Anda di halaman 1dari 66

PENGELOLAAN KESEHATAN BENIH IKAN NILA SRIKANDI (Oreochromis

aureus x niloticus) DI BALAI PENELITIAN PEMULIAAN IKAN


SUKAMANDI- JAWA BARAT

KARYA ILMIAH PRAKTEK AKHIR

Oleh :

DESAK GEDE EKA TIRTAWATI

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN


2016
2

PENGELOLAAN KESEHATAN BENIH IKAN NILA SRIKANDI (Oreochromis


aureus x niloticus) DI BALAI PENELITIAN PEMULIAAN IKAN
SUKAMANDI- JAWA BARAT

Oleh :

DESAK GEDE EKA TIRTAWATI


NRP.4812429885

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Perikanan
Pada Sekolah Tinggi Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR


JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2016
3

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pentingnya pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan merupakan salah
satu kunci keberhasilan dalam usaha budidaya ikan nila. Mengetahui dan
menerapkan berbagai aspek yang terkait didalamnya seperti pengelolaan
kualitas air dan lingkungan, pemberian pakan yang bernutrisi baik, teknik
budidaya yang benar serta pengenalan penyakit termasuk penanganan dan
pengobatan, diharapkan agar usaha budidaya terhindar dari kerugian akibat
terserang penyakit dan dapat memenuhi permintaan pasar.
Ikan nila srikandi (Oreochromis aureus x niloticus) merupakan salah satu
jenis ikan konsumsi air tawar yang saat ini masih menjadi primadona masyarakat
Indonesia. Ikan nila dikenal sebagai jenis ikan budidaya yang cepat tumbuh,
teknik budidayanya relatif mudah serta relatif tahan terhadap penyakit.
Penyakit ikan merupakan salah satu kendala yang harus mendapat
perhatian serius dalam budidaya ikan nila. Penyakit ikan dapat menimbulkan
kerugian pada budidaya ikan nila yaitu antara lain : berupa kematian ikan dan
penurunan kualitas ikan seperti misalnya cacat akibat infeksi dan kelainan
tubuh.Timbulnya penyakit merupakan akibat dari terganggunya keharmonisan
interaksi antara 3 (tiga) faktor utama dalam budidaya. Ketiga faktor tersebut
adalah ikan, patogen dan lingkungan budidaya. Sumber dari penyakit yang
sering menyerang pada ikan berasal dari kelompok hama, parasit dan non
parasit (Afrianto & Liviawaty, 1992).
Penyakit akibat infeksi bakteri merupakan salah satu masalah serius yang
dihadapi oleh pembudidaya ikan nila. Salah satu penyakit akibat infeksi bakteri
yang banyak ditemukan yaitu infeksi Streptococcosis (Supriyadi & Gardenia,
2010). Infeksi bakteri Streptococcosis banyak ditemukan pada benih pasca
transportasi dari lokasi pembenihan (hatchery) ke kolam pendederan.
Sehubungan dengan uraian tersebut, maka pada tulisan Karya Ilmiah
Praktek Akhir (KIPA) ini penulis mengambil judul “Pengelolaan Kesehatan
Benih Ikan Nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus) di Balai
Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, Jawa Barat”.

1.2 Tujuan
1. Mampu melakukan teknik pembenihan hingga pendederan ikan nila srikandi
(Oreochromis aureus x niloticus).
4

2. Mampu melakukan pengelolaan kesehatan pada ikan nila srikandi


(Oreochromis aureus x niloticus).

1.3 Batasan Masalah


Dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktek Akhir, penulis membatasi
permasalahan yang akan diamati pada :
1. Aspek teknis dalam pembenihan ikan nila meliputi : pemeliharaan induk,
seleksi induk, pemijahan, penetasan telur, pemberian pakan, monitoring
kualitas air (pH, suhu dan oksigen terlarut), monitoring pertumbuhan,
monitoring hama penyakit dan panen.
2. Aspek teknis dalam pendederan ikan nila meliputi : persiapan wadah, seleksi
benih, penebaran benih, pemberian pakan, monitoring kualitas air (pH, suhu,
oksigen terlarut, amonia, dan nitrit), monitoring pertumbuhan, monitoring
hama penyakit dan panen.
3. Pengelolaan Kesehatan meliputi : Pengamatan melalui gejala klinis pada ikan,
identifikasi penyakit di Laboratorium Kesehatan Ikan, serta pencegahan dan
pengobatan pada ikan yang terserang penyakit.
5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila


Biologi ikan nila pada umumnya terdiri dari klasifikasi dan morfologi,
habitat dan penyebaran serta pakan dan kebiasaan makan.

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi


Ikan nila (Oreochromis niloticus) didatangkan ke Indonesia awal tahun 1981
oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Ikan ini merupakan salah satu ikan
konsumsi air tawar yang tergolong kedalam famili Cichlidae. Klasifikasi ikan nila
menurut Khairuman & Amri (2013) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Sirip
punggung
Sirip

dada
Mata

Ekor
Mulut

Sirip anus

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


6

Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping dengan sisik berukuran
besar. Matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi
(linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi
letaknya lebih kebawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada
(Khairuman & Amri, 2013). Sisik pada ikan nila berbentuk stenoid berukuran
besar dan kasar. Jumlah sisik pada gurat sisi yaitu 34 buah. Sirip punggung dan
sirip perut mempunyai jari-jari lemah dan keras yang tajam seperti duri (Djarijah,
1995).
Ikan nila memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip
dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin) dan sirip ekor
(caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang hingga
bagian atas sirip ekor. Ikan nila memilki sepasang sirip dada dan sirip perut yang
berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang.
Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah
(Khairuman & Amri, 2013). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

2.1.2 Habitat dan Penyebaran


Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya
sehingga bisa dipelihara di dataran rendah (air payau) hingga di dataran tinggi
(air tawar). Habitat hidup ikan nila beragam, mulai dari sungai, danau, waduk,
rawa, sawah, kolam hinngga tambak (Khairuman & Amri, 2013).
Menurut Suyanto (2002), Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap
perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan nila yang sudah besar. Nilai pH
air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6 - 8,5 dan suhu optimal untuk ikan nila
antara 25-300C. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan nila
adalah salinitas atau kadar garam di suatu perairan. Ikan nila bisa tumbuh dan
berkembang pada kisaran salinitas 0-29 g/L. Jika kadar garamnya 29-35 g/L,
ikan nila bisa tumbuh, tetapi tidak bisa berproduksi.

2.1.3 Pakan dan Kebiasaan Makan


Ikan nila tergolong kedalam ikan pemakan segala atau omnivora
sehingga ikan nila bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan maupun
tumbuhan. Ketika benih, makanan yang disukai ikan nila adalah pakan alami
berupa zooplankton seperti Rotifera sp., Moina sp., atau Daphnia sp. Selain itu,
ikan nila juga memakan alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di
habitat hidupnya. Pada saat ikan nila telah mencapai ukuran dewasa, ikan nila
7

bisa diberi berbagai makanan tambahan, misalnya pelet (Khairuman & Amri,
2013).

2.2 Pengelolaan Induk


Pengadaan dan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal yang
harus dilakukan dalam teknik pembenihan ikan nila. Pengelolaan induk yang baik
dan benar akan menghasilkan induk yang berkualitas.

2.2.1 Persiapan Bak Induk


Kolam pemijahan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Persiapan meliputi pengeringan kolam selama dua hari, pebaikan pematang,
perbaikan kamalir, dan penutupan kebocoran yang mungkin terjadi. Pemupukan
menggunakan pupuk organik berupa kotoran ternak sebanyak 250-1.000
gram/m2. Setelah persiapan selesai kemudian kolam dialiri air setinggi 40-60 cm
(Khairuman dan Amri, 2013).
Kolam yang digunakan harus dipersiapkan dua minggu sebelum
dipergunakan. Dasar kolam dicangkul dan diratakan, dibersihkan dari rumput-
rumputan kemudian dikeringkan dengan cahaya matahari selama beberapa hari
Tanggul dan pintu air diperbaiki supaya tidak terjadi kebocoran. Tanah dasar
dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hama. Dosis kapur yang
digunakan sebanyak 100-300 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan
tanah pada dasar kolam. Dosis pupuk kandang yang digunakan yaitu 1-2 ton/ha
(Suyanto, 2002).

2.2.2 Seleksi Induk


Di alam, pada umur 6 bulan telah mencapai ukuran berat minimal 400
gram. Warna tubuh induk yang baik adalah kemerah-merahan atau kekuning-
kuningan atau albino dan tidak ada bercak. Ukuran kepala relatif kecil
dibandingkan dengan badannya. Mulut lebar tetapi relatif tipis. Mata besar dan
agak melotot. Penampilan lembut dan gerakan gemulai (Djarijah, 1995).
Ikan nila yang ukurannya masih kecil belum menampakkan perbedaan alat
kelamin. Setelah mencapai bobot 50-60 gram perbedaan kelamin sudah mulai
dapat terlihat. Perbedaan berdasarkan jenis kelamin, ikan nila jantan memiliki
ukuran sisik yang lebih besar dari pada ikan nila betina, alat kelamin ikan nila
jantan berupa tonjolan yang agak runcing yang berfungsi sebagai muara saluran
urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan nila
8

jantan akan mengeluarakan cairan bening sedangkan ikan nila betina


mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di
depan anus (Djarijah, 1995).
Menurut Suyanto (2002) Langkah pertama dalam kegiatan pembenihan ikan
nila adalah memilih calon induk yang baik. Pengadaan induk bertujuan untuk
mencari induk pokok atau untuk memperbaiki keturunan, selain itu pengadaan
induk juga dapat dilakukan dengan cara menghasilkan induk sendiri, untuk
menghasilkan induk sendiri dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut :
a. Backcross atau dengan cara mengawinkan nila jantan dengan induk
betinanya atau dengan mengawinkan nila betina dengan induk jantanya.
Dengan cara ini sifat genetic induk jantan atau induk betina lebih orisinil dan
masih memiliki genetis mendekati induknya.
b. Pemijahan antara nila yang bukan dari satu keturunan atau berbeda
keturunan.
Beberapa kriteria ikan nila yang dapat dijadikan calon induk adalah sebagai
berikut:
1. Tubuh normal, tidak cacat dan bergerak aktif.
2. Perbandingan antara panjang dan lebar tubuh proposional (2,5 : 1 ).
3. Sisik tersusun rapi, mulus, serta sirip lengkap.
4. Pangkal ekor tebal (5 – 7 sisik) dan kuat.
5. Jika tubuh dipegang akan langsung respon, terutama bagian ekornya yang
mengibas dan sirip mengembang.
6. Panjang genital induk jantan nyata (sampai sirip perut).
Seleksi induk dilakukan setelah 2 – 3 minggu (14 – 21 hari) pematangan
gonad. Seleksi induk dilakuan dengan cara melakukan pengamatan satu per
satu pada induk betina atau melakukan striping secara perlahan hingga telur
keluar. Seleksi induk betina yang matang gonad dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Induk di pilih satu persatu yang matang gonad dengan mengamati keadaan
genital pavila.
b. Genital pavila betina yang matang gonad berwarna merah, posisinya tegak
terhadap bagian ventral, dan bila distriping mengeluarkan telur berwarna
kuning tua.
Tujuan akhir dari usaha pembenihan ikan nila sangat di pengaruhi oleh
kualitas induk. Induk yang kualitas genetisnya kurang baik, maka benih yang
9

dihasilkan mempunyai kualitas yang kurang baik. Oleh karena itu, sebaiknya
induk yang digunakan harus mempunyai kualitas yang baik. Tanda-tanda induk
yang berkualitas baik yaitu kondisi sehat, bentuk badan normal, sisik besar dan
tersusun rapi, kepala relatif kecil dibandingkan dengan badannya, badan tebal
dan berwarna mengkilap, gerakan lincah serta memiliki respon yang baik
terhadap pakan tambahan, induk nila dapat dipijahkan pada umur (5-6) bulan
dengan bobot rata-rata 500 gram untuk induk jantan dan 300 gram untuk induk
betina (Suyanto, 2002)
Induk jantan dan induk betina dapat dibedakan berdasarkan perbedaan sifat
kelamin sekunder ataupun melalui perbedaan jaringan. Perbedaan jenis kelamin
ini terbentuk setelah benih berumur 28 hari. Nila merah jantan memiliki sisik
besar dan setelah dewasa alat kelaminnya membentuk tonjolan agak meruncing.
Sedangkan ikan nila merah betina berwarna merah pucat (Djarijah, 1995).
Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan induk jantan dan induk betina


No Faktor Induk Jantan Induk betina
Pembeda
1 Bentuk Tubuh Lonjong, ujung sirip punggung Bulat, ujung sirip
lebih panjang daripada punggung lurus
pangkal ekor, perut pipih, dengan pangkal ekor,
dagu menonjol kemerah- perut mengembung
merahan, pada induk jantan dan dagu tidak
yang telah matang kelamin menonjol.
warna merah pada ujung-
ujung sirip punggung dan ekor
tampak lebih tua dari pada
bagian warna tubuh lainnya.
2 Alat kelamin Berupa tonjolan memanjang Berupa tonjolan bulat
dan meruncing serta pada dan pada tonjolan ini
ujungnya terdapat satu lubang terdapat dua lubang,
pengeluaran air seni dan masing-masing untuk
sperma, dan lubang alat pengeluaran air seni
kelamin memerah dan apabila dan pengeluaran telur,
perut di sekitar alat kelamin dan induk betina yang
10

tersebut di urut akan keluar matang kelamin dapat


sperma berupa cairan putih diperhatikan dari isi
pekat. perut bagian belakang
yang agak membesar
dan gembur serta
warna tubuhnya
terlihat sangat pucat.
3 Warna tubuh Induk jantan cenderung lebih Induk betina agak
tua dan lebih terang. pucat dan cenderung
warna merah muda.
Sumber: (Djarijah, 1995).

