Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Potensi perikanan budidaya secara nasional kurang lebih sebesar 15,59
juta ha yang terdiri atas budidaya air tawar yaitu 2,23 juta ha; air payau 1,22 juta
ha; dan budidaya air laut mencapai 12,14 juta ha. Pemanfaatan potensi perikanan
budidaya saat ini baru mencapai 10,1% untuk budidaya air tawar; 40% budidaya
air payau; dan 0,01% untuk budidaya laut. Pemanfaatan potensi perikanan
budidaya yang masih demikian rendah maka diperlukan langkah-langkah konkrit
untuk mendorong peningkatan produksi ikan yang permintaan pasarnya sangat
besar baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri (Ath-thar dan Rudhy,
2010).
Salah satu jenis ikan yang sangat banyak dibudidayakan saat ini adalah
ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila berasal dari perairan tawar di Afrika.
Perkembangan selanjutnya ikan nila meluas dan banyak dibudidayakan diberbagai
negara, seperti Thailand, Vietnam, maupun Indonesia (Rukmana,
1997 dalam Safitri et al., 2013). Ikan nila terkenal sebagai ikan yang tahan
terhadap perubahan lingkungan hidup. Ikan nila bersifat euryhaline yang dapat
hidup dilingkungan air tawar, payau, dan laut (Suyanto, 2005 dalam Safitri et al.,
2013). Perkembangan budidaya ikan nila sering ditemui diperairan tawar seperti
di perkolaman, waduk, sungai, maupun danau. Belakangan ini perkembangan
budidaya ikan nila telah merambah ke lokasi perairan payau dan laut. Ikan nila
yang dikembangkan di perairan payau dan laut dikenal dengan ikan nila srikandi
(Mardjono et al., 2011). Ikan nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus)
adalah strain dari ikan nila yang toleran terhadap perairan payau maupun laut
dengan salinitas mencapai 30 ppt (Poernomo, 2014).
Ikan nila srikandi memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap
serangan berbagai macam penyakit, toleran terhadap suhu rendah maupun tinggi,
efisiensi terhadap pakan dan pertumbuhan yang cepat (Setiawati dan Suprayudi,
2003). Selain itu, ikan nila srikandi banyak disukai masyarakat karena rasa
dagingnya yang enak. Produksi ikan nila srikandi dikembangkan guna
2

meningkatkan produksi perikanan budidaya, karena berdasarkan kebutuhannya


banyak disukai masyarakat luas dan di ekspor ke beberapa negara, sehingga
menjadi salah satu komoditas andalan dibidang perikanan. Melihat keadaan ini
upaya pengembangan budidaya ikan nila srikandi masih sangat terbuka untuk
dikembangkan dalam skala usaha (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, 2010).

1.2  Maksud dan Tujuan


Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk
mengetahui teknik pembesaran ikan nila srikandi (Oreochromis aureus x
niloticus) yang diterapkan di Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan Budidaya
dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.

1.3 Kegunaan
Praktek Kerja Lapang ini merupakan kegiatan di luar kampus yang
mempunyai manfaat serta kegunaan antara lain :
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang dunia perikanan terutama
masalah pemeliharaan  Ikan Nila khususnya pada teknik pembesaran ikan
nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus).
2. Syarat standar kelulusan mata kuliah yang wajib ditempuh mahasiswa.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor KEP.09/MEN/2012 Klasifikasi Ikan Nila Srikandi sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Percomorphi
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis aureus x niloticus

Gambar 1. Ikan Nila Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus)


https://bppisukamandi.kkp.go.id/?page_id=68
Ikan nila yang terdapat di Indonesia terdiri dari beberapa jenis, yaitu Nila
JICA, Nila Nirwana, Nila Jantiumbulan, Nila Larasati, Nila Best, Nila Gesit, Nila
TA, Nila Salin dan Nila Srikandi. Ikan nila Srikandi merupakan ikan nila unggul
hasil pemuliaan di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) oleh Litbang
Sukamandi, Jawa Barat.  Nila Srikandi merupakan singkatan dari Nila Ras
Sukamandi melalui program hibridisasi. Ikan nila Srikandi merupakan hasil
perkawinan silang antara ikan nila Nirwana betina (Oreochromis niloticus)
dengan ikan nila biru jantan (Oreochromis aureus).
4

Ikan nila Srikandi telah menjalani serangkaian evaluasi meliputi ketahanan


salinitas, performa pertumbuhan, ketahanan penyakit dan lingkungan, pengujian
proksimat, molekuler, karakter dan kualitas daging, morfometrik dan meristik,
karakter reproduksi dan sebagainya. Ikan nila Srikandi mempunyai performa
pertumbuhan terbaik pada salinitas + 30 ppt. Ikan nila Srikandi telah lulus uji
pelepasan varietas pada tanggal 23 Nopember 2011.

2.2 Morfologi
Berdasarkan bentuk morfologinya bagian kepala ikan nila ukurannya
relatif kecil dengan mulut berada diujung kepala. Ikan nila memiliki bentuk
mulut yang mengarah keatas, letak mulut subterminal dan meruncing, mata
tampak menonjol, besar dan tepi mata berwarna putih (Kottelat et al., 1993). Dagu
nila jantan berwarna kemerahan atau kehitaman, sedangkan dagu nila betina
berwarna putih (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, 2010). Ikan Nila memiliki
bentuk badan yang pipih kesamping memanjang. Tubuhnya memiliki garis linea
lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian
atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai
pangkal sirip ekor (Kottelat et al., 1993).

Gambar 2. Morfologi ikan nila


Sumber: http://tugas-reni.blogspot.co.id/2012/01/anatomi-ikan.html
Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada
(pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal
fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas
5

sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip
anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya
berbentuk berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Amri & Khairuman,
2002: 17-18).
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya.
Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaan
antara jantan dan betina. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat
pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan,
di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil
meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan
juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang
memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya
besar.

Gambar 3. (a) alat kelamin jantan terlihat ada tonjolan, dan (b) alat kelamin
betina terlihat ada cekungan (Sumber: Anonim, 1998).

