PENDAHULUAN
Salah satu jenis rumput laut yang pemanfaatan maupun budidayanya belum
banyak dilakukan yakni rumput laut jenis anggur laut. Anggur laut merupakan
salah satu jenis alga hijau yang hidup menyebar dibeberapa perairan Indonesia
(Anwar, 2016). Caulerpa ini bentuk dan rasanya menyerupai telur ikan Caviar,
sehingga dikenal sebagai”green caviar”. Menurut Sunaryo et al (2015) rumput
laut termasuk jenis tanaman sederhana karena pada tanaman ini tidak dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun sejati. Seluruh bagian rumput laut
Caulerpa sp terdiri atas assimilator dan ramuli yang membentuk bulatan-bulatan
seperti buah anggur.
Distribusi dari rumput laut jenis Caulerpa racemosa ini tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis, seperti Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia,
Thailand, Taiwan, Cina, Indonesia, dan daerah barat perairan. Jenis ini sangat kuat
melekat pada substrat karena akarnya kokoh dan bercabang pendek. Caulerpa
racemosa tumbuh bergerombol atau berumpun oleh karena itu sering disebut
sebagai anggur laut. Keberadaannya dapat dijumpai di paparan terumbu karang
dengan kedalaman hingga 200 m. Di Indonesia teknik budidaya Caulerpa ini
1
dilakukan dengan caramembenamkannya ke dalam substrat tanah seperti sistem
menanam padi pada areal/lahan bekas tambak atau mengadopsi teknik budidaya
seperti halnya di Jepang.
Caulerpa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk obat anti
jamur (Yudasmara, 2014) Di Indonesia, Caulerpa sp dimanfaatkan sebagai bahan
makanan dengan cara dimakan mentah sebagai lalapan, urap atau sebagai sayur,
selain dapat dimanfaatkan lebih luas dalam bidang pangan, penelitian lain juga
menyebutkan bahwa anggur laut ini dapat dimanfaatkan di sektor non pangan
khususnya pada proses bioremediasi, oleh karena itu, penulis ingin mengetahui
teknik Budidaya Anggur laut Caulerpa sp di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Jepara sebagai Tempat Praktik Kerja Lapang IV.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang IV adalah :
1. Mengetahui perbandingan teknik budidaya anggur laut Caulerpa sp antara
metode gantung dengan metode sebar.
2. Mengetahui kendala atau permasalahan yang terjadi pada teknik budidaya
anggur laut Caulerpa sp
3. Mengetahui cara pemanenan anggur laut Caulerpa sp
4. Mengetahui cara pengemasan anggur laut Caulerpa sp
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Morfologi
Nama ilmiah anggur laut adalah Caulerpa sp disebut anggur laut karena
memiliki bentuk yang mirip dengan buah anggur. Penamaan lokal untuk Caulerpa
sp juga beragam, ada yang menyebut Latoh, Latok, Lawi-lawi dan Lelatu.
Caulerpa sp adalah golongan alga hijau, thallus (cabang) berbentuk lembaran,
batang dan bulatan, berstruktur lembut sampai keras dan Siphonous. Rumpun
terbentuk dari berbagai ragam percabangan, mulai dari sederhana sampai yang
kompleks seperti yang terlihat pada tumbuhan tingkat tinggi, ada yang tampak
seperti akar, batang dan daun (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 2009).
3
Spesies Caulerpa sp mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon
sehingga dimasukkan sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa).
Holdfast yang terdapat menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada
substrat. Alga ini terdiri dari banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai
pada pantai yang memiliki rataan terumbu karang. (Sunaryo et al, 2015) Rumput
laut termasuk jenis tanaman sederhana karena pada pada tanaman ini tidak dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun sejati. Seluruh bagian rumput laut
Caulerpa sp terdiri atas assimilator dan ramuli yang membentuk bulatan-bulatan
seperti buah anggur.
4
2.2 Tinjauan Umum Perusahaan
2.2.1 Letak Geografis dan Keadaan Sekitar BBPBAP Jepara
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki luas
area 64,5472 Hektar. Luas 10 Hektar terdiri dari komplek perkantoran,
perumahan, asrama, unit pembenihan, lapangan olah raga dan laboratorium.
