Anda di halaman 1dari 26

0

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN


APLIKASI SISTEM AKUAPONIK DALAM MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DI UPR PANANJUNG FISH
HATCHERY

APPLICATION OF AQUAPONIC SYSTEM TO INCREASE


GROWTH AND SURVIVAL RATE ON TILAPIA (Oreochromis
niloticus) IN UPR PANANJUNG FISH HATCHERY

Ari Prastiawan
05051281419052

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

Universitas Sriwijaya
0
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara umum permasalahan di bidang budidaya ikan saat ini yaitu
terjadinya kompetisi terhadap area luasan budidaya serta penggunaan sumber daya
air. Terdapatnya penurunan debit air serta penurunan kualitas lingkungan akibat
aktivitas rumah tangga, industri maupun pertanian, menyebabkan penurunan daya
dukung lingkungan budidaya perikanan air tawar, belum optimalnya pemanfaatan
air kolam untuk memproduksi biota perairan lainnya yang memiliki nilai
ekonomi, belum dilaksanakannya paket teknologi yang mampu mengoptimalkan
peran perairan kolam budidaya ikan untuk meningkatkan kapasitas produksi
kolam, serta terdapatnya kecenderungan turunnya kapasitas perekonomian
masyarakat pembudidaya ikan. Untuk mengatasinya, aplikasi akuaponik dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut. Secara
teknis, sistem akuaponik akan mampu meningkatkan kapasitas produksi
pembudidaya ikan. Hal ini dapat terjadi karena teknologi akuaponik merupakan
gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi hidroponik dalam satu sistem
untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai media pemeliharaan
(Nugroho et al., 2012).
Akuaponik merupakan sistem resirkulasi dengan menggunakan integrasi
tanaman sayur/herbal/hias dengan budidaya ikan. Sistem ini memanfaatkan
simbiosis mutualisme antara tanaman dan ikan berdasarkan pada pemanfaatan
buangan hasil metabolisme ikan oleh tanaman, penerapan sistem polikultur,
efisiensi pemanfaatan air, penyediaan produk pangan organik dan peningkatan
pendapatan. Akuaponik pada dasarnya terdiri dari budidaya ikan dan
pemeliharaan tanaman. Air yang merupakan media budidaya ikan digunakan
sebagai sumber nutrisi pada pemeliharaan tanaman, sebaliknya tanaman berfungsi
sebagai biofilter untuk air (Setijaningsih et al., 2015).
Prinsip dasar akuaponik yang bermanfaat bagi budidaya perairan adalah
sisa pakan dan kotoran ikan yang berpotensi menurunkan kualitas air, akan
dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui

Universitas Sriwijaya
1
2

sistem resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara
mutualistis juga menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi
lebih layak untuk budidaya ikan (Nugroho et al., 2012).
Kangkung (I. reptana) merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat
diaplikasikan dalam sistem akuaponik. Berdasarkan penelitian Sulistyono (2014),
pertumbuhan dan kelulushidupan ikan mas (C. carpio) dengan kombinasi biofilter
yang berbeda dalam sistem resirkulasi akuaponik dengan kepadatan kangkung 10
batang/wadah, 20/wadah batang, 30 batang/wadah dan 40 batang/wadah
memberikan hasil terbaik pada perlakuan kepadatan 40 batang/wadah dengan
tingkat kelangsungan hidup 97,76 % (Padli, 2017). Tumbuhan kangkung
menyerap nitrat sebagai sumber nutrisi, tumbuhan kangkung juga berfungsi
sebagai filter biologis, sehingga kandungan nitrat di perairan cenderung rendah
dan stabil, kandungan ammonia yang rendah <0,5 mgL-1 sesuai dengan standar
pemeliharaan ikan nila (Bangkit et al., 2017).

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktek lapangan ini adalah untuk mengetahui manfaat sistem
akuaponik dalam meningkatkan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
nila (O. niloticus) di UPR Pananjung Fish Hatchery.

1.3. Manfaat
Manfaat dari praktek lapangan ini adalah untuk memberikan informasi
kepada pembudidaya ikan mengenai manfaat sistem akuaponik dalam
memanfaatkan keterbatasan lahan budidaya ikan serta fungsi akuaponik dalam
meningkatkan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila (O. niloticus)
di UPR Pananjung Fish Hatchery.

Universitas Sriwijaya
2
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Nila (Oreochormis niloticus)


