Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PRATIK KERJA LAPANG IV

TEKNIK PENANGANAN EKSPOR IKAN CAPUNGAN BANGGAI


(Pterapogon kauderni) DI CV. CAHAYA BARU, KECAMATAN
PESANGGRAHAN, KOTA JAKARTA SELATAN, JAKARTA

WISNU IBNUADJI
17.3.08.025

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2019
TEKNIK PENANGANAN EKSPOR IKAN CAPUNGAN BANGGAI
(Pterapogon kaduerni) DI CV. CAHAYA BARU, KECAMATAN
PESANGGRAHAN, KOTA JAKARTA SELATAN, JAKARTA

Proposal Praktik Kerja Lapang III


sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah praktik kerja
lapangan
Program Studi Budidaya Ikan

Oleh :
WISNU IBNUADJI
17.3.08.025

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : TEKNIK PENANGANAN EKSPOR IKAN CAPUNGAN


BANGGAI (Pterapogon kauderni) DI CV. CAHAYA BARU,
KECAMATAN PESANGGRAHAN, KOTA JAKARTA
SELATAN, JAKARTA
NAMA : WISNU IBNUADJI
NIT : 17.3.08.025

Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rani Rehulina Tarigan, S.Pi., M.P M. Akbarrurrasyid, S.kel., M.P


NIP. NIP.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Budidaya Ikan

Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si


NIP.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufiq, rohmat serta hidayahnya penulis
dapat menyelesaikan Proposal Kerja Lapang terintegrasi magang dengan judul
“TEKNIK PENANGANAN EKSPOR IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon
kauderni) DI CV. CAHAYA BARU, KECAMATAN PESANGGRAHAN, KOTA
JAKARTA SELATAN, JAKARTA” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
nilai pada mata kuliah praktek kerja lapangan.
Dengan ini penulis menyadari bahwa proposal ini tidak akan tersusun
dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal ini.Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga
proposal ini bermanfaat bagi kita semua.

Pangandaran,

Wisnu Ibnuadji

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.3 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
2.1 Klasifikasi Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) ........................ 3
2.2 Morfologi Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) ......................... 3
2.3 Habitat dan Penyebaran ............................................................................. 4
2.4 Kebiasaan Makan....................................................................................... 5
BAB III METODE ................................................................................................. 7
3.1 Waktu Dan Tempat Praktik Kerja Lapang ................................................... 7
3.2 Metode Perolehan Data.............................................................................. 7
3.2.1 Data Primer.......................................................................................... 7
3.2.2 Data Sekunder ..................................................................................... 8
3.2.3 Dokumentasi ........................................................................................ 8
3.3 Matriks Kegiatan ........................................................................................ 8
3.4 Lampiran .................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) ..................................... 3

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks Kegiatan ............................................................................................... 8