2.3 Penyebaran dan Habitat


Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies ikan yang berasal
dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau disekitar daerah Afrika. Ikan nila saat
ini telah tersebar ke Negara beriklim tropis dan subtropis, sedangkan untuk
wilayah yang beriklim dingin ikan ini tidak dapat hidup dengan baik (Dinas
Kelautan dan Perikanan Sulteng, 2010). Ikan nila adalah kelompok famili
Cichlidae yang tersebar di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Asia, India,
Srilanka, dan diintroduksi ke Indonesia dari Afrika pada Tahun 1969. Di
Indonesia ikan ini tersebar di Sumatera, Borneo, Jawa, Sulawesi dan wilayah
6

lainnya (Kottelat et al., 1993). Ikan nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air
laut dengan kadar garam antara 0-35 ppt, karena ikan nila
bersifat euryhaline (Fitria, 2012). Ikan Nila dari air tawar yang dipindahkan ke air
asin dengan proses adaptasi bertahap, yaitu dengan menaikan kadar garam sedikit
demi sedikit (Fitria, 2012). Habitat hidupnya cukup beragam, yaitu di sungai,
danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak (Amri dan Khairuman, 2008).

2.3.1 Kebiasaan Hidup


Ikan nila tergolong dalam ikan yang bersifat omnivora atau pemakan
segala. Ikan nila dapat memakan ikan-ikan kecil lainnya dan banyak jenis asli
yang terdapat di Indonesia musnah, karena dimakan oleh ikan ini (Kottelat et al.,
1993). Ketika stadia larva dan benih, makanan yang disukai ikan nila adalah
zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Moina sp., dan Daphnia sp.
Ikan nila juga sering memakan alga ataupun lumut yang menempel pada benda-
benda dihabitat hidupnya (Rukmana, 1997).
Kebiasaan reproduksi ikan nila memiliki perbedaan dengan ikan lainnya.
Secara alami, ikan nila memijah dapat sepanjang tahun, khususnya didaerah
tropis. Frekuensi pemijahan yang sering terjadi pada waktu musim hujan. Di alam
ikan nila memijah 6-7 kali setahun. Berarti setiap dua bulan sekali ikan ini akan
berkembang biak. Masa pemijahan produktif adalah ketika induk berumur 1,5-2
tahun dengan kisaran bobot rata-rata 500 g/ekor. Sebelum memijah, ikan nila
jantan membuat sarang berupa lekukan berbentuk bulat didasar perairan. Diameter
lekukan setara dengan ukuran ikan tersebut. Sarang ini berfungsi untuk tempat
pemijahan dan pembuahan telur. Larva ikan nila yang sudah menetas diasuh oleh
induknya mencapai umur 11 hari atau 8 mm didalam mulut. Larva yang sudah
tidak diasuh induknya akan berenang secara bergerombol diperairan yang dangkal
atau dipinggir kolam (Amri dan Khairuman, 2008).

2.4 Konstruksi Tambak Pembesaran Ikan Nila Srikandi


Lokasi tambak untuk budidaya ikan nila srikandi pada hakikatnya tidak
jauh berbeda denga tambak untuk budidaya udang dan ikan bandeng. dengan
demikian tambak yang pernah digunakan untuk budidaya udang atau ikan
bandeng dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan nila srikandi. Untuk tambak-
tambak yang dibangun di sepanjang pantai, tanahnya harus terdiri dari campuran
7

lumpur, pasir dan tanah liat.  Sebaiknya dibangun tanggul penahan angin atau
gelombang yang terbuat dari batu kali atau batu karang guna mencegah
kemungkinan kerugian yang tidak diinginkan. Luas tambak sedikitnya 0,3-0,4 ha
dengan kedalaman air 50-60 cm. Tambak sebaiknya mempunyai dua saluran 
(jalan air), yang satu sebagai saluran masuk dan yang satunya lagi sebagai saluran
keluar.  Dasar tambak sebainya sedikit miring ke arah pintu keluar, 30- 40 cm
lebih dalam dari pada kedalaman rata-rata dasar tambak, gunanya untuk
memudahkan drainase (Akmal, 2011).

Gambar 4. Kontruksi Tambak Ikan Nila


http://fisheries90.blogspot.co.id/2012/06/

2.5 Kualitas Air


Kualitas air dalam suatu usaha budidaya merupakan aspek yang sangat
penting, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan, berkembang biak dan sintasan
biota budidaya yang salah satunya adalah ikan (Arnelli dan Ismaryata,
1999). Kaulitas air dalam budidaya ikan meliputi beberapa parameter diantaranya
suhu, pH, oksigen terlarut dan salinitas.
Suhu perairan adalah besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin
suatu perairan. Suhu yang optimal untuk media hidup ikan nila srikandi yaitu 25–
30 0C dan akan mati jika terjadi suhu pada 6 0C dan 42 0C. Ikan nila srikandi dapat
tumbuh dengan normal pada kisaran suhu 14-38 0C dan suhu optimum untuk
pertumbuhannya yaitu 25-30 0C. Pertumbuhan ikan Nila biasanya terganggu jika
suhu habitatnya lebih rendah dari 14 0C atau pada suhu tinggi 38 0C. Ikan nila
dapat memijah secara alami pada suhu 22-370C dan suhu optimum untuk
perkembangbiakannya yaitu 25-30 0C (Amri dan Khairuman, 2008).
8

pH adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar


keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan (Noorulil dan Ratna, 2010). Nilai pH
sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ikan dan biota air lainnya
hidup pada kisaran pH tertentu, dengan diketahuinya nilai pH maka kita dapat
mengetahui apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan
mereka (Hidayah, et al., 2012). Nilai pH air antara 5-11 dapat ditoleransi ikan
nila, tetapi pH optimal untuk perkembangbiakan dan pertumbuhannya yaitu 7-8
(Rukmana, 1997). Ikan nila hidup optimal pada nilai pH berkisar antara 6-8,5
(Cahyono, 2000) dalam (Hidayah, et al., 2012).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxgen) adalah jumlah oksigen terlarut dalam
air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer atau udara (Hidayah, et al.,
2012). Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar
bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan
atmosfir. Oksigen merupakan faktor pembatas bagi perkembangan dan
pertumbuhan ikan. Ikan membutuhkan oksigen untuk respirasi, sehingga
ketersediaannya harus bisa mencukupi kebutuhan ikan yang dibudidaya (Atia et
al., 2012). Selain diperlukan untuk sintasan organisme di perairan, oksigen juga
diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa
anorganik (Pujiastuti et al., 2013). Menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 Kelas II,
nilai baku minimum oksigen terlarut untuk budidaya perikanan adalah ≤ 4 mg/L.
Salinitas dapat dinyatakan sebagai konsentrasi total dari semua ion yang
terlarut didalam air (Boyd, 1984 dan Nybakken, 1988 dalam Setyo, 2006).
Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme perairan. Salinitas
yang rendah berbahaya bagi pertumbuhan ikan karena dapat menurunkan oksigen.
Sebaliknya, salinitas yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk pertumbuhan ikan
atau organisme yang ada ditambak air payau (Hendrawati et al., 2009). Ikan nila
bersifat eiryhaline yaitu toleransi yang luas terhadap salinitas. Ikan nila dapat
hidup pada kadar salinitas 0-35 ppt, sehingga dapat hidup diperairan tawar, payau,
dan laut (Rukmana, 1997). Ikan nila srikandi toleran terhadap air payau dan laut
dengan salinitas mencapai 30 ppt (Poernomo, 2014).
9

