Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu jenis rumput laut yang pemanfaatan maupun budidayanya belum
banyak dilakukan yakni rumput laut jenis anggur laut. Anggur laut merupakan
salah satu jenis alga hijau yang hidup menyebar dibeberapa perairan Indonesia
(Anwar, 2016). Caulerpa ini bentuk dan rasanya menyerupai telur ikan Caviar,
sehingga dikenal sebagai”green caviar”. Menurut Sunaryo et al (2015) rumput
laut termasuk jenis tanaman sederhana karena pada tanaman ini tidak dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun sejati. Seluruh bagian rumput laut
Caulerpa sp terdiri atas assimilator dan ramuli yang membentuk bulatan-bulatan
seperti buah anggur.

Moris (2014) menyatakan bahwa anggur laut merupakan sumber


penghikasilan dunia terutama di pulau Fijji, Samoa, dan Tonga di wilayah Selatan
Pasifik. Secara keseluruhan ketiga daerah tersebut dalam satu tahun dapat
menghasilkan 123 Ton yang setara dengan US$266,492. Meskipun habitat
awalnya berasal dari laut, akan tetapi Caulerpa sp dapat dibudidayakan di
kawasan pertambakan selama sirkulasi air pasang surut di kawasan pertambakan
dapat terjaga dengan baik (Sunaryo, 2015). Menurut Iskandar (2015) pertumbuhan
Caulerpa lentifera dengan metode Longline di tambak menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik. Adapun keberhasilan sistim penanaman dalam
budidaya anggur laut dipengaruhi oleh penggunaan bibit yang baik, serta bobot
bibit yang sesuai akan meningkatkan pertumbuhan anggur Laut.

Distribusi dari rumput laut jenis Caulerpa racemosa ini tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis, seperti Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia,
Thailand, Taiwan, Cina, Indonesia, dan daerah barat perairan. Jenis ini sangat kuat
melekat pada substrat karena akarnya kokoh dan bercabang pendek. Caulerpa
racemosa tumbuh bergerombol atau berumpun oleh karena itu sering disebut
sebagai anggur laut. Keberadaannya dapat dijumpai di paparan terumbu karang
dengan kedalaman hingga 200 m. Di Indonesia teknik budidaya Caulerpa ini

1
dilakukan dengan caramembenamkannya ke dalam substrat tanah seperti sistem
menanam padi pada areal/lahan bekas tambak atau mengadopsi teknik budidaya
seperti halnya di Jepang.

Caulerpa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk obat anti
jamur (Yudasmara, 2014) Di Indonesia, Caulerpa sp dimanfaatkan sebagai bahan
makanan dengan cara dimakan mentah sebagai lalapan, urap atau sebagai sayur,
selain dapat dimanfaatkan lebih luas dalam bidang pangan, penelitian lain juga
menyebutkan bahwa anggur laut ini dapat dimanfaatkan di sektor non pangan
khususnya pada proses bioremediasi, oleh karena itu, penulis ingin mengetahui
teknik Budidaya Anggur laut Caulerpa sp di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Jepara sebagai Tempat Praktik Kerja Lapang IV.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang IV adalah :
1. Mengetahui perbandingan teknik budidaya anggur laut Caulerpa sp antara
metode gantung dengan metode sebar.
2. Mengetahui kendala atau permasalahan yang terjadi pada teknik budidaya
anggur laut Caulerpa sp
3. Mengetahui cara pemanenan anggur laut Caulerpa sp
4. Mengetahui cara pengemasan anggur laut Caulerpa sp

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Anggur Laut


2.1.1 Identifikasi Anggur Laut
Menurut Jamilah (2012), klasifikasi anggur laut sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :Clorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Caulerpales
Famili : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Spesies : Caulerpa sp
Caulerpa sp dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambar Caulerpa sp (Sarah, 2017)

2.1.2 Morfologi
Nama ilmiah anggur laut adalah Caulerpa sp disebut anggur laut karena
memiliki bentuk yang mirip dengan buah anggur. Penamaan lokal untuk Caulerpa
sp juga beragam, ada yang menyebut Latoh, Latok, Lawi-lawi dan Lelatu.
Caulerpa sp adalah golongan alga hijau, thallus (cabang) berbentuk lembaran,
batang dan bulatan, berstruktur lembut sampai keras dan Siphonous. Rumpun
terbentuk dari berbagai ragam percabangan, mulai dari sederhana sampai yang
kompleks seperti yang terlihat pada tumbuhan tingkat tinggi, ada yang tampak
seperti akar, batang dan daun (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 2009).

3
Spesies Caulerpa sp mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon
sehingga dimasukkan sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa).
Holdfast yang terdapat menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada
substrat. Alga ini terdiri dari banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai
pada pantai yang memiliki rataan terumbu karang. (Sunaryo et al, 2015) Rumput
laut termasuk jenis tanaman sederhana karena pada pada tanaman ini tidak dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun sejati. Seluruh bagian rumput laut
Caulerpa sp terdiri atas assimilator dan ramuli yang membentuk bulatan-bulatan
seperti buah anggur.

2.1.3 Habitat Dan Penyebaran


Meskipun Habitat awalnya bersal dari laut, akan tetapi Caulerpa sp dapat
dibudidayakan di kawasan pertambakan selama sirkulasi air pasang surut di
kawasan pertambakan dapat terjaga dengan baik. (Sunaryo et al, 2015). Marga
racemosa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai rataan terumbu
karang. Tumbuh pada substrat yang mati, pecahan karang mati, pasir lumpur dan
lumpur. Caulerpa racemosa tersebar luas di perairan beriklim tropis dan dangkal.
Pada tahun 1926 bentuk baru dari alga itu dilaporkan dari Tunisia, mungkin
seorang imigran dari Laut Merah, dan ini kemudian menyebar ke banyak bagian
timur Laut Mediterania. Pada tahun 1990, bentuk baru yang lebih besar dengan
dua baris vertikal cabang di sisi berlawanan dari batang itu ditemukan dari Libya.
Spesies Caulerpa yang bersifat endemis pada habitat laguna, cenderung memiliki
jarak rhizoma antar assimilator yang lebih 7 panjang, sementara itu Caulerpa
yang tumbuh pada ekosistem terumbu karang dengan energi gelombang yang
tinggi, cenderung memperlihatkan bentuk yang rapi dan tersusun rapat.