Sebagian area merupakan pertambakan dengan luas 54, 5472 hektar.
5
windu (Penaeus monodon) dari proses kematangan telur (gonad), perkembangan
larva hingga dewasa secara terkendali untuk selanjutnya dibudidayakan di
tambak.
Pada tahun 1978 berdasarkan SK Mentri Pertanian RI No. :306/Kpts/Org
/5/1978 tentang susunan organisasi dan tata laksana balai, telah diatur dan
ditetapkan lembaga yang semula bernama Research Center Udang menjadi Balai
Budidaya Air Payau (BBAP). BBAP Jepara ini merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jendral Perikanan, Departemen
Pertanian. Visi BBPBAP Jepara yaitu “Mewujudkan Sektor Kelautan dan
Perikanan Indonesia Yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasis Kepentingan
Nasional” sedangkan Misinya yaitu “Kedaulatan, Berkelanjutan dan
Kesejahteraan”
Pada periode ini BBAP Jepara telah berhasil menorehkan prestasi gemilang
yang menjadi pendorog bagi perkembangan industri udang nasional. Seiring
dengan meningkatnya peran dan fungsi dalam pelaksaan tugas serta beban kerja,
maka berdasarkan SK Mentri Kelautan dan Perikanan No. 26C/MEN/2001
Menetapkan lembaga ini menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara. Pada tahun 2014 berdasarkan SK Mentri Kelautan dan
Perikanan No.6/PERMEN-KP/2014 telah dilaksanakan perubahan nama menjadi
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.
6
Gambar 3. Susunan Organisasi BBPBAP Jepara
7
BAB III
METODOLOGI
Praktik Kerja Lapang IV ini di laksanakan selama 40 hari yaitu mulai dari
tanggal 11 November s/d 21 Desember 2019 yang bertempat di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara, Jawa Tengah. BBPBAP Jepara
mempunyai tugas untuk melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik
pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian dan
pelestarian lingkungan budidaya. Tugas pokok dari BBPBAP Jepara adalah
sebagai berikut “Melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama, pengelolaan
produksi, pengujian laboratorium (mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan
lingkungan) serta bimbingan teknis perikanan budidaya air payau”.
8
11 DO Meter Untuk mengukur suhu, Oksigen terlarut
9
3.4 Metode Perolehan Data
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Berikut ada berberapa aspek yang harus dilakukan saat kegiatan persiapan
kolam diantaranya adalah:
Lokasi kolam budidaya berada di daerah pasang surut dan dekat dengan sumber
air tawar agar memudahkan untuk pergantian air atau sirkulasi dan untuk
menurunkan atau menaikkan Salinitas.
Dasar tambak pasir berlumpur yang digunakan sebagai substrat pertumbuhan
Gelombang dan arus tambak tidak terlalu besar agar tidak mengakibatkan
kematian pada Caulerpa
Lokasi budidaya jauh dari lokasi industri agar bebas dari pencemaran limbah.
Kadar garam atau Salinitas berkisar 15-30 ppt.
Suhu air antara 26-33 ℃
pH berkisar antara 6-9
Dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk
12
4.1.3 Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah pemberian saponin pada hama. Pemupukan
dilakukan dengan pemberian pupuk Petroganik (pupuk kandang) sebanyak
100kg/ha dan Molase sebanyak 8 kg, kemudian ditunggu selama 1 minggu.
Kegiatan pemupukan kolam budidaya dapat dilihat pada Gambar 6.
13
-Kadar air: 8;20% simpan air
-Cocok untuk semua jenis tanaman
Molase -Air 25% -Sangat baik untuk tanah dalam
-Gula 62% hubungannya dengan pupuk organik
-Abu 8% lebih stabil.