2.6 Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
keberhasilan usaha budidaya perikanan. Pakan dalam dunia perikanan dibagi
menjadi dua kelompok yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah
pakan yang berasal dari alam dan dapat dibudidayakan baik secara selektif
maupun non selektif. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari berbagai
sumber bahan baku dengan komposisi yang dibuat oleh manusia sesuai dengan
kebutuhan ikan (Gusrina, 2005). Selain itu, pakan buatan sengaja dibuat untuk
menggantikan sebagian besar atau keseluruhan pakan alami (Darwisito,
2006). Biaya pakan dalam usaha budidaya dapat mencapai 60-70% dari seluruh
biaya produksi (Adi, 2011 dalam Zaidin et al., 2013).
Pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya sangat bergantung kepada
beberapa faktor antara lain adalah jenis dan ukuran ikan, lingkungan ikan itu
hidup dan teknik budidaya yang akan digunakan (Gusrina, 2008). Dosis
pemberian pakan sebaiknya sebanyak 3-4% dari berat keseluruhan ikan yang ada
dalam kolam pemeliharaan ikan nila. Manajemen pemberian pakan ikan nila
srikandi sangat perlu diperhatikan. Pemberian pakan yang baik adalah tepat
waktu, tepat ukuran, dan juga tepat dosis (Agus, 2013).
Pengaturan frekuensi pemberian pakan dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa tiap jenis dan ukuran ikan mempunyai interval waktu untuk
makan yang berbeda, bergantung pada kapasitas dan laju pengosongan
lambungnya (Gwither and Grove, 1981). Data tentang frekuensi pemberian pakan
pada setiap jenis ikan relatif sama berkisar antara 3 – 4 kali dalam sehari, menurut
Prahasta Arief dan Masturi Hasanawi (1998), frekuensi Pemberian pakan pada
pembesaran nila sebaiknya tiga kali sehari, yakni pada pukul 08.00, 12.00, dan
16.00. Frekuensi pemberian pakan yang tepat waktu dan teratur akan membuat
ikan nila terbiasa dengan kebutuhan makannya. Frekuensi pemberian pakan
merupakan salah satu faktor penting kaitannya dengan laju pertumbuhan, jika
frekuensi pemberian pakan ini diberikan tidak sesuai dengan aturan, maka dapat
menyebabkan akumulasi bahan organikdalam dasar tambak semakin meningkat
yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas air, sehingga daya dukung tambak
menurun drastis.
10

2.7 Padat Penebaran


Padat penebaran adalah jumlah ikan yang ditebarkan atau dipelihara dalam
satuan luas tertentu. Kepadatan ikan yang terlalu tinggi dapat menurunkan mutu
air, pertumbuhan ikan menjadi lambat, tingkat kelangsungan hidup ikan yang
rendah serta tingkat keragaman ukuran ikan yang tinggi dan kepadatan yang
tinggi dalam kegiatan budidaya dapat mengakibatkan produksi rendah. Padat tebar
yang tinggi akan mengganggu laju pertumbuhan meskipun kebutuhan makanan
tercukupi. Peningkatan padat penebaran dapat disebabkan karena ikan semakin
berdesakan sehingga mengurangi mendapatkan pakan. Kekurangan pakan akan
memperlambat laju pertumbuhan ikan dan ruang gerak juga merupakan faktor luar
yang mempengaruhi laju pertumbuhan, dengan adanya ruang gerak yang cukup
luas ikan dapat bergerak secara maksimal. Pendapat ini sesuai dengan pendapat
Rahmat (2010), mengatakan bahwa pada padat penebaran yang tinggi ikan
mempunyai daya saing di dalam memanfaatkan makanan, dan ruang gerak,
sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut. Padat penebaran
benih disesuaikan dengan tingkat intensitas pembesaran yang dilakukan. Benih
yang ditebar merupakan benih yang sudah diaklimatisasi dengan air laut hingga
mendekati salinitas tambak. Waktu penebaran diupayakan pada pagi atau sore hari
untuk menghindari stress pada benih.

2.8 Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat ikan mencapai ukuran 200 gram hingga
500 gram atau disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi resiko kematian ikan. Panen
ikan dapat dilakukan secara bertahap atau total. Panen bertahap dilakukan dengan
cara menggunakan jaring seret dengan ukuran mata jaring 1-2 inchi. Ikan yang
diperoleh selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran. Ikan yang berukuran lebih
kecil dari yang diinginkan ditebarkan kembali di tambak untuk dipanen pada
periode berikutnya. Panen total dilakukan dengan cara menyurutkan air tambak
hingga tersisa 30 %. Selanjutnya ikan ditangkap dengan menggunakan jaring
seret.
11

2.9 Hama Penyakit ikan


Salah satu kendala yang sering dihadapi petani dalam pembudidyaan nila adalah
serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit dapat menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat besar. Walaupun demikian, kerugian akibat
serangan hama tidak terlalu besar dibanding serangan penyakit. Serangan penyakit
jarang ditemukan mewabah secara besar-besaran dalam budidaya ikan nila. Kalau
pun ada, hanya berupa serangan lokal. Namun pembudidaya tetap harus berhati-
hati. Karena penyakit ikan nila bukan tidak mungkin datang mengganggu. Kondisi
paling rentan terhadap serangan hama dan penyakit biasanya terjadi pada
fase pembenihan ikan nila, dari penetasan hingga pendederan. Penyakit ikan nila
bisa ditularkan lewat aliran air, udara dan kontak langsung. Atau, terjadi karena
kondisi lingkungan yang buruk.

