Oleh :
Oleh :
1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mampu melakukan teknik pembenihan hingga pendederan ikan nila srikandi
(Oreochromis aureus x niloticus).
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Sirip
punggung
Sirip
dada
Mata
Ekor
Mulut
Sirip anus
Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping dengan sisik berukuran
besar. Matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi
(linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi
letaknya lebih kebawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada
(Khairuman & Amri, 2013). Sisik pada ikan nila berbentuk stenoid berukuran
besar dan kasar. Jumlah sisik pada gurat sisi yaitu 34 buah. Sirip punggung dan
sirip perut mempunyai jari-jari lemah dan keras yang tajam seperti duri (Djarijah,
1995).
Ikan nila memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip
dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor
(caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang hingga
bagian atas sirip ekor. Ikan nila memilki sepasang sirip dada dan sirip perut yang
berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang.
Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah
(Khairuman & Amri, 2013). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.
bisa diberi berbagai makanan tambahan, misalnya pelet (Khairuman & Amri,
2013).
dihasilkan mempunyai kualitas yang kurang baik. Oleh karena itu, sebaiknya
induk yang digunakan harus mempunyai kualitas yang baik. Tanda-tanda induk
yang berkualitas baik yaitu kondisi sehat, bentuk badan normal, sisik besar dan
tersusun rapi, kepala relatif kecil dibandingkan dengan badannya, badan tebal
dan berwarna mengkilap, gerakan lincah serta memiliki respon yang baik
terhadap pakan tambahan, induk nila dapat dipijahkan pada umur (5-6) bulan
dengan bobot rata-rata 500 gram untuk induk jantan dan 300 gram untuk induk
betina (Suyanto, 2002)
Induk jantan dan induk betina dapat dibedakan berdasarkan perbedaan sifat
kelamin sekunder ataupun melalui perbedaan jaringan. Perbedaan jenis kelamin
ini terbentuk setelah benih berumur 28 hari. Nila merah jantan memiliki sisik
besar dan setelah dewasa alat kelaminnya membentuk tonjolan agak meruncing.
Sedangkan ikan nila merah betina berwarna merah pucat (Djarijah, 1995).
Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
2.3 Pemijahan
Menurut Khairuman dan Amri (2013), pemijahan ikan nila dilakukan
dengan menyatukan indukan (jantan dan betina) dalam kolam pemijahan.
Pemijahan ini dapat dilakukan di kolam permanen atau kolam tanah. Pemijahan
pada kolam tanah biasanya di lakukan dengan padat tebar 1 ekor/m 2. Setelah 3-
5 hari, induk jantan biasanya akan membuat sarang di dasar kolam. Sarangnya
berbentuk cekungan sebesar badan induk betina. Setelah itu, induk betina akan
mendatangi sarang yang sudah dibuat. Tidak lama kemudian, induk betina akan
bertelur dan akan dibuahi oleh pejantan. Proses pemijahan ini biasanya terjadi
dalam waktu 60 menit untuk satu pasangan induk. Telur yang bisa dihasilkan dari
satu pasang dapat mencapai 2000 butir telur.
11
air masih rendah . Padat penebarannya 1000-2000 ekor/m2 (Khairuman & Amri,
2013).
1. Suhu
Menurut Kordi K. & Tancung (2007) suhu sangat berpengaruh terhadapp
kehidupan dan pertumbuhan biota. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan
biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kekeruhan
oksigen dalam air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan nila yaitu 25-330C
dan fluktuasi suhu harian dipertahankan tidak melebihi 30C.
Pada suhu tinggi, ikan akan kekurangan oksigen dan sistem enzim tidak
dapat berfungsi dengan baik, hal tersebut akan menyebabkan timbulnya stress.
Pada situasi yang demikian, penyakit ikan dapat berkembang dengan cepat
sehingga ikan dapat dengan mudah terinfeksi penyakit terutama penyakit yang
disebabkan oleh bakteri yang mampu hidup di lingkungan panas (Afrianto &
Liviawaty, 1992).