4
2.2 Tinjauan Umum Perusahaan
2.2.1 Letak Geografis dan Keadaan Sekitar BBPBAP Jepara

Gambar 2. Peta LokasiBBPBAP Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara beralamat di


Jl. Cik Lanang NO.1, Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah. Secara Geografis BBPBAP Jepara ini berada di tepi pantai Utara Pulau
Jawa, dengan tanjung kecil yang dilandai di sebelah barat kota yang berjarak 3
Km dari pusat kota. Batas-batas kawasan Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Jepara adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara: Perairan Teluk Sekumbu (Laut Jawa)


 Sebelah Timur:Wilayah pemukiman penduduk
 Sebelah Selatan: Perairan teluk Awur (Laut Jawa)
 Sebelah Barat: Perairan pulau Panjang (Laut Jawa)

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki luas
area 64,5472 Hektar. Luas 10 Hektar terdiri dari komplek perkantoran,
perumahan, asrama, unit pembenihan, lapangan olah raga dan laboratorium.
Sebagian area merupakan pertambakan dengan luas 54, 5472 hektar.

2.2.2 Sejarah Berdirinya BBPBAP Jepara


Rentang sejarah BBPBAP Jepara dapat dikatakan dimulai pada tahun 1971,
diawali dengan berdirinya Lembaga Research Center Udang (RCU) yang secara
hierarki berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
Departemen Pertanian. Sasaran utamanya adalah meneliti siklus hidup udang

5
windu (Penaeus monodon) dari proses kematangan telur (gonad), perkembangan
larva hingga dewasa secara terkendali untuk selanjutnya dibudidayakan di
tambak.
Pada tahun 1978 berdasarkan SK Mentri Pertanian RI No. :306/Kpts/Org
/5/1978 tentang susunan organisasi dan tata laksana balai, telah diatur dan
ditetapkan lembaga yang semula bernama Research Center Udang menjadi Balai
Budidaya Air Payau (BBAP). BBAP Jepara ini merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jendral Perikanan, Departemen
Pertanian. Visi BBPBAP Jepara yaitu “Mewujudkan Sektor Kelautan dan
Perikanan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasis Kepentingan
Nasional” sedangkan Misinya yaitu “Kedaulatan, Berkelanjutan dan
Kesejahteraan”
Pada periode ini BBAP Jepara telah berhasil menorehkan prestasi gemilang
yang menjadi pendorog bagi perkembangan industri udang nasional. Seiring
dengan meningkatnya peran dan fungsi dalam pelaksaan tugas serta beban kerja,
maka berdasarkan SK Mentri Kelautan dan Perikanan No. 26C/MEN/2001
Menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara. Pada tahun 2014 berdasarkan SK Mentri Kelautan dan
Perikanan No.6/PERMEN-KP/2014 telah dilaksanakan perubahan nama menjadi
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

2.2.3 Struktur Organisasi BBPBAP Jepara


Struktur Organisasi Balai Besar Budidaya Air Payau Jepara dapat dilihat
pada struktur Organisasi pada bagan 1. Berdasarkan Peraturan Mentri Kelautan
dan Perikanan N0. 6/PERMEN-KP/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja.
Berikut adalah susunan organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara.

6
Gambar 3. Susunan Organisasi BBPBAP Jepara

7
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat Praktik Kerja Lapang IV

Praktik Kerja Lapang IV ini di laksanakan selama 40 hari yaitu mulai dari
tanggal 11 November s/d 21 Desember 2019 yang bertempat di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara, Jawa Tengah. BBPBAP Jepara
mempunyai tugas untuk melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik
pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian dan
pelestarian lingkungan budidaya. Tugas pokok dari BBPBAP Jepara adalah
sebagai berikut “Melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama, pengelolaan
produksi, pengujian laboratorium (mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan
lingkungan) serta bimbingan teknis perikanan budidaya air payau”.

3.2 Alat dan Bahan


Budidaya Caulerpa sp di BBPBAP Jepara menggunakan beberapa alat
yang dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Tabel Alat yang Digunakan Untuk Budidaya Anggur Laut Caulerpa
sp
No Alat Kegunaan
1 Kolam Beton Tempat yang digunakan untuk pendederan ikan kakap
putih (Lates calcarifer)

2 Ventrui Alat pembuat microbubble


3 Saluran Inlet Saluran masuknya air kedalam kolam

4 Saluran Outlet Saluran keluarnya air dari dalam kolam

5 Batu Aerasi Sebagai alat masuknya oksigen kedalam air

6 Aerator Untuk menghasilkan oksigen

7 Selang Aerasi Penyalur oksigen ke batu aerasi

8 Siphon Alat penyedot kotoran didasar kolam

9 Selang spiral Sealng pembuangan air

10 Ember Wadah untuk pemberian kaporit

8
11 DO Meter Untuk mengukur suhu, Oksigen terlarut

12 Refraktometer Untuk mengukur salinitas

13 Serokan jaring Untuk menyerok ikan

14 Baskom Wadah pemanenan ikan

15 Keranjang Grading Keranjang untuk garding ikan

Bahan yang di gunakan untuk budidaya Caulerpa sp di BBPBAP Jepara


dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang Digunakan Untuk Budidaya Caulerpa sp.
No Bahan Kegunaan
1 Air Media budidaya ikan kakap putih (Lates calcarifer)