2.9.1 Penyakit Ikan


Penyakit ikan dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan
berkembang dalam tubuh ikan sehingga organ tubuhnya terganggu. Terganggunya
organ tubuh maka terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan. Kalau serangannya
sangat parah, kematian tidak dapat dihindari sehingga timbul kerugian yang
sangat besar. Secara umum, terdapat dua tipe penyakit ikan nila, yakni penyakit
infeksi atau penyakit menular, dan penyakit non-infeksi yaitu disebabkan oleh
kondisi lingkungan yang buruk.
A. Berikut ini beberapa penyakit ikan nila dari jenis penyakit infeksi yang
sering dijumpai:
a) Trichodina sp. Jenis mikroorganisme yang menjadi parasit pada ikan air
tawar maupun ikan air laut. Parasit ini biasanya menyerang bagian luar
seperti kulit, sirip dan insang. Tandanya terlihat luka pada organ-organi
yang diserang. Bisa dicegah dengan menjaga sanitasi kolam dan
memasang filter air atau bak pengendapan pada instalasi pengairan kolam.
Pengobatan bisa dilakukan dengan merendam ikan yang sakit dalam
larutan garam (NaCl) sebanyak 500-1000 mg/liter selama 24 jam. Atau
dengan larutan formalin sebanyak 25 mg/liter.
b) Saprolegniasis. Penyakit yang disebabkan oleh sejenis jamur. Biasanya
menyerang telur, larva dan benih ikan. Bagian tubuh yang diserang organ-
12

organ luar. Penampakan penyakit ini seperti benang halus berwarna putih
atau putih kecoklatan. Pengobatan dilakukan dengan merendam telur atau
ikan yang terserang dalam larutan malachite green 1 mg/liter selama 1
jam, atau larutan formalin 200-300 mg/liter selama 1-3 jam, atau NaCl 5
gram/liter selama 15 menit.
c) Epistylis spp. Parasit ini umumnya menyerang organ-organ bagian luar
seperti kulit, insang dan sirip. Ciri-ciri ikan yang terserang bagian
insangnya berwarna merah kecoklatan, ikan sukar bernapas, gerakan
lambat, dan pertumbuhannya terhambat. Penularan penyakit terjadi karena
kontak langsung dengan ikan yang sakit. Pencegahannya dengan
mengurangi padat tebar ikan. Pengobatannya dengan merendam ikan
dalam larutan formalin 200 mg/liter selama 40 menit, atau KMnO4 20
mg/liter selama 15-20 menit.
d) Bercak merah. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Aeromonas dan Pseudomonas. Menyerang organ bagian dalam dan
luar. Ciri-cirinya ada pendarahan pada bagian tubuh yang terserang, sisik
terkelupas, perut membusung. Bila menyerang kulit akan terlihat borok.
Ikan terlihat lemah dan sering muncul ke permukaan kolam. Bila di bedah
bagian dalamnya mengalami pendarahan pada hati, ginjal dan limpa.
Pengobatan bisa dilakukan dengan cara menyuntik, perendaman atau
dengan mencampur obat pada pakan. Obat
perendaman kaliumpermanganat 10-20 mg/liter selama 30-60 menit.
Penyuntikan dengan tetramysin 0,05 ml per 100 gram bobot ikan atau
kanamysin 20-40 mg/kg bobot ikan. Pencampuran pada pakan
dengan oxytetracylin 50mg/kg pakan, diberikan setiap hari selama 7-10
hari.
B. Sedangkan penyakit non-infeksi yang banyak ditemukan dalam budidaya
ikan nila disebabkan oleh:
a) Kualitas air. Kualitas air yang buruk membahayakan perkembangan ikan.
Oleh karena itu kualitas air harus terus dipantau. Pastikan saluran masuk
dan keluar tetap lancar. Bila air disirkulasikan untuk beberapa kolam,
penggunaan bak penyaringan air lebih direkomendasikan. Air yang
13

berkualitas akan membuat ikan selalu berada dalam kondisi bugar dan
sehat.
b) Pakan. Pemberian pakan harus tepat jenis dan takaran. Pakan yang tersisa
akan mengendap di dasar kolam, menurunkan kualitas air dan
menimbulkan gas-gas berbahaya bagi ikan.
c) Keracunan. Keracunan pada ikan biasanya disebabkan oleh pemberian
pakan yang salah, misalnya pakan kadaluarsa. Bisa juga disebabkan oleh
adanya senyawa beracun dalam kolam, seperti H2S yang timbul dari
pembusukan material organik di dasar kolam. Atau, polutan berbahaya
yang terbawa dari sumber air.
d) Penanganan ikan. Dalam menangani ikan usahakan secara hari-hati.
Misalnya saat penebaran atau pemindahan kolam, jangan sampai tubuh
ikan terluka karena jaring atau benda keras lainnya. Luka pada tubuh ikan
akan memicu penyakit.
e) Genetis. Gunakan selalu benih ikan yang baik. Penyakit juga bisa
disebabkan oleh keturunan. Misalnya, bentuk tubuh ikan yang tidak
sempurna atau cacat.

2.9.2 Hama ikan nila


Hama Adalah organisme yang dapat memangsa ikan sehat maupun sakit
secara langsung maupun bertahap. Hama dapat berasal dari luar atau dalam
kolam. Hama dari luar dapat masuk kedalam kolam melalui aliran aliran air dalam
kolam. Hama yang masuk melalui aliran air terjadi karena air tidak disaring saat
masuk ke kolam. Beberapa hama ikan nila yang paling sering dijumpai dan
mempunyai efek mematikan diantaranya:
a. Notonecta
Masyarakat Jawa Barat menyebutnya bebeasan (menyerupai beras) karena
terdapat bintik putih seperti beras. Hama ini menyerang benih ikan yang masih
kecil. Upaya pencegahannya cukup sulit. Bila jumlahnya sudah terlalu banyak,
hama ini bisa diberantas dengan menyiramkan minyak tanah pada kolam. Jumlah
minyak tanah yang diperlukan 5 liter tiap 1000 m2 luas kolam. Cara ini cukup
efektif menekan populasi notonecta.
14

b. Larva cybister
Hama ini dikenal dengan nama ucrit, lebih mematikan dibanding notonecta.
Warnanya kehijauan dan dapat bergerak dengan cepat. Bagian depan terdapat
taring untuk menjepit mangsa, sedangkan di bagian belakangnya terdapat
sengatan. Ucrit biasanya menyerang benih ikan. Ucrit menyukai lingkungan
kolam yang banyak mengandung material organik. Untuk mencegahnya,
bersihkan kolam secara rutin dari gulma dan sampah organik. Bila sudah dewasa
akan bermetamorfosis menjadi kumbang yang bisa meloncat antar kolam. Bahan
kimia yang mematikan bagi ucrit, akan mematikan juga bagi benih ikan nila. Oleh
karena itu, hama ucrit hanya dianjurkan untuk diberantas secara mekanis dan
mengefektifkan pencegahan.