v
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

"Cardinalfish" atau lazim dikenal ikan capungan adalah termasuk ke dalam


jenis ikan laut dari suku Apogonidae. Umumnya, ikan tersebut hidup di sekitar
pantai karang dan diantara rumput-rumput laut. Namun demikian, ada juga yang
hidup di daerah pasang surut yang dangkal dan di perairan yang lebih dalam.
Beberapa jenis dari Apogonidae lebih suka hidup di perairan payau atau di
perairan tawar yang berjarak beberapa mil dari laut (Poernomo et al, 2003). Ikan
tersebut banyak tersebar di perairan Maluku, Flores, Binuangeun, Lampung,
Kepulauan Seribu, Bali dan Banyuwangi. Beberapa jenis yang sudah banyak
dikenal sebagai ikan hias antara lain Apogon cyanosoma (Capungan liris),
Pterapogon kauderni (Capungan Banggai atau Ambon) dan Sphaeramia
nematoptera (Capungan Jakarta). Sebetulnya masih banyak jenis-jenis capungan
lainnya yang kurang populer di kalangan masyarakat nelayan, sehingga tidak
disinggung dalam tulisan ini. Diantara jenis-jenis tersebut di atas, penulis sengaja
memilih "Capungan Banggai atau Capungan Ambon" sebagai pokok bahasan,
karena jenis ini memiliki keunikan tersendiri dari segi tingkah laku, bentuk tubuh,
warna maupun pola hidupnya.
Ikan Capungan Banggai "Banggai Cardinalfish" merupakan sumberdaya
perikanan yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Disamping itu ikan
tersebut hanya terdapat di perairan Indonesia, tepatnya di Kepulauan Banggai,
Sulawesi Tengah (Allen & Steene, 1995). Dalam dunia perdagangan ikan hias,
ikan ini dikenal dengan nama ikan capungan (bentuk tubuhnya yang menyerupai
capung). Keberadaan ikan ini di alam dapat meningkatkan minat wisatawan alam
laut, karena warna dan bentuknya yang indah dan sangat unik. Harga ikan tersebut
di daerah Sulawesi Utara adalah Rp. 1.500,-/ekor, sedangkan di Bali dan Jakarta
dijual dengan sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XXXII No. 3,
2007 harga Rp. 5.000,-/ekor dan pasaran ekspor ke Singapura dan Jepang dapat
mencapai US $ 2,5/ekor (Poernomo et al, 2003). Pasaran lokal di negara Amerika
dapat mencapai US$ 16 yang berukuran sedang dan US$ 22 yang berukuran
besar (Informasi dari internet dan pengusaha ikan hias Sulawesi Utara). Sudah
banyak penelitian mengenai ikan karang yang dilakukan oleh peneliti baik dari
dalam maupun luar negeri. Sedangkan penelitian yang khusus mengenai jenis

1
Capungan Banggai (Pterapogon kauderni) belum banyak dilakukan di Indonesia.
Sehingga untuk melakukan studi pustaka, bahan-bahan yang dapat diperoleh
masih sangat terbatas.

1.2 Tujuan

1. Memahami penanganan ekspor ikan hias


2. Menambah ilmu pengetahuan di lapangan.
3. Mendapatkan pengalaman nyata dari dunia kerja sekaligus memperluas
wawasan taruna tentang dunia kerja yang sesungguhnya.

1.3 Manfaat

1. Bagi Taruna/i
a) Sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan perkuliahan
b) Mendapat ilmu pengetahuan secara praktek di lapangan.
c) Dapat menjadi pribadi yang lebih disiplin dan bertanggungjawab.

2. Bagi Perguruan Tinggi


a) Terciptanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dari
kedua belah pihak.
b) Mendapat salah satu tempat yang dapat digunakan dalam kegiatan
praktek kerja lapang atau magang.

3. Bagi Instansi Yang Bersangkutan


a) Terjalinya hubungan kerjasama yang baik
b) Sebagai salah satu promosi dalam memajukan instansi atau usaha
yang dimiliki.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)


Klasifikasi ikan capung setelah I.C.Z.N (International Commission of Zoological
Nomenclature) (Allen, 1997), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyees

Subkelas : Actinopterygii

Suku : Apogonidae

Marga : Pterapogon

Jenis : Pterapogon kauderni (Koumans, 1933)

Gambar 1. Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)

2.2 Morfologi Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)


Pada masyarakat ilmiah, ikan Capungan Banggai dikenal dengan sebutan
Pterapogon kauderni. Sedangkan masyarakat Inggris dan Amerika mengenalnya
dengan nama "Banggai cardinalfish". Ikan tersebut memiliki bentuk badan yang
tinggi, bulat pipih; mulut besar, sampai melewati garis vertikal pertengahan pupil,
memiliki dua sirip punggung (dorsal fin) yang panjang dan indah. Gurat sisi (lateral
line) dari ikan Capungan Banggai tampak jelas dan lengkap dari operculum sampai
pangkal ekor (Kimura & Matsuura, 2003). Selanjutnya dikatakan, bahwa jari-jari
keras dan jari-jari lemah sirip punggung (dorsal fin), jari-jari lemah sirip dubur (anal

