Anda di halaman 1dari 14

Ahmad Fahmi Labib

2015.02.5.0002

Ahmad Fahmi Labib


2015.025.0002

BAB l
DESKRIPSI

1.1 Klasifikasi
Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang putih (Litopenaeus
vannamei) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum :Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapodas

Subordo : Dendrobrachiata

Familia : Penaeidae

Sub genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

1.2 Morfologi Udang Vanamie


Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas.
Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang
berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace
bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).

1.3 Anatomi Udang Vanamie


Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang putih memiliki
tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara
periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi
sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan
diri kedalam lumpur (burrowing ), dan memiliki organ sensor, seperti pada
antenna dan antenula. Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih
terdiri dari antena, antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga
dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda).
Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk
makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus).
Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada
bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods
(ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (ekor)(Suyanto dan Mujiman,
2003). Bentuk rostrum udang putih memanjang, langsing, dan pangkalnya hamper
berbentuk segitiga. Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning
kemerah-merahan atau sedikit kebiruan, kulit tipis transparan. Warna tubuhnya
putih kekuningan terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada ekor (Wayban dan
Sweeney, 1991). Udang betina dewasa tekstur punggungnya keras, ekor (telson)
dan ekor kipas (uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan
dewasa memiliki ptasma yang simetris. Spesies ini dapat tumbuh mencapai
panjang tubuh 23 cm
BAB II
PERSYARATAN BIOLOGI DAN EKONOMI

2.1 Habitat dan Tingkah Laku

Di alam udang ini menyukai dasar berlumpur pada kedalam dari garis

pantai sekitar 72 meter. Udang ini juga ditemukan menempati daerah mangrove

yang masih belum terganggu. Udang vaname dapat beradaptasi dengan baik di

level salinitas yang rendah atau euryhaline (Manoppo, 2011).

Udang vaname bersifat nocturnal, yaitu lebih beraktifitas di daerah yang

gelap. Sering ditemukan memendamkan diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila

siang hari, dan tidak mencari makan. Akan tetapi jika siang hari tetap diberi pakan

maka udang vaname akan bergerak untuk mencari makanan, itu bearti sifat

nocturnal pada udang vaname ini tidak mutlak (Anonim, 2011).

2.2 Kualitas Air


Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup
dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat
bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh
udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan
pasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan
lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai
daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah
catadromous atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut
terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi ke
daerah pesisir pantai atau mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat
nurseri ground nya, dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk
melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan
perkawinan (Wyban dan Sweeney, 1991). Hal ini sama seperti pola hidup udang
penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat berlindung dan mencari
makanan setelah dewasa akan kembali ke laut.

2.2.1 Suhu
Farchan (2006) dalam Saputra (2016) mengatakan, Suhu sangat

berpengaruh terhadap proses metabolisme di dalam tubuh udang. Semakin

tinggi suhu maka proses metabolisme semakin cepat. Kisaran suhu yang baik

untuk pertumbuhan udang adalah 26 – 30o C.

2.2.2 Oksigen terlarut (DO)


Kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxigen / DO) sangat

mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh udang. Kadar oksigen terlarut

yang baik berkisar antara 4-6 ppm. Pada siang hari kondisi perairan tambak

akan memiliki angka DO yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dpada

saat malam hari, karena pada siang hari terdapat proses fotosintesis oleh

phytoplankton yang menghasilkan oksigen. Namun sebaliknya pada malam

hari, dimana baik udang maupun phytoplankton sama-sama mengkonsumsi

oksigen, sehingga perlu adanya kincir untuk menunjang kebutuhan oksigen di

perairan. DO pada malam hari dianjurkan tidak kurang dari 3 ppm.

2.2.3 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan

penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang yang ber umur 1-2

bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal.

Setelah umur lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatif baik dan kisaran salinitas
yang dibutuhkan 5-30 ppt. Pada musim kemarau kadar garam bisa mencapai

40 ppt (Zakaria, 2012).