2. pH
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH (puissance negatif de
H) yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu
cairan. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan
oksigen oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan berkurang. Kisaran pH
yang baik untuk pemeliharaan benih ikan nila yaitu 7-9 (Kordi K. & Tancung,
2007).
15
4. Amonia
Pada budidaya ikan yang menerapkan padat penebaran tin ggi dan
pemberian pakan secara intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat
cepat. Kotoran padat dan sisa pakan tidak termakan adalah bahan organik
dengan kandungan protein tinggi yang diuraikan menjadi polypeptida, asam-
asam amino dan amonia sebagai produk akhir yang terakumulasi dalam kolam
tersebut. Menurut Kordi K. & Tancung (2007) semakin tinggi pH air kolam, daya
racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk
NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada
yang berbentuk ion (NH4+). Pengaruh langsung dari kadar amonia tinggi yang
belum mematikan ialah rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang
membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernapasan akan tergangggu.
5. Nitrit
Nitrit (NO2) beracun terhadap ikan yang dibudidayakan karena
2+
mengoksidasi Fe di dalam hemoglobin. Akumulasi nitrit di dalam kolam diduga
16
terjadi sebagai akibat tidak seimbangnya antara kecepatan perubahan dari nitrit
menjadi nitrat dan dari amonia menjadi nitrit (Kordi K. & Tancung, 2007).
Patogen
Lingkungan Ikan
1. Penyakit infeksius
Penyakit infeksius merupakan penyakit yang disebabkan oleh suatu
patogen. Penyakit infeksius dibagi kedalam beberapa golongan yaitu penyakit
parasitik, penyakit mikal, penyakit bakterial dan penyakit viral.
a. Penyakit Parasitik
Penyakit parasitik adalah penyakit yang disebabkan oleh patogen jenis
parasit. Parasit adalah organisme yang hidup pada organisme lain dan mendapat
keuntungan dari hasil simbiosenya sedangkan inang dirugikan. Parasit
merupakan bagian dari ekosistem perairan. Infestasi parasit pada suatu usaha
budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi. Apabila tidak
ditangani segera maka tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh
patogen lain seperti bakteri dan virus melalui luka yang ditimbulkan (Hendrianto
dkk,2009).
18
b. Penyakit Mikal
Penyakit mikal adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jamur
merupakan organisme heterotrof yang tersusun dari banyak sel dan filamentous.
Jamur umumnya berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual.
Perkembangbiakan seksual dengan cara menghasilkan spora sedangkan secara
aseksual dengan membentuk tunas. Jamur merupakan salah satu agen kausatif
penting pada penyakit satwa akuatik. Jamur umumnya bersifat patogen
oportunistik dan biasanya menginfeksi ikan yang stres. Infeksi jamur pada ikan
seringkali bersifat fatal dan sulit untuk ditanggulangi (Hendrianto dkk, 2009).
Jamur terlihat seperti benang yang tumbuh di bagiian dalam atau luar
tubuh ikan. Jamur mempunyai ukuran yang lebih besar daripada bakteri,
sehingga relatif mudah untuk mendeteksinya ( Afrianto & Liviawaty, 1992).
c. Penyakit Bakterial
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang berukuran sangat
kecil umumnya 0,5-10 mikron dan terdapat di semua lingkungan. Pada
lingkungan budidaya dimana terdapat bahan organik melimpah terdapat bakteri
dalam jumlah besar. Penyakit bakterial merupakan penyakit yang umum
ditemukan dan menjadi salah satu penyebab kematian ikan-ikan budidaya
khususnya ikan air tawar. Timbulnya penyakit bakterial disebabkan oleh luka
akibat infeksi parasit, kualitas air yang kurang baik, stres karena kepadatan, mutu
pakan kurang baik, polusi bahan organik dan sirkulasi air kurang memadai dan
luka fisik selama pengangkutan (Hendrianto dkk, 2009).