-Organic Non Sugar 5%
4.2.2 Pemeliharaan
Pemeliharaan atau disebut dengan perawatan hal yang harus dilakukan
dalam metode Budidaya. Budidaya Caulerpa kuncinya terdapat pada kualitas air,
apabila kualitas menurun perlu di tambahkan salinitasnya dengan cara mengisi air
Tambak. Setiap 2 minggu sekali perlu dilakukan penjarangan untuk meratakan
Caulerpa sp agar tidak mengalami kepadatan karena pertumbuhan Cauleroa sp
cepat.
14
4.3 Parameter Kualitas Air
Praktik Kerja Lapang ini parameter kualitas air yang kami ukur setiap satu
minggu sekali antara lain Suhu, pH,DO, Salinitas, Nitrit, Fosfat. Parameter
tersebut sangan penting untuk diamati, karena merupakan faktor terpenting untuk
mendukung pertumbuhan Caulerpa dan sebagai indikasi adanya penyakit pada
Caulerpa. Parameter kualitas air dapat dilihat pada Gambar 9.
A. Suhu
15
B. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangan berpengaruh terhadap pertumb
uhan dan perkembangan Caulerpa sp karena akan berpengaruh langsung terhadap
proses metabolismenya. Suhu yang terlalu tinggi akan akan
menyebabkanCaulerpa sp memperlambat proses pertumbuhannya akibat
menurunnya kerja enzim dan cepat mengalami pemutihan thalus dan lepasnya
50
Suhu
40
30
20
10
0
11/20/2019 11/27/2019 12/4/2019 12/11/2019
ramuli (Hanafi, 2007). Suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Parameter
suhu dapat dilihat pada Gambar 10.
C. Salinitas
Pengukuran salinitas perairan tambak Caulerpa di BBPBAP Jepara ini
dilakukan setiap 1 minggu sekali dan dilakukan di pagi hari selama 4 minggu
16
dengan selang waktu 7 hari sekali. Salinitas pada minggu ke 1 menunjukkan 40
ppt, pada minggu ke 2 salinitas air kolam menunjjukan angka 35 ppt salinitas
mengalami penurunan karena terjadi hujan di minggu ke 2, salinitas di minggu ke
3 salinitas menunjukkan angka 39 ppt, Berdasarkan waawancara dengan bapak
Yoto bahwa Caulerpa sp. dapat tumbuh dalam kisaran 25-30 ppt. Sedangkan
apabila Caulerpa sp berada di salinitas di bawah 25 ppt Caulerpa sp tetap hidup
tetapi tidak mengalami pertumbuhan. Menurut Nybakken (2005), perubahan
salinitas pada zona intertidal dapat menimbulkan masalah tekanan osmotik bagi
organisme yang hidup di daerah intertidal (daerah pasang surut). Parameter
salinitas air dapat dilihat pada gambar 11.
17
nilai pH air tambak Caulerpa sp Di BBPBAP Jepara ini sesuai untuk dilakukan
kegiatan budidaya Caulerpa sp yang berkisar antara 6,5-8,5 (SNI,2013). pH air
pada tamabk dapat dilihat pada grafik 3. Arini (2011), berpendapat bahwa proses
penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tanah umumnya dapat berjalan
lancar apabila pH mendekati netral-alkalis (6-8). Apabila pH dalam keadaan
terlalu asam maka proses penguraian bahan organik menjadi tidak sempurna.
Gambar pengukuran pH air dapat dilihat pada gambar 12.
18
pertumbuhan Caulerpa sp yaitu antar 3-9 mg/l. DO air pada kolam budidaya
dapat dilihat pada Gambar 13.
F. Pengecekan Nitrit
Menurut Waluyo (2013), proses nitrifikasi terjadi apabila terdapat nitrogen
di perairan. Amonia sebagai senyawa bebas pada proses pemecahan protein
membantu sebagai sumber nitrogen pada sejumlah tumbuhan. Bakteri nitrit dalam
memecahkan protein memperoleh energi dari adanya oksigen, dari proses tersebut
amonia dioksidasi menjadi nitrit. Denitrifikasi umumnya lebih banyak terjadi pada
air yang tenang (Waluyo, 2013).