2.2.3 Pematangan Gonad


Padat tebar induk ikan nila yaitu 1 ekor/m2 atau 1 ekor/1,5 m2. Perbandingan
jantan dengan betina yaitu 1 : 3. Untuk kolam yang luasnya 100 m2 dapat ditebari
induk ikan nila yaitu sebanyak 90 ekor terdiri dari 30 ekor jantan dan 60 ekor
betina (Suyanto, 2002).
Ciri induk ikan nila unggul adalah pertumbuhan cepat, tahan penyakit serta
mudah beradaptasi dengan lingkungan. Bobot badan ikan nila untuk pembenihan
sebaiknya 10-25 gram atau berumur 1-1,5 bulan. Ciri morfologinya yaitu kepala
ikan relatif kecil, tutup insang normal tidak tebal atau tipis, pada ujung mulut ada
dua sungut atau kumis, serta lensa mata ikan terlihat jernih. Bentuk badan
melengkung sempurna, tidak ada bagian yang datar di bagian punggungnya
(Suyanto, 2002).

2.3 Pemijahan
Menurut Khairuman dan Amri (2013), pemijahan ikan nila dilakukan
dengan menyatukan indukan (jantan dan betina) dalam kolam pemijahan.
Pemijahan ini dapat dilakukan di kolam permanen atau kolam tanah. Pemijahan
pada kolam tanah biasanya di lakukan dengan padat tebar 1 ekor/m 2. Setelah 3-
5 hari, induk jantan biasanya akan membuat sarang di dasar kolam. Sarangnya
berbentuk cekungan sebesar badan induk betina. Setelah itu, induk betina akan
mendatangi sarang yang sudah dibuat. Tidak lama kemudian, induk betina akan
bertelur dan akan dibuahi oleh pejantan. Proses pemijahan ini biasanya terjadi
dalam waktu 60 menit untuk satu pasangan induk. Telur yang bisa dihasilkan dari
satu pasang dapat mencapai 2000 butir telur.
11

Pemijahan terjadi setelah hari ketujuh setelah penebaran induk. Pemijahan


terjadi dilubang-lubang (lekukan berbentuk bulat) berdiameter 30-50 cm didasar
kolam yang merupakan sarang pemijahan. Ketika pemijahan berlangsung telur
yang dikeluarkan induk betina kemudian dibuahi, dan selanjutnya telur tersebut
tersebut dierami induk betina didalam mulutnya. Induk betina yang sedang
mengerami telurnya biasanya tidak makan alias puasa. Karena itu, seminggu
setelah induk ditebar, jumlah pakan tambahan dikurangi sekitar 25% dari jumlah
semula (Khairuman dan Amri, 2013).
Menurut SNI 6141:2009, penggunaan bahan kimia, bahan biologi dan obat-
obatan, hanya digunakan serta diperlukan dan disesuaikan dengan aturan yang
dianjurkan. Hal tersebut merupakan yang baik untuk dilakukan pada pemijahan
ikan nila. Padat tebar induk pada kolam 1 ekor/m2, sedangkan rasio induk jantan
: betina = 1 : 3 dan produksi larva yang dihasilkan minimal 750 larva per ekor
induk per satu periode.

2.4 Penanganan Telur


Menurut Suyanto (2002) telur ikan nila bulat dan berwarna kekuningan
dengan diameter ± 2,8 mm. Sekali memijah induk ikan nila dapat mengeluarkan
telur sebanyak 300-1.500 butir tergantung ukuran induk betina. Derajat
pembuahan dan penetasannya sangat tinggi. Selesai pemijahan, telur-telur yang
telah terbuahi segera diambil oleh induk betina dan dierami di dalam mulutnya.
Induk betina mengerami telur didalam mulutnya selama 6-7 hari. Ketika telur baru
menetas, anak ikan nila yang masih kecil (burayak) masih memiliki kuning telur.
Setelah 4-5 hari, kuning telur habis terserap dan larva sudah dapat berenang
keluar dari mulut induknya.

2.5 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva merupakan kegiatan pemeliharaan memelihara larva
ikan nila dari larva tersebut baru menetas. Pada umumnya, kegiatan
pemeliharaan larva meliputi persiapan wadah, pemberian pakan, monitoring
pertumbuhan, dan panen.

2.5.1 Persiapan Wadah


Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva yaitu dapat berupa bak
maupun happa berukuran 2x1x1 m3. Happa dipasang berderet dalam kolam
berukuran 1000-2000m2. Penebaran benih dilakukan pada pagi hari karena suhu
12

air masih rendah . Padat penebarannya 1000-2000 ekor/m2 (Khairuman & Amri,
2013).

2.5.2 Pemberian Pakan


Pakan merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam
budidaya ikan. Pemberian pakan yang efektif dan efisien dalam arti jenis, dosis,
dan waktu pemberian yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang
optimal (Mudjiman, 2008).
Menurut Suyanto (2002), pemupukan kolam akan merangsang
tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar,
seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus. Semua itu dapat
menjadi makanan ikan nila. Induk ikan nila masih perlu diberi pakan tambahan
berupa pellet yang mengandung protein 30-35 % dengan kandungan lemak tidak
lebih dari 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang
cukup di dalam pakan yang diberikan. Penambahan vitamin E dan C yang
berasal dari tauge, daun atau sayuran yang diiris-iris. Jumlah pakan yang
diberikan sebanyak 2-3% bobot biomassa per hari. Pakan diberikan 3 kali sehari
pada pagi, siang dan sore hari.
Makanan yang diberikan pada benih ikan nila berbeda-beda sesuai
dengan umur benih. Pada benih yang berumur 1 minggu sudah dapat memakan
kutu air (Moina, Diaphanosoma, dan lain-lain) yang berukuran 0,2-0,5 mm. Satu
minggu berikutnya, benih sudah dapat memakan makanan yang lebih besar
ukurannya, seperti zooplankton (Cladocera dan Copepoda) yang berukuran 1-5
mm (Suyanto, 2002).
Menurut Khairuman & Amri (2013), pakan tambahan harus diberikan
setiap hari untuk mempercepat proses pertumbuhan benih. Jenis makanan
tambahan yang paling cocok diberikan adalah pelet berukuran kecil yang sesuai
dengan bukaan mulut ikan nila. Pemberian pakan tersebut dilakukan dua kali
sehari pada pagi dan sore hari dengan dosis 3-5% dari biomassa. Pemberian
pakan yang baik dengan memenuhi porsi dan nutrisi dapat membantu
mengurangi serangan penyakit.

2.5.3 Monitoring Pertumbuhan


Monitoring pertumbuhan benih ikan nila dilakukan dengan melakukan
sampling pertambahan panjang dan bobot secara berkala. Pengukuran
pertambahan panjang ikan dilakukan dengan mengukur panjang total dan
13

panjang standard ikan. Sedangkan pertambahan bobot dilakukan dengan cara


mengambil beberapa sampel ikan kemudian ditimbang.

2.6 Pendederan Ikan Nila


Kegiatan pendederan merupakan tahapan pemeliharaan benih yang
dibagi kedalam beberapa tahapan yaitu pendederan I, pendederan II dan
pendederan III. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pendederan adalah
persiapan wadah, pemberian pakan, monitoring pertumbuhan, monitoring
kualitas air, monitoring penyakit dan panen.

2.6.1 Persiapan Wadah


Pendederan merupakan upaya untuk membesarkan benih pada media
atau kolam yang telah disiapkan. Luas kolam yang digunakan untuk pendederan
yaitu 1000 -2000 m2. Kolam yang digunakan harus bisa menahan air dan tidak
bocor. Kolam yang pematangnya terbuat dari tanah harus sering dikontrol karena
tidak jarang hewan yang bersarang dipematang kolam, seperti belut dan kepiting
yang menyebabkan kebocoran pada kolam. Pintu pemasukan dan pengeluaran
air kolam dan saringan di kedua pintu air juga harus tersedia. Fungsinya untuk
mencegah ikan-ikan liar masuk ke dalam kolam dan ikan nila yang dipelihara
keluar dari kolam (Khairuman & Amri, 2013).

2.6.2 Pemberian Pakan


Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat
pertumbuhan benih ikan nila srikandi. Pakan tambahan berupa pakan komersil
harus diberikan setiap hari untuk mempercepat proses pertumbuhan benih. Jenis
pakan tambahan yang diberikan berupa pelet yang sesuai dengan bukaan mulut
benih. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore dengan jumlah pakan
yang diberikan sebanyak 3-5% dari bobot total benih yang dipelihara (Khairuman
&Amri, 2013).

2.6.3 Monitoring Pertumbuhan


Keberhasilan dalam suatu budidaya dapat diketahui dari tingkat
pertumbuhan biota yang dipelihara. Pertumbuhan dapat diketahui dengan
melakukan pengamatan terhadap ikan yang dipelihara untuk mengetahui
pertambahan panjang dan bobot dari ikan tersebut.
14

2.7 Monitoring Kualitas Air


Air merupakan media bagi biota yang dibudidayakan, baik sebagai media
internal maupun eksternal. Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan
baku reaksi di dalam tubuh, pengangkut bahan makanan ke seluruh tubuh,
pengangkut sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari dalam tubuh dan sebagai
pengatur atau penyangga suhu tubuh. Sementara sebagai media eksternal air
berfungsi sebagai habitatnya. Oleh karena peran air bagi kehidupan biota
budidaya sangat penting atau esensial maka dalam budidaya , kuantitas dan
kualitasnya harus dijaga sesuai dengan kebutuhan biota (Kordi K. & Tancung,
2007).
Ada beberapa parameter yang biasanya diamati untuk menentukan
kuatlitas suatu perairan antara lain :

1. Suhu
Menurut Kordi K. & Tancung (2007) suhu sangat berpengaruh terhadapp
kehidupan dan pertumbuhan biota. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan
biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kekeruhan
oksigen dalam air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan nila yaitu 25-330C
dan fluktuasi suhu harian dipertahankan tidak melebihi 30C.
Pada suhu tinggi, ikan akan kekurangan oksigen dan sistem enzim tidak
dapat berfungsi dengan baik, hal tersebut akan menyebabkan timbulnya stress.
Pada situasi yang demikian, penyakit ikan dapat berkembang dengan cepat
sehingga ikan dapat dengan mudah terinfeksi penyakit terutama penyakit yang
disebabkan oleh bakteri yang mampu hidup di lingkungan panas (Afrianto &
Liviawaty, 1992).

2. pH
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH (puissance negatif de
H) yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu
cairan. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan
oksigen oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik dan selera makan berkurang. Kisaran pH
yang baik untuk pemeliharaan benih ikan nila yaitu 7-9 (Kordi K. & Tancung,
2007).
15

3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)


Oksigen (O2) adalah satu jenis gas terlarut dalam air dengan jumlah yang
sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Oksigen
diperlukan ikan nila untuk bernapas. Oksigen merupakan faktor pembatas
sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota
budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Kordi K & Tancung,
2007). Kisaran DO yang baik untuk pemeliharaan benih ikan nila menurut SNI
6141:2009 yaitu ≥3 mg/L.

4. Amonia
Pada budidaya ikan yang menerapkan padat penebaran tin ggi dan
pemberian pakan secara intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat
cepat. Kotoran padat dan sisa pakan tidak termakan adalah bahan organik
dengan kandungan protein tinggi yang diuraikan menjadi polypeptida, asam-
asam amino dan amonia sebagai produk akhir yang terakumulasi dalam kolam
tersebut. Menurut Kordi K. & Tancung (2007) semakin tinggi pH air kolam, daya
racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk
NH3, sedangkan amonia dalam bentuk molekul (NH3) lebih beracun daripada
yang berbentuk ion (NH4+). Pengaruh langsung dari kadar amonia tinggi yang
belum mematikan ialah rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang
membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernapasan akan tergangggu.

Tabel 2. Persentase total amonia dalam hubungannya dengan pH dan suhu


Suhu (0C)
pH
20 25 30
6,0 0,040 0,057 0,081
6,5 0,125 0,180 0,250
7,0 0,396 0,566 0,799
7,5 1,240 1,770 2,480
8,0 3,820 5,380 7,460
8,5 11,200 15,300 20,300

5. Nitrit
Nitrit (NO2) beracun terhadap ikan yang dibudidayakan karena
2+
mengoksidasi Fe di dalam hemoglobin. Akumulasi nitrit di dalam kolam diduga
16

terjadi sebagai akibat tidak seimbangnya antara kecepatan perubahan dari nitrit
menjadi nitrat dan dari amonia menjadi nitrit (Kordi K. & Tancung, 2007).

2.8 Monitoring Penyakit


Pada setiap kegiatan budidaya ikan pasti akan terdapat kendala yang
dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas dalam suatu usaha. Penyebab
utama terjadinya kegagalan produksi ikan budidaya disebabkan antara lain oleh
adanya hama dan penyakit yang menyerang dalam wadah budidaya ikan. Ikan
yang terserang penyakit tidak akan mengalami pertumbuhan berat badan yang
optimal dan hal ini sangat merugikan bagi para pembudidaya (Supian,2014).

2.2.3.1 Penyebab Penyakit Ikan


Penyakit ikan merupakan salah sat faktor utama yang menyebabkan
kerugian pada usaha budidaya. Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
(Sachlan dalam Afrianto & Liviawaty,1992).
Serangan penyakit adalah masalah yang sangat penting, dimana
penanggulangan penyakit harus menjadi pengetahuan yang penting bagi
pembudidaya ikan (Supian,2014). Timbulnya serangan penyakit ikan merupakan
hasil interaksi yang tidak seimbang antara ikan, kondisi lingkungan dan
organisme penyakit. Interaksi yang tidak seimbang ini menyebabkan stres pada
ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimiliki ikan menjadi lemah dan
akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Afrianto & Liviawaty, 1992)
Patogen atau bibit penyakit yang menyerang ikan secara alami terdapat
dan hidup selaras di lingkungan perairan. Dalam kegiatan budidaya munculnya
penyakit akibat adanya interaksi antara ikan dengan mikroorganisme patogen
(bibit penyakit) dan lingkungannya dalam kondisi yang tidak seimbang. Apabila
ke 3 komponen ini bisa dipertahankan pada keadaan seimbang maka
permasalahan penyakit tidak akan muncul. Tetapi apabila salah satu atau lebih
komponen diatas terganggu keseimbangannya, maka ikan budidaya rentan
terserang penyakit (Hendrianto dkk, 2009). Gabungan interaksi ini secara umum
diistilahkan hubungan ikan-patogen-lingkungan yang digambarkan seperti pada
Gambar 2.
17

Patogen

Lingkungan Ikan

Gambar 2. Hubungan Inang-patogen-lingkungan

Perubahan dalam keseimbangan ketiga faktor ini seperti menurunnya


kualitas air bisa menyebabkan ikan stres, menurun daya tahan tubuhnya,
mikroorganisme patogen meningkat sehingga menyerang ikan budidaya.