2.9.3 Pencegahan hama dan penyakit


Pencegahan merupakan langkah yang paling efektif untuk menekan resiko
hama dan penyakit ikan nila. Karena bila hama dan penyakit sudah menyerang,
ongkos penanggulangannya akan lebih besar (Gufran Kordi, 1997).
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan hama dan
penyakit ikan nila, diantaranya:
a) Pengolahan dasar kolam, yaitu pengeringan, pengapuran dan pemupukan.
Pengeringan dilakukan dengan menjemur dasar kolam setiap kali hendak
memulai budidaya. Sinar matahari bisa membunuh sebagian besar hama
dan penyakit yang mungkin ada pada periode budidaya sebelumnya.
Pengapuran dasar kolam juga membantu mematikan sebagian penyakit.
Untuk lebih detailnya silahkan baca persiapan kolam untuk budidaya ikan.
b) Memasang filter atau saringan pada pintu pemasukan air untuk mencegah
sebagian hama dan vektor pembawa penyakit masuk ke dalam kolam.
c) Lakukan secara rutin pemberantasan hama secara mekanis (diambil atau
dibunuh) dan pemberantasan hama secara biologis (mempertahankan
predator alami hama). Apabila hama tetap membandel bisa
dipertimbangkan menggunakan obat-obatan kimia.
Gunakan bibit ikan nila unggul yang tahan terhadap penyakit. Bibit
sebaiknya didapatkan dari sumber terpercaya, seperti litbang-litbang
perikanan.
15

d) Mengurangi kepadatan ikan agar tidak terjadi kontak antar ikan secara
langsung. Dengan jarangnya populasi, kadar oksigen terlarut dalam air
kolam akan lebih banyak.
e) Berikan pakan dengan takaran yang tepat untuk menghindari terjadinya
penumpukan sisa pakan dalam kolam. Sisa pakan akan membusuk
sehingga menurunkan kualitas lingkungan kolam dan menjadi tempat
berkembangbiaknya bibit penyakit.
f) Lakukan penanganan ikan secara hati-hati pada saat penebaran atau
pemindahan antar kolam, agar ikan tidak terluka yang memicu infeksi
penyakit.

2.10 Ciri-ciri Benih Ikan Nila Yang Baik


Islami, E.Y, dkk., (2013) menyatakan bahwa kondisi benih ikan nila dalam
kegiatan budidaya sangat menentukan keberhasilan. Dimana kondisi benih ikan
nila tersebut memiliki ciri-ciri yaitu: memiliki organ tubuh yang lengkap, bebas
dari segala penyakit, permukaan badan mulus dan sewarna, ukuran yang
cenderung seragam dan gerakannya lincah (aktif).
16

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang


Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Unit Pelaksanaan Teknis
Pengembangan Budidaya dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng Kabupaten
Gresik, Pada tanggal 25 April sampai 25 Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-Alat yang Digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL)
A. Alat yang digunakan dalam kerja praktek ini meliputi :
NO NAMA ALAT-ALAT

1 Kolam ikan 9 Baskom


2 Selang aerasi 10 Ember
3 Styrofom 11 Tissue
4 Selang air 12 Penggaris
5 Seser 13 Timbangan digital
6 Sendok teh 14 Sikat
7 Bak grading 15 Do meter
8 Ph paper 16 Refraktometer

B. Bahan-Bahan yang Digunakan Dalam Praktek Kerja Lapangan


Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini meliputi :
a. benih ikan nila srikandi (Oreochromis aureus x niloticus)
b. pakan ikan pelet Hi-provite 781-1,2,3 dan 4.
c. air laut
d. pakan alami
e. vitamin ikan
17

3.3. Metode Praktek Kerja Lapang


Praktek kerja lapang ini menggunakan metode deskriptif. Menurut
Suryabrata (1994), metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan
keadaan atau kejadian pada suatu daerah tertentu. Dalam metode ini pengambilan
data dilakukan tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tapi
meliputi analisis dan pembahasan tentang data tersebut. Metode ini bertujuan
untuk memberikan gambaran secara umum, sistematis, aktual dan valid mengenai
fakta dan sifat-sifat populasi daerah tersebut.

3.4. Teknik Pengambilan Data

3.4.1. Data Primer


Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh
pengamat untuk menjawab pertanyaan pengamatan. Data primer dapat berupa
opini subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap
suatu benda atau kegiatan, dan hasil pengujian (Indriantoro dan Supomo, 2002).
Data primer tersebut dapat diperoleh dengan cara-cara observasi, wawancara dan
partisipasi langsung.
a. Observasi
Data hasil observasi meliputi: persiapan konstruksi, persiapan dan
penebaran benih, pemberian pakan, proses grading/sizing,sampling, dan proses
pemanenan.
b Partisipasi aktif
Pada kegiatan pembesaran ikan nila Srikandi, kegiatan yang diikuti
meliputi persiapan dan penebaran benih, pemberian pakan, proses
grading/sizing,sampling, dan proses pemanenan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder didapatkan dari Instansi Unit Pelaksanaan Teknis
Pengembangan Budidaya Dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng, Kabupaten
Gresik, Propinsi Jawa Timur dan hasil studi literatur.
18

3.5 Prosedur Praktek Kerja Lapang ( PKL)


3.5.1. Konstruksi kolam bata putih
Konstruksi kolam bata putih terdiri dari :
1. Pondasi
Kolam bata putih/kapur tetap membutuhkan pondasi sebagai
penyangganya agar dapat berdiri kokoh. Adanya pondasi pun mampu mencegah
timbulnya keretakan rambut pada struktur kolam tersebut.
2. Dinding
Biasanya menggunakan pasir dan semen dengan perbandingan 2:1 untuk
adonan pasangan bata putih/kapur.
3. Dasar kolam
Terbuat dari tanah pasir berlumpur sesuai dengan kondisi permukaan
tanah pada daerah tersebut.
4. Pintu/pipa pemasukan air
Mengunakan pompa air dipergunakan untuk mengisi kolam tersebut yang
mengambil air laut langsung.
5. Pintu/pipa pengeluaran air
Terbuat dari pipa plastik yang berukuran 5 DIM sebanyak 2 buah yang
langsung mengarah pada saluran pengeluaran air utama.
6. Tali PE
Berbahan polietilen (PE) dengan diameter 5 mm sesuai dengan kebutuhan
ukuran kolam tersebut digunkan untuk mengaitkan selang aerasi.
7. Selang Aerasi
selang aerasi bahan silicon yang digunakan sebagai penyalur udara dari
mesin aerator.
8. Batu aerasi
Air stone untuk aerasi dalam air bentuk round( bulat ).
9. Pompa air pengisian kolam
Pompa air yang menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar / bensin
berfungsi untuk memompa air dengan volume debit air yang besar.
19

10. Aerator
Pompa udara ( Aerator ) yang berfungsi sebagai supply Oksigen ( O 2 )
didalam kolam .

3.5.2. Persiapan Benih Dan Penebaran Benih


Benih didapatkan dari Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan Budidaya
Dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa
Timur yang berukuran antara 2-3 cm sebanyak 4 rean ( 20.000) ekor. Benih
diangkut dengan sistem pengangkutan model terbuka menggunakan bak plastik
yang diisi benih ikan nila srikandi. Kemudian benih ditebar pada semua kolam
pembesaran yang berukuran PxLxT = 10m x 3m x 1,5m dan dengan kepadatan
4000 ekor per kolamnya. Benih dipuasakan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar
tidak stres sebelum di berikan pakan. Setelah proses pemuasaan tersebut benih
ikan nila srikandi diberikan pakan dengan metode adlibithum (di berikan makanan
sekenyangnya) dengan menggunakan pakan Hi-provite 781-1 yang telah direndam
dengan air secukupnya.