Gejala klinis penyakit bakterial umumya tampak setelah sebelumnya
didahului oleh perubahan fisiologi dalam tubuh inangnya. Sebagian penyakit
bakterial menunjukkan gejala yang sama pada ikan. Infeksi bisa terjadi pada kulit
atau sirip ikan, dalam otot dan organ dalam. Tanda awal biasanya bercak merah
atau rusaknya jaringan, adanya borok pada bagian tubuh, sirip yang busuk,
terjadi pembengkakan perut (swollen abdomen), timbul bercak merah pada tubuh
ata organ, ascites (benjolan), nafsu makan berkurang, sirip geripis dan luka-luka
(Hendrianto dkk, 2009).
d. Penyakit Viral
Virus adalah organisme penyebab penyakit yang berukuran sangat kecil
yaitu 25-300 nanometer sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop elektron. Aktivitas serangan virus bersifat akut, menghasilkan
19
kerusakan jaringan cukup luas dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat (Afrianto & Liviawaty, 1992).
b. Penyakit Nutrisi
Fungsi makanan bagi ikan adalah sebagai sumber energi yang diperlukan
dalam proses fisiologis tubuh. Makanan ikan harus mengandung zat-zat
penghasil energi yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Selain itu, pakan juga
harus mengandung vitamin, mineral, serat dan air. Zat-zat makanan yang
terdapat di dalam makanan disebut zat gizi atau nutrien (Mudjiman, 2008).
Pakan ikan harus mengandung cukup protein karena protein yang
dibutuhkan ikan relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan
tubuh ikan terhadap penyakit dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu.
Kekurangan vitamin pada ikan juga mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh
ikan, baik kelainan bentuk tubuh maupun kelainan fungsi fisiologi (Supian, 2014).
c. Genetis
Perkawinan kekerabatan pada ikan dapat menimbulkan masalah pada
penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi suatu penyakit. Hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri. Kelainan
yang ditimbulkan karena perkawinan kekerabatan yaitu tutup insang tidak bisa
tertutup dengan sempurna, sehingga hal tersebut akan mengganggu proses
pernafasan ikan. Semakin lama ikan akan mengalami kekurangan darah akibat
rusaknya sistem pembuat darah karena minimnya oksigen yang dipasok pada
jaringan pembuat darah (Supian, 2014).
(2014) metoda pengobatan dibagi menjadi tiga metoda yaitu melalui suntikan
dengan antibiotika, melalui makanan, dan perendaman.
2.9 Panen
Menurut Suyanto (2002) Pemanenan merupakan kegiatan akhir yang
dilakukan dalam budidaya. Faktor yang sangat perlu diperhatikan untuk
mendukung keberhasilan panen, adalah Sumber Daya Manusia (SDM), bahan
dan alat panen harus sempurna. Penggunaan alat panen harus disesuaikan
dengan ukuran atau umur benih, waktu dan cara panen. Cara panen benih ikan
nila adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya. Penanganan
saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena dapat
menyebabkan benih menjadi lemah, rusak fisik, bahkan dapat berakibat pada
kematian benih ikan. Pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari.
23
3 METODE PRAKTEK
3.4.7.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00
dan 16.00 WIB pada kolam pemijahan, penetasan telur, pemeliharaanl larva dan
pendederan. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer.
Adapun langkah-langkah dalam pengukuran suhu adalah sebagai berikut.
1. Termometer dicelupkan ke dalam air budidaya beberapa saat, kemudian
termometer diangkat
2. Melihat skala (nilai) yang ditunjukkan thermometer
3. Hasil pengukuran suhu dicatat pada lampiran kualitas air
3.4.7.2 pH
Pengukuran pH dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pukul 07.00 dan pukul
16.00 WIB. Pengukuran pH dilakukan di kolam pemijahan, bak penetasan telur,
bak pemeliharaan larva dan kolam pendederan dengan menggunakan kertas
lakmus (pH universal). Adapun langkah-langkah dalam pengukuran pH adalah
sebagai berikut.