2.2.5.2 Jenis-jenis Penyakit


Secara umum, penyakit ikan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
penyakit infeksius dan non infeksius. Penyakit infeksius disebabkan oleh
organisme patogen yang ada dalam lingkungan atau terbawa oleh media
pembawa lain. Penyakit infeksius dibagi menjadi 4 golongan yaitu penyakit
parasitik, mikotik, bakterial dan viral. Penyakit non infeksius biasanya disebabkan
oleh masalah lingkungan, defisiensi nutrisi, atau abnormalitas genetis (Maskur
dkk, 2014).

1. Penyakit infeksius
Penyakit infeksius merupakan penyakit yang disebabkan oleh suatu
patogen. Penyakit infeksius dibagi kedalam beberapa golongan yaitu penyakit
parasitik, penyakit mikal, penyakit bakterial dan penyakit viral.

a. Penyakit Parasitik
Penyakit parasitik adalah penyakit yang disebabkan oleh patogen jenis
parasit. Parasit adalah organisme yang hidup pada organisme lain dan mendapat
keuntungan dari hasil simbiosenya sedangkan inang dirugikan. Parasit
merupakan bagian dari ekosistem perairan. Infestasi parasit pada suatu usaha
budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang cukup tinggi. Apabila tidak
ditangani segera maka tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh
patogen lain seperti bakteri dan virus melalui luka yang ditimbulkan (Hendrianto
dkk,2009).
18

b. Penyakit Mikal
Penyakit mikal adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jamur
merupakan organisme heterotrof yang tersusun dari banyak sel dan filamentous.
Jamur umumnya berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual.
Perkembangbiakan seksual dengan cara menghasilkan spora sedangkan secara
aseksual dengan membentuk tunas. Jamur merupakan salah satu agen kausatif
penting pada penyakit satwa akuatik. Jamur umumnya bersifat patogen
oportunistik dan biasanya menginfeksi ikan yang stres. Infeksi jamur pada ikan
seringkali bersifat fatal dan sulit untuk ditanggulangi (Hendrianto dkk, 2009).
Jamur terlihat seperti benang yang tumbuh di bagiian dalam atau luar
tubuh ikan. Jamur mempunyai ukuran yang lebih besar daripada bakteri,
sehingga relatif mudah untuk mendeteksinya ( Afrianto & Liviawaty, 1992).

c. Penyakit Bakterial
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang berukuran sangat
kecil umumnya 0,5-10 mikron dan terdapat di semua lingkungan. Pada
lingkungan budidaya dimana terdapat bahan organik melimpah terdapat bakteri
dalam jumlah besar. Penyakit bakterial merupakan penyakit yang umum
ditemukan dan menjadi salah satu penyebab kematian ikan-ikan budidaya
khususnya ikan air tawar. Timbulnya penyakit bakterial disebabkan oleh luka
akibat infeksi parasit, kualitas air yang kurang baik, stres karena kepadatan, mutu
pakan kurang baik, polusi bahan organik dan sirkulasi air kurang memadai dan
luka fisik selama pengangkutan (Hendrianto dkk, 2009).
Gejala klinis penyakit bakterial umumya tampak setelah sebelumnya
didahului oleh perubahan fisiologi dalam tubuh inangnya. Sebagian penyakit
bakterial menunjukkan gejala yang sama pada ikan. Infeksi bisa terjadi pada kulit
atau sirip ikan, dalam otot dan organ dalam. Tanda awal biasanya bercak merah
atau rusaknya jaringan, adanya borok pada bagian tubuh, sirip yang busuk,
terjadi pembengkakan perut (swollen abdomen), timbul bercak merah pada tubuh
ata organ, ascites (benjolan), nafsu makan berkurang, sirip geripis dan luka-luka
(Hendrianto dkk, 2009).

d. Penyakit Viral
Virus adalah organisme penyebab penyakit yang berukuran sangat kecil
yaitu 25-300 nanometer sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop elektron. Aktivitas serangan virus bersifat akut, menghasilkan
19

kerusakan jaringan cukup luas dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat (Afrianto & Liviawaty, 1992).

2. Penyakit Non Infeksius


Penyakit non infeksius merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non infeksi tidak menular.
Penyakit non infeksi yang banyak ditemukan yaitu keracunan dan kekurangan
gizi. Keracunan dapat disebabkan oleh pakan yang berjamur, berkuman dan
pencemaran lingkungan perairan (Supian, 2014).

a. Penyakit Akibat Lingkungan


Peyakit akibat lingkungan pada ikan masih sering terjadi. Penyakit
lingkungan disebabkan antara lain oleh kualitas air yang tidak sesuai dengan
biota yang dibudidayakan.
1) Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyakit. Selain suhu
yang tinggi pada daerah tropis, masalah yang sering ditemukan adalah masalah
perubahan suhu yang terlalu ekstrim akibat pengaruh musim (Supian,2014).
2) pH
pH air yang dibutuhkan oleh ikan bervariasi tergantung jenis ikan
tersebut. Efek langsung dari pH rendah dan pH yang terlalu tinggi adalah berupa
kerusakan sel epitel, baik kulit maupun insang. Hal tersebut akan mengganggu
proses penyerapan oksigen terutama bagi ikan yang bernafas dengan
menggunakan insang (Supian, 2014)
3) Bahan Cemaran
Bahan cemaran biasanya berasal dari sumber air yang digunakan pada
suatu usaha budidaya, terutama yang menggunakan sumber ai dari sungai atau
perairan umum lainnya. Cemaran bisa berasal dari lmbah domestik maupun
limbah industri. Bahan cemaran dapat berupa bahan beracun dan logam berat.
Bahan cemaran tersebut secara langsung dapat memattikan atau bisa
melemahkan ikan. Bahan cemaran konsentrasi rendah yang berlangsung dalam
jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek yang tidak mematikan pada
ikan tetapi akan mengganggu proses kehidupan ikan (sublethal). Pada kondisi
demikian ikan akan mudah terinfeksi oleh segala macam pnyakit, seperti
misalnya penyakit akibat infeksi jamur dan bakteri (Supian, 2014).
20

b. Penyakit Nutrisi
Fungsi makanan bagi ikan adalah sebagai sumber energi yang diperlukan
dalam proses fisiologis tubuh. Makanan ikan harus mengandung zat-zat
penghasil energi yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Selain itu, pakan juga
harus mengandung vitamin, mineral, serat dan air. Zat-zat makanan yang
terdapat di dalam makanan disebut zat gizi atau nutrien (Mudjiman, 2008).
Pakan ikan harus mengandung cukup protein karena protein yang
dibutuhkan ikan relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan
tubuh ikan terhadap penyakit dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu.
Kekurangan vitamin pada ikan juga mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh
ikan, baik kelainan bentuk tubuh maupun kelainan fungsi fisiologi (Supian, 2014).

c. Genetis
Perkawinan kekerabatan pada ikan dapat menimbulkan masalah pada
penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi suatu penyakit. Hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri. Kelainan
yang ditimbulkan karena perkawinan kekerabatan yaitu tutup insang tidak bisa
tertutup dengan sempurna, sehingga hal tersebut akan mengganggu proses
pernafasan ikan. Semakin lama ikan akan mengalami kekurangan darah akibat
rusaknya sistem pembuat darah karena minimnya oksigen yang dipasok pada
jaringan pembuat darah (Supian, 2014).

2.2.5.3 Pengendalian Penyakit


Pengendalian penyakit pada budidaya ikan merupakan kegiatan yang
sangat penting untuk dilakukan. Pengendalian penyakit terdiri dari dua kegiatan
yaitu usaha pencegahan dan usaha pengobatan.
Menurut Supian (2014), pada prinsipnya pencegahan dapat ditinjau dari
pendekatan lingkungan, inang dan patogen. Pendekatan lingkungan dilakukan
dngan menjaga kualitas air supaya tetap sesuai dengan kebutuhan ikan,
menjaga wadah budidaya tetap bersih dan sehat dan menghindari pergantian air
yang mendadak sehingga tidak menyebabkan ikan menjadi stress. Pendekatan
inang dilakukan dengan dengan cara penanganan ikan yang baik atau tidak
kasar sehingga tidak menyebabkan ikan menjadi luka atau lecet dan tidak stress,
pengaturan kepadatan ikan yang disesuaikan dengan ukuran ikan dan daya
dukung lahan, pemberian pakan yang tepat mutu . Pendekatan patogen, pada
prinsipnya menjaga virulensi patogen agar tidak meningkat. Virulensi patogen
21

berkaitan erat dengan semakin memburuknya lingkungan dan juga dengan


derajat stress dari inangnya. Kondisi lingkungan yang semakin memburuk akan
memacu perkembangan patogen meningkat,
Biosekuriti merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya
hama atau penyakit yang berasal dari luar lingkungan budidaya ke dalam
lingkungan budidaya. Penerapan biosekuriti berperan penting dalam aspek
pendekatan lingkungan pada budidaya ikan. Menurut Hendrianto dkk (2009),
fitur-fitur biosekuriiti antara lain.
a. Pemisahan berbagai area fungsional dengan foot bath dan tempat untuk
mencuci tangan
b. Akses ke lokasi unit produksi terbatas hanya bagi orang yang
berkepentingan
c. Desinfeksi dan pembilasan yang seksama pada semua perlengkapan
d. Pelatihan staf dalam hal ini biosecuriti dan pengelolaan kesehatan ikan
e. Pemantauan yang teratur terhadap penyakit serta diagnosis cepat dari
setiap indikasi penyakit
f. Optimalisasi kualitas air dan nutrisi untuk meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan dan ketahanan benih ikan
Selain upaya pencegahan, pengendalian penyakit yang dilakukan yaitu
upaya pengobatan terhadap ikan yang terinfeksi penyakit. Pengobatan yang
dilakukan berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang menyerang baik dari
golongan virus, bakteri, parasit maupun jamur. Sebelum melakukan pengobatan
terhadap ikan yang sakit, terlebih dahulu harus diketahui jenis penyebab
penyakitnya. . Menurut Supian (2014) terdapat tiga hal yang harus diperhatikan
oleh para pembudidaya ikan yang akan melakukan pengobatan yaitu :
1. Penyakit ikan yang disebabkan oleh virus tidak ada obat yang dapat
digunakan untuk memberantas virus tersebut, yang bisa dilakukan hanya
mengurangi hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit.
2. Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri maka obat yang dapat digunakan
adalah bahan kimia sintetis atau alami atau antibiotika.
3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur dan parasit maka obat yang akan
digunakan adalah bahan kimia.
Setelah mengetahui jenis obat yang akan digunakan dalam pengobatan,
maka harus ditentukan metoda pengobatan yang digunakan. Menurut Supian
22

(2014) metoda pengobatan dibagi menjadi tiga metoda yaitu melalui suntikan
dengan antibiotika, melalui makanan, dan perendaman.

2.9 Panen
Menurut Suyanto (2002) Pemanenan merupakan kegiatan akhir yang
dilakukan dalam budidaya. Faktor yang sangat perlu diperhatikan untuk
mendukung keberhasilan panen, adalah Sumber Daya Manusia (SDM), bahan
dan alat panen harus sempurna. Penggunaan alat panen harus disesuaikan
dengan ukuran atau umur benih, waktu dan cara panen. Cara panen benih ikan
nila adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya. Penanganan
saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena dapat
menyebabkan benih menjadi lemah, rusak fisik, bahkan dapat berakibat pada
kematian benih ikan. Pemanenan dilakukan pada pagi atau sore hari.
23

3 METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan Praktek Akhir ini dilaksanakan selama 3 bulan yang dimulai
dari tanggal 15 Februari 2016 s/d 20 Mei 2016 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
Sukamandi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan


Dalam melakukan pengelolaan kesehatan pada benih ikan nila tentunya
memerlukan alat dan bahan yang berfungsi untuk mempermudah kegiatan
pengelolaan kesehatan ikan. Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dapat
dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data merupakan salah
satu tahapan yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Teknik pengumpulan
data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi dan
sebaliknya.
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam pelaksanaan Praktek akhir
adalah dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang ada di
lapangan. Penjelasan tentang data primer dan data sekunder dijelaskan sebagai
berikut.

3.3.1 Data Primer


Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi
praktek yang mencakup semua kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan
kegiatan pengelolaan kesehatan pada benih ikan nila serta melakukan
wawancara dengan teknisi lapangan tentang kegiatan pengelolaan kesehatan
benih ikan nila yang meliputi pengelolan induk, pemijahan, penanganan telur,
pemeliharaan larva, pemeliharaan benih, pemberian pakan, monitoring
pertumbuhan, monitoring kualitas air, monitoring penyakit, dan panen.

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, arsip-arsip dan dokumen-
dokumen yang dimiliki oleh instansi yang terkait dengan judul praktek. Data
sekunder yang diambil selama melaksanakan praktek akhir adalah keadaan
24

umum lokasi praktek, sejarah berdirinya instansi terkait, susunan struktur


organisasi dan data kegiatan pembenihan ikan nila sebelumnya.

3.4 Metode Kerja


Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan pengelolaan
kesehatan pada benih ikan nila dituangkan dalam metode kerja sebagai berikut.

3.4.1 Pengelolaan Induk


Pengelolaan induk yaitu serangkaian kegiatan mengelola induk ikan nila.
Pengelolaan induk meliputi persiapan wadah, seleksi induk, pematangan gonad
dan pemijahan.

3.4.1.1 Persiapan Wadah


Persiapan bak merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam
pembenihan ikan nila. Bak merupakan wadah dimana induk akan dipelihara dan
dipijahkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam persiapan bak induk adalah
sebagai berikut.
1. Bak yang digunakan yaitu bak semen dengan ukuran 10 m x 2,5 m x 1m
2. Keadaan fisik bak dicek agar tidak terdapat kebocoran
3. Bak dibersihkan dengan cara menyikat pada bagian dinding dan dasar bak
kemudian disemprot dengan menggunakan air tawar
4. Bak dikeringkan selama 2 hari
5. Pemasangan instalasi aerasi pada bak masing-masing 4 titik pada setiap
bak
6. Pengisian air tawar pada bak sebanyak hingga ketinggan 80 cm atau
sebanyak 20 ton.