Produksi perikanan budidaya dunia akan terus melaju dan tentu hal ini
akan membuat produksi perikanan budidaya menjadi penyumbang produksi ikan
yang lebih besar di dunia dibandingkan perikanan tangkap. Hal ini tentu menjadi
peluang yang cukup besar bagi Indonesia sebagai negara dengan potensi
akuakulturnya yang sangat besar untuk berkontribusi lebih besar dalam akuakultur
dunia sebagai produsen ikan dunia. Produksi perikanan budidaya dunia pada
tahun 2013 mencapai 97,2 juta ton. Naik sekitar 7 juta ton dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Kenaikan rata-rata produksi setiap tahunnya mencapai 6,63%.
Peningkatan produksi perikanan budidaya dunia lebih banyak disumbangkan oleh
China sebesar 58,76 persen. Sementara Indonesia selama tiga tahun terakhir ini
kontribusinya terus naik. Tahun 2011 kontribusi Indonesia terhadap produksi
dunia sebesar 9,5 persen lalu naik pada tahun 2012 sebesar 10,63 persen dan pada
tahun 2013 kontribusi Indonesia naik lagi menjadi sebesar 13,53 persen
(DJPB, 2015).
Produksi nila Indonesia pada tahun 2013 mencapai 914.169 ton dengan
kenaikan rata-rata yang cukup besar setiap tahun yaitu sebesar 28,76 %. Produksi
nila dunia sendiri pada tahun 2013 sebesar 3,44 juta ton. Indonesia pada tahun
2013 berkontribusi sebesar 26,6 persen. Kontribusi Indonesia sebanyak
seperempat lebih terhadap produksi dunia tersebut menempatkan Indonesia berada
di posisi kedua dunia menggeser mesir dari posisi kedua dunia. Naiknya Indonesia
pada posisi kedua dunia disebabkan naiknya produksi Indonesia cukup besar.
Selain itu, produksi nila negara Mesir juga mengalami penurunan. Jika melihat
tren positif produksi nila Indonesia dengan kenaikan produksi pertahunnya
sebesar 28,76 persen diprediksi Indonesia akan melampaui China sebagai
penghasil ikan nila terbesar di dunia. Hal ini juga dipertegas dengan melihat tren
produksi China yang naik tidak terlalu besar dan kenaikan rata-rata produksinya
yang di bawah kenaikan rata-rata dunia (DJPB, 2015).

Universitas Sriwijaya
3
4

Secara umum, ikan nila (O. niloticus) masih kerabat dekat dengan ikan
mujair (O. mossambicus). Karakteristik fisik pada ikan nila juga ada yang mirip
dengan ikan mujair. Perbedaan utama ikan nila dan ikan mujair sebenarnya dapat
dilihat dari bentuk tubuhnya. Lebar badan ikan nila umumnya sepertiga dari
panjang badannya, sedangkan lebar badan ikan mujair adalah setengah dari
panjang badannya. Ciri umum ikan nila adalah bentuk tubuhnya memanjang dan
ramping. Sisik ikan nila berukuran relatif besar. Matanya menonjol dan besar
dengan tepi berwarna putih (Wiryanta et al., 2010).
Ikan nila tergolong ikan herbivora cenderung karnivor yang dapat
diketahui dari hasil analisis makanan dalam lambung yang terdiri dari
fitoplankton, zooplankton dan serasah. Fitoplankton didominasi oleh kelompok
Cholorophyceace, Myxophyceace, dan Desmid. Sedangkan zooplankton
didominasi oleh Rotifera, Crustacea dan Protozoa (Satia et al., 2011).
Makanan ikan nila juga bisa berupa tumbuhan, daging, serangga, ikan
kecil, dan plankton. Pada masa larva setelah cadangan makanan berupa kuning
telur habis, benih ikan nila akan memakan zooplankton yang tersedia di alam.
Setelah berumur lebih dari satu minggu, anakan ikan nila juga akan memakan
lumut atau alga yang ada di lingkungannya. Pada ikan dewasa, tumbuhan air yang
ada di perairan merupakan salah satu makanannya (Wiryanta et al., 2010).

2.2. Akuaponik
Teknologi akuaponik telah dilakukan di negara-negara maju, khususnya
yang memiliki keterbatasan lahan untuk mengoptimalkan produktifitas biota
perairan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa pakan
dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan dimanfaatkan
sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui sistem resirkulasi
air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara mutualistis juga
menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi bersih dari
amonia dan mempunyai kondisi yang lebih layak untuk budidaya ikan
(Nugroho et al., 2012).
Budidaya menggunakan sistem akuaponik lebih ramah lingkungan karena
tidak menghasilkan limbah sehingga mengubah amonia menjadi nitrit dan nitrat.

Universitas Sriwijaya
4
5

Pada tanaman, nitrat berfungsi sebagai nutrisi. Air yang kaya nutrisi dari wadah
pemeliharaan disalurkan kepada tanaman, kemudian dimanfaatkan sebagai hara.
Oleh karena itu penggunaan teknologi budidaya akuaponik diharapkan mampu
memperbaiki kualitas air pada budidaya ikan dengan kepadatan tinggi sehingga
dapat mengurangi tingkat kematian ikan (Zidni et al., 2013). Tanaman air
memanfaatkan unsur hara yang ada dalam air media budidaya hasil perombakan
bahan organik oleh bakteri nitrifikasi berupa nitrat untuk tumbuh dan berkembang
(Muhammad et al., 2016).
Menurut Nugroho et al. (2012), sistem akuaponik akan mampu
meningkatkan kapasitas produksi pembudidaya ikan. Hal ini dapat terjadi karena
teknologi akuaponik merupakan gabungan teknologi akuakultur dengan teknologi
hydroponic dalam satu sistem untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai
media pemeliharaan. Teknologi tersebut telah dilakukan di negara-negara maju,
khususnya yang memiliki keterbatasan lahan untuk mengoptimalkan produktivitas
biota perairan. Prinsip dasar yang bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa
pakan dan kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air, akan
dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman air. Pemanfaatan tersebut melalui
sistem resirkulasi air kolam yang disalurkan ke media tanaman, yang secara
mutualistis juga menyaring air tersebut sehingga saat kembali ke kolam menjadi
lebih baik.
Berdasarkan penelitian pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila
Oreochromis niloticus dalam sistem resirkulasi yang telah dilakukan oleh Putra et
al. (2012) menyatakan bahwa perlakuan dengan filter selada air memberikan hasil
terbaik yaitu pertambahan berat harian mencapai 3,16% dengan tingkat
kelangsungan hidup 88% dan nilai konversi pakan 1,43. Pada perlakuan ini lebih
efisien memanfaatkan pakan sehingga mempengaruhi beban limbah yang
dikeluarkan dan masuk ke lingkungan perairan. Nilai konversi pakan (food
convertion ratio) yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik dibandingkan yang
diperoleh oleh Rakocy et al. (2006), yaitu nilai FCR pada pemeliharaan ikan nila
sebesar 1,7 dan rata-rata pertumbuhan berat harian 4,4 g/hari dengan resirkulasi
sistem akuaponik.