2 Benih Ikan Kakap Bahan budidaya


Putih

3 Kaporit Bahan yang digunakan untuk sterilisasi wadah


budidaya ikan

4 Pakan Bahan makan ikan


5 Vitamin Bahan untuk menunjang proses pendederan ikan
6 Acrifalvine Bahan obat ikan
7 Formaline Bahan Obat Ikan

3.3 Tahapan Kegiatan


Pada pendederan Ikan kakap putih (Lates calcarifer) terdapat suatu
tahapan kegiatan untuk terbentuknya suatu kegiatan, kegiatan pendederan ikan
kakap putih (Lates calcarifer) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tahapan kegiatan pendederan ikan kakap putih (Lates calcarifer)

9
3.4 Metode Perolehan Data

Kegiatan praktek kerja lapang IV yang penulis lakukan menggunakan


beberapa cara yaitu :
1. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan Tanya jawab secara langsung dengan
teknisi atau pihak yang bersangkutan dengan budidaya anggur laut Caulerpa sp
untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait kegiatan yang ada dilapangan.
2. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan untuk melihat
secara langsung kegiatan dan keadaan di lokasi praktik.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah kegiatan mengumpulkan beberapa sumber ilmiah
seperti buku, internet, makalah, proposal, dsb dari instansi terkait atau koleksi
penulis dalam penyusunan laporan terdahulu dan beberapa informasi dari
beberapa pihak seputar kegiatan budidaya anggur laut Caulerpa sp

3.5 Metode Analisis Data


Metode Kualitatif
Metode analisis ini tidak menggunakan alat statistik, tetapi dilakukan
dengan menginterpretasikan table, grafik ataupun angka-angka yang ada, baru
kemudian melakukan penguraian dan penafsiran.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknik Budidaya Caulerpa sp


Teknik yang digunakan pada kegiatan budidaya rumput laut ada beberapa
metode yang digunakan, tergantung pada kondisi geografis perairan lokasi
budidaya. Lokasi yang digunakan tempat kegiatan budidaya di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara berupa tambak segitiga,
metode yang digunakan adalah metode Bottom Ground Line atau yang disebut
metode tebar didasar permukaan. Metode ini dilakukan dengan cara menebar
Caulerpa sp di dasar tambak dengan permukaan tanah/lumpur/pasir yang
digunakan sebagai substrat karena Caulerpa ini tumbuh dengan cara menempel di
substrat, keberadaan substrat ini berfungsi sebagai untuk menempelnya akar bagi
Caulerpa Hal ini yang membedakan dengan rumput laut yang lainnya yang dapat
tumbuh digantung di permukaan air tambak. Kondisi kolam budidaya dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Gambar kolam budidaya Caulerpa sp.

4.1.1 Persyaratan Kolam Budidaya


Persyaratan kolam budidaya di tambak adalah kegiatan yang harus
dilakukan sebelum melakukan kegiatan budidaya Caulerpa. kolam merupakan
wadah budidaya yang harus lebih dulu di utamakan. Kolam yang digunaka untuk
budidaya Caulerpa di BBPBAP Jepara ini menggunakan tambak semi intensif
dengan dinding kolam dari Plastik HDPE dan Dasar kolam Pasir berlumpur.
Kolam tersebut berbentuk Segitiga dengan luas 95 m x 103 m x 45 m.

11
Berikut ada berberapa aspek yang harus dilakukan saat kegiatan persiapan
kolam diantaranya adalah:

 Lokasi kolam budidaya berada di daerah pasang surut dan dekat dengan sumber
air tawar agar memudahkan untuk pergantian air atau sirkulasi dan untuk
menurunkan atau menaikkan Salinitas.
 Dasar tambak pasir berlumpur yang digunakan sebagai substrat pertumbuhan
 Gelombang dan arus tambak tidak terlalu besar agar tidak mengakibatkan
kematian pada Caulerpa
 Lokasi budidaya jauh dari lokasi industri agar bebas dari pencemaran limbah.
 Kadar garam atau Salinitas berkisar 15-30 ppt.
 Suhu air antara 26-33 ℃
 pH berkisar antara 6-9
 Dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk

4.1.2 Pengeringan Kolam


Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk membasmi berbagai hama yang
mengganggu kegiatan budidaya. Pengeringan di awali dengan penyurutan air
sampai dengan 90%, air dibuang melalui Outlet dengan bantuan pompa air.
Kolam yang telah dikeringkan di diamkan kurang lebih 2 Minggu. Selama proses
pengeringan dilakukan penantaan Skat/batas kolam dengan menggunakan waring
Tujuan dari pengeringan ini untuk membasmi Hama seperti ikan Baronang
dengan memberikan Saponin di area caren yang berisi air sekitar 20 cm dengan
dosis saponin 20kg/ha. Saponin lebih efektif direndam air selama 1 hari 1 malam
baru keesokan harinya di tebar pada pukul 09:00- 11:00 WIB, sewaktu ada sinar
matahari agar ikan cepat mati, sekitar 10 menit ikan akan mati.

12
4.1.3 Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah pemberian saponin pada hama. Pemupukan
dilakukan dengan pemberian pupuk Petroganik (pupuk kandang) sebanyak
100kg/ha dan Molase sebanyak 8 kg, kemudian ditunggu selama 1 minggu.
Kegiatan pemupukan kolam budidaya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kegiatan pemupukan


Setelah pupuk terurai kemudian isi air tambak dengan air laut sedalam 50
Cm. Setelah air diisi lakukan pengecekan pada salinitas upayakan salinitas di
angka 30 ppm. Apabila salinitas belum sampai 30 ppm tunggu hingga naik ± 1
minggu. Jika salinitas tidak juga naik sebaiknya air diganti dengan air yang baru
dan lakukan pemupukan dengan menggunakan Molase sebanyak 6kg dan pupuk
NPK 10 M² karena kandungan fosfatnya 15% lebih tinggi dari pupuk Petroganik.
Setelah salinitas sesuai barulah bibit Caulerpa sp siap di tebar. Untuk mengetahui
kandungan dalam pupuk dapat dilihap pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis-jenis pupuk beserta kandungannya
Jenis Kandungan Kegunaan
NPK -Nitrogen (N) : 15% -Menguatkan batag tanaman sehingga
-Phosphat(P): 15% tidak mudah patah/roboh
-Kalium (K) : 15% -Memacu pertumbuhan akar tanaman
-Shulfur (S) :10% -Meningkatkan daya tahan tanaman
-Kadar Air maksimal: terhadap serangan penyakit
2%
Petroganik - C.Organik:Min 15% -Menggemburkan & menyuburkan
-C/N Ratio: 15-25 tanah
-pH: 4-9 -Meningkatkan daya serap dan

