5–8,5. Jika

nilai pH meningkat di atas kisaran tersebut, maka akan berbahaya bagi biota yang

dibudidayakan karena dapat mengganggu metabolisme, mengurangi pertumbuhan,

dan mengakibatkan kematian.

Selain itu, kualitas air di media pemeliharaan memengaruhi tingkat

kelangsungan hidup ikan. Penelitian ini menemukan bahwa kualitas air di media

pemeliharaan masih berada di bawah batas toleransi untuk benih ikan nila. pH

yang diperoleh selama penelitian adalah 7,8–7,9, yang menunjukkan bahwa pH

ini masih berada di bawah batas toleransi untuk pemeliharaan ikan nila. Azlan
(2022) mengatakan bahwa pH yang ideal untuk menjaga ikan nila adalah 6-8,5,

tetapi pH 7-8 adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.

Cara setiap spesies ikan merespon lingkungan barunya berbeda-beda

tergantung pada tingkat keasaman dan efek yang ditimbulkannya. Kehidupan

biota air dipengaruhi oleh derajat keasaman. Jika kadarnya terlalu tinggi atau

sebaliknya, itu akan mempengaruhi kehidupan biota air. Fotosintesis, suhu, dan

keberadaan anion dan kation adalah beberapa faktor yang mempengaruhi pH

perairan. pH perairan juga merupakan salah satu petunjuk betapa beracunnya

suatu senyawa kimia. Pangestu (2020) mengatakan bahwa, pertumbuhan

organisme akuatik akan terhambat jika nilai pH tetap di bawah ketetapannya,

yaitu 7-8, dalam jangka waktu yang relatif lama.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian berlangsung berkisar

antara 6,4-6,7 mg/l. Raharjo et al. (2016) menyatakan bahwa, konsentrasi oksigen

terlarut yang optimal untuk nila adalah 3-8 ppm. Oksigen terlarut merupakan

faktor penting dalam budidaya ikan dan untuk produksi yang lebih baik, sehingga

optimalisasi oksigen terlarut merupakan hal yang sangat penting. Baku mutu

BSNI (2009) menyatakan bahwa, nilai kandungan oksigen terlarut pada media

penelitian tergolong dalam kondisi baik.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah perairan tercemar adalah dengan

melihat kadar oksigen terlarut di dalamnya. Fitria (2012) menyatakan bahwa,

kualitas air terutama suhu dan kandungan oksigen terlarut, sangat memengaruhi

pertumbuhan suatu organisme. Ketika melakukan kegiatan budidaya ikan, tingkat


oksigen terlarut adalah salah satu faktor kualitas air yang paling penting.

Sepanjang hari, tingkat konsentrasi oksigen terlarut selalu berubah. Difusi oksigen

dan fotosintesis biota berklorofil yang ada dalam perairan menyebabkan oksigen

terlarut ada dalam media budidaya atau perairan. Karena, sesuai dengan pendapat

Monalisa (2010) bahwa nilai oksigen terlarut minimal untuk budidaya ikan nila

adalah 3-5 ppm, kadar DO selama penelitian masih dikategorikan baik.

d. Ammonia (NH3)

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar ammonia

berkisar antara 0,2-0,7 mg/l. Hasil pengamatan untuk kadar NH 3 selama 5 minggu

didapatkan kadar NH3 yang berbeda-beda. Kadar NH3 yang terendah yaitu pada

perlakuan C pada saat minggu ke 3 sebesar 0,09 mg/l dan kadar tertinggi yaitu

pada perlakuan A minggu ke 2, ke 3, dan ke 4 yaitu sebesar 0,73 mg/l. Hal ini

diduga karena tidak adanya penambahan probiotik dalam media pemeliharaan

sehingga bakteri pengurai ammonia tersedia dalam jumlah yang sedikit dan

menyebabkan pertumbuhan ikan nila yang lebih rendah pada perlakuan A.