Universitas Sriwijaya
5
6

2.3. Kualitas Air Pada Pemeliharaan Nila (Oreochormis niloticus)


Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan, karena
diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa faktor fisika kimia perairan yang
dapat mempengaruhi hidup ikan nila adalah suhu, oksigen terlarut derajat
keasaman (pH), salinitas dan amonia. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada
kisaran 25-30 °C. Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C
(Wiryanta et al., 2010).
Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman perairan . Beberapa faktor
filtrasi yang memengaruhi pH perairan di antaranya aktivitas fotosintesis, suhu,
dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH yang ditoleransi ikan nila berkisar 6,5-
8,5 (SNI, 2009), tetapi pertumbuhan dan perkembangannya yang optimal adalah
pada pH 7. Ikan nila juga mampu hidup pada air payau dengan salinitas <25 ppt
(Wiryanta et al., 2010). Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari
organisme akuatik. Sumber utama amonia (NH3) adalah bahan organik dalam
bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan
organik tersuspensi. Pembusukan bahan organik, terutama yang banyak
mengandung protein, menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses
lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka dapat terjadi
penumpukan NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan bagi ikan. Kadar
amonia yang terdapat pada kolam pemeliharaan ikan nila adalah <0,02 mgL-1,
kadar oksigen terlarut (DO) ≥ 3 mgL-1 (SNI, 2009).

Universitas Sriwijaya
6
7

BAB 3
RENCANA PRAKTEK LAPANGAN

3.1. Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktek lapangan dilaksanakan pada Agustus sampai dengan
September 2018. Kegiatan ini bertempat di UPR Pananjung Fish Hatchery Ogan
Ilir Sumatera Selatan.

3.2. Bahan dan Metoda


3.2.1. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktek lapangan ini disajikan
secara berturut-turut pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktek lapangan

No Bahan Spesifikasi
1. Ikan nila Ukuran 7 ± 0,5 cm
2. Pakan ikan Kadar Protein 30%
3. Benih kangkung ± 15 gram
4. Pipa Diameter 10,16 cm (4inch)
5. Rockwoll Ukuran 20x15x7,5 cm
6. Lem Pipa -
7. Gelas plastik Diameter 6cm

Tabel 3.2. Alat-alat yang digunakan dalam Praktek Lapangan

No Alat Spesifikasi
1. Terpal Ukuran 1x 1x1 m³
2. pH meter Ketelitian 0,1 Unit pH
3. Timbangan digital Ketelitian 0,01 gram
4. DO Meter Ketelitian 0,1 mgL-1
5. Penggaris Ketelitian 1 mm
6. Gelas Ukur Volume100 ml
8. Ember Volume 10 L
9. Termometer Ketelitian 0,1 °C

Universitas Sriwijaya
7
8

3.3. Metoda
3.3.1. Persiapan Media Pemeliharaan
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan benih ikan nila berupa kolam
terpal sebanyak 2 unit. Satu kolam digunakan untuk memelihara ikan tanpa sistem
akuaponik dan kolam satunya digunakan untuk memelihara ikan dengan sistem
akuaponik. Sebelum dilakukan penebaran, kedua kolam dibersihkan terlebih
dahulu setelah itu diisi air dengan ketinggian 60 cm. Padat tebar yang digunakan
mengacu pada penelitian Yuliati et al. (2012) sebanyak 100 ekor/m².

3.3.2. Pembuatan Rangkaian Sistem Akuaponik


Setelah wadah budidaya siap, maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya
adalah membuat rangkaian akuaponik. Bahan yang dibutuhkan berupa pompa air,
bak/wadah untuk menanam (grow bed), media tanam (rockwool), selang kecil,
pipa dan lem pipa. Pipa berdiameter 10,16 cm dilubangi dengan diameter 6,5 cm
sebanyak sepuluh lubang dengan jarak masing-masing 10 cm. Kemudian pipa-
pipa tersebut dirakit berbentuk memanjang dan diletakkan diatas media budidaya
ikan. Posisi pipa harus diatur karena dapat mempengaruhi penetrasi cahaya yang
akan masuk ke kolam. Lubang inlet dan outlet harus diatur untuk
mempermudahkan sirkulasi air. Desain rangkaian sistem akuaponik disajikan
pada Gambar 3.1. sebagai berikut :

Gambar 3.1. Desain sistem akuaponik


Keterangan :
Ukuran kolam : 1x1x1 cm3
Panjang pipa : 100 cm
Jumlah lubang pipa : 9 lubang/pipa (18 untuk 2 pipa)
Jarak masing-masing lubang : 10 cm

Universitas Sriwijaya
8
9

3.3.3. Persiapan Tanaman


Tanaman kangkung ditumbuhkan pada media tanam (rockwool) dan
tunggu selama 3 hari hingga tanaman tersebut tumbuh. Setelah itu, tanaman yang
telah tumbuh pada media (rockwool) dimasukkan ke dalam gelas plastik dan
diletakkan ke dalam pipa pada rangkaian akuaponik yang telah dilubangi.