2.2.4 Amonia
Ammonia berasal dari hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran udang. Oleh

karena ammonia dan nitrit adalah senyawa beracun, maka harus diubah menjadi

nitrat. Salah satu cara untuk meningkatkan nitrifikasi dan denitrifikasi adalah

dengan meningkatkan jumlah bakteri, yaitu dengan aplikasi probiotik yang

mengandung bakteri yang dibutuhkan (Roffi, 2006 dalam Zakaria, 2012).

Nitrit beracun bagi ikan karena mengoksidadi Fe²+ dalam hemoglobin,


sehingga kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat rendah. Toksisitas
dari nitrit yaitu mempengaruhi transport oksigen dalam darah dan merusak
jaringan. Kadar nitrit 6,4 ppm NO²-N dapat menghambat pertumbuhan udang
vannamei sebanyak 50 % (Mahmudi, 2005). Menurut Poernomo (1988), pengaruh
langsung dari kadar amonia yang tinggi dapat mematikan karena rusaknya
jaringan insang. Lembaran insang akan membengkak sehingga fungsi insang
sebagai alat pernafasan menjadi terganggu. Amonia bebas bersifat toksik terhadap
organisme akuatik. Toksisitas ini akan meningkat jika terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, pH dan suhu. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang
dari 0,1 mg/L (Effendi 2003).

2.3 Persyaratan Ekonomi


Udang jenis Vannamei semakin diminati untuk dibudidayakan karena udang
Vannamei memiliki karakteristik yang unggul yaitu :
1. Kemampuan adaptasi yang tinggi, udang Vannamei mampu beradaptasi terhadap
suhu, dan salinitas.
2. Laju pertumbuhan yang cepat pada bulan I dan II
3. Kelangsungan hidup yang tinggi
4. Memiliki pangsa pasar yang fleksibel, Udang jenis Vannamei memiliki pasar
mulai ukuran kecil hingga besar

BAB III
PERENCANAAN BUDIDAYA

3.1 Penyediaan Benih


Penyediaan benih ikan bandeng yang paling baik dilakukan dengan sistem
pembenihan di kolam-kolam khusus. Di antaranya meliputi kolam pematangan
induk, kolam pemijahan, kolam pendederan, dan kolam pembesaran. Berikut ini
langkah-langkah dalam menyediakan benih ikan bandeng berkualitas unggul.

3.2 Pembesaran Udang Vanamie


Untuk pemilihan benihnya kamu bisa memilihnya dengan selektif, supaya
ketika pemeliharaan dan perkembangan udang nantinya dapat tumbuh dengan
baik dan seragam.
Mungkin ada yang bertanya, bagaimana cara memilih bibit udang vaname
yang unggul?
Saran kami, bibit unggul memiliki karakteristik yang berbeda, yakni tidak
mempunyai luka pada tubuhnya, bisa berenang melawan arus, mempunyai
insang dan usus bisa terlihat, serta bentuk dan ukurannya seragam.
Bibit dengan kriteria tersebut dapat di peroleh dari pembudidaya bibit udang
vaname.
Cara pemeliharaan dan pengembangbiakan udang vaname ini berbeda
dengan jenis udang windu, yang mana ketika penebaran benihnya biasanya
dilakukan ketika di pagi hari.
a. Penyiapan Lahan untuk Tambak

1. Persiapan Tambak

Menurut narasumber, tambak harus dibuat khusus untuk pembibitan yaitu sedalam
60 cm dengan kadar asin dan pH yang sesuai. Sebelum memasukkan benih,
tambak haruslah sudah dikeringkan. Ditambahkan oleh WWF Indonesia (2014)
persiapan yang perlu dilakukan pada tambak vannamei meliputi:

1. Perbaikan konstruksi tambak diutamakan pada kondisi fisik pematang yang


harus kuat dan tidakBOLEH terdapat bocoran
2. Pengeringan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah dasar
tambakmaupun untuk mematikan hama dan penyakitdi dasar tambak.
Pengeringan dilakukan sampai tanah dasar terlihat pecah-pecah/retak-retak
(kandungan air 20%), warna cerah dan tidak berbau; atau bila dilakukan
pemeriksaan laboratorium kandungan bahan organik kurang dari 12%. Jika
terdapat endapan lumpur hitam di dasar tambak, harus diangkat dan dibuang
ke luar petakan tambak. Untuk menghilangkan sisa bau lumpur dapat
digunakan cairan molase (tetes tebu).
3. Perbaikan pH lahan tambak dapat dilakukan dengan mengukur pH tanah pada
beberapa titik yang berbeda menggunakan alat ukur pH (pH soil tester).
Pengapuran dilakukan untuk menaikkan pH minimal 6. Agar lebih akurat,
dapat menggunakan pH fox (penambahan hidrogen peroksida sebanyak 5
tetes). Jika perbedaan antara pH fresh dan pH fox lebih tinggi dari empat (4),
maka harus segera dilakukan reklamasi. Untuk memperbaiki pH tanah dapat
digunakan kapur CaOH untuk pH tanah kurang dari 6 atau menggunakan
CaCO3 jika pH telah lebih dari 6.
vaname berdasarkan waktu serta ukurannya meliputi nauplii hingga post

larva (Tabel 1).

Tabel 1. Tahapan perkembangan udang vaname


Tahapan Waktu dalam Tahapan (280) Ukuran di Akhir Tahapan
Telur ± 14 jam Diameter ± 220 µm
Nauplii I, II, III, IV, V 36-51 jam Panjang: 0,43-0,58 mm
Lebar: 0,18 – 0,22 mm
Zoea I 36-48 jam Panjang total: 1,0 mm
Panjang ekor: 0,3 mm
Zoea II 36-48 jam Panjang total: 1,28-2,01 mm
Panjang ekor: 0,72-0,87 mm
Zoea III 36-48 jam Panjang total: 2,4-2,59 mm
Panjang ekor: 0,93-1,40 mm
Mysis I 24 jam Panjang total: 3,5 mm
Panjang ekor: 1,2 mm
Mysis II 24 jam Panjang total: 3,3-4,2 mm
Panjang ekor: 1,2-1,4 mm
Mysis III 24 jam Panjang total: 3,9-4,7 mm
Panjang ekor: 1,3-1,5 mm
Post Larva I 24 jam Panjang total: 4,2-5,0 mm
Panjang ekor: 1,4-1,6 mm
Sumber : Susylowati (2012)

2.2 Persiapan Tambak

Persiapan tambak merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum kegiatan

budidaya pada siklus berikutnya. Kegiatan yang dilakukan pada persiapan tambak

yaitu pengeringan tambak, pembersihan tambak, perbaikan plastik dan

biosecurity.
2.3.1 Pengeringan tambak

Proses pengeringan tambak yaitu dengan cara memasang pompa pada

caren yang berada di tengah tambak kemudian secara otomatis air akan

dikeringkan (Rahayu, 2010 dalam Saputra 2016). Pengeringan tambak adalah

proses awal dalam persiapan tambak. Lama pengeringan tergantung pada kondisi

cuaca serta tanah. Umumnya waktu pengeringan berkisar antara 1 – 3 minggu.

Tujuan dari pengeringan adalah untuk mempercepat penguapan gas – gas

beracunn, mempercepat proses penguraian (Decomposition) bahan – bahan

organik dan memberantas hama serta penyakit (Farchan, 2006 dalam Saputra,

2016).

2.3.2 Pembersihan tambak

Pembersihan tambak bertujuan untuk melepaskan organisme yang

menempel pada bagian permukaan dinding tambak serta dasar tambak (pada

tambak plastik) setelah proses pengeringan selesai, sedangkan pada tambak tanah

pembersihan tambak dapat dengan cara membersihka rumput yang tumbuh di

sekitar area tambak. Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sikat

plastik untuk membersihkan lumut serta bilah bambu untuk membersihkan teritip

pada tambak plastik. (Rahayu, 2013 dalam Saputra 2016).