3.4.1.2 Seleksi Induk


Seleksi induk dilakukan untuk memperoleh induk yang sehat dan siap
untuk dipijahkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan seleksi induk
adalah sebagai berikut.
1. Pemilihan induk ikan nila Biru jantan 5 ekor dan induk ikan nila Nirwana
betina 15 ekor.
2. Keadaan fisik induk diamati secara visual pada bagian sirip, kelengkapan
organ, dan tidak cacat
3. Induk ikan nila Biru jantan dan ikan nila Nirwana betina ditimbang untuk
mengetahui bobot induk.
25

3.4.1.3 Pematangan Gonad dan Pemijahan


Kegiatan yang dilakukan setelah seleksi induk yaitu plotting atau penebaran
induk. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
1. Penebaran induk dilakukan di bak semen dengan ukuran 10m x 2,5m x 1,m
dengan tinggi air 0,8m
2. Induk yang ditebar yaitu induk nila Biru jantan 5 ekor dan induk nila Nirwana
betina 15 ekor atau dengan perbandingan jantan dengan betina 1 : 3
3. Pemberian pakan pellet sebanyak 100 gram per hari dengan frekuensi 2 kali
sehari yaitu pada pukul 08.00 pagi dan 16.00 sore
4. Mengamati lama waktu terjadinya proses pemijahan

3.4.2 Pemanenan Telur


Pemanenan telur yaitu serangkaian kegiatan pengambilan telur-telur dari
dalam mulut induk ikan nila betina. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam kegiatan pemanenan telur adalah sebagai berikut
1. Alat-alat yang akan digunakan dalam pemanenan telur seperti jaring, seser,
scoop net dan baskom disiapkan terlebih dahulu.
2. Induk yang terdapat dalam bak pemijahan ditangkap dengan menggunakan
jaring dan seser
3. Melihat tanda-tanda induk yang sedang mengerami telur seperti mulut yang
selalu tertutup dan gerakan lambat.
4. Mulut ikan dibuka dengan tangan, selanjutnya kepala ikan disiram dengan
air atau air dimasukkan ke dalam mulut agar telur yang dierami bisa keluar.
5. Telur yang keluar dari mulut induk kemudian ditampung dalam scoop net
dan dikumpulkan dalam baskom.
6. Kemudian dilakukan perhitungan telur yang diperoleh

3.4.3 Penetasan Telur


Penetasan telur merupakan upaya untuk menetaskan telur ikan nila
srikandi. Penetasan telur dilakukan di dalam bak inkubasi. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan dalam kegiatan penetasan telur adalah sebagai berikut.
1. Bak inkubasi disiapkan sebagai wadah yang akan digunakan untuk
penetasan telur
2. Memasukkan masing-masing 1000 butir telur ke dalam corong inkubasi
3. Lama waktu penetasan telur kemudian diamati.
26

3.4.4 Pemanenan Larva


Pemanenan larva dilakukan pada saat telur dalam bak inkubasi menetas
secara menyeluruh. Adapun langkah-langkah dalam melakukan kegiatan
penetasan telur adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan alat yang digunakan unruk pemanenan larva yaitu baskom
dan seser
2. Menuangkan masing-masing corong inkubasi kedalam baskom
3. Menghitung larva dengan menggunakan handtally counter
4. Menghitung derajat penetasan (hatching rate)

3.4.5 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva merupakan kegiatan pemeliharaan dari larva ikan nila
dipanen hingga berukuran benih. Kegiatan dalam pemeliharaan larva adalah
persiapan wadah, pemberian pakan, dan monitoring pertumbuhan.

3.4.5.1 Persiapan Wadah


Dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan nila srikandi diperlukan wadah
yang akan digunakan sebagai tempat untuk memelihara larva. Adapun
persiapan wadah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Wadah yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu yaitu bak plastik
berukuran 60 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 6 buah
2. Bagian dinding dan dasar bak disikat dengan menggunakan deterjen
3. Bak plastik dibilas dengan menggunakan air bersih kemudian dikeringkan
4. Bak diisi dengan air tawar hingga ketinggian 22 cm dan dipasang 1 titik
instalasi aerasi sebagai suplay oksigen
5. Penebaran larva dengan jumlah tebar berbeda yaitu masing-masing 100
ekor, 150 ekor dan 200 ekor dengan 2 kali pengulangan

3.4.5.2 Pemberian Pakan


Pengelolaan pakan sangat diperlukan dalam kegiatan pemeliharaan
larva, agar pakan yang diberikan kepada benih ikan nila sesuai dengan
kebutuhan benih. Adapun langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai
berikut :
1. Pakan benih yang diberikan yaitu berupa pakan bubuk dengan merk dagang
“Hi-Provite PS-P” dengan frekuensi 3 kali dalam satu hari pada pukul 08.00,
12.00 dan 16.00 WIB
27

2. Mengambil pakan bubuk dengan menggunakan sendok kemudian ditimbang


sesuai dengan kebutuhan pakan perhari
3. Aerasi dimatikan selama pemberian pakan
4. Pakan diberikan dengan cara menebar langsung pada bak pemeliharaan
dengan menggunakan sendok

3.4.5.2 Monitoring Pertumbuhan


Dalam kegiatan pemeliharaan larva, monitoring pertumbuhan dilakukan
dengan melakukan sampling pertumbuhan yang dilakukan satu minggu sekali.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam sampling pertumbuhan adalah
sebagai berikut.
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu seperti
baskom, seser, timbangan analitik, milimeterblok, dan alat tulis
2. Sampel larva yang diambil sebanyak 20 ekor dari masing-masing bak
pemeliharaan
3. Panjang total larva diukur pada kertas milimeter blok kemudian dicatat pada
hasil sampling pertumbuhan
4. Larva ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui
bobot larva tersebut kemudian dicatat pada hasil sampling pertumbuhan
5. Menghitung pertambahan panjang dan pertambahan bobot larva.

3.4.6 Pendederan Ikan Nila


Pendederan merupakan kegiatan pembesaran benih ikan nila dari ukuran
minimal 3 cm hingga ukuran 12 cm. Kegiatan pendederan meliputi persiapan
wadah, pemberian pakan, monitoring pertumbuhan,monitoring kualitas air,
monitoring penyakit dan panen.

3.4.6.1 Persiapan Wadah


Dalam kegiatan pendederan, persiapan wadah merupakan tahapan awal
yang harus dipersiapkan agar sesuai dengan kebutuhan benih ikan nila srikandi.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan persiapan wadah
adalah sebagai berikut.
1. Wadah yang digunakan yaitu waring dengan ukuran 3 x 5 x 1 m3 sebanyak 9
buah
28

2. Waring yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan cara


disemprot menggunakan air tawar kemudian dijemur hingga waring benar
kering
3. Waring yang sudah kering dan bersih kemudian dipasang di kolam tanah
berukuran 6000 m2 dengan cara mengikatkan waring pada besi penyangga
yang telah disediakan.
4. Bagian tengah waring kemudian ditekan dan diinjakkan dengan
menggunakkan kaki agar bagian dasar waring menempel ke tanah dan tidak
menggelembung di permukaan

3.4.6.2 Pemberian Pakan


Pemberian pakan pada kegiatan pendederan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan benih ikan nila sehingga jenis, frekuensi, dosis serta cara
pemberian harus diperhatikan. Adapun langkah-langkah dalam pemberian pakan
pada benih ikan nila adalah sebagai berikut.
1. Pakan yang digunakan yaitu pakan pellet PF 1000 dengan frekuensi
pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB
2. Pakan yang akan diberikan ditimbang terlebih dahulu disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing waring mengingat padat penebarannya berbeda.
3. Pakan diberikan dengan cara ditebar dengan menggunakan sendok secara
bertahap agar pakan yang diberikan dapat dimakan dengan baik oleh ikan.

3.4.6.3 Monitoring Pertumbuhan


Monitoring pertumbuhan pada pendederan benih ikan nila srikandi
dilakukan dengan melakukan sampling pertumbuhan yang dilakukan 2 minggu
sekali. Adapun tahapan dalam kegiatan sampling adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapan timbangan analitik, penggaris, seser, ember, dan alat tulis
2. Mengambil sampel ikan sebanyak 20 ekor dari masing-masing waring
pemeliharaan
3. Mengukur panjang benih dengan menggunakan penggaris kemudian dicatat
pada form sampling pertumbuhan
4. Menimbang berat benih dengan menggunakan timbangan analitik kemudian
dicatat pada form sampling pertumbuhan
5. Mengembalikan ikan yang sudah ditimbang dan diukur ke waring
pemeliharaan sesuai dengan kode kolam.
29

3.4.7 Monitoring Kualitas Air


Monitoring dilakukan untuk mengetahui kualitas air dalam suatu wadah
budidaya melalui parameter-parameter kualitas air seperti suhu, pH, oksigen
terlarut, amonia dan nitrit. Selain itu, monitoring kualitas air juga dilakukan untuk
mengetahui tindakan yang harus dilakukan ketika air dalam wadah pemeliharaan
tersebut tidak bagus seperti pergantian air dan penyiponan.

3.4.7.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00
dan 16.00 WIB pada kolam pemijahan, penetasan telur, pemeliharaanl larva dan
pendederan. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer.
Adapun langkah-langkah dalam pengukuran suhu adalah sebagai berikut.
1. Termometer dicelupkan ke dalam air budidaya beberapa saat, kemudian
termometer diangkat
2. Melihat skala (nilai) yang ditunjukkan thermometer
3. Hasil pengukuran suhu dicatat pada lampiran kualitas air

3.4.7.2 pH
Pengukuran pH dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pukul 07.00 dan pukul
16.00 WIB. Pengukuran pH dilakukan di kolam pemijahan, bak penetasan telur,
bak pemeliharaan larva dan kolam pendederan dengan menggunakan kertas
lakmus (pH universal). Adapun langkah-langkah dalam pengukuran pH adalah
sebagai berikut.
1. Kertas pH dicelupkan ke dalam kolam budidaya
2. Melihat perubahan warna yang terjadi pada kertas pH tersebut
3. Warna pada pH paper dicocokkan dengan indikator yang terdapat pada
pembungkus pH paper
4. Hasil pengukuran pH dicatat pada lampiran kualitas air

3.4.7.3 Oksigen terlarut


Pengukuran oksigen terlarut dilakukan 1 kali dalam seminggu pada pukul
08.00 WIB dengan menggunakan Water Quality Checker (WQC). Adapun
langkah-langkah dalam pengukuran oksigen terlarut adalah sebagai berikut.
1. Tombol ON pada alat water quality checker dinyalakan terlebih dahulu
2. Probe water quality checker dicelupkan pada perairan selama beberapa saat
3. Hasil pengukuran oksigen terlarut dilihat pada layar water quality checker
30

4. Hasil pengukuran oksigen terlarut dicatat pada lampiran kualitas air

3.4.7.4 Amonia
Pengukuran Amonia dilakukan setiap 2 minggu sekali pada kolam
pendederan dengan membawa sampel air ke laboratorium kualitas air. Adapaun
langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Botol 600 ml dipersiapkan sebagai wadah sampel
2. Sampel air yang diambil sebanyak 600 ml secara perlahan-lahan agar air
tidak menimbulkan gelembung udara
3. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium kualitas air untuk diujikan
4. Apabila sudah selesai, catat hasil pengujian di lampiran kualitas air

3.4.7.5 Nitrit
Pengukuran nitrit dilakukan setiap 2 minggu sekali pada kolam
pendederan dengan membawa sampel air ke laboratorium kualitas air. Adapaun
langkah-langkah dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Botol 600 ml dipersiapkan sebagai wadah sampel
2. Sampel air yang diambil sebanyak 600 ml secara perlahan-lahan agar air
tidak menimbulkan gelembung udara
3. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium kualitas air untuk diujikan
4. Apabila sudah selesai, catat hasil pengujian di lampiran kualitas air

3.4.7.6 Penyiponan
Penyiponan dilakukan setiap 4 hari sekali pada bak pemeliharaan larva.
Penyiponan dilakukan dengan menggunakan selang kecil berukuran 3 mm agar
larva tidak ikut tersedot pada saat penyiponan dilakukan. Penyiponan dilakukan
pada pagi hari . Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan
penyiponan adalah sebagai berikut.
1. Alat sipon berupa selang kecil, baskol dan seser dipersiapkan terlebih
dahulu
2. Selang sipon dimasukkan kedalam bak pemeliharaan larva kemudian
disedot secara perlahan hingga air mengalir
3. Gerakkan selang sipon ke dasar bak yang berisi kotoran atau sisa pakan
hingga kotoran tersebut keluar.
31

3.4.7.7 Pergantian Air


Pergantian air dilakukan pada saat larva berumur 7 hari sebanyak 20%,
pada umur 14 hari sebanyak 50% dan diumur 19 hari dilakukan pergantian air
total 100%. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada kegiatan pergantian
air 20% dan 70% adalah sebagai berikut.
1. Air pada wadah pemeliharaan larva disurutkan terlebih dahulu secara
perlahan-lahan hingga ketinggian yang ditentukan
2. Air tawar ditambahkan hingga kembali ke volume semula.
Pada pergantian air total, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Larva yang terdapat di dalam bak pemeliharaan dipindahkan terlebih dahulu
ke dalam baskom untuk sementara dan diisi aerasi sebagai suplay oksigen
2. Lumut maupun kotoran yang terdapat dalam bak pemeliharaaan dibersihkan
terlebih dahulu
3. Bak pemeliharaan dibilas dengan air hingga bersih
4. Bak pemeliharaan diisi dengan air tawar hingga ketinggian 22 cm
5. Aerasi dipasang kembali pada bak pemeliharaan larva
6. Larva dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan larva

3.4.8 Monitoring Kesehatan


Monitoring kesehatan dilakukan untuk mengetahui serangan penyakit
yang memungkinkan terjadi pada biota yang dipelihara sehingga tindakan
pencegahan dan pengobatan dapat segera dilakukan. Monitoring penyakit dapat
dilakukan melalui pengamatan gejala klinis pada ikan kemudian tindakan
pencegahan.