3.3.4. Penebaran Ikan Nila Yang Akan di Budidayakan


Sebelum ikan ditebar pada kolam pemeliharaan, terlebih dahulu ikan harus
diaklimatisasi. Hal ini bertujuan untuk mengadaptasikan ikan dengan lingkungan
barunya. Proses aklimatisasi selama kurang lebih 30 menit hingga semua ikan
keluar dari kantong plastik menuju media pemeliharaan.

3.3.5. Pemberian Pakan Harian


Pemberian pakan ikan nila dilakukan secara at satiation yaitu pemberian
pakan sampai ikan kenyang. Frekuensi pemberian pakan ikan nila dilakukan
sebanyak 2-3 kali dalam sehari (SNI, 2009).

3.3.6. Pengukuran Kualitas Air


Pengukuran kualitasa air dilakukan pada hari ke-0,10,20 dan 30
pemeliharaan. Pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, dan DO (dissolved
oxygen), sedangkan amonia diukur pada awal dan akhir pemeliharaan.

3.3.7. Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan cara memindahkan ikan dari kolam terpal
ke ember penampungan, setelah itu dilakukan pengukuran panjang dan bobot ikan
serta jumlah ikan pada akhir pemeliharaan. Pemanenan kangkung dilakukan
setelah berumur 25-30 hari setelah tanam, dengan cara mencabut tanaman sampai
akarnya atau memotong pada bagian pangkal tanaman sekitar 2 cm di atas
permukaan media tanam (BPTP Jambi, 2010).

Universitas Sriwijaya
9
10

3.4. Pengumpulan Data


3.4.1. Pertumbuhan
Pengukuran bobot dan panjang ikan nila dilakukan pada awal dan akhir
pemeliharaan. Perhitungan pertumbuhan berat dan panjang ikan nila
menggunakan rumus Effendie (2002) sebagai berikut:

3.4.1.1. Pertumbuhan Bobot Mutlak


W = Wt – W0
Keterangan: W = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot ikan akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot ikan awal pemeliharaan (g)

3.4.1.2. Pertumbuhan Panjang Mutlak


L = L1 – L0
Keterangan: L = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
Lt = Panjang ikan akhir pemeliharaan (cm)
L0 = Panjang ikan awal pemeliharaan (cm)

3.4.2. Kelangsungan Hidup (Survival rate)


Persentase kelangsungan hidup ikan nila yang dipelihara selama 30 hari
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Nt
SR= N x 100%
0

Keterangan: SR = Persentase kelangsungan hidup (%)


Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

3.4.3. Pertumbuhan Tanaman Kangkung


Menurut Irawati (2013) Pertumbuhan tanaman kangkung dapat dilakukan
dengan mengukur :

Universitas Sriwijaya
10
11

3.4.3.1. Tinggi Tanaman (cm)


Tinggi tanaman diukur dari pangkal tanaman sampai ujung daun dengan
menggunakan penggaris. Data tinggi tanaman kemudian dicatat dan di
dokumentasikan. Pengukuran dilakukan seminggu sekali

3.4.3.2. Jumlah Daun (Helai)


Jumlah daun dihitung dari daun yang terbuka lebar, daun yang kuning dan
layu atau menguning tidak diperhitungkan. Pengamatan ini dilakukan seminggu
sekali.

3.4.3.3. Panjang Daun (cm)


Panjang daun diukur pada 3 helai daun dipilih yang sehat dan baik dari
masing-masing tanaman, di ukur dari pangkal daun hingga ujung daun,
pengamatan dilakukan seminggu sekali.

3.4.4. Kualitas Air


Pengukuran parameter kualitas air yaitu suhu, DO dan pH dilakukan pada
awal, tengah dan akhir pemeliharan ikan. Sedangkan amonia di ukur pada awal
dan akhir pemerliharaan.

3.4.5. Analisis Data


Data yang berasal dari hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan
disajikan dalam bentuk tabel, yang ditunjang dengan studi literatur yang
mendukung untuk mendapatkan kesimpulan.

Universitas Sriwijaya
11
12

BAB 4
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK LAPANGAN

4.1. Lokasi Praktek Lapangan


Wilayah Desa Pulau Semambu mempunyai luas sekitar ±1200 hektar yang
didominasi oleh tanah kering dan lahan basah berupa gambut dengan tingkat
kelembaban tanah yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari keadaan tanaman
dan tumbuh – tumbuhan yang memiliki tingkat kesuburan yang baik. Desa Pulau
Semambu jika dilihat dari peta wilayah berdasarkan keputusan Bupati Ogan Ilir
Nomor 405/I/2010 tentang penetapan batas wilayah desa yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Desa Sungai Rambutan Kecamatan Indralaya Utara, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Palemraya Kecamatan Indralaya Utara, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Sri Banding Kecamatan Pemulutan Barat dan
sebelah barat berbatasan dengan Desa Payakabung Kecamatan Indralaya Utara
(Sumber : Kantor Desa Pulau Semambu, 2017).