Pengecekan Nitrit dilakukan selama 4 kali selama PKL. Pengecekan
dilakukan di pagi hari. Pengecekan Nitrit dilakukan setelah mengecek Suhu, DO,
pH, dan Salinitas. Pengecekan nitrit dilakukan dengan menggunakan larutan
Sulfanilamide dan NED sebanyak masing-masing 1 mL Yang dimasukkan dalam
larutan sampel air kolam sebanyak 50 ML, setelah mengetahui warna pada air
kolam berubah menjadi warna pink kemudian mengambil sampel sebanyak 5 mL
yang dimasukkan kedalam petraganometer untuk mengetahui nilai nitritnya. Pada
minggu ke -1 nitrit menunjukkan angka 0,000, pada minggu ke-2 nitrit air tambak
menunjukan angka 0,000, pada minggu ke 3 nitrit menunjukkan angka 0,000, dan
minggu ke 4 0,000. Berdasarkan pernyataan bapak faisal Nitrit di BBPBAP Jepara
khususnya di kolam budidaya Caulerpa sp lebih sering menunjukkan angka
0,000.
19
G. Pengecekan Fosfat
Pengecekan Fosfat dilakukan selama 4 kali selama PKL. Pengecekan
dilakukan di pagi hari. Pengecekan Fosfat dilakukan setelah mengecek Suhu, DO,
pH, dan Salinitas. Pengecekan fosfat tidak jauh beda dengan mengecek nitit hanya
saja larutan yang digunakan berbeda, yang harus dilakukan yaitu dengan
menyatukan larutan kedalam gelas ukur yang terdiri H2SO4 1 mL, Potassium
Anti Monyl Tortat 0,5 Ml, Amunium Hepta Molybelate 1,5 mL, dan Ascorbic
Acid 1,76 mL kemudian di aduk rata lalu dimasukkan kedalam sampel air, setelah
tercampur rata ambil sampel sebanyak 5 mL dan hitung menggunakan
petraganometer. Pada minggu ke-1 nilai fosfat menunjukkan angka 0,008, pada
minggu ke-2 nilai fosfat mengalami penurunan yaitu 0,003, pada minggu ke 3
fosfat menunjukan angka 0,018, minggu ke -4 fosfat menunjukkan angka 0,10.
Hasil pengamatan niai fosfat dapat dilihat pada gambar 14.
20
ditemukan yaitu ikan baronang, cara untuk menangulangi hama tersebut yaitu
dengan cara pemasangan jaring di pintu masuk saluran air (Inlet).
Penyakit adalah sebuah kondisi dimana tanaman tersebut terganggu ataupun
terhambat yang mana penyebabnya juga bisa dari hama dan Fluktuasi kondisi
lingkungan akan berpengaruh pada faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut. Rumput laut yang lemah akan mudah terpapar penyakit
ice-ice (Jailani et al., 2011). Penyakit ice-ice merupakan penyakit yang
disebabkan adanya fluktuasi pada faktor lingkungan. Penyakit ini akan
menginfeksi rumput laut yang tengah stress karena perubahan lingkungan yang
drastic, ketika stress rumput laut akan melemah, sehingga akan mudah terpapar
ice-ice. Kondisi stres tersebut akan mengakibatkan rumput laut lemas, dan mudah
patah. ketika patah akan mengeluarkan lendir yang akan mengundang infeksi
bakteri pantogen yang mengakibatkan ice-ice. Untuk selama saya pkl Caulerpa sp
di BBPBAP Jepara belum pernah menemukan Caulerpa sp terserang oleh
penyakit ice-ice. Di BBPBAP Jepara ini untuk mengantisipasi penyakit ice-ice
dilakukan pergantian air secara rutin.berdasarkan wawancara dengan bapak Yoto
penyakit ice-ice biasanya terdapat pada Cottoni.