3.5.3. Pemberian Pakan


Pemberian pakan ikan nila srikandi sebanyak 3 kali sehari pada jam 07.00,
11.00, 15.00 dengan dosis tertentu sesuai dengan ukuran ikannya, menggunakan
cara pakan ditebarkan secara merata pada setiap kolam apung pada waktu pagi,
siang hari, dan sore hari. Untuk ukuran ikan nila srikandi 2-3 cm dan 5-7 cm
pemberian pakan nya menggunakan metode adlibithum (di berikan makanan
sekenyangnya) dengan menggunakan pakan terapung yang di campur air
secukupnya. Pakan buatan pabrik Hi-provite 781-1. Karena pada ukuran ini ikan
cenderung berada di permukaan perairan sehingga diberikan pakan terapung
Ketika benih pada ukuran 12-13 cm dengan berat berkisar antara 40-45
gram per ekor diberi pakan terapung yang berasal dari Pakan buatan pabrik
dengan seri pakan Hi-provite 781-2 yang diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan
pemberian 1 kali makan 1 kg untuk setiap kolamnya.
Pada saat ikan berukuran 14-15 cm dengan berat berkisar antara 70-77
gram per ekor yang akan di berikan pakan sebanyak 1,5 kg setiap kolamnya
diberikan pakan terapung; seri pakan Hi-provite 781-3 yang diberikan 3 kali
sehari.
20

Pada saat ikan berukuran 16-18 cm dengan berat berkisar antara 100-125
gram per ekor diberikan pakan terapung sebanyak 2 kg setiap kolam diberi pakan
buatan dengan ukuran seri pakan Hi-provite 781-4. yang diberikan 3 kali sehari.
Kemudian saat ikan berukuran 18-25 cm dengan berat berkisar antara 250-
300 gram per ekor diberikan pakan terapung sebanyak 2 kg setiap kolam di beri
pakan buatan dengan seri pakan Hi-provite 781-4. yang diberikan 3 kali sehari
Pada ukuran 2-25 cm ika nila srikandi di berikan pakan jenis terapung,
karena pada ukuran ini ikan cenderung sering berada dipermukaan perairan.

3.5.4. Proses Penyiponan


Berikut cara penyiponan pada budidaya ikan nila Srikandi:
1. Siapkanlah pompa tenggelam dan selang dengan diameter 1 dim . Bagian
ujung selang yang dimasukkan kedalam kolam disambungkan ke pompa
tengggelam.
2. Kemudian ujung selang satunya ditaruh pada luar kolam diarahkan pada
lubang pembuangan utama.
3. Pompa tenggelam dan selang digerakkan ke semua bagian dasar kolam
yang banyak berisi kotoran. Lakukanlah sampai air yang keluar tak berisi
kotoran lagi.
4. Penyiphonan dilakukan sampai ketinggian air di dalam kolam menurun
20-30%. Kemudian ditambahkan air baru sampai pada ketinggian
sebelumnya.

3.5.5. Proses Grading/Sizing, Sampling


Ketika benih sudah berumur 1 bulan dilakukanlah proses grading untuk
memisahkan ukuran ikan kecil dan ikan ukuran sedang serta untuk
menghilangkan ikan liar. Sehingga benih yang sudah di grading tersebut
berkualitas baik untuk calon induk tersebut disendirikan dalam 1 kantong jaring
apung berisi benih ukuran 5-7 cm sebanyak 4000 ekor perkolamnya.
Setelah berumur 2 bulan dilakukan lagi proses grading ukuran kecil dan
besar kemudian dilakukan proses sampling yang di cari adalah ukuran panjang
12-13 cm dengan berat 40-45 gram per ekor yang akan di sendirikan pada kantong
jaring apung yang lain. Setelah 2 minggu dilakukan lagi proses grading dan
sampling diperoleh panjang ikan berkisar antara 14-15 cm dan berat berkisar
21

antara 70-77 gram per ekor. Kemudian setelah 2 minggu dilakukan lagi proses
grading, sampling ikan berukuran 16-18 cm dengan berat berkisar antara 100-125
gram per ekor. Kemudian setelah 1 bulan dilakukan lagi proses grading, sampling
ikan berukuran 18-25 cm dengan berat berkisar antara 250-300 gram per
ekor.Pada proses ini ikan yang berukuran besar akan dipisahkan dan ditaruh pada
kolam yang berbeda untuk memudahkan proses pemanenan.

3.5.6. Pengukuran Parameter Kualitas Air

3.5.6.1 Parameter Kimia


 Oksigen terlarut
Prosedur kerja untuk mengukur Oksigen Terlarut adalah sebagai berikut:
Cara penggunaan alat ini adalah dengan mencelupkan alat DO
meter tersebut kedalam sampel air laut dan melihat skala yang terlihat.
 CO2
Prosedur kerja untuk mengukur Karbondioksida (CO2) adalah sebagai
berikut:
1. Ambil air contoh 25 ml dari dalam botol, kemudian masukkan kedalam
erlenmeyer dengan hati-hati
2. Teteskan 2-3 tetes indikator pp, kocok dengan hati-hati hingga
indikatornya menyebar merata
3. Bila air contoh berwarna merah muda (CO2 dalam bentuk CO2 terikat)
titrasi dengan HCL/H2SO4 (0,02N) hingga warna merah muda berubah
menjadi jernih.
4. Bila air contoh tetap berwarna jernih (CO2 dalam bentuk CO2 bebas) titrasi
dengan larutan Na2CO3 (0,02N) hingga berubah menjadi warna merah
muda.
5. Lakukan penentuan tersebut sebanyak 3 kali, dan catat HCl/H2SO4 atau
Na2CO3 yang habis digunakan untuk titrasi.
a. Perhitungan
ml titrasi X N titrasi X 22 X 1000
6. CO2(ppm) =
ml air contoh
22

 Derajat Keasaman (pH)