4.2. Sosial Ekonomi


Desa Pulau Semambu Kabupaten Ogan Ilir memiliki penduduk sebanyak
1619 jiwa yang terdiri atas 437 kepala keluarga dengan tingkat kepadatan
penduduk rata-rata 194 jiwa dalam 1 km2 (data profil dan potensi desa desember
2010) dengan mayoritas penduduk pendatang yaitu 60% berasal dari pulau jawa,
5% suku pegagan, 30% suku Indralaya-Sakatiga (penduduk pribumi), 3% suku
penesak, dan 2% suku campur Padang, Batak, dan Komering
(Sumber : Kantor Desa Pulau Semambu, 2017).
Masyarakat Desa Pulau Semambu berprofesi sebagai petani kebun yaitu
dengan memanfaatkan lahan tanah yang cocok untuk pertanian dan perkebunan
seperti, perkebunan karet, sawit, padi, dan sayur mayur serta buah-buahan.
Disamping itu, sebagian masyarakat berprofesi sebagai buruh harian lepas karena
terdapat banyak perusahaan-perusahaan swasta dan industri yang ada dalam
wilayah Desa Pulau Semambu. Namun ada juga masyarakat yang berprofesi
sebagai pegawai, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru, dan pegawai swasta
(Sumber : Kantor Desa Pulau Semambu, 2017).

Universitas Sriwijaya
12
13

4.3. Struktur Organisasi


Struktur organisasi UPR Pananjung Fish Hatchery tercantum pada Gambar
4.1. sebagai berikut :

Ketua
Eko Adi Siswantoro

Sekretaris Bendahara
Ari Kusmiran Sunarno

Anggota

Gambar 4.1. Struktur organisasi UPR Pananjung Fish Hatchery

4.4. Sumber Air


Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat di
sekitar lokasi praktek lapangan berasal dari sumur galian dan sumur bor. Selama
kegiatan praktek lapangan, sumber air yang digunakan untuk pengairan kolam
berasal dari sumur milik anggota Kelompok UPR Pananjung Fish Hatchery dan
air hujan.

4.5. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang terdapat di UPR Pananjung Fish Hathcery antara
lain lahan yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, akses jalan yang
mudah dijangkau, sumur sebagai sumber air, sumber listrik dari PLN, serta
terdapat 4 kolam pemeliharaan induk, 12 kolam pemijahan, 14 kolam pendederan,
pompa dan alat-alat panen.

Universitas Sriwijaya
13
14

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kualitas Air


Data hasil kualitas air selama pemeliharaan dapat disajikan pada Tabel 5.1.
berikut:

Tabel 5.1. Kualitas air pada media pemeliharaan


Nilai
Parameter Nilai optimum*
Kolam akuaponik Non akuaponik
Suhu (ºC) 27,8-31,0 27,8-32,0 25-30
DO (mgL-1) 2,98-3,72 2,98-3,12 >3
pH 6,8-7,1 6,8-7,3 6,0-8,5
Amonia (mgL-1) 0,08-0,11 0,08-0,16 <0,02
* Wiryanta et al. (2010)
Berdasarkan data pada Tabel 5.1. Nilai suhu selama pemeliharaan ikan
nila pada kolam akuaponik dan kolam non akuaponik masih bisa ditoleransi bagi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila. Wiryanta et al. (2010), suhu
optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 25-30° C. Sedangkan suhu alami ikan
nila untuk pemijahan yaitu pada suhu 22-37° C.
Nilai oksigen terlarut pada kolam akuaponik dan non akuaponik pada awal
pemeliharaan cukup rendah dari nilai optimum oksigen terlarut pada budidaya
ikan nila. Meskipun rendah namun masih bisa ditoleransi bagi kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan nila. Menurut BSNI (2009) kadar oksigen terlarut
(DO) yang baik untuk pertumbuhan ikan nila yaitu ≥ 3 mgL-1. Bahan organik
yang terlalu banyak dalam perairan akan membuat konsentrasi oksigen terlarut
rendah. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah akan menurunkan pengambilan
makanan (food intake) (Hasan, 2013 dalam Zahidah et.al, 2015)
Nilai pH air pada kolam akuaponik dan kolam non akuaponik masih dalam
batas toleransi bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila. Menurut
BSNI (2009), nilai pH untuk produksi ikan nila pada kolam air tenang berkisar
6,5-8,5. Namun, menurut Kordi (2009) dalam Zalukhu et al. (2016), nilai pH air
yang optimal untuk ikan nila adalah 6-8,5 dan nilai pH yang masih dapat
ditoleransi ikan nila adalah 5-11. Sehingga nilai pH air pada kolam akuaponik dan