13
-Kadar air: 8;20% simpan air
-Cocok untuk semua jenis tanaman
Molase -Air 25% -Sangat baik untuk tanah dalam
-Gula 62% hubungannya dengan pupuk organik
-Abu 8% lebih stabil.
-Organic Non Sugar 5%

4.2 Penebaran bibit Caulerpa


Penebaran adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan budidaya,
penebaran dilakukan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan kedua
tangan untuk menyebar bibit, bibit Caulerpa diambil dari bak penyimpanan bibit.
Kolam yang akan digunakan untuk budidaya di skat menggunakan waring
menjadi 3 bagian 2 bagian untuk budidaya Caulerpa racemossa, 1 bagian untuk
budidaya Caulerpa lentillifer.jumlah bibit yang digunakan yaitu 100 kg bibit
Racemossa dan 200 kg untuk bibit Lentillifera Setelah 2 minggu pasca penebaran
jangan mengurangi ataupun menambahkan air karena Caulerpa sp sedang
melakukan adaptasi. Caulerpa sp dapat dipanen selama ± 40 hari pemeliharaan.

4.2.2 Pemeliharaan
Pemeliharaan atau disebut dengan perawatan hal yang harus dilakukan
dalam metode Budidaya. Budidaya Caulerpa kuncinya terdapat pada kualitas air,
apabila kualitas menurun perlu di tambahkan salinitasnya dengan cara mengisi air
Tambak. Setiap 2 minggu sekali perlu dilakukan penjarangan untuk meratakan
Caulerpa sp agar tidak mengalami kepadatan karena pertumbuhan Cauleroa sp
cepat.

14
4.3 Parameter Kualitas Air
Praktik Kerja Lapang ini parameter kualitas air yang kami ukur setiap satu
minggu sekali antara lain Suhu, pH,DO, Salinitas, Nitrit, Fosfat. Parameter
tersebut sangan penting untuk diamati, karena merupakan faktor terpenting untuk
mendukung pertumbuhan Caulerpa dan sebagai indikasi adanya penyakit pada
Caulerpa. Parameter kualitas air dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengecekan kualitas air

A. Suhu

15
B. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangan berpengaruh terhadap pertumb
uhan dan perkembangan Caulerpa sp karena akan berpengaruh langsung terhadap
proses metabolismenya. Suhu yang terlalu tinggi akan akan
menyebabkanCaulerpa sp memperlambat proses pertumbuhannya akibat
menurunnya kerja enzim dan cepat mengalami pemutihan thalus dan lepasnya

50
Suhu
40

30

20

10

0
11/20/2019 11/27/2019 12/4/2019 12/11/2019

ramuli (Hanafi, 2007). Suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Parameter
suhu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Parameter suhu air kolam budidaya Caulerpa


Beberapa faktor meteorologi yang berperan antara lain curah hujan,
penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi
matahari. Pengukuran suhu perairan tambak Caulerpa di BBPBAP Jepara ini
dilakukan setiap 1 minggu sekali dan dilakukan di pagi hari selama 4 minggu.
Tujuan dilakukannya pengamatan untuk mengetahui apakah suhu kualitas air
tambak tetap stabil dan terjaga. Nilai suhu yang terdpat di kolam ini masih
berkisar antara 27-33℃. Pada minggu ke 1 suhu kolam menunjukkan angka 30℃,
pada minggu ke 2 suhu kolam menunjukkan angka 31,8℃, pada minggu ke 3
suhu kolam menunjjukan angka 31℃, Hal ini masih sesuai dengan pendapat
Aslan (1998), bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar
antara 26-33℃.

C. Salinitas
Pengukuran salinitas perairan tambak Caulerpa di BBPBAP Jepara ini
dilakukan setiap 1 minggu sekali dan dilakukan di pagi hari selama 4 minggu

16
dengan selang waktu 7 hari sekali. Salinitas pada minggu ke 1 menunjukkan 40
ppt, pada minggu ke 2 salinitas air kolam menunjjukan angka 35 ppt salinitas
mengalami penurunan karena terjadi hujan di minggu ke 2, salinitas di minggu ke
3 salinitas menunjukkan angka 39 ppt, Berdasarkan waawancara dengan bapak
Yoto bahwa Caulerpa sp. dapat tumbuh dalam kisaran 25-30 ppt. Sedangkan
apabila Caulerpa sp berada di salinitas di bawah 25 ppt Caulerpa sp tetap hidup
tetapi tidak mengalami pertumbuhan. Menurut Nybakken (2005), perubahan
salinitas pada zona intertidal dapat menimbulkan masalah tekanan osmotik bagi
organisme yang hidup di daerah intertidal (daerah pasang surut). Parameter
salinitas air dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Grafik Parameter Salinitas air


D. Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman perairan biasanya cenderung basa (Ma’ruf, et al. 2013).
Suatu perairan dikatakan asam apabila memiliki nila pH dibawah 7, dikatakan
basa apabila memiliki nilai diatas 7. Venugophal (2010) menyataan bahwa air laut
memilki nilai pH dengan kisaran mengarah pada basa, yaitu 7,5 - 8,4 Hal tersebut
karena dalam air laut mengandung MgBr. Mineral anorganik seperti N, P, dan Fe
banyak terdapat di perairan. Mineral-mineral tersebut merupakan mikronutrien
kunci yang ada dilautan, mikronutrien tersebut keberadaannya dapat
mempengaruhi proses fotosintesis dan struktur plankton. Pengukuran pH air
kolam tambak Caulerpa sp.
BBPBAP Jepara melakukan pengecekan pH selama 1 minggu sekali. Pada
minggu ke 1 pH menunjukkan angka 8,47, pada minggu ke 2 pH menunjukkan
angka 8,33, pada minggu ke 3 pH menunjukan angka 8,50, minggu terahir
menunjukkan angka 8,21. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa

17
nilai pH air tambak Caulerpa sp Di BBPBAP Jepara ini sesuai untuk dilakukan
kegiatan budidaya Caulerpa sp yang berkisar antara 6,5-8,5 (SNI,2013). pH air
pada tamabk dapat dilihat pada grafik 3. Arini (2011), berpendapat bahwa proses
penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tanah umumnya dapat berjalan
lancar apabila pH mendekati netral-alkalis (6-8). Apabila pH dalam keadaan
terlalu asam maka proses penguraian bahan organik menjadi tidak sempurna.
Gambar pengukuran pH air dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Grafik pH air Kolam

E. Oksigen Terlarut (DO)

Kadar oksigen yang dibutuhkan rumput laut untuk menunjang


pertumbuhannya antara 2-4 ppm. Kandungan oksigen terlarut dalam perairan > 4
ppm dianggap akan memberikan pertumbuhan lebih baik. Faktor-faktor yang
menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi
(khusus pada malam hari), adanya lapisan minyak diatas permukaan laut dan
masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut (Irfan, 2015).
Pengecekan Oksigen Terlarut (DO) di BBAP Jepara ini dilakukan 1 minggu sekali
selama 4 minggu. Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada minggu ke 1
menunjukan 3,0 minggu 2 DO Kolam menunjukkan angka 4,60, pada minggu ke
3 DO menunjukan angka 3,79, minggu ke 4 DO kolam menunjjukan angka 5,00.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan oksigen yang
terlarut di air kolam tambak Caulerpa sp tersebut sudah sesuai untuk

18
pertumbuhan Caulerpa sp yaitu antar 3-9 mg/l. DO air pada kolam budidaya
dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik pengukuran DO air kolam budidaya Caulerpa

F. Pengecekan Nitrit
Menurut Waluyo (2013), proses nitrifikasi terjadi apabila terdapat nitrogen
di perairan. Amonia sebagai senyawa bebas pada proses pemecahan protein
membantu sebagai sumber nitrogen pada sejumlah tumbuhan. Bakteri nitrit dalam
memecahkan protein memperoleh energi dari adanya oksigen, dari proses tersebut
amonia dioksidasi menjadi nitrit. Denitrifikasi umumnya lebih banyak terjadi pada
air yang tenang (Waluyo, 2013).
Pengecekan Nitrit dilakukan selama 4 kali selama PKL. Pengecekan
dilakukan di pagi hari. Pengecekan Nitrit dilakukan setelah mengecek Suhu, DO,
pH, dan Salinitas. Pengecekan nitrit dilakukan dengan menggunakan larutan
Sulfanilamide dan NED sebanyak masing-masing 1 mL Yang dimasukkan dalam
larutan sampel air kolam sebanyak 50 ML, setelah mengetahui warna pada air
kolam berubah menjadi warna pink kemudian mengambil sampel sebanyak 5 mL
yang dimasukkan kedalam petraganometer untuk mengetahui nilai nitritnya. Pada
minggu ke -1 nitrit menunjukkan angka 0,000, pada minggu ke-2 nitrit air tambak
menunjukan angka 0,000, pada minggu ke 3 nitrit menunjukkan angka 0,000, dan
minggu ke 4 0,000. Berdasarkan pernyataan bapak faisal Nitrit di BBPBAP Jepara
khususnya di kolam budidaya Caulerpa sp lebih sering menunjukkan angka
0,000.

19
G. Pengecekan Fosfat
Pengecekan Fosfat dilakukan selama 4 kali selama PKL. Pengecekan
dilakukan di pagi hari. Pengecekan Fosfat dilakukan setelah mengecek Suhu, DO,
pH, dan Salinitas. Pengecekan fosfat tidak jauh beda dengan mengecek nitit hanya
saja larutan yang digunakan berbeda, yang harus dilakukan yaitu dengan
menyatukan larutan kedalam gelas ukur yang terdiri H2SO4 1 mL, Potassium
Anti Monyl Tortat 0,5 Ml, Amunium Hepta Molybelate 1,5 mL, dan Ascorbic
Acid 1,76 mL kemudian di aduk rata lalu dimasukkan kedalam sampel air, setelah
tercampur rata ambil sampel sebanyak 5 mL dan hitung menggunakan
petraganometer. Pada minggu ke-1 nilai fosfat menunjukkan angka 0,008, pada
minggu ke-2 nilai fosfat mengalami penurunan yaitu 0,003, pada minggu ke 3
fosfat menunjukan angka 0,018, minggu ke -4 fosfat menunjukkan angka 0,10.
Hasil pengamatan niai fosfat dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14. Grafik pengukuran Nilai Fosfat

4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit


Penyebab kegagalan budidaya Caulerpa sp adalah masalah hama dan
penyakit. Hama adalah segala jenis hewan/ binatang yang berpotensi merusak
tumbuhan serta merugikan manusia dari segi ekonomi, utuk hama masih sering

20
ditemukan yaitu ikan baronang, cara untuk menangulangi hama tersebut yaitu
dengan cara pemasangan jaring di pintu masuk saluran air (Inlet).
Penyakit adalah sebuah kondisi dimana tanaman tersebut terganggu ataupun
terhambat yang mana penyebabnya juga bisa dari hama dan Fluktuasi kondisi
lingkungan akan berpengaruh pada faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut. Rumput laut yang lemah akan mudah terpapar penyakit
ice-ice (Jailani et al., 2011). Penyakit ice-ice merupakan penyakit yang
disebabkan adanya fluktuasi pada faktor lingkungan. Penyakit ini akan
menginfeksi rumput laut yang tengah stress karena perubahan lingkungan yang
drastic, ketika stress rumput laut akan melemah, sehingga akan mudah terpapar
ice-ice. Kondisi stres tersebut akan mengakibatkan rumput laut lemas, dan mudah
patah. ketika patah akan mengeluarkan lendir yang akan mengundang infeksi
bakteri pantogen yang mengakibatkan ice-ice. Untuk selama saya pkl Caulerpa sp
di BBPBAP Jepara belum pernah menemukan Caulerpa sp terserang oleh
penyakit ice-ice. Di BBPBAP Jepara ini untuk mengantisipasi penyakit ice-ice
dilakukan pergantian air secara rutin.berdasarkan wawancara dengan bapak Yoto
penyakit ice-ice biasanya terdapat pada Cottoni.