1. Kertas pH dicelupkan ke dalam kolam budidaya
2. Melihat perubahan warna yang terjadi pada kertas pH tersebut
3. Warna pada pH paper dicocokkan dengan indikator yang terdapat pada
pembungkus pH paper
4. Hasil pengukuran pH dicatat pada lampiran kualitas air
3.4.7.4 Amonia
Pengukuran Amonia dilakukan setiap 2 minggu sekali pada kolam
pendederan dengan membawa sampel air ke laboratorium kualitas air. Adapaun
langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Botol 600 ml dipersiapkan sebagai wadah sampel
2. Sampel air yang diambil sebanyak 600 ml secara perlahan-lahan agar air
tidak menimbulkan gelembung udara
3. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium kualitas air untuk diujikan
4. Apabila sudah selesai, catat hasil pengujian di lampiran kualitas air
3.4.7.5 Nitrit
Pengukuran nitrit dilakukan setiap 2 minggu sekali pada kolam
pendederan dengan membawa sampel air ke laboratorium kualitas air. Adapaun
langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Botol 600 ml dipersiapkan sebagai wadah sampel
2. Sampel air yang diambil sebanyak 600 ml secara perlahan-lahan agar air
tidak menimbulkan gelembung udara
3. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium kualitas air untuk diujikan
4. Apabila sudah selesai, catat hasil pengujian di lampiran kualitas air
3.4.7.6 Penyiponan
Penyiponan dilakukan setiap 4 hari sekali pada bak pemeliharaan larva.
Penyiponan dilakukan dengan menggunakan selang kecil berukuran 3 mm agar
larva tidak ikut tersedot pada saat penyiponan dilakukan. Penyiponan dilakukan
pada pagi hari . Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan
penyiponan adalah sebagai berikut.
1. Alat sipon berupa selang kecil, baskol dan seser dipersiapkan terlebih
dahulu
2. Selang sipon dimasukkan kedalam bak pemeliharaan larva kemudian
disedot secara perlahan hingga air mengalir
3. Gerakkan selang sipon ke dasar bak yang berisi kotoran atau sisa pakan
hingga kotoran tersebut keluar.
31
4. Mencatat setiap terdapat ikan yang mati atau lemah pada form kesehatan
ikan
3.4.8.2 Pencegahan
Pencegahan penyakit merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
meminimalisir munculnya penyakit pada biota budidaya. Upaya pencegahan
yang dilakukan di BPPI Sukamandi adalah berupa pemberian vaksin pada ikan
nila srikandi yang dipelihara di kolam pendederan. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam kegiatan vaksinasi adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan vaksin streptovac 100 ml sebanyak 3 botol, air tawar, bak
semen dan happa.
2. Benih ikan nila srikandi yang akan divaksinasi dimasukkan terlebih dahulu
kedalam bak yang telah dilapisi happa.
3. Vaksin yang digunakan sebanyak 100 ml yang dilarutkan kedalam 1000 liter
air.
4. Perendaman dilakukan selama 30 menit.
5. Setelah 30 menit, benih kemudian dipindahkan ke waring-waring
pemeliharaan.
3.4.9 Panen
Pemanenan pada bak pemeliharaan larva dilakukan pada umur ke 21 hari
dan pada kolam pendederan dilakukan pada umur ke 60 hari. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan adalah sebagai berikut.
1. Menggiring waring ke bagian sudut hingga ikan-ikan berkumpul.
2. Dilakukan penghitungan ikan secara manual pada waring A, waring B dan
waring C
3. Mencatat hasil panen
4. Menghitung kelangsungan hidup masing-masing benih ikan nila srikandi
yang terdapat pada waring pemeliharaan.