Universitas Sriwijaya
14
15

non akuaponik masih dapat ditoleransi bagi kelangsungan hidup ikan nila.
Menurut Brett (1979) dalam Ayuningtyas (2010), derajat kemasaman air (pH)
merupakan faktor pengontrol, yang artinya faktor ini mempengaruhi dan
menentukan kecepatan reaksi dalam konsumsi pakan sehingga mempengaruhi
nafsu makan ikan. Semakin rendah pH media pemeliharaan menyebabkan nafsu
makan ikan menjadi menurun. Selain itu, jika pH terlalu rendah akan merusak
jaringan insang yang akan mempengaruhi proses pengambilan oksigen oleh
insang.
Nilai amonia pada kolam akuaponik lebih rendah dibandingkan dengan
kolam non akuaponik. Nilai amonia pada kolam akuaponik pada awal dan akhir
pemeliharaan adalah 0,08-0,11 mgL-1 sedangkan pada kolam non akuaponik
adalah 0,08-0,16 mgL-1. Kadar amonia yang terdapat pada kolam pemeliharaan
ikan nila adalah <0,02 mgL-1 (SNI, 2009). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap
kadar amonia yang tinggi karena akan dapat mengganggu proses pengikatan
oksigen dalam darah dan pada akhirnya akan menyebabkan terganggunya sistem
tubuh ikan (Nisa et al, 2013).

5.2. Kelangsungan Hidup


Data hasil kelangsungan hidup selama waktu pemeliharaan disajikan pada
Tabel 5.2. sebagai berikut:
Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)
Akuaponik 86
Non Akuaponik 83

Tabel 5.1. Kelangsungan hidup selama pemeliharaan (30 hari)


Persentase kelangsungan hidup ikan nila pada kolam akuaponik lebih
besar dibandingkan dengan non akuaponik. Kelangsungan hidup pada kolam
akuaponik yaitu 86% sedangkan pada kolam non akuaponik adalah 83%. Hal ini
terjadi karena pada kolam akuaponik kualitas media budidaya melalui parameter
suhu, pH, DO, dan amonia lebih baik dibandingkan dengan non akuaponik.
Sehingga hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.
Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
kualitas air (oksigen terlarut, amonia, suhu, pH), pakan, umur ikan, lingkungan,
dan kondisi kesehatan ikan (Adewolu et al., 2008). Kualitas air yang baik akan

Universitas Sriwijaya
15
16

mendukung keberhasilan budidaya ikan dan dapat menghasilkan kelangsungan


hidup yang tinggi (Islami et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zalukhu et al. (2016)
menunjukkan kelangsungan hidup ikan nila pada sistem akuaponik yaitu sebesar
84,67%. Rahmat (2010) dalam Diansari (2013), mengatakan bahwa pada padat
penebaran ikan yang tinggi akan mempunyai daya saing di dalam memanfaatkan
makanan dan ruang gerak, sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan
tersebut.

5.3. Pertumbuhan Ikan


Data hasil pertumbuhan panjang dan bobot mutlak ikan pada kolam
akuaponik dan non akuaponik selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 5.2.
berikut:
Tabel 5.2. Pertumbuhan ikan nila selama pemeliharaan
Non Akuaponik Akuaponik
Nilai
Rerata Rerata Pertumbuhan Rerata Rerata Pertumbuhan
awal akhir mutlak awal akhir mutlak
Panjang (cm) 5,47 7,14 1,67 5,42 7,44 2,02
Bobot (g) 1,53 4,31 2,78 1,48 5,19 3,71

Berdasarkan Tabel 5.2. Hasil pertumbuhan panjang dan bobot mutlak ikan
nila pada kolam akuaponik lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
panjang dan bobot ikan nila pada kolam non akuaponik. Pertumbuhan panjang
dan bobot mutlak ikan nila pada kolam akuaponik berturut-turut yaitu 2,02 cm
dan 3,71 gram. Sedangkan pertumbuhan panjang dan bobot ikan nila pada kolam
non akuaponik berturut-turut yaitu 1,67 cm dan 2,78 gram.
Pertumbuhan merupakan proses bertambahan panjang dan berat suatu
organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam
satuan waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan,
umur dan kualitas air. Pertumbuhan ikan pada kolam akuaponik lebih tinggi
dibandingkan dengan kolam non akuaponik diduga karena terjadinya proses
filterisasi yang optimal pada kolam akuaponik sehingga menghasilkan kualitas air

Universitas Sriwijaya
16
17

yang baik di dalam media pemeliharaan ikan nila dan pemberian pakan dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan ikan (Mulqan et al., 2017).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005), bahwa pertumbuhan ikan dapat
terjadi jika jumlah nutrisi pakan yang dicerna dan diserap oleh ikan lebih besar
dari jumlah yang diperlukan untuk pemeliharaan tubuhnya. Maka dari itu,
kandungan pakan harus memiliki kandugan protein yang cukup untuk proses
pertumbuhan bagi ikan.

5.4. Pertumbuhan Tanaman Kangkung


Nilai pertumbuhan tanaman kangkung ditampilkan pada tabel 5.4 Sebagai
berikut :
Tabel 5.4. Pertumbuhan tanaman kangkung
Parameter Nilai Pertumbuhan
Tinggi tanaman (cm) 42,17
Panjang daun (cm) 16,4
Jumlah daun (helai) 9