4.6 Panen dan Pasca Panen


4.6.1 Panen

Panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil dari budidaya yang kita


lakukan. Panen biasanya dilakukan antara pukul 08:00-10:00 WIB untuk
menghindari panas matahari. Budidaya Caulerpa sp dari awal penebaran hingga
panen memerlukan waktu selama 40 Hari dan hanya dibudidayakan ketika musim
kemarau. Pemanenan dilakukan tidak secara menyeluruh atau total dikarenakan
rumput laut pertumbuhannya cepat. Pemanenan juga dilakukan sesuai dengan
permintaan konsumen. Saat pemanenan berlangsung di perlukan waring dan juga
bak untuk penampungan, pemanenan dilakukan dengan cara menyerok Caulerpa
sp menggunakan kedua tangan agar akar Caulerpa sp tidak lepas dari batang
sehingga tidak mengalami kematian pada Caulerpa sp. yang telah di panen tidak
diperkenankan diberi air tawar karena akan langsug layu dan tidak segar sehingga
akan berengaruh pada nilai jualnya.

21
4.6.2 Pasca Panen

Pasca panen merupakan upaya strategis dalam rangka mendukung


peningkatan produksi hasil panen. Setelah panen selesai dilakukan packing atau
pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan Sterofoam sesuai
dengan ukuran atau jumlah pemesanan. Tujuan digunakanya Sterofoam yaitu
untuk mengurangi resiko kerugian akibat kerusakan Caulerpa sp kegiatan
pengemasan dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Kegiatan pasca panen


Pengemasan biasanya dilakukan di rumah jaga tambak Caulerpa sp
pengemasan dilakukan setelah kegiatan pemanenan selesai. Setelah pengemasan
selesai biasanya Caulerpa sp dikirimkan melalui kendaraan umum seperti Bus
atau Travel untuk jarak jauh. Sedangkan pengiriman jarak dekat cukup
menggunaan karung atau kresek. Hasil panen dalam 1 petak selama 1 siklus
sebanyak 3,360 kg.
4.2.1 Perbandingan Metode Sebar dan Metode Gantung pada Budidaya
Caulerpa
A. Metode sebar
Metode sebar yaitu metode budidaya dengan cara membenamkan caulerpa
di dasar tanah yang kemudian kelamaan akar caulerpa tumbuh merekat di dasar
tanah/lumpur. Metode ini menggunakan happa sebagai pagar untuk membatasi
caulerpa yang saya budidayakan sendiri. Caulerpa yang digunakan yaitu jenis
Racemossa dengan lebar 1 m x 1 m dengan padat tebar 321 gr, jenis Lentillifera

22
dengan lebar 1 m x 1 m dengan padat tebar 200 gr. Pertumbuhannya tidak stabil,
dikarenakan ada berberapa faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu pada
kualitas Air. Dari hasil sampling pada minggu ke 1-4 Caulerpa sp kelebihan
menggunakan metode sebar ini memudahkan para pembudidaya Caulerpa dalam
kegiatan budidaya karena dengan metode sebar pembudidaya tidak memerlukan
banyak peralatan akan tetapi saat musim penghujan metode sebar kurang tepat
untuk digunakan untuk budidaya karena pertumbuan Caulerpa akan terhambat.
Penanaman Caulerpa sp dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. PenebaranCaulerpa

Tabel 4. Pengukuran Laju Pertumbuhan bobot Caulerpa dengan metode sebar

Minggu Minggu Minggu Minggu


Jenis Caulerpa 1 2 3 4
Racemossa 77 29 6 -5
Lentillifera 211 -20 -16 79

Tabel 5. Pengukuran Laju Pertumbuhan panjang Caulerpa dengan metode sebar

Minggu Minggu Minggu Mingg


Jenis Caulerpa 1 2 3 u4
Racemossa 0 -9 1,5 -16,5
Lentillifera 1 3 -5 0

B. Metode gantung

23
Metode budidaya dengan mengatungkan bahan menggunakan besek di
permukaan air dan memberi substrat berupa lumpur berpasir sebagai media untuk
tumbuhnya Caulerpa. Cara budidaya dengan metode gantung dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8. Uji coba dengan menggunakan metode gantung


Metode gantung ini hanya saya pergunakan sebagai percobaan yang
digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan caulerpa yang
menggunakan metode sebar. Caulerpa yang menggunakan metode gantung saya
hanya menggunakan 2 jenis caulerpa yaitu lentillifera dan racemossa untuk berat
lentillifera yaitu dengan sebar awal 20 gr dan racemossa masing masing 20 gr.
Metode gantung ini memiliki kelebihan dalam hal perawatannya, dan juga saat
musim penghujan pertumbuhannya tidak terganggu.

4.4 Pertumbuhan Caulerpa


Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, volume, berat pada
suatu oeganisme dalam waktu tertentu. Pertumbuhan Caulerpa sp. Dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktr internal antara lain bagian thallus, umur, dan jenis.
Sedangkan faktor eksternal antara lain keadaan lingkungan fisik da kimiawi
perairan (Mamang, 2008).
Sampling adalah kegiatan mengambil sejumlah populasi dari komoditas
tersebut. Sampling dilakukan bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan
mingguan dan mengetahui bobot dan juga panjang Caulerpa yang dipelihara.
Sampling Caulerpa sp di BBPBAP Jepara ini dilakukan seminggu sekali selama
empat minggu.