Nilai ammonia tertinggi juga didapat pada perlakuan D pada minggu ke 3

dan ke 4. Hal ini diduga disebabkan karena sisa metabolisme ikan yang

menumpuk dan tidak terdekomposisi oleh bakteri pengurai karena selama

pemeliharaan tidak dilakukan penyiponan. BSNI (2009) menyatakan bahwa, batas

maksimum kadar NH3 untuk kegpeiatan budidaya ikan nila yaitu <0,02 mg/l. Putri

et al. (2015) menyatakan bahwa ikan air tawar masih bisa bertahan hidup pada
perairan dengan kadar amoniak sebesar 0,3-1 mg/l. Kadar NH 3 pada penelitian ini

tidak optimum tetapi masih layak untuk budidaya ikan nila.

Amonia
0.8
0.7 A
0.6
0.5 B
0.4 C
0.3 D
0.2
0.1
0
Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
0 1 2 3 4

Gambar 11. Ammonia

Sampai akhir penelitian, pengukuran ammonia dilakukan setiap 7 hari

sekali. Dosis probiotik yang berbeda pada media pemeliharaan

menyebabkan berbagai perlakuan memiliki kadar ammonia yang berbeda. Gambar

8 menunjukkan bahwa perlakuan A dan D memiliki kadar ammonia yang lebih

tinggi, sedangkan perlakuan B dan C memiliki kadar ammonia yang lebih rendah.

Perlakuan A memiliki kadar ammonia tertinggi 0,53-0,73 mg/l, dan perlakuan C

memiliki kadar ammonia terendah 0,09-0,73 mg/l.

Norjanna et al. (2015) menyatakan bahwa, ammonia dihasilkan dari proses

penguraian bahan organik yang mengandung senyawa nitrogen dalam air yang

berasal dari sisa pakan yang tidak termakan ikan dan kemudian terakumulasi

dalam air. Karena tidak ada penyiponan selama penelitian, feses yang dihasilkan

juga semakin banyak dan menumpuk seiring pertumbuhan harian. Kandungan

ammonia yang tinggi tidak hanya berbahaya tetapi juga dapat menyebabkan stres

dan kematian ikan. Siegers et al. (2019) menyatakan bahwa, jika kadar ammonia
dalam insang cukup tinggi, maka ikan akan mengalami hiperplasia atau

penimbunan lendir di dalam insang yang membuatnya sulit bernafas sehingga

ikan akan menjadi stres dan akhirnya mati.

e. Nitrit dan Nitrat

Kandungan nitrit untuk perlakuan A (kontrol) selama penelitian

menunjukkan hasil semakin meningkat hingga akhir penelitian. Hal yang berbeda

ditunjukkan pada perlakuan dengan penambahan probiotik. Perlakuan B (0,5 ml/l)

menunjukkan peningkatan pada minggu ke 1, kemudian menurun pada minggu ke

2 dan ke 3, dan meningkat lagi pada minggu ke 4. Perlakuan C (1,5 ml/l)

menunjukkan peningkatan dari minggu ke minggu dan menurun pada minggu ke

4. Perlakuan D (2,5 ml/l) menunjukkan peningkatan pada minggu ke 1 dan

menurun pada minggu ke 3 dan meningkat kembali pada minggu ke 4.

Nitrit
2
1.8
1.6 A
1.4 B
1.2 C
1 D
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Minggu ke 0 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4

Gambar 12. Nitrit

Bakteri mengambil ammonia melalui proses nitrifikasi dan mengubahnya

menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat yang tidak berbahaya. Putra et al. (2011)

menemukan bahwa, pada kadar 16 ppm, nitrit dalam perairan adalah konsentrasi
yang mematikan bagi ikan. Kurang dari lima ppm sudah membahayakan, dan

batas aman untuk hidup ikan nila adalah kurang dari satu ppm.

Emilia (2019) menjelaskan bahwa, proses nitrifikasi dengan bantuan

bakteri aerob menghasilkan nitrit dan kemudian nitrat. Selama tiga minggu

berturut-turut, perlakuan A menunjukkan konsentrasi nitrit yang tinggi sebesar

1,85 mg/l, yang menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit sudah melewati ambang

batas. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menjadi salah satu penyebab nilai

kelangsungan hidup yang rendah pada perlakuan A.