Berdasarkan Tabel 5.4 tersebut menyatakan bahwa tinggi tanaman,


panjang daun dan jumlah daun mengalami pertumbuhan setiap minggu selama
pemeliharaan. Tanaman tumbuh dengan memanfaatkan unsur-unsur limbah
budidaya ikan yaitu amonia yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme
ikan. Ammonia dalam bentuk NH3 ataupun ammonium (NH4+) merupakan
senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N2). Nitrogen adalah unsur yang
sangat penting bagi pertumbuhan tanaman karena merupakan bagian penting dari
protoplasma, enzim, agen katalis biologis yang berfungsi mempercepat proses
pertumbuhan (Nugroho et al., 2012).
Teknik budidaya dengan sistem akuaponik memungkinkan tanaman
memanfaatkan hasil penguraian bahan organik di dalam air sebagai sumber nutrisi
untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kemampuan
dalam menyerap nutrisi untuk pertumbuhannya. Selain itu, jumlah daun juga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena pada daun tanaman tersebut terjadi
proses fotosintesis yang memungkinkan tanaman membuat makanannya sendiri
(Gumelar et al., 2017)

Universitas Sriwijaya
17
18

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Hasil akhir pemeliharaan ikan nila pada kolam akuaponik lebih baik
dibandingkan pada kolam non akuaponik. Pertumbuhan panjang, bobot mutlak
dan presentase kelangsungan hidup ikan nila pada kolam akuaponik berturut-turut
adalah 2,02 cm, 3,71 g dan 86%, sedangkan pada kolam non akuaponik berturut-
turut adalah 1,67 cm, 2,78 g dan 83%. Pertumbuhan tanaman kangkung pada
akhir pemeliharaan yaitu tinggi tanaman 42,17 cm, panjang daun 16,4 cm dan
jumlah daun 9 helai.

6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil praktek lapangan ini kepada UPR
Pananjung Fish Hatcery yaitu dengan mengaplikasikan sistem akuaponik pada
budidaya ikan nila, sehingga produksi ikan nila yang ada di UPR tersebut dapat
terus ditingkatkan.

Universitas Sriwijaya
18
19

DAFTAR PUSTAKA

Adewolu MA, Adeniji CA, Adejobi AB. 2008. Feed utilization, growth and
survival of Clarias gariepinus (Burchell 1822) fingerlings cultured under
different photoperiods. Aquaculture. 28, 64-67.

Afrianto E. dan Liviawaty E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Ayuningtyas, A. 2010. Kinerja pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus)


strain best pada media pemeliharaan dengan derajat kemasaman berbeda.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Bangkit, I., Sugandhy, R., dan Indriani, D.W., 2017. Aplikasi budidaya ikan
integratif dengan sistem akuaponik dalam pemanfaatan pelataran rumah
sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat di rw 05 Desa Sayang,
Jatinangor-Sumedang. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1(3), 145-
149.
BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jambi. 2010. Budidaya Tanaman
Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi
BSNI (Badan Standar Nasional Indonesia), 2009. SNI 7550-2009. Produksi Ikan
Nila (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas Pembesaran di Kolam Air
Tenang. Badan Standardisasi Nasional.
Diansari, V.R., Arini, E., dan Elfitasari, T., 2013. Pengaruh kepadatan yang
berbeda terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan ikan nila (oreochromis
niloticus) pada sistem resirkulasi dengan filter zeolite. Journal of
Aquaculture Management and Technology. 3(2), 37-45.
DJPB (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya). 2015. Komoditas andalan
Indonesia masuki jajaran produsen ikan terbesar dunia. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia.
Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Gumelar, W.R., Nurruhwati, I., Sunarto dan Zahidah., 2017. Pengaruh
penggunaan tiga varietas tanaman pada sistem akuaponik terhadap
konsentrasi total amonia nitrogen media pemeliharaan ikan koi. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 3(2), 36-42.

Irawati, Z.S., 2013. Pertumbuhan tanaman kangkung darat( Ipomoea reptans


poir.) dengan pemberian pupuk organik berbahan dasar kotoran kelinci.
Jurnal Bioedukatika. 1(1), 1-96.
Islami, A.N., Zahidah dan Anna, Z. 2017. Pengaruh perbedaan siphonisasi dan
aerasi terhadap kualitas air, pertumbuhan,dan kelangsungan hidup pada

Universitas Sriwijaya
19
20

budidayaikan nila (Oreochromis niloticus) stadia benih. Jurnal Perikanan


dan Kelautan. 8(1), 73-82.
Muhammad, F.M., Hastuti, S., dan Sarjito., 2016. Pengaruh sistem biofilter
akuaponik terhadap profil darah, histologi organ hati dan kelulushidupan
pada ikan lele dumbo (Clarias Gariepenus). Journal of Aquaculture
Management and Technology. 5(1), 64-72.
Mulqan, M., Rahimi, S.A.E., dan Dewiyanti, I., Pertumbuhan dan kelangsungan
hidup benih ikan nila gesit (Oreochromis niloticus) pada sistem akuaponik
dengan jenis tanaman yang berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan
dan Perikanan Unsyiah. 2(1). 183-193.