Nt
SR= ×100%
N0
Keterangan :
SR = Survival Rate atau kelangsungan hidup ikan
Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0=Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
34
perubahan nama, status fungsi kerja, lokasi dan kedudukan dalam struktur
pemerintahan pusat. Perubahan nama yang terakhir terjadi pda bulan April 2004,
yaitu sebelumnya berada dibawah Sekretariat Jendral Departemen Kelautan dan
Perikanan menjadi dibawah Badan Riset Kelautan dan Perikanan Budidaya
dengan nama Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air
Tawar (LRPTBPAT) yang berkedudukan di Sukamandai, Subang, Jawa Barat.
Pada bulan September 2011 LRPTBPAT resmi menjadi sebuah Balai dengan
nama Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI).
Kepala Balai
Gambar 6a. Induk Nila Nirwana Betina Gambar 6b. Induk Nila Biru Jantan
Perbedaan spesifik antara induk ikan nila jantan dan induk ikan nila betina
dapat disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan induk jantan dan betina
No Induk Jantan Induk Betina
1 Alat kelaminnya berupa tonjolan Alat kelaminnya berupa tonjolan
(papilla) dibelakang anus. Pada dibelakang anus. Namun, pada
tonjolan tersebut terdapat satu tonjolan tersebut terdapat 2 lubang.
39
5.2 Pemijahan
Pembentukan ikan nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus)
dilakukan dengan metode hibridisasi. Ikan nila Srikandi merupakan hasil
hibridisasi antara induk ikan nila Biru (Oreochromis aureus) jantan yang
mempunyai toleransi terhadap salinitas tinggi serta induk ikan Nila Nirwana
(Oreochromis niloticus) betina yang mempunyai pertumbuhan cepat.
Proses pemijahan dilakukan secara alami karena dengan melakukan
pemijahan alami dapat menghasilkan telur lebih banyak dibandingkan dengan
pemijahan buatan. Pemijahan dilakukan dengan cara menempatkan induk jantan
41
dan induk betina yang diseleksi ke dalam kolam pemijahan. Kolam pemijahan
menggunakan bak semen dengan ukuran 10m x 2,5m x 1m sebanyak 2 bak
yaitu bak A dan bak B. Induk yang digunakan untuk pemijahan sebanyak 5 ekor
induk jantan dan 15 ekor induk betina pada setiap kolam, hal tersebut sesuai
dengan SNI 6141 : 2009 mengenai perbandingan induk jantan : betina yaitu 1 : 3.
Berat rata-rata induk jantan yang digunakan yaitu 930 gram/ekor dengan panjang
35,7 cm. Sedangkan berat rata-rata induk betina yang digunakan yaitu 459,95
gram/ekor dengan panjang 30 cm.
Proses pemijahan berlangsung selama 7 hari sejak penebaran induk di
kolam pemijahan. Pemijahan terjadi di lubang dasar kolam berdiameter 30 cm
yang merupakan sarang pemijahan. Menurut pendapat Khairuman dan Amri
(2013), ketika pemijahan berlangsung telur yang dikeluarkan induk betina dibuahi
sperma induk jantan. Selanjutnya, telur yang sudah terbuahi tersebut dierami di
dalam mulut induk betina. Induk betina yang sedang mengerami telur tidak
makan atau berpuasa.
siklus III. Telur yang diperoleh pada siklus III sebanyak 4500 butir telur dari bak A
dan bak B. Telur dibagi ke dalam 5 corong penetasan telur dengan masing-
masing kepadatan 1000 butir pada corong penetasan 1,1000 butir pada corong
penetasan 2,1000 butir pada corong penetasan 3,1000 butir pada corong
penetasan 4 dan 500 butir telur pada corong penetasan 5.
Keberadaan telur dalam bak inkubator harus selalu diamati. Takaran air
harus diperhatikan agar air tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, karena air
yang terlalu banyak akan menghambat laju proses pengadukan sehingga telur
tidak berhasil menetas. Sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan telur
tidak terkena air dan mengalami kekeringan sehingga telur gagal untuk menetas.