3.4.8.1 Pengamatan Gejala Klinis


Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari dengan mengamati setiap
gejala-gejala yang tidak wajar pada ikan. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam pengamatan gejala klinis pada ikan adalah sebagai berikut.
1. Mengamati ikan setiap pagi dan sore hari pada saat pemberian pakan
apakah ikan mengalami penurunan nafsu makan atau tidak.
2. Mengamati gerakan ikan dan kondisi tubuh ikan
3. Mencocokan gejala yang muncul dengan ciri-ciri yang telah ditentukan oleh
laboratorium
32

4. Mencatat setiap terdapat ikan yang mati atau lemah pada form kesehatan
ikan

3.4.8.2 Pencegahan
Pencegahan penyakit merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
meminimalisir munculnya penyakit pada biota budidaya. Upaya pencegahan
yang dilakukan di BPPI Sukamandi adalah berupa pemberian vaksin pada ikan
nila srikandi yang dipelihara di kolam pendederan. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam kegiatan vaksinasi adalah sebagai berikut.
1. Mempersiapkan vaksin streptovac 100 ml sebanyak 3 botol, air tawar, bak
semen dan happa.
2. Benih ikan nila srikandi yang akan divaksinasi dimasukkan terlebih dahulu
kedalam bak yang telah dilapisi happa.
3. Vaksin yang digunakan sebanyak 100 ml yang dilarutkan kedalam 1000 liter
air.
4. Perendaman dilakukan selama 30 menit.
5. Setelah 30 menit, benih kemudian dipindahkan ke waring-waring
pemeliharaan.

3.4.9 Panen
Pemanenan pada bak pemeliharaan larva dilakukan pada umur ke 21 hari
dan pada kolam pendederan dilakukan pada umur ke 60 hari. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan adalah sebagai berikut.
1. Menggiring waring ke bagian sudut hingga ikan-ikan berkumpul.
2. Dilakukan penghitungan ikan secara manual pada waring A, waring B dan
waring C
3. Mencatat hasil panen
4. Menghitung kelangsungan hidup masing-masing benih ikan nila srikandi
yang terdapat pada waring pemeliharaan.

3.5 Metode Analisa Data


Metode analisa data yang dilakukan dengan mengolah data telah
dikumpulkan, baik dari hasil observasi, wawancara, maupun kuesioner. Data
yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan data-data yang
diperlukan. Data yang diperoleh akan dianalisa dengan menggnakan analisa
deskriptif dan analisa kuantitatif.
33

3.5.1 Analisa Deskriptif


Menjelaskan secara sistematis hal-hal yang diamati kemudian
dibandingkan dengan literatur yang berhubungan dengan materi, lalu dikaji
secara ilmiah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

3.5.1 Analisa Kuantitatif


Analisa data yang diperoleh dengan menggunakan rumus. Data yang
akan dihitung dengan menggunakan rumus meliputi :

1. Derajat Penetasan Telur (Hatching Rate/HR)


Jumlah telur menetas
HR= ×100%
Jumlah telur awal

2. Kelangsungan Hidup (Survival Rate/SR)

Nt
SR= ×100%
N0

Keterangan :
SR = Survival Rate atau kelangsungan hidup ikan
Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0=Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
34

4 KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Keadaan Lokasi

Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi terletak di Jalan Raya


No.2 Sukamandi, dan secara administratif termasuk dalam wilayah Desa
Rancamulya, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan
luas area peneitian sekitar 60 ha. Sebelah utara berbatasan dengan jalan jalur
utama Pantura (Jakarta-Cirebon), sebelah timur berbatasan dengan Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, sebelah selatan berbatasan dengan sungai
Citempuran dan sebelah barat berbatasan dengan perkampungan Patokbeusi.

Gambar 3. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi


Secara geografis Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi berada
pada 60220 BT dan 1070370 LS. BPPI Sukamandi mempunyai luas areal 60
hektar yang terdiri dari 38,4 hektar areal perkolaman termasuk reservoir dan
saluran air masuk, 1,67 hektar areal perkantoran dan 19,73 hektar lainnya
digunakan untuk pembenihan dan perumahan karyawan serta sarana penunjang
lainnya.

4.2 Sejarah Perkembangan


Balai penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi didirikan pada tanggal
26 Juni 1927. Awalnya berupa laboratorium yang didirikan oleh pemerintah
Belanda dengan nama Voor de Binnen Visserij yang berkedudukan di Bogor.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan penelitian, terjadi beberapa kali
35

perubahan nama, status fungsi kerja, lokasi dan kedudukan dalam struktur
pemerintahan pusat. Perubahan nama yang terakhir terjadi pda bulan April 2004,
yaitu sebelumnya berada dibawah Sekretariat Jendral Departemen Kelautan dan
Perikanan menjadi dibawah Badan Riset Kelautan dan Perikanan Budidaya
dengan nama Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air
Tawar (LRPTBPAT) yang berkedudukan di Sukamandai, Subang, Jawa Barat.
Pada bulan September 2011 LRPTBPAT resmi menjadi sebuah Balai dengan
nama Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI).

4.3 Struktur Organisasi

Kepala Balai

Kepala Bag. Tata


Usaha

Bag. Keuangan Bag.


dan umum Kepegawaian

Kepala Seksi Kepala Seksi Tata


Pelayanan Teknis Operasional

Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 4. Struktur Organisasi


Balai Penelitian Pemuliaan Ikan, merupakan Unit Pelaksanaan Teknis
(UPT) Kementrian Kelautan dan Perikanan di Bidang Penelitiaan Pemuliaan Ikan
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI)
Sukamandi dikepalai oleh Dr. Imron, M.Si.,yang bertanggung jawab atas
keseluruhan aspek pada BPPI Sukamandi. Sebagai kepala BPPI Sukamandi,
36

beliau juga membawahi koordinator tata usaha, koordinator program, monitoring,


dan evaluasi, koordinator informasi dan perpustakaan serta pelayanan teknis.
37

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Induk


Pengadaan induk dan pemeliharaan induk dilakukan untuk menghasilkan
induk yang berkualitas, terbebas dari penyakit, tidak cacat serta siap untuk
memijah. Pengelolaan induk yang dilakukan di BPPI Sukamandi meliputi
persiapan bak induk, seleksi induk dan pematangan gonad.

5.1.1 Persiapan Bak Induk


Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk yaitu bak semen
dengan ukuran 10 x 2,5 x 1 m3. Kontruksi bak bagian dasar dibuat miring
menuju saluran outlet dengan tujuan agar sisa air pada bak dapat keluar semua
sehingga memudahkan dalam kegiatan pengeringan air pada saat panen
maupun pembersihan bak.
Persiapan bak pemeliharaan dimulai dengan melakukan pengeringan
pada bak. Air yang terdapat di dalam bak dikeluarkan melalui saluran outlet yang
terdapat di bagian ujung bak. Bak pada bagian dinding dan dasar bak
dibersihkan dengan cara disikat. Hal tersebut bertujuan untuk membersihkan bak
dari lumut maupun kotoran yang menempel pada bagian dasar dan dinding bak.
Bak kemudian disemprot dengan air bersih dan dikeringkan selama 2 hari.

Gambar 5. Pembersihan Bak Induk


Pemasangan instalasi aerasi dilakukan pada saat bak telah selesai
dibersihkan. Pemasangan instalasi aerasi sebanyak 4 titik pada setiap bak yang
bertujuan sebagai suplay oksigen di dalam bak pemeliharaan induk. Kegiatan
selanjutnya yaitu pengisian air pada bak pemeliharaan induk. Pengisian air
dilakukan hingga ketinggian 80 cm atau sebanyak 20 ton. Air yang digunakan
yaitu air tawar yang bersumber dari waduk jatiluhur yang telah ditampung di
tandon. Tandon air tawar berupa kolam tanah sebanyak dua buah yang saling
38

berhubungan dengan luas sekitar 6 Ha. Air dialiri ke bak-bak pemeliharaan


dengan menggunakan pipa paralon berukuran 12 inchi.

5.1.2 Seleksi Induk


Seleksi induk bertujuan untuk mendapatkan induk yang mempunyai sifat
unggul baik dari segi warna, pertumbuhan dan ketahanannya terhadap penyakit.
Oleh karena itu, keberhasilan usaha pembenihan ikan nila srikandi sangat
dipengaruhi oleh keadaan induk. Bila induk baik, benih yang dihasilkan akan
banyak dan kualitasnya akan baik begitupula sebaliknya.
Strain induk yang digunakan untuk memproduksi benih ikan nila srikandi
adalah ikan nila biru jantan dan ikan nila nirwana betina. Induk diseleksi
berdasarkan perbedaan jenis kelamin, warna dan bentuk tubuh serta tingkat
kematangan gonad. Seleksi induk dilakukan dengan memilah satu persatu ikan
dan melihat jenis kelaminnya kemudian dipelihara di kolam terpisah. Pemisahan
induk bertujuan untuk meningkatkan tingkat kematangan gonad dan mencegah
terjadinya pemijahan liar. Perbedaan antara induk jantan dan betina dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6a. Induk Nila Nirwana Betina Gambar 6b. Induk Nila Biru Jantan
Perbedaan spesifik antara induk ikan nila jantan dan induk ikan nila betina
dapat disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan induk jantan dan betina
No Induk Jantan Induk Betina
1 Alat kelaminnya berupa tonjolan Alat kelaminnya berupa tonjolan
(papilla) dibelakang anus. Pada dibelakang anus. Namun, pada
tonjolan tersebut terdapat satu tonjolan tersebut terdapat 2 lubang.
39

lubang untuk mengeluarkan Lubang yang pertama terletak di


sperma dan urine dekat anus yang berfungsi sebagai
tempat keluarnya telur. Lubang yang
kedua terletak dibelakangnya,
berbentuk bulat dan berfungsi
sebagai tempat keluarnya urine
2 Warna badan lebih cerah dari Pada saat matang gonad bagian
ikan betina, warna sirip tepi sirip tidak berubah warna.
memerah terutama pada saat Warna tubuh lebih gelap atau
ikan matang gonad dan menjadi cenderung pucat dibandingkan
lebih galak terhadap ikan jantan dengan yang jantan dan gerakannya
lainnya lambat
3 Memiliki bentuk tubuh lonjong, Bentuk tubuh bulat, ujung sirip
ujung sirip punggung lebih punggung lurus dengan pangkal
panjang daripada pangkal ekor, ekor, perut mengembung dan dagu
perut pipih. Dagu menonjol tidak menonjol
kemerah-merahan

5.1.3 Pematangan Gonad


Pematangan gonad induk ikan nila dilakukan sebelum proses kegiatan
pemijahan. Induk jantan dan betina dipelihara secara terpisah hingga gonadnya
benar-benar matang. Pemberian pakan merupakan salah satu aspek yang harus
diperhatikan selama pematangan gonad. Asupan nutrisi yang baik dapat dapat
mempengaruhi kualitas dari induk dimana pada prinsipnya benih yang
berkualitas diperoleh dari induk yang berkualitas.

Gambar 7. Pakan Pellet Induk Ikan Nila


40

Pakan yang diberikan selama proses pematangan gonad adalah pakan


buatan berupa pakan pellet terapung dengan komposisi : kadar protein 36-38%,
lemak 5-6%, serat 4%, kadar abu 10% dan kadar air 11%, Alfatoksin 5% serta
Vitamin C 300 mg/L. Pakan diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi
hari pada pukul 08.00 dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pakan yang diberikan
sebanyak 100 gram per hari atau 3% dari biomassa dan diberikan secara
adlibitum atau pemberian pakan secara bertahap sedikit demi sedikit sampai ikan
kenyang dan nafsu makan menurun.
Selain pakan yang berprotein tinggi, asupan nutrisi tambahan yang
diberikan yaitu vitamin E sebanyak 300 mg/ 1kg pakan. Vitamin E diberikan
secara oral dengan cara dicampurkan ke dalam pakan yang akan diberikan
kepada ikan. Vitamin E sebanyak 300 mg dilarutkan ke dalam 50 ml air kemudian
disemprotkan secara merata ke dalam satu kilo pakan. Pakan kemudian diaduk
agar vitamin E yang disemprotkan dapat tercampur secara merata. Pakan yang
telah tercampur vitamin E kemudian dikering hingga kering dan disimpan di
dalam wadah toples agar pakan tahan lama dan tidak berjamur.
Penambahan vitamin E pada induk ikan nila bertujuan untuk memperbaiki
peforma atau kinerja reproduksi induk dimana reproduksi dapat ditingkatkan
dengan cara melakukan perbaikan kualitas nutrisi pada pakan induk. Vitamin E
memegang peranan yang sangat penting dan menentukan dalam proses
reproduksi ikan seperti pernyataan Darwisito,dkk (2008) dimana fungsi vitamin E
adalah sebagai senyawa antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi
asam lemak tidak jenuh pada sel. Selain iitu, penambahan vitamin E pada induk
ikan nila dapat menstimulasi kinerja reproduksi terutama pada perkembangan
gonad, kualitas telur, larva dan ketahanan hidup larva.

5.2 Pemijahan
Pembentukan ikan nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus)
dilakukan dengan metode hibridisasi. Ikan nila Srikandi merupakan hasil
hibridisasi antara induk ikan nila Biru (Oreochromis aureus) jantan yang
mempunyai toleransi terhadap salinitas tinggi serta induk ikan Nila Nirwana
(Oreochromis niloticus) betina yang mempunyai pertumbuhan cepat.
Proses pemijahan dilakukan secara alami karena dengan melakukan
pemijahan alami dapat menghasilkan telur lebih banyak dibandingkan dengan
pemijahan buatan. Pemijahan dilakukan dengan cara menempatkan induk jantan
41

dan induk betina yang diseleksi ke dalam kolam pemijahan. Kolam pemijahan
menggunakan bak semen dengan ukuran 10m x 2,5m x 1m sebanyak 2 bak
yaitu bak A dan bak B. Induk yang digunakan untuk pemijahan sebanyak 5 ekor
induk jantan dan 15 ekor induk betina pada setiap kolam, hal tersebut sesuai
dengan SNI 6141 : 2009 mengenai perbandingan induk jantan : betina yaitu 1 : 3.
Berat rata-rata induk jantan yang digunakan yaitu 930 gram/ekor dengan panjang
35,7 cm. Sedangkan berat rata-rata induk betina yang digunakan yaitu 459,95
gram/ekor dengan panjang 30 cm.
Proses pemijahan berlangsung selama 7 hari sejak penebaran induk di
kolam pemijahan. Pemijahan terjadi di lubang dasar kolam berdiameter 30 cm
yang merupakan sarang pemijahan. Menurut pendapat Khairuman dan Amri
(2013), ketika pemijahan berlangsung telur yang dikeluarkan induk betina dibuahi
sperma induk jantan. Selanjutnya, telur yang sudah terbuahi tersebut dierami di
dalam mulut induk betina. Induk betina yang sedang mengerami telur tidak
makan atau berpuasa.