National Research Council (NRC)., 1977. Nutrient Requirements of warmwater


Fishes. Washington DC : National Academy Press.
Nisa, K., Marsi dan Fitrani, M., 2013. Pengaruh pH pada media air rawa terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata).
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1), 57-65.
Nugroho, R.A., Pambudi, T., Chilmawati, D., Haditomo, A.H.C., 2012. Aplikasi
teknologi aquaponik pada budidaya ikan air tawar untuk optimalisasi
kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1), 46-50.
Padli, K., 2017. Pertumbuhan dan kelulushidupan ikan patin siam (Pangasius
hypopthalamus) pada sistem akuaponik dengan kepadatan kangkung yang
berbeda. Skripsi. Universitas Riau.
Putra, I., Setiyanto, D., Wahyjuningrum, D., 2011. Pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam sistem
resirkulasi. Jurnal perikanan dan kelautan. 16(1), 56-63.
Satia, Y., Oktorina,P., dan Yulfiperius., 2011. Kebiasaan makanan ikan nila
(Oreochromis niloticus) di danau bekas galian pasir gekbrong Cianjur–
Jawa Barat. Jurnal Kebiasaan Makan Ikan. 1(2), 1-8.
Setijaningsih, L., dan Suryaningrum., L.H., 2015. Pemanfaatan limbah budidaya
ikan lele (Clarias batrachus) untuk ikan nila (Oreochromis niloticus)
dengan sistem resirkulasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 14(3), 287-293.
Wiryanta, B.T.W., Sunaryo, Astuti, dan Kurniawan, M.B., 2010. Buku Pintar
Budidaya dan Bisnis Ikan Nila. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Yuliati, P., Kadarini, T., Rusmaedi dan Subandiyah, S. 2003. Pengaruh padat
penebaran terhadap pertumbuhan dan sintasan dederan ikan nila gift
(Oreochromis niloticus) di kolam. Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2), 63-66.
Zahidah., Islami, A.N., dan Anna, Z. 2017. Pengaruh perbedaan siphonisasi dan
aerasi terhadap kualitas air, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup pada
budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus) stadia benih. Jurnal Perikanan
dan Kelautan, 3(1), 73-82.

Universitas Sriwijaya
20
21

Zalukhu, J., Fitrani, M., Sasanti, A.D., 2016. Pemeliharaan ikan nila dengan padat
tebar berbeda pada budidaya sistem akuaponik. Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia. 4(1), 80-90.
Zidni, I., Herawati, T., dan Liviawaty, E., 2013. Pengaruh padat tebar terhadap
pertumbuhan benih lele sangkuriang (Clarias gariepinus) dalam sistem
akuaponik. Jurnal Perikanan Kelautan. 4(4), 315-324.

Universitas Sriwijaya
21
22

LAMPIRAN

Universitas Sriwijaya
22
23

Lampiran 1. Data Pengukuran Suhu (oC)


Hari Ke-
Kolam
0 10 20 30
Akuaponik 29,1 27,5 30,4 31,0
Non akuaponik 29,1 27,8 30,8 32,0

Lampiran 2. Data Pengukuran Oksegen Terlarut (mgL-1)


Hari Ke-
Kolam
0 10 20 30
Akuaponik 2,98 3,52 3,68 3,72
Non akuaponik 2,98 3,08 3,12 3,06

Lampiran 3. Data Pengukuran pH air


Hari Ke-
Kolam
0 10 20 30
Akuaponik 6,8 7,0 7,1 7,1
Non akuaponik 6,8 7,1 7,1 7,2

Lampiran 4. Data Pengukuran Amonia (mgL-1)


Hari Ke-
Kolam
0 30
Akuaponik 0,08 0,11
Non akuaponik 0,08 0,16

Lampiran 5. Kelangsungan Hidup Ikan Nila (%)


Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)
Akuaponik 86
Non Akuaponik 83

Tabel 5.1. Kelangsungan hidup ikan nila selama pemeliharaan

Universitas Sriwijaya
23
24

Lampiran 7. Data Pertumbuhan Panjang dan Bobot Ikan Nila


Awal Pemeliharaan Akhir Pemeliharaan
Kolam Sampel ke- Panjang Bobot Panjang Bobot
(cm) (g) (cm) (g)
1 5,78 1,47 7,87 4,11
2 5,00 1,44 7,30 5,10
3 5,24 1,49 6,77 4,51
4 5,80 1,70 7,20 4,20
5 5,11 1,53 7,02 4,32
Non Akuaponik 6 5,28 1,28 7,21 4,03
7 5,60 1,57 6,80 4,12
8 5,53 1,65 6,71 4,12
9 5,67 1,48 7,30 4,26
10 5,72 1,72 7,19 4,39
Rata-rata 5,47 1,53 7,14 4,31
1 5,68 1,49 7,87 5,26
2 5,07 1,24 7,30 5,77
3 5,24 1,40 7,77 5,51
4 5,30 1,40 7,20 5,30
5 5,11 1,59 7,02 4,82
Akuaponik 6 5,29 1,38 7,21 5,86
7 5,55 1,57 7,80 4,68
8 5,53 1,65 7,71 4,38
9 5,78 1,48 7,30 4,96
10 5,67 1,62 7,19 5,39
Rata-rata 5,42 1,48 7,44 5,19

Lampiran 8. Data Pertumbuhan Tanaman


Tabel 5.4. Pertumbuhan tanaman kangkung
Nilai hari ke-
Parameter
0 7 14 30
Tinggi tanaman (cm) - 14,20 27,64 42,17
Panjang daun (cm) - 2,4 8,2 16,4
Jumlah daun (helai) - 3 5 9

Universitas Sriwijaya
24
25

Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan

ff1. Persiapan Kolam dan f 2. Proses Penyemaian


Rangkaian Akuaponik Kangkung

ff3. Pengukuran Bobot Ikan Nila 4. Pengukuran Panjang Ikan Nila

5. Pengukuran Kualitas Air 6. Pengukuran Pertumbuhan


Media Tanaman

Universitas Sriwijaya
25

Anda mungkin juga menyukai