2.3.3 Perbaikan Plastik

Kebocoran pada wadah sering terjadi akibat plastik yang robek atau

berlubang. Sebelum budidaya terlebih dahulu dilakukan perbaikan dengan

penambalan plastik pada bagian yang bocor.

2.3.4 Biosecurity
Rahayu (2013 dalam Saputra 2016) mengatakan, biosecurity merupakan

pengamanan lingkungan budidaya terhadap masuknya biota lain seperti hama atau

yang dapat menyebabkan penyakit. Penerapan Biosecurity pada tambak dapat

dengan berupa pagar yang dipasang di sekeliling tambak dengan menggunakan

plastik HDPE (High Density Poly Ethelene) setinggi 60 cm. Sedangkan dapat pula

menggunakan benang yang yang dipasang di atas tambak menyerupai jaring untuk

mencegah burung untuk masuk ke wilayah tambak (Widigdo, 2013 dalam Saputra

2016).

2.4 Persiapan Media

2.4.1 Pengisian Air

Pengisian air terlebih dahulu dipasang filter air pada pintu pemasukan air

yang bertujuan untuk menyaring ikan serta telurnya dan organisme lain yang

dapat mengannggu bahkan dapat memangsa udang yang dipelihara. Pengisian air

dilakukan setelah persiapan tambak selesai dilakukan secara bertahap dan air diisi

dengan ketinggian kurang lebih satu meter (Rusmiyati, 2012 dalam Saputra,

2016). Pengisian dilakukan saat kondisi pasang air laut tinggi. Kemudian air

dibiarkan 2 – 5 hari untuk mengetahui tingkat porositas tanah dan tingkat

evaporasi (penguapan) air pada tambak yang akan dioperasionalkan (Saputra,

2016).

2.4.2 Sterilisasi Air

Rahayu (2013) dalam Saputra (2016) mengatakan proses sterilisasi air atau

media pemeliharan dimaksudkan untuk membunuh segala macam organisme yang

dapat menganggu dalam kegiatan budidaya. Sterilisasi pada air media


pemeliharaan dilakukan dengan memberikan kaporit (Chlorin) dengan konsentrasi

60% dengan dosis 50 – 60 ppm yang ditebar secara merata ke dalam air media

pemeliharaan. Proses sterilisasi berlangsung selama 3 – 4 hari dengan kincir harus

tetap beroperasi. Pada hari ketiga dilakukan pengujian kandungan chlorin dari

kaporit dengan menggunakan chlorin test. Tahapan selanjutnya setelah air

pemeliharaan steril dan netral adalah pemberian probiotik awal. Pemberian

probiotik ini dilakukan 3 – 7 hari sebelum penebaran benur dilakukan.

2.4.3 Penumbuhan Pakan Alami

Pakan alami pada budidaya udang sangat penting keberadaannya untuk

ditumbuhkan terutama pada saat persiapan tambak. Salah satu jenis pakan alami

yang dibutuhkan adalah plankton (Edhy dan Kitono, 2002).

Plankton merupakan jasad renik yang melayang-layang di dalam air dan

selalu mengikuti arus air. Plankton sangat berperan penting selain sebagai pakan

alami terutama phytoplankton yang berfungsi juga sebagai pengasil oksigen dari

fotosintesis pada siang hari.

Untuk menumbuhkan plankton cukup dengan memberikan nutrien tertentu

yang dibutuhkan. Sumber nutrien yang dibutuhkan dalan tambak yaitu unsur

Nitrogen (N) dan Posfor (P). Kedua unsur ini disebut juga sebagai unsur utama

atau major nutrien. Selain unsur utama diperlukan juga unsur mikro atau micro

nutrient yang terdiri dari mineral dan vitamin (Edhy, 2005).

Jenis pupuk yang biasa digunakan terdiri dari 2 jenis pupuk, yaitu pupuk

ornanik serta an-organik. Pupuk organik misalnya pupuk yang berasal dari

fermentasi (dedak, bungkil kedelai serta mollase), probiotik. Sedangkan untuk

pupuk an-organik misalnya urea dan TSP (Edhy, 2005).