Telur ikan nila srikandi menetas 5-7 hari terhitung dari penebaran pada
bak inkubasi telur. Setelah telur menetas, dilakukan penghitungan terhadap larva
untuk mengetahui derajat penetasan telur (Hatching Rate/HR). Adapun data hasil
perhitungan derajat penetasan telur selama 3 siklus dapat dilihat pada Tabel 5.
berikut : Protein = 40%, Lemak = 10%, Serat kasar = 8%, dan Kadar air = 12 %.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Khairuman & Amri (2013) yang
menyatakan bahwa jenis pakan tambahan yang paling cocok diberikan adalah
pakan pellet berukuran kecil yang sesuai dengan bukaan mulut larva ikan nila.
Pakan yang diberikan dengan perhitungan formulasi pakan dengan
menggunakan Feeding Rate (FR) sebesar 20% dari bobot tubuh pada awal
penebaran hingga panen. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari
yaitu pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB (Lampiran 3.). Selain pakan, nutrisi
yang diberikan selama masa pemeliharaan larva ikan nila srikandi yaitu Vitamin
C dengan merk dagang “Ascorbic Acid” dengan cara oral melalui pakan. Dosis
vitamin C yang digunakan yaitu sebanyak 1 gram untuk 500 gram pakan. Vitamin
C dilarutkan kedalam 50 ml alkohol 70% kemudian dicampurkan kedalam pakan
serbuk hingga merata. Pakan yang telah tercampur kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan dan dsimpan di dalam toples agar pakan tahan
lama dan tidak berjamur. Pemberian pakan yang baik dengan memenuhi porsi
dan nutrisi dapat membantu mengurangi serangan penyakit.
Pertumbuhan yang terjadi pada larva ikan nila srikandi selama masa
pemeliharaan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan.
Hasil sampling pertumbuhan larva ikan nila srikandi dapat dilihat pada Lampiran
4. Grafik pertambahan bobot larva nila srikandi disajikan pada Gambar 12 dan
grafik pertambahan panjang larva nila srikandi disajikan pada Gambar 13.
0.60
0.50
0.40
Bobot
0.30 A = 100
B = 150
0.20
C = 200
0.10
0.00
0 1 2 3
Sampling ke-
3.50
3.00
2.50
Panjang
2.00
A = 100
1.50
B = 150
1.00 C = 200
0.50
0.00
0 1 2 3
Sampling ke-
18
16
14
Panjang (cm)
12
10
A = 150
8
B = 225
6
4 C = 300
2
0
0 1 2 3 4
Sampling ke-
Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar. 17, benih ikan nila
srikandi mengalami pertambahan panjang selama 60 hari masa pemeliharaan.
Panjang awal benih pada saat penebaran yaitu 6,9 cm. Pada saat pemanenan
diperoleh panjang benih sebesar 15,87 cm pada Waring A, sebesar 15,96 cm
pada Waring B dan sebesar 14, 96 cm pada Waring C. Pertambahan panjang
benih pada masing-masing waring pemeliharaan berbeda-beda yaitu sebesar
8,97 cm pada Waring A, sebesar 9,06 cm pada Waring B dan 8,06 pada Waring
C.
90
80
70
Bobot (gram)
60
50
A = 150
40
30 B = 225
20 C = 300
10
0
0 1 2 3 4
Sampling ke-
dan ruang gerak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Diansari, dkk (2013)
yaitu peningkatan padat penebaran dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
dimana ikan akan kekurangan kemampuan untuk memanfaatkan ruang gerak
dengan baik sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan.
Sebaliknya, pertumbuhan yang paling baik ditunjukkan oleh benih yang
dipelihara di waring A dengan kepadatan 150 ekor. Benih yang dipelihara di
waring A memiliki ruang gerak yang lebih luas sehingga tidak terjadi persaingan
dalam memperoleh pakan.