5.3 Penanganan Telur


Penanganan telur merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam menangani telur yang akan ditetaskan. Kegiatan penanganan telur
meliputi pengambilan telur dan penetasan telur.

5.3.1 Pengambilan Telur


Pengambilan telur pada induk betina dilakukan pada hari ke 10 sejak
penebaran induk di kolam pemijahan. Dalam pemanenan atau pengambilan telur
ikan nila Srikandi, induk yang sedang mengerami terlebih dahulu ditangkap
dengan menggunakan jaring dan seser. Induk yang sedang mengerami ditandai
dengan mulut yang selalu tertutup, memisahkan diri dari ikan lainnya,
gerakannya lambat dan tidak mau makan. Setelah ikan ditangkap, mulutnya
kemudian dibuka dan dimasukkan air agar telur yang dierami keluar. Telur-telur
yang keluar dari mulut induk betina kemudian ditampung dalam scoop net dan
dikumpulkan dalam baskom.
42

Gambar 8a. Penangkapan induk Gambar 8b. Pengambilan telur dari


dengan menggunakan jaring mulut induk
Selama proses pengambilan telur, tidak semua induk betina yang ditebar
pada bak pemijahan menghasilkan telur. Hal tersebut terlihat dari induk betina
yang tidak mengerami telur dimulutnya pada saat dilakukan pemanenan. Pada
pemijahan pertama dan pemijahan kedua, induk betina pada bak A dan bak B
ada masing-masing 2 ekor induk yang menghasilkan telur. Sedangkan pada
pemijahan ketiga, 3 ekor induk pada bak A dan sebanyak 2 ekor induk pada bak
B yang menghasilkan telur.Sedikitnya telur yang diperoleh pada saat pemanenan
disebabkan oleh sebagian telur yang telah menetas menjadi larva pada saat
berada di dalam mulut induk betina.
Telur yang telah dikumpulkan di baskom kemudiian dihitung untuk
mengetahui jumlah telur yang dihasilkan. Penghitungan jumlah telur dilakukan
secara manual dengan menghitung jumlah telur yang dipanen dengan
menggunakan alat bantu hand tally counter dan sendok. Pada saat penghitungan
telur, telur yang berada di dalam baskom harus tetap diberi aerasi agar telur
tetap dalam keadaan teraduk untuk mencegah telur menjadi rusak dan gagal
menetas. Telur yang baik berwarna kuning kehijauan sedangkan telur yang
kurang baik berwarna putih dan mengendap di dasar baskom. Hasil
penghitungan telur selama kegiatan praktek dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Penghitungan Telur


Jumlah Telur (Butir)
Pemijahan
Bak A Bak B
1 2000 1000
2 2000 1000
3 2500 2000
43

5.3.2 Penetasan Telur


Penetasan telur ikan nila Srikandi dilakukan secara buatan dengan
menggunakan bak inkubator yang merupakan alat modifikasi dari BPPI
Sukamandi. Bak inkubator terbuat dari fiber sebagai tempat penampungan air
yang dipasangkan rangkaian pipa yang digunakan sebagai sirkulasi air dan
terhubung langsung dengan corong penetasan telur. Selama proses penetasan
telur, hal yang harus dihindari adalah pengendapan telur didasar wadah
penetasan sehingga dilakukan pengontrolan secara rutin dan pengadukan
dengan menggunakan air yang mengalir pada corong sehingga memberikan
tekanan pada dasar wadah dan telur dapat terus bergerak. Hal tersebut
bertujuan untuk menghindari telur agar tidak mudah terkena jamur dan rusak.
Sebelum telur dimasukkan kedalam corong-corong penetasan, terlebih
dahulu bak penampungan air dan corong penetasan dibersihkan. Setelah itu
dilakukan pengisian air pada bak penampung air hingga penuh, kemudian
dilanjutkan dengan penambahan Methylene Blue sebanyak 0,5 ml dalam 300
liter air. Penambahan Methylene Blue ini berfungsi untuk mencegah tumbuhnya
jamur pada telur yang dapat mengganggu proses inkubasi.

Gambar 9. Bak Penetasan Telur


Proses inkubasi telur dilakukan dengan menggunakan corong penetasan,
masing-masing corong memiliki daya tampung maksimal 2000 butir telur. Pada
siklus I dan kedua, jumlah telur yang diperoleh dari hasil pemijahan yaitu 3000
butir telur. Telur-telur tersebut kemudian dibagi kedalam 3 corong penetasan
masing-masing dengan penebaran 1000 butir telur untuk setiap corong
penetasan. Hal yang sama dilakukan pada telur yang diperoleh dari pemijahan
44

siklus III. Telur yang diperoleh pada siklus III sebanyak 4500 butir telur dari bak A
dan bak B. Telur dibagi ke dalam 5 corong penetasan telur dengan masing-
masing kepadatan 1000 butir pada corong penetasan 1,1000 butir pada corong
penetasan 2,1000 butir pada corong penetasan 3,1000 butir pada corong
penetasan 4 dan 500 butir telur pada corong penetasan 5.
Keberadaan telur dalam bak inkubator harus selalu diamati. Takaran air
harus diperhatikan agar air tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, karena air
yang terlalu banyak akan menghambat laju proses pengadukan sehingga telur
tidak berhasil menetas. Sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan telur
tidak terkena air dan mengalami kekeringan sehingga telur gagal untuk menetas.
Telur ikan nila srikandi menetas 5-7 hari terhitung dari penebaran pada
bak inkubasi telur. Setelah telur menetas, dilakukan penghitungan terhadap larva
untuk mengetahui derajat penetasan telur (Hatching Rate/HR). Adapun data hasil
perhitungan derajat penetasan telur selama 3 siklus dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil perhitungan derajat penetasan telur


Siklus Jumlah Telur Hatching
Telur (Butir) Menetas Rate (%)
(Butir)
1 3000 1590 52%
2 3000 2200 73%
3 4500 3330 74%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa daya tetas telur ikan nila
srikandi yang paling baik diperoleh pada siklus III dan daya tetas telur terendah
diperoleh pada siklus I. Pada siklus I, daya tetas telur yang rendah disebabkan
oleh kualitas telur yang kurang bagus, hal tersebut diketahui dari banyaknya telur
yang berwarna putih dan berukuran kecil. Selain itu, sebagian telur menggumpal
dan tidak teraerasi dengan baik sehingga telur tidak menetas dengan sempurna.

5.4 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang dilakukan setelah telur-
telur ikan nila yang ditetaskan di dalam bak inkubasi telur menetas. Kegiatan
pemeliharaan larva meliputi persiapan wadah, pemberian pakan, monitoring
pertumbuhan, monitoring kualitas air, monitoring kesehatan ikan dan panen.
45

5.4.1 Persiapan Wadah


Pemanenan larva dilakukan pada saat telur telah menetas. Telur yang
menetas menjadi larva yang sehat akan berenang ke atas mengikuti arus dari
saluran pembuangan yang terdapat di corong penetasan dan ditampung di
dalam bak yang sudah dipasang seser. Telur yang menetas dihitung jumlahnya
kemudian dipindahkan ke dalam wadah pemeliharaan larva yaitu bak plastik
berukuran 60 x 40 x 35 cm3 masing-masing bak pemeliharaan dipasang instalasi
aerasi sebanyak 1 titik yang bertujuan sebagai suplai oksigen. Sebelum
digunakan, bak pemeliharaan larva dibersihkan dahulu dengan menggunakan
deterjen. Bak pemeliharaan disikat dibagian dasar dan dinding bak untuk
membersihkan lumut yang menempel kemudian disemprot dengan air bersih.
Bak pemeliharaan dikeringkan selama satu hari kemudian dilakukan pengisian
air hingga ketinggian 22 cm.

Gambar 10. Bak Pemeliharaan Larva


Larva yang dipelihara yaitu larva yang berasal dari pemijahan siklus ke 2.
Larva dipelihara di dalam 6 bak pemeliharaan dengan kepadatan yang berbeda-
beda yaitu masing-masing 100 , 150 dan 200 ekor dengan 2 kali pengulangan.
Pada saat penebaran, rata- rata bobot larva yaitu 0,12 gram dengan panjang
rata-rata 1,78 cm.

5.4.2 Pemberian Pakan


Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
pertumbuhan larva ikan nila srikandi. Pemberian pakan yang efektif dan efisien
akan menyebabkan pertumbuhan yang optimal. Pada pemeliharaan larva ikan
nila srikandi di BPPI Sukamandi, pakan yang digunakan adalah pakan komersil
yang berbentuk serbuk. Pakan tersebut memiliki kandungan nutrisi sebagai
46

berikut : Protein = 40%, Lemak = 10%, Serat kasar = 8%, dan Kadar air = 12 %.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Khairuman & Amri (2013) yang
menyatakan bahwa jenis pakan tambahan yang paling cocok diberikan adalah
pakan pellet berukuran kecil yang sesuai dengan bukaan mulut larva ikan nila.
Pakan yang diberikan dengan perhitungan formulasi pakan dengan
menggunakan Feeding Rate (FR) sebesar 20% dari bobot tubuh pada awal
penebaran hingga panen. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari
yaitu pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB (Lampiran 3.). Selain pakan, nutrisi
yang diberikan selama masa pemeliharaan larva ikan nila srikandi yaitu Vitamin
C dengan merk dagang “Ascorbic Acid” dengan cara oral melalui pakan. Dosis
vitamin C yang digunakan yaitu sebanyak 1 gram untuk 500 gram pakan. Vitamin
C dilarutkan kedalam 50 ml alkohol 70% kemudian dicampurkan kedalam pakan
serbuk hingga merata. Pakan yang telah tercampur kemudian dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan dan dsimpan di dalam toples agar pakan tahan
lama dan tidak berjamur. Pemberian pakan yang baik dengan memenuhi porsi
dan nutrisi dapat membantu mengurangi serangan penyakit.

Gambar 11a. Pakan Gambar 11b. Vit.C yang Gambar 11c.


Larva dilarutkan dengan alkohol 70% Pencampuran Vit.C
dengan pakan larva

5.4.3 Monitoring Pertumbuhan


Pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya khususnya dalam kegiatan
pembenihan ikan nila srikandi. Untuk mengetahui pertumbuhan larva dengan
cara melakukan sampling secara berkala., Sampling pertumbuhan larva di BPPI
Sukamandi dilakukan satu minggu sekali. Sampling dilakukan dengan cara
mengambil sampel larva ikan nila srikandi sebanyak 20 ekor kemudian sampel
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan pengukuran panjang
dengan menggunakan kertas milimeterblok.
47

Pertumbuhan yang terjadi pada larva ikan nila srikandi selama masa
pemeliharaan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan.
Hasil sampling pertumbuhan larva ikan nila srikandi dapat dilihat pada Lampiran
4. Grafik pertambahan bobot larva nila srikandi disajikan pada Gambar 12 dan
grafik pertambahan panjang larva nila srikandi disajikan pada Gambar 13.

0.60

0.50

0.40
Bobot

0.30 A = 100
B = 150
0.20
C = 200

0.10

0.00
0 1 2 3
Sampling ke-

Gambar 12. Pertambahan Bobot Larva Nila Srikandi


Berdasarkan grafik pertambahan bobot pada larva ikan nila srikandi dapat
dilihat bahwa bobot larva mengalami peningkatan selama masa pemeliharaan.
Bobot larva nila srikandi mengalami pertambahan sebanyak 0,37 gram pada Bak
A, sebanyak 0,32 gram pada Bak B dan sebanyak 0,29 gram pada Bak C selama
21 hari masa pemeliharaan dengan bobot awal 0,12gram.
Selain pertambahan bobot, pengukuran panjang juga dilakukan dalam
monitoring pertumbuhan untuk mengetahui pertambahan panjang larva ikan nila
srikandi selama masa pemeliharaan. Berdasarkan grafik yang disajikan pada
Gambar 12.terlihat bahwa panjang larva mengalami pertambahan selama masa
pemeliharaan. Pertambahan panjang larva yaitu sebesar 1,43 cm pada Bak A,
sebesar 1,39 cm pada Bak B dan sebesar 0,92 cm pada Bak C dengan panjang
awal pada saat penebaran yaitu 1,78cm.
48

3.50

3.00

2.50
Panjang

2.00
A = 100
1.50
B = 150
1.00 C = 200

0.50

0.00
0 1 2 3
Sampling ke-

Gambar 13. Pertambahan Panjang pada Larva Nila Srikandi


Pertumbuhan yang paling baik ditunjukkan oleh larva yang dipelihara
dengan kepadatan rendah yaitu 100 ekor/bak. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa padat tebar dapat mempengaruhi pertumbuhan larva pada
masing-masing bak pemeliharaan. Larva yang dipelihara dengan padat tebar
rendah memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada larva yang dipelihara
dengan padat tebar yang lebih tinggi karena pada padat tebar rendah ruang
gerak larva lebih luas sehingga tidak terjadi persaingan dalam memperoleh
makanan ataupun dalam memanfaatkan ruang gerak. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Diansari,dkk (2013) yang menyatakan bahwa padat tebar tinggi akan
mempengaruhi laju pertumbuhan karena adanya perebutan ruang gerak dan ikan
akan kesulitan untuk mendapatkan makan.

5.5 Pendederan Ikan Nila


Pendederan merupakan kegiatan pembesaran benih ikan nila dari ukuran
panjang standar minimal 6,9 cm hingga ukuran 15 cm. Kegiatan pendederan
meliputi persiapan wadah, seleksi dan penebaran benih, pemberian pakan,
monitoring pertumbuhan, monitoring kualitas air, monitoring kesehatan ikan dan
panen.