21
4.6.2 Pasca Panen
22
dengan lebar 1 m x 1 m dengan padat tebar 200 gr. Pertumbuhannya tidak stabil,
dikarenakan ada berberapa faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu pada
kualitas Air. Dari hasil sampling pada minggu ke 1-4 Caulerpa sp kelebihan
menggunakan metode sebar ini memudahkan para pembudidaya Caulerpa dalam
kegiatan budidaya karena dengan metode sebar pembudidaya tidak memerlukan
banyak peralatan akan tetapi saat musim penghujan metode sebar kurang tepat
untuk digunakan untuk budidaya karena pertumbuan Caulerpa akan terhambat.
Penanaman Caulerpa sp dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. PenebaranCaulerpa
B. Metode gantung
23
Metode budidaya dengan mengatungkan bahan menggunakan besek di
permukaan air dan memberi substrat berupa lumpur berpasir sebagai media untuk
tumbuhnya Caulerpa. Cara budidaya dengan metode gantung dapat dilihat pada
Gambar 8.
24
Dari hasil wawancara dengan bapak Yoto selaku Teknisi lapangan budidaya
Caulerpa sp. lokasi tambak yang digunakan untuk pertumbuhan Caulerpa sp di
BBPBAP Jepara hampir sama dengan di laut lepas. Kegiatan sampling dapat
dilihat pada gambar 15, sedangkan untuk hasil pengukuran pertumbuhan
Caulerpa sp dapat dilihat pada Tabel 4.
25
disebut sebagai pengeluaran tambahan (Hendra. 2016). Biaya tetap pada kegiatan
budidaya Caulerpa sp dapat dilihat pada Tabel 5
Biaya Variabel
Biaya Variabel adalah biaya yang hanya dikeluarkan oleh balai untuk
melakukan proses produksi dan nilainya tergantung pada volume produksi
(Hendra. 2016). Biaya variable dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Biaya Variabel
No Keterangan Jumlah Harga satuan Jumlah (Rp)
1. Bibit Caulerpa sp 100 kg 25.000 2.500.000
2. Lakban bening 2 8.000 16.000
3. Tali Rafia 1 gulung 15.000 15.000
4. Pupuk petroganik 12 Karung 20.000 240.000
26
5. Molase 100 Kg(20kg) 6.000 600.000
6. Pupuk NPK 4 karung(20 kg) 180.000 600.000
7. Karung 140 lembar 1.000 140.000
Total Biaya Variabel Rp 4.111.000
Biaya Total
Biaya total merupakan total biaya produksi dan biaya operasional yang
dikeluarkan selama produksi 1 bulan.
Total Biaya Produksi
= Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp 21.099.000 + Rp 4.111.000
= Rp 25.210.000
27
ROI merupakan pengembalian atas investasi dari hasil bagi antara
keuntungan usaha dengan biaya total produksi yang dinyatakan dalam persen.
Rumus ROI sebagai berikut (Yunita I. 2017).
ROI =Keuntungan : Total Biaya x 100%
= Rp 41.990.000 : Rp 25.210.000 x 100%
= 1,66%
Kriteria ROI :
- Jika ROI > 1 (tingkat suku bunga yang belaku ), maka usaha layak diusahakan.
- Jika ROI < 1 (tingkat suku bunga yang berlaku), maka usaha tidak layak
diusahakan ( Soekartawi, 2006).
Benefit/Cost Ratio
Benefit/Cost Ratio merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat
kelayakan di dalam proses produksi usahatani. (Soekartawi, 2006).
Benefit Cost Ratio (B/C) = B:C
= Rp 41.990.000 : Rp 25.210.000
= 1,66
Jika B/C Ratio > 0, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan
atau prospek untuk dikembangkan. Jika B/C Ratio < 0, maka usaha tersebut
mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika B/C
Ratio = 0 maka usaha berada pada titik impas (Break Event Point).
28
= Rp 25.210.000 : 20.000
= 1,260 kg
R/C Ratio
R/C Ratio adalah perbandingan revenue (penerimaan) dan cost (biaya)
merupakan parameter yang digunakan untuk meng analisis kelayakan suatu usaha.
Rasio tersebut menentukan nilai rupiah yang diterima dengan nilai rupiah yang
dikeluarkan sebagai biaya.