5.6.1 Suhu
Berdasarkan Tabel 6. pada saat pemijahan dan pendederan terjadi
kisaran suhu yang lebih luas yakni 28-330C. Kisaran suhu selama masa
pemeliharaan tergolong optimal sesuai dengan pendapat Kordi K. & Tancung
(2007) yang menyatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan nila
yaitu 25-330C.
54
34
33
32
Suhu (0C)
31
30 Pagi
Sore
29
28
27
1 2 3 4 5 6 7
Harri ke-
34
33
32
31
Suhu (0C)
30
29 Suhu Pagi
28 Suhu Sore
27
26
25
1 4 7 1013161922252831343740434649525558
Hari
tinggi, ikan akan kekurangan oksigen. Hal tersebut terlihat dari ikan yang muncul
dipermukaan air untuk mencari oksigen seperti yang dikemukakan Afrianto &
Liviawaty (1992) bahwa pada suhu tinggi ikan akan mengalami kekurangan
oksigen dan sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan baik serta menyebabkan
timbulnya stress.
Suhu pada bak penetasan telur selama pengamatan relatif stabil yaitu
290C. Hal tersebut dikarenakan pada bak inkubator dipasang 2 buah heater yang
berfungsi untuk menjaga suhu air agar tetap stabil. Selain itu, pada media
pemeliharaa larva, suhu yang diperoleh berkisar antara 28-300C. Fluktuasi suhu
pada pemeliharaan larva selama masa pengamatan dapat dilihat pada Gambar
21.
30.5
30
29.5
Suhu (0C)
29
28.5 Pagi
Sore
28
27.5
27
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Hari ke-
7.2
7
6.8
6.6
6.4
pH
6.2 pH Pagi
6 pH Sore
5.8
5.6
5.4
1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143
Hari
8
7.5
7
6
Oksigen Terlarut
5 5.3
4.5
4 4
3 Pagi
2
1
0
1 2 3 4
Minggu ke-
yang baik untuk pemeliharaan ikan nila yaitu ≥ 3 mg/L. Kondisi tersebut terjadi
apabila terjadi hujan yang menyebabkan air menjadi asam dan oksigen menurun
sehingga ikan akan kekurangan oksigen dan mencari oksigen ke permukaan air
4
3.5 3.7
3.4 3.5 3.4
Oksigen Terlarut
3 3.1
2.9
2.5 2.5
2.3
2 2.1
1.5 Pagi
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Minggu ke-
5.6.4 Amonia
Pengukuran amonia pada pendederan benih ikan nila srikandi dilakukan
setiap 2 minggu sekali. Dari hasil pengukuran selama masa pemeliharaan
diperoleh amonia dengan kisaran 0,0956-0,6034 mg/L. Nilai amonia yang
diperoleh menunjukkan adanya peningkatan amonia seiring dengan
pertambahan umur dari benih yang dipelihara
5.6.5 Nitrit
Nitrit (NO2) merupakan salah satu parameter kualitas air yang diukur
dalam pemeliharaan benih ikan nila srikandi. Pengukuran nitrit dilakukan setiap 2
minggu sekali. Hasil pengukuran selama masa pemeliharaan yaitu 0,0043-
0,0112 mg/L.
Gambar 26a. Exophthalmia pada mata Gambar 26b. Warna lebih gelap pada
ikan nila bagian tubuh ikan nila
Indikasi adanya serangan penyakit ikan juga ditemukan pada benih ikan
nila yang dipelihara pada kolam pendederan dengan padat tebar yang berbeda.