5.5.1 Persiapan Wadah


Benih dipelihara di waring dengan ukuran 3 x 5 m2 sebanyak 9 buah.
Sebelum dipasang, waring dibersihkan terlebih dahulu dari lumpur-lumpur yang
49

menempel dengan cara disemprot menggunakan air bersih kemudian dijemur


selama 2 hari hingga waring kering.
Pemasangan waring dilakukan 2 hari sebelum penebaran benihdengan
cara diikat pada besi penyangga yang digunakan sebagai kerangka kolam,
kemudian bagian tengah waring ditekan dan diinjakkan dengan menggunakan
kaki agar bagian dasar waring menempel ke tanah dan waring tidak
menggelembung ke permukaan.

Gambar 14. Pemasangan Waring

5.5.2 Seleksi dan Penebaran Benih


Benih yang digunakan yaitu benih ikan nila srikandi dengan ukuran
panjang total rata-rata 6,9 cm dengan berat rata-rata 6,24 gram. Benih tersebut
diperoleh dari hatchery pembenihan ikan nila BPPI Sukamandi. Seleksi benih
bertujuan untuk memperoleh benih-benih yang berukuran seragam serta tidak
cacat. Benih yang sehat terlihat dari gerakan yang lincah, tubuh tidak cacat serta
terbebas dari penyakit.
Seleksi benih dilakukan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB di hatchery
pembenihan. Tahapan seleksi benih dimulai dengan menggiring ikan dengan
menggunakan bambu pada bagian bawah hapa hingga benih berkumpul ke titik
sudut waring yang bertujuan agar memudahkan dalam seleksi benih. Benih
diseleksi satu persatu dengan sesuai dengan ukuran yang akan digunakan.
Setelah diseleksi, benih kemudian dihitung sesuai kebutuhan yang akan ditebar
yaitu sebanyak 2.025 ekor. Benih yang telah dihitung kemudian dimasukkan ke
dalam plastik packing agar memudahkan proses pengangkutan benih.
50

Gambar15. Penebaran Benih Nila Srikandi

5.5.3 Pemberian Pakan


Pemberian pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan
pertumbuhan atau pertambahan bobot pada benih ikan nila srikandi. Jenis pakan
yang diberikan selama pemeliharaan adalah pakan pellet komersial. Ukuran
pakan yang digunakan disesuaikan dengan bukaan mulut benih, umur benih
serta biomassa ikan yang dipelihara. Semakin lama masa pemeliharaan maka
semakin besar juga berat ikan sehingga jenis dan ukuran pakan yang digunakan
juga semakin besar. Jenis pakan yang digunakan pada saat benih berumur 1
hari hingga 27 hari yaitu pakan pellet dengan ukuran 1,3 mm – 1,7 mm,
sedangkan pada saat benih berumur 31 hari hingga 60 hari pakan yang diberikan
yaitu pakan pellet berukuran 2mm. Pakan campuran antara pakan pellet
diberikan pada saat benih berumur 28 hari hingga 30 hari.

Gambar 16. Pakan Pellet yang diberikan selama masa pendederan


Frekuensi pemberian pakan yang dilakukan selama pemeliharaan yaitu
sebanyak 2 kali dalam satu hari yang diberikan pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB.
Pemberian pakan dengan frekuensi 2 kali sehari dimulai dari benih berumur 1
hari hingga panen. Dosis pakan yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan
51

kebutuhan ikan. Kebutuhan pakan ikan setiap waring berbeda-beda dikarenakan


jumlah padat tebar yang berbeda-beda, dimana ikan pada waring C memiliki
kebutuhan pakan yang lebih besar dibandingkan dengan ikan yang dipelihara
pada waring B dan A. Hal tersebut dikarenakan jumlah padat tebar pada waring
C lebih banyak yaitu 300 ekor/ waring sehingga kebutuhan pakan menjadi lebih
banyak sedangkan pada ikan yang dipelihara di waring A dan B memiliki
kebutuhan pakan yang lebih sedikit dari ikan yang dipelihara pada waring C
dimana padat t ebar pada waring A yaitu 150 ekor dan waring B 225 ekor
Penghitungan dosis pakan untuk setiap waring dilakukan berdasarkan hasil
sampling pertumbuhan yang dilakukan setiap 15 hari sekali dengan
menggunakan Feeding Rate (FR) 7% pada bulan pertama dan FR 5% pada
bulan kedua. Untuk lebih jelasnya, jumlah pemberian pakan disajikan pada
Lampiran 5.

5.5.4 Monitoring Pertumbuhan


Pertumbuhan yaitu pertambahan bobot dan panjang pada ikan yang
dipelihara. Pertumbuhan benih ikan dapat diketahui dari hasil sampling yang
dilaksanakan secara berkala setiap 15 hari sekali. Pengambilan sampel benih
ikan sebanyak 20 ekor pada setiap waring kemudian dilakukan pengukuran
panjang serta penimbangan bobot benih. Grafik pertambahan panjang disajikan
pada Gambar 13 dan grafik pertambahan bobot disajikan pada Gambar 17. Hasil
sampling selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 6.

18
16
14
Panjang (cm)

12
10
A = 150
8
B = 225
6
4 C = 300
2
0
0 1 2 3 4
Sampling ke-

Gambar 17. Pertambahan Panjang Benih Nila Srikandi


52

Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar. 17, benih ikan nila
srikandi mengalami pertambahan panjang selama 60 hari masa pemeliharaan.
Panjang awal benih pada saat penebaran yaitu 6,9 cm. Pada saat pemanenan
diperoleh panjang benih sebesar 15,87 cm pada Waring A, sebesar 15,96 cm
pada Waring B dan sebesar 14, 96 cm pada Waring C. Pertambahan panjang
benih pada masing-masing waring pemeliharaan berbeda-beda yaitu sebesar
8,97 cm pada Waring A, sebesar 9,06 cm pada Waring B dan 8,06 pada Waring
C.

90
80
70
Bobot (gram)

60
50
A = 150
40
30 B = 225
20 C = 300
10
0
0 1 2 3 4
Sampling ke-

Gambar 18. Pertambahan Bobot Benih Nila Srikandi


Bobot benih ikan nila srikandi selama masa pemeliharaan mengalami
peningkatan berbanding lurus dengan panjang. Bobot benih pada saat awal
penebaran yaitu 6,24 gram dan di akhir pemeliharaan diperoleh ikan nila srikandi
dengan bobot 82,82 gram pada Waring A, 80,06 gram pada Waring B dan 69,13
pada Waring C. Pertambahan bobot benih pada masing-masing waring yaitu
sebesar 76,58 gram pada Waring A, 73,82 gram pada Waring B dan 62,89 gram
pada Waring C.
Secara keseluruhan benih ikan nila mengalami pertumbuhan selama
masa pemeliharaan baik itu pertambahan bobot maupun pertambahan panjang
namun terdapat berbedaan bobot maupun panjang pada masing-masing waring
pemeliharaan. Perbedaan pertumbuhan pada benih ikan nila srikandi salah
satunya disebabkan oleh perbedaan padat tebar pada setiap waring. Pada benih
yang dipelihara di waring C dengan kepadatan 300 ekor, benih mengalami
pertumbuhan yang paling lambat dibandingkan dengan benih yang dipelihara di
Waring A dan B. Kepadatan ikan yang terlalu tinggi dapat mengganggu laju
pertumbuhan benih karena adanya persaingan dalam memperebutkan makanan
53

dan ruang gerak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Diansari, dkk (2013)
yaitu peningkatan padat penebaran dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
dimana ikan akan kekurangan kemampuan untuk memanfaatkan ruang gerak
dengan baik sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan.
Sebaliknya, pertumbuhan yang paling baik ditunjukkan oleh benih yang
dipelihara di waring A dengan kepadatan 150 ekor. Benih yang dipelihara di
waring A memiliki ruang gerak yang lebih luas sehingga tidak terjadi persaingan
dalam memperoleh pakan.

5.6 Monitoring Kualitas Air


Monitoring kualitas air yang dilakukan selama masa pemeliharaan
meliputi pengukuran parameter kualitas air. Parameter kualitas air yang diamati
yaitu meliputi : suhu, pH, oksigen terlarut, Amoniak, dan Nitrit. Adapun nilai hasil
pengamatan parameter kualitas air yang dilakukan selama pengamatan disajikan
pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air


Parameter Kualitas Air
Bak/Kolam Suhu pH DO Amonia Nitrit
(0C) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Pemijahan 28-33 7 4,17 - -
Penetasan 29 7 4,81 - -
Telur
Pemeliharaan 28-30 7 4-7,5 - -
Larva
Pendederan 28-33 6-7 2,1-3,7 0,0956- 0,0043-
0,6034 0,0112

5.6.1 Suhu
Berdasarkan Tabel 6. pada saat pemijahan dan pendederan terjadi
kisaran suhu yang lebih luas yakni 28-330C. Kisaran suhu selama masa
pemeliharaan tergolong optimal sesuai dengan pendapat Kordi K. & Tancung
(2007) yang menyatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan nila
yaitu 25-330C.
54

34

33

32
Suhu (0C)

31

30 Pagi
Sore
29

28

27
1 2 3 4 5 6 7
Harri ke-

Gambar 19. Fluktuasi Suhu Selama Pemijahan


Fluktuasi suhu harian selama masa pemijahan dan pemeliharaan benih
menunjukkan bahwa suhu di pagi hari lebih rendah dibandingkan dengan suhu di
sore hari (Gambar 19). Hal tersebut disebabkan oleh intensitas cahaya pada pagi
hari lebih rendah sehingga cahaya yang masuk ke dalam perairan juga semakin
kecil, sedangkan pada sore hari intensitas cahaya sudah tinggi sehingga panas
cahaya yang masuk ke perairan lebih besar.

34
33
32
31
Suhu (0C)

30
29 Suhu Pagi
28 Suhu Sore
27
26
25
1 4 7 1013161922252831343740434649525558
Hari

Gambar 20. Fluktuasi Suhu Selama Masa Pemeliharan Benih


Selain itu, faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu yaitu cuaca. Pada
saat cuaca hujan, suhu akan mengalami penurunan hingga 280C. Penurunan
suhu tersebut berpengaruh terhadap nafsu makan ikan, dimana respon ikan
terhadap pakan yang diberikan akan menurun. Namun apabila suhu terlalu
55

tinggi, ikan akan kekurangan oksigen. Hal tersebut terlihat dari ikan yang muncul
dipermukaan air untuk mencari oksigen seperti yang dikemukakan Afrianto &
Liviawaty (1992) bahwa pada suhu tinggi ikan akan mengalami kekurangan
oksigen dan sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan baik serta menyebabkan
timbulnya stress.
Suhu pada bak penetasan telur selama pengamatan relatif stabil yaitu
290C. Hal tersebut dikarenakan pada bak inkubator dipasang 2 buah heater yang
berfungsi untuk menjaga suhu air agar tetap stabil. Selain itu, pada media
pemeliharaa larva, suhu yang diperoleh berkisar antara 28-300C. Fluktuasi suhu
pada pemeliharaan larva selama masa pengamatan dapat dilihat pada Gambar
21.

30.5

30

29.5
Suhu (0C)

29

28.5 Pagi
Sore
28

27.5

27
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Hari ke-

Gambar 22. Fluktuasi Suhu Selama Masa Pemeliharaan Larva

5.6.2 Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) selama kegiatan budidaya baik dari pemijahan
hingga pemeliharaan larva memiliki nilai yang reatif stabil yaitu 7 sedangkan
pada pemeliharaan benih pH mengalami fluktuasi dengan kisaran 6-7 Pada
kisaran pH tersebut, ikan nila dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Keadaan pH
yang dapat mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang terlalu tinggi (sangat
basa) dan pH yang terlalu rendah (terlalu asam). Adapun fluktuasi pH selama
masa pemeliharaan benih dapat dilihat pada Gambar 23.
56

7.2
7
6.8
6.6
6.4
pH

6.2 pH Pagi
6 pH Sore
5.8
5.6
5.4
1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143
Hari

Gambar 23. Fluktuasi pH Selama Masa Pemeliharaan Benih

5.6.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)


Oksigen sangat diperlukan oleh ikan untuk pernafasan dan metabolisme
ikan. Berdasarkan Tabel. kandungan oksigen terlarut pada pemijahan yaitu 4,5
mg/L, pada bak penetasan telur DO yang diperoleh yaitu 3,7-5 mg/L, pada
pemeliharaan larva 4-7,5 mg/L, dan pada kolam pendederan yaitu 2,1-3,7 mg/L..
Adapun nilai fluktuasi oksigen terlarut selama masa pemeliharaan larva dan
pemeliharaan benih dapat dilihat pada Gambar 24 dan Gambar 25.

8
7.5
7
6
Oksigen Terlarut

5 5.3
4.5
4 4
3 Pagi
2
1
0
1 2 3 4
Minggu ke-

Gambar 24. Nilai Oksigen Terlarut Selama Pemeliharaan Larva


Secara keseluruhan kisaran nilai oksigen terlarut tergolong baik, namun
pada kolam pendederan diperoleh nilai oksigen terlarut 2,1 mg/L, nilai tersebut
tergolong rendah seperti yang tercantum pada SNI 6141:2009 dimana nilai pH
57

yang baik untuk pemeliharaan ikan nila yaitu ≥ 3 mg/L. Kondisi tersebut terjadi
apabila terjadi hujan yang menyebabkan air menjadi asam dan oksigen menurun
sehingga ikan akan kekurangan oksigen dan mencari oksigen ke permukaan air

4
3.5 3.7
3.4 3.5 3.4
Oksigen Terlarut

3 3.1
2.9
2.5 2.5
2.3
2 2.1
1.5 Pagi
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Minggu ke-

Gambar 25. Nilai Oksigen Terlarut Selama Masa Pemeliharaan Benih

5.6.4 Amonia
Pengukuran amonia pada pendederan benih ikan nila srikandi dilakukan
setiap 2 minggu sekali. Dari hasil pengukuran selama masa pemeliharaan
diperoleh amonia dengan kisaran 0,0956-0,6034 mg/L. Nilai amonia yang
diperoleh menunjukkan adanya peningkatan amonia seiring dengan
pertambahan umur dari benih yang dipelihara

5.6.5 Nitrit
Nitrit (NO2) merupakan salah satu parameter kualitas air yang diukur
dalam pemeliharaan benih ikan nila srikandi. Pengukuran nitrit dilakukan setiap 2
minggu sekali. Hasil pengukuran selama masa pemeliharaan yaitu 0,0043-
0,0112 mg/L.