3
fin) kedua dan jari-jari lemah sirip perut (pectoral fin) memanjang; kepala dan
badan dengan 3 garis hitam lebar. Tiap-tiap bagian sirip memiliki duri dengan
jumlah tertentu dengan cara penulisan tertentu pula. Dalam diskripsi taksonomi
siripsirip ini diberi notasi D VII-I,14; A II,12; P,15 LLp 24 yang maknanya, sirip
punggung bagian depan semuanya berupa duri keras dengan jumlah 7 buah,
sedangkan sirip punggung belakang terdiri atas 1 duri keras dan 14 duri lemah,
sirip dubur terdiri dari 2 duri keras dan 12 duri lemah, sedangkan sirip perut terdiri
dari 15 duri lemah, disamping itu terdapat 24 sisik pada gurat sisi. Warna dasar
tubuhnya putih kecoklatan dengan garis hitam tebal. Pada bagian sirip punggung
kedua, sirip ekor, sirip perut dan sirip dubur serta badan terdapat bintik-bintik putih
kebiruan, sedangkan sirip ekornya bercagak dengan warna hitam di tepi bagian
bawah dan atas (Poernomo et al, 2003), sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007 Menurut Marini (1996), bentuk tubuh betina
dewasa bulat-gepeng/pipih (ovalcompressed). Selanjutnya dikatakan, bahwa
jantan dewasa memiliki tubuh agak memanjang dan memiliki rongga mulut bagian
bawah lebih cekung, namun pada saat mengerami telur di mulut. Rongga mulut
bagian bawah akan membentuk kantung untuk menyimpan telur, disamping itu
sirip punggung kedua ikan jantan lebih panjang dibandingkan betina. Terdapat 3
garis/belang hitam lebar melintang; yang pertama pada bagian kepala, melintang
dari kepala bagian atas ke bawah membelah mata, yang kedua dari jari-jari keras
sirip punggung pertama melintang di belakang operculum sampai ke sirip perut
dan yang ketiga dari jari-jari lemah sirip punggung kedua melintang sampai ke sirip
dubur.

2.3 Habitat dan Penyebaran


Ikan hias capungan, Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) belum
banyak dikenal oleh masyarakat nelayan di Indonesia karena penyebarannya yang
sangat terbatas, yaitu hanya terdapat di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah
bagian timur (Allen, 1997), sehingga sering disebut ikan Apogon Banggai. Pertama
kali ditemukan oleh Koumans, 1933. Termasuk ikan air laut berukuran kecil,
panjang standar mencapai 6,5 cm (Allen, 1997). Sifat reproduksi yang unik dari
ikan hias capung, dimana ikan jantan dan betina dewasa yang telah matang gonad
akan memisahkan diri dari kelompok dan mencari tempat yang cocok dan sesuai
untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, maka mereka akan
melakukan beberapa gerakan yang unik yang dikenal dengan "mating dance",
dimana ikan jantan akan bergerak berputar mengelilingi betina dan sebaliknya