24
Dari hasil wawancara dengan bapak Yoto selaku Teknisi lapangan budidaya
Caulerpa sp. lokasi tambak yang digunakan untuk pertumbuhan Caulerpa sp di
BBPBAP Jepara hampir sama dengan di laut lepas. Kegiatan sampling dapat
dilihat pada gambar 15, sedangkan untuk hasil pengukuran pertumbuhan
Caulerpa sp dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 15. Kegiatan sampling

Tabel 6. Pengukuran Laju Pertumbuhan bobot Caulerpa dengan metode Gantung

Pengamatan hari ke-


Minggu Minggu Minggu Minggu
Jenis Caulerpa 1 2 3 4
Racemossa 20 6 3 -17
Lentillifera -25 1 3 -2

Tabel 7. hasil Pengukuran Pertumbuan Panjang Caulerpa dengan metode gantung


Pengamatan hari ke-
Jenis Caulerpa 7 14 21 28
Racemossa 3 cm 4 2 4
Lentillifera 5 5 2,5 1,5

4.7 Analisa Usaha


Biaya Tetap
Biaya tetap adalah pengeluaran bisnis yang tidak bergantung pada tingkat
barang atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut, pengeluaran ini berkaitan
dengan waktu, seperti gaji atau biaya sewa yang dibayar setiap bulan dan sering

25
disebut sebagai pengeluaran tambahan (Hendra. 2016). Biaya tetap pada kegiatan
budidaya Caulerpa sp dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Biaya Tetap


No Keterangan Jumlah Harga satuan Jumlah (Rp)
Sewa tempat dan
1. 5.000.000/ 1 bulan Rp 5.000.000
listrik
2. Tenaga kerja 2 Rp35.000/hr/1 siklus Rp 2.100.000
3. Pompa Air 2 Rp 3.000.000 Rp. 6.000.000
4. Plastik HDPE 243 m Rp. 23.000 Rp. 5.589.000
5. Sterofoam besar 2 Rp. 60.000 Rp. 120.000
6. Ember bak 2 Rp. 15.000 Rp. 30.000
7. Gunting 1 Rp. 5.000 Rp. 5.000
8. Waring 100 M Rp. 4.000 Rp. 400.000
9. Paralon 8inc 4M Rp. 320.000 Rp. 1.280.000
10. Tali nilon 1,5 kg Rp. 50.000 Rp. 75.000
11. Bambu 20 Rp. 25.000 Rp. 500.000
Total Biaya Rp 21.099.000

Biaya Variabel
Biaya Variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan oleh balai untuk
melakukan proses produksi dan nilainya tergantung pada volume produksi
(Hendra. 2016). Biaya variable dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Biaya Variabel
No Keterangan Jumlah Harga satuan Jumlah (Rp)
1. Bibit Caulerpa sp 100 kg 25.000 2.500.000
2. Lakban bening 2 8.000 16.000
3. Tali Rafia 1 gulung 15.000 15.000
4. Pupuk petroganik 12 Karung 20.000 240.000

26
5. Molase 100 Kg(20kg) 6.000 600.000
6. Pupuk NPK 4 karung(20 kg) 180.000 600.000
7. Karung 140 lembar 1.000 140.000
Total Biaya Variabel Rp 4.111.000

Biaya Total
Biaya total merupakan total biaya produksi dan biaya operasional yang
dikeluarkan selama produksi 1 bulan.
Total Biaya Produksi
= Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 21.099.000 + Rp 4.111.000
= Rp 25.210.000

Penerimaan dan Keuntungan


A Penerimaan
Penerimaan merupakan sejumlah uang yang diterima dari hasil penjualan
produk. Penerimaan total dalam analisis usaha dihitung dalam satu bulan dengan
perencanaan produksi selama 10 bulan.
Penerimaan = Volume Produksi x Harga Jual
= 3.360kg x Rp 20.000/ kg
= Rp 67.200.000
B Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dengan total biaya
produksi (Biaya Operasional). Keuntungan diperoleh jika selisih antara
pendapatan dengan total biaya adalah positif (Hendra. 2016).
Keuntungan = Penerimaan – Total Biaya Produksi
= Rp 67.200,000 – Rp 25.210.000
= Rp 41.990.000

Return on Investment (ROI)

27
ROI merupakan pengembalian atas investasi dari hasil bagi antara
keuntungan usaha dengan biaya total produksi yang dinyatakan dalam persen.
Rumus ROI sebagai berikut (Yunita I. 2017).
ROI =Keuntungan : Total Biaya x 100%
= Rp 41.990.000 : Rp 25.210.000 x 100%
= 1,66%
Kriteria ROI :
- Jika ROI > 1 (tingkat suku bunga yang belaku ), maka usaha layak diusahakan.
- Jika ROI < 1 (tingkat suku bunga yang berlaku), maka usaha tidak layak
diusahakan ( Soekartawi, 2006).

Benefit/Cost Ratio
Benefit/Cost Ratio merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat
kelayakan di dalam proses produksi usahatani. (Soekartawi, 2006).
Benefit Cost Ratio (B/C) = B:C
= Rp 41.990.000 : Rp 25.210.000
= 1,66
Jika B/C Ratio > 0, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan
atau prospek untuk dikembangkan. Jika B/C Ratio < 0, maka usaha tersebut
mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C
Ratio = 0 maka usaha berada pada titik impas (Break Event Point).