5.7 Monitoring Kesehatan


Penyakit merupakan salah satu kendala yang dapat menyebabkan
menurunnya produktifitas dalam suatu kegiatan budidaya. Penyakit ikan bisa
menyerang semua tingkatan dalam budidaya, baik itu induk, telur, larva maupun
benih. Dalam kegiatan budidaya ikan nila srikandi di BPPI Sukamandi, monitoring
hama dan penyakit sangat jarang dilakukan sehingga sering ditemukan ikan
yang mati akibat terserang penyakit, baik penyakit infeksius maupun non
infeksius.
58

Selama masa pengamatan dilakukan, ditemukan induk ikan nila yang


mengalami kematian sebanyak 11 ekor. Induk ikan nila tersebut mengalami
penurunan nafsu makan sebelum mati, hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya
pakan yang tersisa pada saat pemberian pakan. Selain itu, gejala lain yang
ditunjukkan oleh induk ikan nila yaitu induk ikan nila yang menjadi lemah ,
mengasingkan diri dari gerombolan, mata menonjol (exophthalmia) dan berwarna
putih (Gambar. 26a), dan warna pada bagian tubuh menjadi lebih gelap (Gambar
26b). Dari gejala yang ditunjukkan, ikan nila tersebut diduga terserang bakteri
Streptococcus.Hal tersebut sesuai dengan pendapat Plumb, John (1999) yang
menyatakan bahwa gejala klinis dari ikan nila yang terserang bakteri
Streptococcus secara umum adalah warna tubuh yang lebih gelap (darkly
pigmented), lemah (lethargic), dan penurunan nafsu makan sedangkan gejala
klinis dari ikan yang terserang bakteri Aeromonas adalah mata menonjol
(exophthalmia), kehilangan keseimbangan, lemah, dan berenang dipermukaan.

Gambar 26a. Exophthalmia pada mata Gambar 26b. Warna lebih gelap pada
ikan nila bagian tubuh ikan nila
Indikasi adanya serangan penyakit ikan juga ditemukan pada benih ikan
nila yang dipelihara pada kolam pendederan dengan padat tebar yang berbeda.
Gejala awal yang ditunjukkan yaitu penurunan nafsu makan pada waring C
kemudian disusul dengan adanya kematian ikan sebanyak 2 ekor dengan ciri-ciri
adanya luka pada tubuh ikan dan pembengkakan pada perut. Selain itu, pada
waring B gejala yang ditemukan yaitu adanya penurunan nafsu makan, ikan
berenang berputar-putar serta sisik yang mengelupas (Gambar 27). Dilihat dari
gejala awal yang ditunjukkan, benih tersebut terserang penyakit bakterial. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Hendrianto, dkk (2009) yang menyatakan
bahwa tanda awal ikan yang terserang penyakit bakterial adalah bercak merah
59

atau rusaknya jaringan, adanya borok pada bagian tubuh, terjadi pembengkakan
pada perut, nafsu makan berkurang, sirip geripis dan luka-luka.

Gambar 27. Sisik Mengelupas pada Benih Ikan Nila Srikandi


Tindakan yang dilakukan setelah adanya gejala-gejala awal terserang
penyakit bakterial adalah melakukan uji laboratorium dengan cara melakukan
inokulasi bakteri. Inokulasi bakteri dilakukan untuk memastikan jenis bakteri yang
menyerang pada kolam pendederan tersebut. Inokulasi bakteri menggunakan
sampel benih ikan nila yang masih sehat sebanyak 1 ekor dari masing-masing
waring pemeliharaan. Organ sampel yang digunakan pada saat melakukan
inokulasi bakteri yaitu ginjal, mata dan otak.
Tahapan awal yang dilakukan dalam kegiatan inokulasi yaitu melakukan
sterilisasi pada alat dan bahan yang akan digunakan (Gambar 28). Sterilisasi me
rupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada
alat dan bahan yang digunakan. Di BPPI Sukamandi, cara sterilisasi yang
digunakan yaitu sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah dengan
menggunakan sebuah alat yang disebut dengan autoklaf dengan suhu 1210C.

Gambar 28. Tahapan Sterilisasi Alat dan Bahan


60

Tahapan yang dillakukan setelah sterilisasi alat dan bahan dalah


pembuatan media agar. Media agar yang digunakan yaitu Plate Count Agar
(PCA) berbentuk serbuk sebanyak 11,75 gram yang dilarutkan kedalam 500 ml
akuades.Selanjutnya, media agar dihomogenkan pada Hot Plate hingga
mendidih kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit
dan didinginkan. Media agar yang telah didinginkan kemudian dituangkan secara
perlahan-lahan pada cawan petri yang telah steril. Penuangan media agar
dilakukan dilakukan di dalam Laminar agar tetap dalaml keadaan steril. Media
agar yang sudah padat kemudiian dibungkus dengan menggunakkan plastik
wrap dan disimpan di dalam kulkas Proses pembuatan media agar disajikan
dalam Gambar 29.

Gambar 29. Proses Pembuatan Media Agar


Pengambilan ikan yang akkan digunakan sebagai sampel dilakukan pada
pagi hari sebanyak 1 ekor dari masing-masing waring pemeliharaan. Ikan diambil
secara acak dan diberi label sesuai dengan kode waring. Selanjutnya, ikan
tersebut dibedah di laboratorium dengan menggunakan disection set untuk
pengambilan organ mata, ginjal dan otak. Organ sampel yang telah diambil
kemudian di letakkan di cawan petri yang steril kemudian diberi kode M (Mata), O
(Otak) , G (Ginjal) dan kode waring agar tidak tertukar.
Metode yang digunakan dalam pembiakan bakteri adalah metode cawan
gores. Keuntungan menggunakan metode cawan gores yaitu menghemat wadah
dan bahan. Wadah yang digunakan dalam pembiakan bakteri ini berupa media
agar yang telah disterilisasi terlebih dahulu. Penggoresan cairan dari organ
sampel menggunakan jarum ose yang telah dipanaskan dengan api bunsen.
Penggoresan cairan sampel dilakukan di dalam laminar agar tetap dalam
keadaan steril. Media agar yang telah berisi cairan organ sampel kemudian di
wrapping dan disimpan dalam inkubator hingga bakteri mulai tumbuh. Tahapan
penggoresan cairan organ sampel disajikan dalam Gambar 30.
61

Gambar 30. Proses Penggoresan Cairan Organ Sampel pada Media Agar
Bakteri mulai ditemukan setelah 48 jam terhitung dari proses
penggoresan cairan organ pada media agar. Bakteri yang tumbuh terlihat dari
adanya koloni berwarna putih dan kuning pada media agar yang diinkubasi.

5.7.1 Penyebab Timbulnya Penyakit


Timbulnya penyakit dalam suatu budidaya akibat adanya
ketidakseimbangan antara ikan, lingkungan dan patogen. Dalam keadaan
tertentu seperti misalnya suhu rendah, handling yang kurang bagus, kualitas air
yang buruk serta padat tebar tinggi memudahkan ikan nila terserang penyakit.
Berdasarkan pengamatan selama masa praktek, ikan yang terserang
penyakit paling banyak ditemukan di ikan yang dipelihara dengan padat tebar
tinggi yaitu pada pendederan waring C dengan jumlah tebar 300 ekor.

5.7.2 Pencegahan
Upaya pencegahan dilakukan di BPPI Sukamandi untuk meminimalisir
serangan penyakit. Upaya pencegahan yang dilakukan yaitu berupa vaksinasi
terhadap benih ikan nila yang dipelihara di kolam pendederan. Vaksin yang
diberikan yaitu vaksin streptovac yang merupakan vaksin inaktif bakteri
Stereptococcus agalactiae-N14G. Vaksinasi dilakukan dengan metode
perendaman yang dilakukan selama 30 menit pada ikan yang sehat. Dosis
vaksin yang digunakan yaitu 100ml vaksin yang dilarutkan kedalam 1000 liter air
tawar.
62

Gambar 31a. Vaksin Streptovac Gambar 31b. Penuangan vaksin


streptovac ke dalam 1000 liter air tawar

5.8 Panen
Panen dilakukan pada saat ikan nila srikandi berumur 60 hari dan
dilakukan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB. Pemanenan dilakukan dengan
cara menggiring waring hingga ke bagian ujung waring agar ikan-ikan berkumpul
kemudian dilakukan penghitungan secara manual satu per satu. Pada saat
proses penghitungan ikan dilakukan dengan hati-hati agar ikan tidak terluka,
stres dan mati seperti pernyataan Suyanto (2002) yang menyatakan bahwa
penanganan pada saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka
karena dapat menyebabkan benih menjadi lemah , rusak fisik, bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Adapun kegiatan pemanenan yang dilakukan dapat
dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32a. Penggiringan Waring Gambar 32b. Penghitungan Ikan Nila


Srikandi
Pemanenan dilakukan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup ikan
nila srikandi yang dipelihara selama 60 hari. Hasil pemanenan dapat dilihat pada
Tabel 7.
63

Tabel 7. Hasil Perhitungan Kelangsungan Hidup (Survival Rate/SR)


Jumlah Tebar Jumlah Akhir Rata-
Kolam (ekor) (ekor) SR (%) rata
1 150 145 97%
A 2 150 143 95% 96%
3 150 142 95%
1 225 209 93%
B 2 225 219 97% 94%
3 225 205 91%
1 300 246 82%
C 2 300 230 77% 81%
3 300 255 85%
Berdasarkan Tabel 7. terlihat bahwa kelangsungan hidup ikan nila
srikandi tertinggi ditunjukkan oleh ikan nila yang dipelihara di waring A (dengan
padat tebar 150 ekor/waring) yaitu 96% dan kelangsungan hidup terendah
ditunjukkan oleh ikan nila yang dipelihara di waring C (dengan padat tebar 300
ekor) yaitu 81%.Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada waring C
disebabkan oleh jumlah tebar yang terlalu tinggi dimana ikan kekurangan ruang
gerak dan persaingan dalam mendapatkan pakan sehingga tidak jarang ikan
mengalami kematian. Namun, secara keseluruhan tingkat kelangsungan hidup
ikan nila srikandi tergolong baik dengan kisaran 81%-96% sesuai yang tercantum
pada SNI 6141:2009 yaitu SR untuk ikan nila srikandi yang dipelihara di kolam
pendederan dengan masa pemeliharaan minimal 30 hari adalah 70%.
64

6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek yang dilaksanakan selama 3 bulan di Balai
Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Secara umum, kegiatan budidaya ikan nila telah mengikuti kaidah-kaidah
cara budidaya ikan yang baik.
2. Pakan yang diberikan berupa pakan komersil sebanyak 7% dan 5% dari
total biomassa pada pendederan sedangkan pada pemeliharaan larva
sebanyak 20% dari total biomassa.
3. Kualitas air selama kegiatan budidaya tergolong baik dengan kisaran pH
6-7, oksigen terlarut 2,1-7,5 mg/l, suhu 28-330C, amonia 0,0956-0,6034
mg/l dan nitrit 0,0043-0,0112 mg/l
4. Kelangsungan hidup (survival rate/SR) benih nila srikandi sangat baik
yaitu pada Waring A = 96%, Waring B= 94%, dan Waring C = 81%.
5. Serangan penyakit bakterial Streptococcus agalactiae ditemukan pada
kolam pendederan dengan padat tebar tinggi yaitu 20 ekor/m2.

6.2 Saran
1. Pada budidaya nila srikandi khususnya pendederan sebaiknya
2
menggunakan padat tebar 10 ekor/m agar benih yang dihasilkan lebih
optimal.
2. Pencegahan penyakit sebaiknya dilakukan secara intensif baik
menggunakan vaksin maupun dengan menerapkan biosekuriti untuk
meminimalisir serangan penyakit.
65

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian hama dan Penyakit Ikan.

Kanisius. Yogyakarta. 87 Hlm.

Darwisito,S., M. Zairin Jr., D. S. Syafei., W. Manalu., A.O. Sudrajat.2008.

Feeding Broodstock a Diet Containing Vitamin E and Fish Oil Improve

Eggs and Larval Quality of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus. Jurnal

Akuakultur Indonesia, 7(1). Hlm 1-10.

Diansari, RR. V. R.,Endang Arini, T. Elfitasari. 2013. Pengaruh Kepadatan

Berbeda Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Zeolit.

Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol.2 No.3. Hlm

37-45.

Djarijah, A. Siregar. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara

Intensif. Kanisius. Yogyakarta. 85 Hlm.

Hendrianto.,M. Kadari.,R. Novriadi., Haryono., A. Zaeni. 2009. Pengendalian

Hama dan Penyakit Ikan. Balai Budidaya Laut Batam. 99 hlm.

Khairuman dan K. Amri. 2013. Budidaya Ikan Nila. Agromedia. Jakarta. 104 hlm.

Kordi K.,M.G.H dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam

Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 35-59.

Maskur., M.S. Hastuti.,Taukhid., A. M. Lusiastuti.,D. Sugiani., M. Nurzain., D. R.

Murdati., A. Rahman., T. D. Simamora., T. Ismilarni. 2014. Buku Saku


66

Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Direktorat Kesehatan Ikan dan

Lingkungan. Jakarta. Hlm 3.

Mudjiman, Ahmad. 2008. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 35-40.

Plumb, John A. 1999. Health Maintenance and Principal Microbial Diseases of

Cultured Fishes. Lowa State University Press. Florida. Hlm. 297-305.

SNI 6141 : 2009. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromisi niloticus Bleeker)

Kelas Benih Sebar. Badan Standardisasi Nasional.

Supian, E. 2014. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Pustaka Baru

Press. Yogyakarta. 175 hlm.

Supriyadi, Hambali & L. Gardenia. 2010. Streptococcus Pada Ikan Nila (

Oreochromis niloticus) Budidaya di Danau Maninjau. Prosiding Forum

Inovasi Teknologi Akuakultur. Hlm 905-910.

Suyanto, Rachmatun. 2002. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 100 hlm.

Anda mungkin juga menyukai