4
(Marini, 1996). Setelah itu, maka ikan betina akan mengeluarkan sel telur yang
diikuti oleh ikan jantan mengeluarkan sel sperma. Setelah sel telur dibuahi, maka
ikan jantan akan menangkap sel-sel telur tersebut dan dimasukan ke dalam
mulutnya untuk dierami selama beberapa minggu. Setelah telur-telur tersebut
menjadi juvenil, maka akan dikeluarkan satu per satu dari mulut ikan jantan.
Jumlah anakan yang dihasilkan dalam sekali kawin sangat terbatas antara 26-32
juvenil, hal ini mengakibatkan perkembangbiakannya menjadi sangat lambat.
Pemijahan beberapa jenis ikan Apogon terjadi pada malam hari hingga menjelang
pagi, seperti jenis Apogon niger (Okuda & Ohnishi, 2001). Ikan ini umumnya hidup
di daerah terumbu karang yang dekat dengan padang lamun (seagrass), dekat
pantai pada kedalaman kurang dari 3 meter dan hidup berasosiasi dengan bulu
babi atau Diadema (sea urchin) dan anemon. Karakter diagnostik: tubuh tinggi,
compress, mulut besar, sampai melewati garis vertikal pertengahan pupil, memiliki
dua sirip punggung (dorsalfin) yang panjang dan indah. Memiliki bentuk tubuh dan
warna yang sangat indah. Ikan capung tergolong jenis ikan yang bersifat territorial,
yaitu menempati suatu wilayah secara permanen. Pergerakannya yang pasif,
dimana sebagian besar hidup berkelompok menempati duri-duri dari bulu babi
(Diadema sp.), dan sebagian kecil hidup berasosiasi dengan anemon sehingga
penyebarannya hanya terbatas di daerah sekitar dimana mereka berada
sebelumnya. Beberapa aspek biologi (kebiasaan makan, umur, pola pemijahan
dan lain-lain) belum banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian
untuk mengembangkan populasi jenis ikan ini. Dalam dunia perdagangan ikan
hias, ikan tersebut dikenal dengan nama capungan (melihat bentuk tubuhnya yang
menyerupai capung). Perdagangan ikan capungan telah lama dilakukan di
Sulawesi Utara.

2.4 Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil analisa isi lambung (stomach content) ikan Banggai


Cardinal dengan menggunakan index of preponderans (IP) dapat dilihat pada
Gambar 6. Pengamatan bulan Juni, makanan utamanya adalah crustacea jenis
udang yang keberadaannya mencapai 73%, zooplankton jenis Copepoda sebagai
makanan pelengkap dengan mencapai sebesar 23%, sementara Polychaeta dan
fitoplankton sebagai makanan tambahan dengan keberadaannya kurang dari 5%.
Selain fitoplankton laut, terdapat jenis fitoplankton air tawar yaitu plagiogramma
sp.

5
Hasil penelitian ini menunjukkan isi lambung ikan Banggai cardinal
tergolong karnivora terdiri dari krustasea sebagai makanan utamanya; fitoplankton
dan zooplankton sebagai makanan pelengkap; serta moluska, polychaeta, dan
sisik ikan sebagai makanan tambahan. Diduga sisik ikan tersebut adalah sisik ikan
Banggai Cardinalsendiri dalam bentuk juvenil. Berdasarkan hasil penelitian Vagelli
(2002), P. kauderni tergolong karnivora, mangsanya sangat beragam, meliputi
berbagai jenis zooplankton dan zoobenthos, serta ikan/invertebrata berukuran
kecil, termasuk P. kauderni juvenil.

6
BAB III METODE

3.1 Waktu Dan Tempat Praktik Kerja Lapang

Waktu dan tempat : November 2019 s/d 23 Desember 2019 di CV. Cahaya
Baru, Kecamatan Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Jakarta

3.2 Metode Perolehan Data

Ada 3 metode perolehan data yang akan diterapkan dalam pelaksanaan


praktIk kerja lapang adalah data primer, data sekunder dan dokumentasi dengan
pola praktik dilapangan yaitu mengikuti semua kegiatan yang ada khususnya
berkaitan dengan teknik penanganan ekspor ikan hias.
3.2.1 Data Primer
Data ini diambil dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan
dengan mengikuti dan mencatat secara aktif seluruh rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan di lokasi praktik. Pengambilan data yang dilakukan berupa
wawancara, observasi, partisipasi aktif dan juga pengamatan secara langsung
dengan menggunakan alat.
a. Wawancara
Wawancara yang dilakukan ialah dengan cara mengumpulkan data melalui
cara tanya jawab dengan karyawan dan juga teknisi mengenai kegiatan teknik
penanganan ekspor ikan hias yang dilakukan secara sistematis.
b. Observasi
Observasi yang dilakukan ialah pengamatan secara langsung tanpa
menggunakan alat bantu, terhadap kegiatan teknik penanganan ekspor ikan hias.
c. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif yang dilakukan ialah dengan cara terlibat secara langsung
dalam suatu kegiatan yang dilakukan di lapangan. Kegiatan yang dilakukan adalah
teknik penanganan ekspor ikan hias. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung
mulai dari pemeliharaan dan pengemasan serta kegiatan lainnya yang yang
berkaitan dengan praktik yang dilakukan.
Adapun data jenis data primer yang akan diambil selama kegiatan praktik
kerja lapang sebagai berikut :