Diperkirakan bahwa konsentrasi nitrit yang tinggi pada perlakuan A

disebabkan oleh ammonia yang dihasilkan oleh sisa pakan dan feses, serta

kurangnya bakteri probiotik yang dapat mengoksidasi nitrit menjadi nitrat.

Menurut Dhiba et al. (2019), penumpukan bahan organik dari sisa pakan dan feses

ikan pada media pemeliharaan dapat menghasilkan ammonia, yang kemudian

mengarah pada proses nitrifikasi, yang menghasilkan nitrit dalam air.

Pemanfaatan senyawa nitrit oleh mikroorganisme untuk mengubahnya menjadi

nitrat juga dapat memengaruhi kadar nitrit.

Nitrat
40
35
A
30
B
25
C
20 D
15
10
5
0
Minggu ke 0 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
Gambar 13. Nitrat

Kandungan nitrat pada perlakuan kontrol (A) selama masa pemeliharaan

meningkat dari minggu ke minggu. Hal yang berbeda ditunjukkan pada perlakuan

dengan penambahan probiotik. Pada perlakuan B kandungan nitrat mengalami

fluktuasi dengan kadar nitrat yang berada pada kisaran 2,6-24,5 mg/l. Pada

perlakuan C kandungan nitrat menurun dari minggu ke minggu dan meningkat

pada minggu ke 4. Pada perlakuan D menurun pada minggu ke 1 dan meningkat

pada minggu-minggu berikutnya dengan kadar nitrat yang berada pada kisaran

1,6-35 mg/l. Secara keseluruhan kandungan nitrat selama penelitian dengan

penambahan probiotik pada media pemeliharaan untuk minggu-minggu tertentu

berada pada kisaran parameter yang melewati batas baik untuk pemeliharan ikan

nila.

Nilai nitrat pada perairan adalah sumber nutrisi untuk fitoplankton dan

tanaman air. Selama pemeliharaan, jumlah nitrat telah melampaui batas ideal,

tetapi ikan budidaya masih dapat menahan jumlah tersebut. Juliyanti et al. (2016)

menyatakan bahwa, ikan budidaya masih dapat menahan kadar nitrat dalam

perairan sampai 40 mg/l, tetapi pertumbuhan terbaik terjadi di bawah 10 mg/l.

Nilai nitrat rata-rata untuk setiap perlakuan menunjukkan bahwa

penambahan probiotik ke media budidaya memiliki efek yang signifikan, dengan

kadar nitrat dapat dikontrol bahkan tanpa pergantian air. Hal ini disebabkan oleh

keberadaan bakteri heterotrof yang dapat mengurangi sisa bahan organik dari sisa

pakan dan feses ikan serta mencegah peningkatan jumlah nitrat dalam media

budidaya. Ernawati et al. (2016) menyatakan bahwa pada media pemeliharaan,


sisa pakan dan feses ikan dapat menghasilkan bahan organik yang dapat

menghasilkan ammonia, nitrit, dan nitrat. Dengan memanfaatkan bahan organik

ini, bakteri heterotrof dapat mengurangi jumlah ammonia, nitrit, dan nitrat. Hal ini

dikarenakan bahan organik tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi untuk

pertumbuhan bakteri heterotrof.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Penambahan probiotik EM4 pada media pemeliharaan berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan nila tetapi tidak

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat mutlak dan kelangsungan

hidup benih ikan nila.

2. Pertumbuhan panjang mutlak dan berat mutlak tertinggi ditunjukkan pada

perlakuan C dengan dosis 1,5 ml/l yaitu 2,76 cm dan 3,26 gram.

Kelangsungan hidup tertinggi ditunjukkan pada perlakuan B dengan dosis

0,5 ml/l yaitu 78,33%.

5.2 Saran
Perlu adanya penelitian aplikasi probiotik EM4 dengan menggunakan

wadah yang lebih besar atau membandingkan beberapa jenis probiotik terhadap

benih ikan nila (Orechromis niloticus) untuk mengetahui metode yang terbaik.

Anda mungkin juga menyukai