2.4.4 Persiapan Sarana Pemeliharaan

Rahayu (2013) dalam Saputra (2016) mengatakan, Budidaya udang

terutama pada sistem instensif membutuhkan sarana-sarana penunjang untuk

kelancaran kegiatan pembesaran udang seperti :

a. Pemasangan kincir (paddle wheel), yang berfungsi sebagai penyuplai oksigen

kedalam media pemeliharaan agar lebih optimal, pemasangan kincir dilakukan

setelah pengisian air dan sebelum proses sterilisasi media.

b. Sumber tenaga listrik, untuk mengoperasionalkan pompa air, kincir,

penerangan dan peralatan lainnya yang menggunakan sumber listrik.

c. Sarana penunjang lainnya, seperti rumah jaga, gudang penyimpanan pakan

dan obat-obatan, ruang genset, serta ruang panen

a. Pembesaran

i. Penebaran

Benih udang vaname ditebar setelah 3 hari pemberian saponin. Penebaran

benih dilakukan pada pagi hari yang diawali dengan aklimatisasi benih terhadap

suhu dan salinitas air tambak (Budiardi, 2005). Menurut Banun, dkk. (2007) padat

penebaran budidaya pembesaran udang vaname pada super intensif yaitu > 500

ekor/m2, intensif 80-125 ekor/m2, semi intensif 30-80 ekor/m2 serta tradisional

<10 ekor/m2.

ii. Manajemen Pemberian Pakan

Pakan merupakan faktor yang sangat penting didalam budidaya. Pada

budidaya udang vaname, pakan menyerap biaya 60 – 70 persen dari total biaya

operasional. Pemberian pakan yang sesuai yang sesuai dengan kebutuhan akan

memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal, sehingga


produktifitas bisa di tingkatkan. Prinsipnya adalah semakin tinggi padat penebaran

maka ketersedediaan pakan alami semakin sedikit dan kebutuhan pada pakan

buatan semakin meningkat (Topan, 2007 dalam Zakaria, 2010). Udang vaname

membutuhkan pakan dengan kadar protein berkisar antara 18 – 35 % (Zakaria,

2010).

Frekuensi pemberian pakan pada udang yang masih kecil sebanyak 2 – 3

kali sehari. Karena masih mengandalkan pakan alami. Setelah terbiasa dengan

pakan buatan berbentuk pelet, frekuensi pemberian pakan dapat ditambahkan

menjadi 4 – 6 kali sehari (Topan, 2007 dalam Zakaria, 2010).

Dalam proses budidaya ada dua tahap pemberian pakan, yaitu “Blind

Feeding” serta “Demand Feeding”. Blind feeding yaitu pemberian pakan dengan

menggunakan estimasi SR, estimasi MBW serta FR. Sedangkan demand feeding

yaitu metode pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan populasi (SR) serta

kondisi yang terjadi di tambak. Pada periode ini dilakukan penambahan dan

pengurangan pakan, dengan bantuan kontrol anco. Menurut Winarno, dkk. (2014)

Anco dipakai sebagai salah satu alat untuk mengetahu estimasi SR mendekati

aktual, mengetahui sisa pakan, kemampuan makan serta kondisi kesehatan udang.

Kontrol pemberian pakan dengan anco pada budidaya udang vaname

menggunakan score anco (Tabel 2).

Tabel 2. Score kontrol anco pada budidaya udang vaname


Sisa Pakan Score Penyesuaian Catatan
Anco Pakan
Habis 000 Ditambah 5 Jika score anco 000 selama 2 hari berturut- turut, baru
% dilakukan penambahan pakan 5%
< 10 % 001 Tetap Jika score anco 001 selama 2 kali pemberian pakan
berturut- turut, baru dilakukan pengurangan pakan 5%
10 – 25 % 011 Dikurangi 25 Jika score anco 001 selama 1 kali pemberian pakan,
% baru dilakukan pengurangan pakan 25%
> 25 % 111 Dikurangi Jika score anco 111 selama 1 kali pemberian pakan,
50% langsung dilakukan pengurangan pakan 50%

Anda mungkin juga menyukai