 Sumber ikan yang akan diekspor


 Perlakuan terhadap ikan yang akan diekspor
 Pemberian pakan

7
 Pengemasan untuk ekspor

3.2.2 Data Sekunder


Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, arsip-arsip dan dokumen-
dokumen yang dimiliki oleh instansi yang terkait dengan judul praktik. Data
sekunder yang akan diambil selama praktek integrasi adalah keadaan umum
lokasi praktik, susunan struktur organisasi perusahaan dan data kegiatan
pembesaran budidaya sebelumnya. Selain itu data sekunder yang akan
dikumpulkan meliputi data informasi tentang hasil pemeliharaan yang biasa
dilakukan. Berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya
dilakukan pengkajian dengan cara membandingkan kondisi lapangan dengan
literatur yang ada. Hasil kajian dari perbandingan dibahas dan diambil kesimpulan.
Data sekunder yang akan dikumpulkan selama praktik kerja lapang sebagai
berikut :
 Keadaan umum lokasi praktik
 Persyaratan ekspor ikan hias ke beberapa negara
 Analisa usaha
3.2.3 Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan cara terlibat secara langsung ke
lapangan dan mengambil data dengan cara mengambil foto-foto seluruh kegiatan-
kegiatan yang ada di lapangan.

3.3 Matriks Kegiatan

Tabel 1. Matriks Kegiatan


MINGGU KE
KEGIATAN
I II III IV V
PENGENALAN
LOKASI
PENGENALAN
KEGIATAN
EKSPOR
PENANGANAN
EKSPOR I
PENANGANAN
EKSPOR II
PENANGANAN
EKSPOR III
PENGUMPULAN
DATA LAPORAN

8
3.4 Lampiran

Berikut kerangka laporan pkl III

 Kerangka Laporan

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI
2.1 Tinjauan umum
2.2 Lokasi magang
2.3 Struktur organisasi
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Morfologi
3.2 Habitat
BAB IV METODOLOGI
4.1 Waktu dan tempat
4.2 Alat dan bahan
4.3 Metode
3
4.4 Pelaksanaan magang
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penanganan Ekspor Ikan Capungan Banggai (Pterapogon
kauderni)
5.2 analisis usaha
BAB VI PENUTUP
6.1 kesimpulan
6.2 saran

9
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

10
DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, G. 1997. Marine Fishes of South-East Asia; A Field Guide for Anglers and
Divers. Western Australian Museum, Perth : 292 pp.

Kimura, S. And K. Matsuura 2003. Fishes Of Bitung, Northern Tip Of Sulawesi,


Indonesia. Ocean Research Institute, The University Of Tokyo, Tokyo: 244
Pp.

Marini, F.C. My notes and observations on Raising and Breeding the Banggai
Cardinalfish. The Journal of MaquaCulture. Vol. 4 Issue 4 pp. 1-
5./http://www.breedersregistry.genxa.us

Okuda, N. and N. Ohnishi 2001. Nocturnal hatching timing of mouthbrooding male


cardinalfish Apogon niger. Ichthyological Research. The Ichthyological
Society of Japan, Volume 48, No 2: 207-212.

Poernomo, A.S.; Mardlijah; MX. Linting dan Widjopriono 2003. Ikan Hias Laut
Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta : 182 hal.

Vagelli A. 2002. Notes on the biology, geographic distribution, and conservation


status of the Banggai Cardinal Fish, Pterapogon kauderni Koumans 1933,
with comments on captive breeding techniques. Aquarium Science. p. 84-
88.

11

Anda mungkin juga menyukai