Break Event Point


Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi
atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak untung atau
rugi (Hendra. 2016).
Analisis Breek Event Point ( BEP Harga) atau Titik Impas
= Total Biaya : Total Produksi
= Rp. 25.210.000 : 3,360 kg
= Rp. 7.500/kg
Analisis Breek Event Point (BEP Produksi) atau Titik Impas
= Total Biaya : Harga Penjualan

28
= Rp 25.210.000 : 20.000
= 1,260 kg

R/C Ratio
R/C Ratio adalah perbandingan revenue (penerimaan) dan cost (biaya)
merupakan parameter yang digunakan untuk meng analisis kelayakan suatu usaha.
Rasio tersebut menentukan nilai rupiah yang diterima dengan nilai rupiah yang
dikeluarkan sebagai biaya.
R/c Ratio = Penerimaan : Total Biaya Produksi
= Rp 67.200.000 : Rp 25.210.000
= 2,66

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari Praktik Kerja Lapang IV dapat di ambil kesimpulannya yaitu:

 Caulerpa sp yang ada di BBPBAP Jepara menggunakan teknik budidaya


metode sebar atau disebut dengan metode Bottom Ground Line .
 Permasalahan yang terjadi pada budidaya Caulerpa sp yaitu apabila salinitas
air di tambak tinggi lebih dari 40 ppm Caulerpa sp masih tetap bertahan hidup
akan tetapi tidak mengalami pertumbuhan.
 Untuk pemanenan Caulerpa sp Biasanya dilakukan di pagi hari antara Pukul
08:00 sd Selesai untuk pemanenanya sendiri dengan cara manual yaitu teknisi
turun langsung ke tambak dan mengambil Caulerpa sp dengan kedua tangan
secara hati-hati.
 Pengemasan dilakukan dengan menggunakan 2 media yaitu dengan
menggunakan Sterofoam di dalamnya dilapisi dengan daun pisang untuk
menjaga Caulerpa sp agar tetap segar saat pengiriman, sedangkan penggunaan
Sterofoam sendiri bertujuan untuk melindungi Caulerpa sp agar tidak hancur
dan terkena sinar matahari (untuk menghindari layunya Caulerpa sp packing
dengan menggunakan Sterofoam biasanya digunakan untuk pengiriman jarak
jauh. Sedangkan Packing jarak dekat cukup menggunakan karung atau kantong
kresek.

5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan untuk BBPBAP Jepara yaitu:

30
 BBPBAP Jepara Untuk alat-alat yang digunakan untuk pengemasan sebaiknya
di siapkan sebagai stok untuk pemanenan dadakan, seperti Sterofoam, lakban
Bening agar memudahkan dalam kegiatan Packing.
 Untuk molase dan juga pupuk Petroganik dan sebagainya sebaiknya
menyimpan juga di rumah jaga untuk bersiaga apabila kualitas air maupun
tanah tiba-tiba menurun ataupun meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., Zatnikaa, A., Purwoto, H., Istini, S. 2006. Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya
Anwar, O. L., Bubun, L. R., Rosmawati. (2016). Manfaat Anggur Laut (Anggur
laut racemosa) dan Penanganannya dengan Melibatkan Masyarakat Pantai
di Desa Rumba-Rumba. Seminar Nasional dan Gelar Produk. Fakultas
Perikanan Universitas Muhamadiyah. Kendari. 12-13
Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta:Penerbit Kanisus
Direktorat jendral Perikanan Budidaya. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia.
Dpartemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Ditjenkan Budidaya. 2005. Identifikasi dan Pemetaan Pengembangan Budidaya
Rumput Laut di Wilayah Coremap II Ksbupaten Bintan. Laporan Akhir.
E.Perryman, Imran Lapong, Akhmad Mustafa, Rosiana Sabang, Michael A.
Rimmer, 2017. Potential of Metal Contamination to Affect the Food Safety
of Seaweed (Caulerpa spp.) Cultured in Coastal Ponds in Sulawesi,
Indonesia, Aquaculture Reports, Volume 5,Pages 27-33
Hanafi, A. 2007. Teknik Produksi Anggur Laut (Caulerpa racemossa), Prosiding
Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta: LIPI
Hendra. 2016. Teknik Manajemen Pembenihan Ikan Mas Merah Najawa
(Cyprinus Carpio L). Jember. Politeknik Negeri Jember.
Hui, G., Zhongmin S., Delin D. 2014. Effect of Temperature, Iradiance on the
Growth of the Green Algae Caulerpa lentillifera (Bryopsidophyceae,
Chlorophyta). Chinese Journal Aplied Phycology.
Irfan (2015). Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa lentillifera Pada Substrat dan
Kedalaman Yang Berbeda dalam Wadah Terkontrol (Skripsi). Palu:
Universitas Tadulako

31
Iskandar, N. S. (2015). Pengaruh Bobot Awal yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Anggur Laut Lentifera yang Dibudidayakan Dengan Metode
Longline di tambak bandengan, Jepara. Program Studi Budidaya Perairan,
Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jurnal
Aquacultur. Vol. 4 No.4, 34-50.
Moris. (2014). Supply Chain and Marketing of Sea Grapes, Anggur laut racemosa
(Forsskal) J. Agardh (Clorophyta: Anggur lautceae) In Fiji, Samoa and
Tonga. Vol. 26, 783-789.
Nybakken, J. W. (1988). Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta:
Gramedia.
Soegiarto et.al 1978. Pertumbuhan Alga Laut Euchema Spinosum pada Berbagai
Kedalaman di Goba Pulau Pari. Oseanoligi di Indonesia.
Sunaryo, S.,Ario, R., M Fachrul A,S., 2015. Studi Tentang Perbedaan Metode
Budidaya Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa Jurnal Kelautan
Tropis 18 (1).
Venugopal, S. 2010. Food and Nutrition Departemen, Faculty of Family and
Cummunity.
Waluyo, Lud. (2013). Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.
Yudasmara. (2014). Budidaya anggur laut ( Caulerpa racemosa) Melalui Media
Tanam Rigid Quadrant Nets Berbahan Bamboo. Jurusan Budidaya Kelautan
Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal sains dan teknologi.
Vol.3.No.2.468-47.

32
Lampiran 1
Alat dan Bahan Budidaya Caulerpa sp.

33
34
35

Anda mungkin juga menyukai