Gejala awal yang ditunjukkan yaitu penurunan nafsu makan pada waring C
kemudian disusul dengan adanya kematian ikan sebanyak 2 ekor dengan ciri-ciri
adanya luka pada tubuh ikan dan pembengkakan pada perut. Selain itu, pada
waring B gejala yang ditemukan yaitu adanya penurunan nafsu makan, ikan
berenang berputar-putar serta sisik yang mengelupas (Gambar 27). Dilihat dari
gejala awal yang ditunjukkan, benih tersebut terserang penyakit bakterial. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Hendrianto, dkk (2009) yang menyatakan
bahwa tanda awal ikan yang terserang penyakit bakterial adalah bercak merah
59
atau rusaknya jaringan, adanya borok pada bagian tubuh, terjadi pembengkakan
pada perut, nafsu makan berkurang, sirip geripis dan luka-luka.
Gambar 30. Proses Penggoresan Cairan Organ Sampel pada Media Agar
Bakteri mulai ditemukan setelah 48 jam terhitung dari proses
penggoresan cairan organ pada media agar. Bakteri yang tumbuh terlihat dari
adanya koloni berwarna putih dan kuning pada media agar yang diinkubasi.
5.7.2 Pencegahan
Upaya pencegahan dilakukan di BPPI Sukamandi untuk meminimalisir
serangan penyakit. Upaya pencegahan yang dilakukan yaitu berupa vaksinasi
terhadap benih ikan nila yang dipelihara di kolam pendederan. Vaksin yang
diberikan yaitu vaksin streptovac yang merupakan vaksin inaktif bakteri
Stereptococcus agalactiae-N14G. Vaksinasi dilakukan dengan metode
perendaman yang dilakukan selama 30 menit pada ikan yang sehat. Dosis
vaksin yang digunakan yaitu 100ml vaksin yang dilarutkan kedalam 1000 liter air
tawar.
62
5.8 Panen
Panen dilakukan pada saat ikan nila srikandi berumur 60 hari dan
dilakukan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB. Pemanenan dilakukan dengan
cara menggiring waring hingga ke bagian ujung waring agar ikan-ikan berkumpul
kemudian dilakukan penghitungan secara manual satu per satu. Pada saat
proses penghitungan ikan dilakukan dengan hati-hati agar ikan tidak terluka,
stres dan mati seperti pernyataan Suyanto (2002) yang menyatakan bahwa
penanganan pada saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka
karena dapat menyebabkan benih menjadi lemah , rusak fisik, bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Adapun kegiatan pemanenan yang dilakukan dapat
dilihat pada Gambar 32.
6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek yang dilaksanakan selama 3 bulan di Balai
Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Secara umum, kegiatan budidaya ikan nila telah mengikuti kaidah-kaidah
cara budidaya ikan yang baik.
2. Pakan yang diberikan berupa pakan komersil sebanyak 7% dan 5% dari
total biomassa pada pendederan sedangkan pada pemeliharaan larva
sebanyak 20% dari total biomassa.
3. Kualitas air selama kegiatan budidaya tergolong baik dengan kisaran pH
6-7, oksigen terlarut 2,1-7,5 mg/l, suhu 28-330C, amonia 0,0956-0,6034
mg/l dan nitrit 0,0043-0,0112 mg/l
4. Kelangsungan hidup (survival rate/SR) benih nila srikandi sangat baik
yaitu pada Waring A = 96%, Waring B= 94%, dan Waring C = 81%.
5. Serangan penyakit bakterial Streptococcus agalactiae ditemukan pada
kolam pendederan dengan padat tebar tinggi yaitu 20 ekor/m2.
6.2 Saran
1. Pada budidaya nila srikandi khususnya pendederan sebaiknya
2
menggunakan padat tebar 10 ekor/m agar benih yang dihasilkan lebih
optimal.
2. Pencegahan penyakit sebaiknya dilakukan secara intensif baik
menggunakan vaksin maupun dengan menerapkan biosekuriti untuk
meminimalisir serangan penyakit.
65
DAFTAR PUSTAKA
37-45.
Khairuman dan K. Amri. 2013. Budidaya Ikan Nila. Agromedia. Jakarta. 104 hlm.
Mudjiman, Ahmad. 2008. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 35-40.
SNI 6141 : 2009. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromisi niloticus Bleeker)