R/c Ratio = Penerimaan : Total Biaya Produksi
= Rp 67.200.000 : Rp 25.210.000
= 2,66
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari Praktik Kerja Lapang IV dapat di ambil kesimpulannya yaitu:
5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan untuk BBPBAP Jepara yaitu:
30
BBPBAP Jepara Untuk alat-alat yang digunakan untuk pengemasan sebaiknya
di siapkan sebagai stok untuk pemanenan dadakan, seperti Sterofoam, lakban
Bening agar memudahkan dalam kegiatan Packing.
Untuk molase dan juga pupuk Petroganik dan sebagainya sebaiknya
menyimpan juga di rumah jaga untuk bersiaga apabila kualitas air maupun
tanah tiba-tiba menurun ataupun meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., Zatnikaa, A., Purwoto, H., Istini, S. 2006. Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya
Anwar, O. L., Bubun, L. R., Rosmawati. (2016). Manfaat Anggur Laut (Anggur
laut racemosa) dan Penanganannya dengan Melibatkan Masyarakat Pantai
di Desa Rumba-Rumba. Seminar Nasional dan Gelar Produk. Fakultas
Perikanan Universitas Muhamadiyah. Kendari. 12-13
Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta:Penerbit Kanisus
Direktorat jendral Perikanan Budidaya. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia.
Dpartemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Ditjenkan Budidaya. 2005. Identifikasi dan Pemetaan Pengembangan Budidaya
Rumput Laut di Wilayah Coremap II Ksbupaten Bintan. Laporan Akhir.
E.Perryman, Imran Lapong, Akhmad Mustafa, Rosiana Sabang, Michael A.
Rimmer, 2017. Potential of Metal Contamination to Affect the Food Safety
of Seaweed (Caulerpa spp.) Cultured in Coastal Ponds in Sulawesi,
Indonesia, Aquaculture Reports, Volume 5,Pages 27-33
Hanafi, A. 2007. Teknik Produksi Anggur Laut (Caulerpa racemossa), Prosiding
Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta: LIPI
Hendra. 2016. Teknik Manajemen Pembenihan Ikan Mas Merah Najawa
(Cyprinus Carpio L). Jember. Politeknik Negeri Jember.
Hui, G., Zhongmin S., Delin D. 2014. Effect of Temperature, Iradiance on the
Growth of the Green Algae Caulerpa lentillifera (Bryopsidophyceae,
Chlorophyta). Chinese Journal Aplied Phycology.
Irfan (2015). Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa lentillifera Pada Substrat dan
Kedalaman Yang Berbeda dalam Wadah Terkontrol (Skripsi). Palu:
Universitas Tadulako
31
Iskandar, N. S. (2015). Pengaruh Bobot Awal yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Anggur Laut Lentifera yang Dibudidayakan Dengan Metode
Longline di tambak bandengan, Jepara. Program Studi Budidaya Perairan,
Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jurnal
Aquacultur. Vol. 4 No.4, 34-50.
Moris. (2014). Supply Chain and Marketing of Sea Grapes, Anggur laut racemosa
(Forsskal) J. Agardh (Clorophyta: Anggur lautceae) In Fiji, Samoa and
Tonga. Vol. 26, 783-789.
Nybakken, J. W. (1988). Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta:
Gramedia.
Soegiarto et.al 1978. Pertumbuhan Alga Laut Euchema Spinosum pada Berbagai
Kedalaman di Goba Pulau Pari. Oseanoligi di Indonesia.
Sunaryo, S.,Ario, R., M Fachrul A,S., 2015. Studi Tentang Perbedaan Metode
Budidaya Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa Jurnal Kelautan
Tropis 18 (1).
Venugopal, S. 2010. Food and Nutrition Departemen, Faculty of Family and
Cummunity.
Waluyo, Lud. (2013). Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.
Yudasmara. (2014). Budidaya anggur laut ( Caulerpa racemosa) Melalui Media
Tanam Rigid Quadrant Nets Berbahan Bamboo. Jurusan Budidaya Kelautan
Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal sains dan teknologi.
Vol.3.No.2.468-47.
32
Lampiran 1
Alat dan Bahan Budidaya Caulerpa sp.
33
34
35