Prosedur kerja untuk mengukur Derajat Keasaman (pH) adalah sebagai
berikut:
1. Langkah pertama sediakan cairan yang hendak diukur keasamannya.
Sediakan secukupnya, jangan terlalu sedikit dan jangan pula terlalu
banyak.
2. Sebelum dilakukan pengukuran, perhatikan terlebih dahulu kadar suhu
larutan yang hendak diukur dengan suhu yang telah di kalibrasi
sebelumnya. Yakinkan keduanya mesti sama, contohnya apabila suhu
larutan yang telah di kalibrasi sebesar 20 derajat celsius, maka suhu cairan
yang hendak diukur pun mesti sama.
3. Selanjutnya buku penutup elektrode alat PH Meter menggunakan air
khusus, selanjutnya bersihkanlah ampai kering menggunakan tisu.
4. Nyalakan PH Meter, kemudian celupkan elektrode ke dalam cairan yang
hendak diukur, selanjutnya putar elektrode larut menjadi homogen.
5. Setelah itu tekan tombol bertuliskan MEAS dan akan muncul kata HOLD
di layar. Kemudian tunggu beberapa saat sampai muncul angka PH yang
menunjukkan dadar PH dari cairan tersebut.
 Salinitas
Cara menggunakan alat ini cukup mudah, yaitu ujung Refractometer ditetesi
sampel air laut yang akan diukur kadar garam airnya. setelah ditetesi, langsung
bisa dilihat dari indeks bias Refractometer tersebut. kadar air ditunjukkan oleh
batas tertinggi warna biru muda yang terdapat di skala metrik. skala metrik tersaji
secara vertikal. angka terendah terdapat di bagian atas. semakin ke bawah
semakin besar, yang menunjukkan pula semakin tingginya kadar garam. cara
kerja Refractometer adalah menggunakan persamaan indeks bias antara kadar
garam dengan Refractometer. prinsip pengukurannya adalah dengan sinar yang
ditransmisikan sinar kasa / sumber sinar p.risma sampel telescope. disini yang
digunakan adalah hand Refractometer.
23

3.5.6.2 Parameter Fisika


 Kecerahan
Prosedur kerja untuk mengukur kecerahan adalah sebagai berikut:
1. Siapkan secchi disk dengan diberi tali pengukur, dimana tali ini memiliki
skala pengukuran.
2. Masukkan secchi disk kedalam perairan, amati terus sampai warna putih
pada alat tersebut tidak kelihatan, catat kedalamannya (K2)
3. Tarik perlahan-lahan alat tersebut dan ukur kedalamannya saat warna
putih nampak kembali (K1)
4. Tentukan besarnya kedalaman kecerahan air dan intensitas sinar matahari
(10% dan 1%) yang masuk kedalam perairan.
 Perhitungan kedalaman kecerahan air dengan rumus :
K1 + K2
D=
2
Ket : D = Kedalaman Kecerahan Air (cm)
K1 = Kedalaman pada saat secchi disk terlihat
kembali/terlihat jelas
K2 = kedalaman pada saat secchi disk tidak terlihat
 Selisih jarak antara hilangnya warna putih (secchidisk) dengan
munculnya kembali warna putih tersebut menunjukkan intensitas
sinar matahari yang ada dalam perairan tinggal 10% dari cahaya
seluruhnya.
 Bila sudah diketahui kedalaman dimana intensitas sinar matahari
tinggal 10% maka intensitas sinar matahari 1% dapat di taksir
dengan rumus :
Pembacaan secchidisk(m) + 0,495
=m
0,177
24

 Suhu
Prosedur kerja untuk mengukur suhu adalah sebagai berikut:
1. Siapkan thermometer air raksa
2. Ukur suhu bagian permukaan perairan dengan cara memasukkan
thermometer kedalam air kurang lebih 10cm dari permukaan selama
beberapa menit (2-4 menit) sehingga diperoleh suhu yang konstan.
3. Dengan cara yang sama dengan diatas, ukur suhu dalam perairan bagian
pertengahan dan dasar perairan.
4. Lakukan pengukuran diatas pada beberapa tempat masing – masing tiga
kali ulangan untuk keseluruhan kolam. Pengukuran juga dilakukan
ditempat yang berbeda, mialnya pintu pemasukan air, pintu pengeluaran
air, tengah kolam, di bawah pohon, dan lainnya.
5. Selama pengukuran suhu perairan, thermometer harus dilindungi dari
pengaruh sinar matahari langsung dan thermometer ditempatkan pada
posisi 45°.

3.5.7. Proses Pemanenan


Sebelum proses pemanenan ikan nila Srikandi, ikan tersebut dipuasakan
selama 1 hari . Pada waktu pagi hari sekitar jam 05.00 WIB kolam sudah
dikurangi volume airnya sampai habis. Setelah itu pada jam 07.00 ikan nila
Srikandi diserok kemudian ditaruh pada keranjang bambu dengan isi berkisar
antara 50-60 kg per keranjangnya. Setelah itu ikan nila tersebut diangkut
menggunakan mobil dan siap dibawa ke pasar ikan untuk di jual.
25

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang


Kabupaten Gresik berada pada 70˚ - 80˚ Lintang Selatan dan 112˚ – 113˚
Bujur Timur. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 2 – 12 m di atas permukaan laut (dpl) kecuali sebagian kecil di bagian
utara (Kecamatan Panceng) mempunyai ketinggian sampai 25 m di atas
permukaan laut. Bagian utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian
timur dibatasi oleh Selat Madura dan Kota Surabaya, bagian selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabu23paten Mojokerto, sementara bagian barat
berbatasan dengan Kabupaten Lamongan. Kabupaten Gresik mempunyai kawasan
kepulauan yaitu Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Luas
wilayah Gresik seluruhnya 1.192,25 km2 terdiri dari 996,14 km2 luas daratan
ditambah sekitar 196,11 km2 luas Pulau Bawean. Sedangkan luas wilayah
perairan adalah 5.773,80 km2. Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik
terdiri dari jenis aluvial, grumusol, mediteran merah dan litosol. Curah hujan di
Kabupaten Gresik fluktuatif. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten
Gresik dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu:
1. Kabupaten Gresik bagian utara (Kecamatan Panceng, Ujung Pangkah,
Sidayu, Bungah, Dukun dan Manyar) adalah bagian dari daerah
pegunungan kapur utara yang memiliki tanah relatif kurang subur.
Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Sungai Bengawan
Solo yang bermuara di pantai utara Kabupaten Gresik (Kecamatan
Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun dan Manyar). Daerah hilir
Sungai Bengawan Solo tersebut sangat potensial untuk permukiman,
usaha pertanian, kelautan, perikanan dan peternakan.
2. Kabupaten Gresik bagian tengah (Kecamatan Duduk Sampeyan,
Balong Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik dan Kebomas) merupakan
kawasan dengan tanah relatif subur. Di wilayah ini terdapat sungai-
sungai kecil antara lain Kali Lamong, Kali Corong, Kali Manyar
26

sehingga di bagian tengah wilayah ini merupakan daerah yang cocok


untuk pertanian, kelautan, perikanan dan peternakan.
3. Kabupaten Gresik bagian selatan (Kecamatan Menganti, Kedamean,
Driyorejo dan Wringinanom) adalah merupakan 11 sebagian dataran
rendah yang cukup subur dan sebagian merupakan daerah bukit-bukit
(Pegunungan Kendeng). Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini
cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan mineral,
seperti batu kapur, posphat, dolomit, batu bintang, tanah liat, pasir dan
bahan galian lainnya.
4. Kepulauan Bawean yang meliputi Kecamatan Sangkapura dan Tambak
berpusat di Sangkapura. Kondisi tanahnya berbukit yang sebagian
cukup subur dan sebagian lainnya berbatu dengan potensi kandungan
batu onix yang cukup besar (Desa Kota Kusuma).
Peta lokasi dan luas areal bisa dilihat pada lampiran 1.

4.2. Konstruksi kolam pembesaran berbahan bata putih


Konstruksi kolam bata putih terdiri dari :
1. Pondasi
Kolam bata putih/kapur tetap membutuhkan pondasi sebagai
penyangganya agar dapat berdiri kokoh. Adanya pondasi mampu mencegah
timbulnya keretakan menyerupai rambut pada struktur kolam bagian pondasi.
2. Dinding
Biasanya menggunakan pasir dan semen dengan perbandingan 2:1 untuk
adonan pasangan bata putih/kapur.
3. Dasar kolam
Terbuat dari tanah pasir berlumpur sesuai dengan kondisi permukaan
tanah pada daerah tersebut.
4. Pintu/pipa pemasukan air
Menggunakan pompa air untuk mengisi kolam. yang di ambil langsung
dari air laut.
5. Pintu/pipa pengeluaran air
Terbuat dari pipa plastik yang berukuran 5 DIM sebanyak 2 buah yang
langsung mengarah pada saluran pengeluaran air utama.
27

6. Tali PE
Berbahan polietilen (PE) dengan diameter 5 mm sesuai dengan kebutuhan
ukuran kolam tersebut digunkan untuk mengaitkan selang aerasi.
7. Selang Aerasi
selang aerasi bahan silicon yang digunakan sebagai penyalur udara dari
mesin aerator.
8. Batu aerasi
Air stone untuk aerasi dalam air bentuk round( bulat ).
9. Pompa air pengisian kolam
Pompa air yang menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar / bensin
berfungsi untuk memompa air dengan volume debit air yang besar.
10. Aerator
Pompa udara ( Aerator ) yang berfungsi sebagai supply Oksigen ( O 2 )
didalam kolam .
Seluruh bagian dari konstruksi bisa di lihat pada lampiran 2.

4.3. Persiapan Benih Dan Penebaran Benih


Benih didapatkan dari Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan Budidaya
Dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa
Timur yang berukuran antara 2-3 cm sebanyak 4 rean ( 20.000) ekor. Benih
diangkut dengan sistem pengangkutan model terbuka menggunakan bak plastik
yang diisi benih ikan nila srikandi. Kemudian benih ditebar pada semua kolam
pembesaran yang berukuran PxLxT = 10m x 3m x 1,5m dan dengan kepadatan
4000 ekor per kolamnya. Benih dipuasakan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar
tidak stres sebelum di berikan pakan. Setelah proses pemuasaan tersebut benih
ikan nila srikandi diberikan pakan dengan metode adlibithum (di berikan makanan
sekenyangnya) dengan menggunakan pakan Hi-provite 781-1 yang telah direndam
dengan air secukupnya.
Kegiatan persiapan benih dan penebaran benih tersaji pada lampiran 3.

4.4. Pemberian Pakan


Pemberian pakan ikan nila srikandi sebanyak 3 kali sehari pada jam 07.00,
11.00, 15.00 dengan dosis tertentu sesuai dengan ukuran ikannya, menggunakan
cara pakan ditebarkan secara merata pada setiap kolam apung pada waktu pagi,
28

siang hari, dan sore hari. Untuk ukuran ikan nila srikandi 2-3 cm dan 5-7 cm
pemberian pakan nya menggunakan metode adlibithum (di berikan makanan
sekenyangnya) dengan menggunakan pakan terapung yang di campur air
secukupnya. Pakan buatan pabrik yang berseri Hi-provite 781-1. Karena pada
ukuran ini ikan cenderung berada di permukaan perairan sehingga diberikan
pakan terapung
Ketika benih pada ukuran 12-13 cm dengan berat berkisar antara 40-45
gram per ekor diberi pakan terapung yang seri pakan Hi-provite 781-2 yang
diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan pemberian 1 kali makan 1 kg untuk setiap
kolamnya. Pada saat ikan berukuran 14-15 cm dengan berat berkisar antara 70-77
gram per ekor yang akan di berikan pakan sebanyak 1,5 kg setiap kolamnya
diberikan pakan terapung yang dengan seri pakan Hi-provite 781-3 yang
diberikan 3 kali sehari.
Pada saat ikan berukuran 16-18 cm dengan berat berkisar antara 100-125
gram per ekor diberikan pakan terapung sebanyak 2 kg setiap kolamnya dengan
seri pakan Hi-provite 781-4. yang diberikan 3 kali sehari.
Kemudian saat ikan berukuran 18-25 cm dengan berat berkisar antara 250-
300 gram per ekor diberikan pakan terapung sebanyak 2 kg setiap kolamnya
dengan seri pakan Hi-provite 781-4. yang diberikan 3 kali sehari
Pada ukuran 2-25 cm ika nila srikandi di berikan pakan terapung, karena
pada ukuran ini ikan cenderung sering berada dipermukaan perairan.
Hadadi, dkk., 2009, berpendapat bahwa pakan memegang peranan penting
dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan selama budidaya dapat mencapai
sekitar 60-70% dari biaya operasional budidaya.
Pakan yang diberikan pada ikan dinilai baik tidak hanya dari komponen
penyusun pakan tersebut melainkan juga dari seberapa besar komponen yang
terkandung dalam pakan mampu diserap dan dimanfaatkan oleh ikan dalam
kehidupannya, sehingga pakan yang diproduksi dengan harga mahal pun belum
tentu memiliki kualitas yang baik oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan
pakan yang dapat membantu dalam proses pencernaan pakan. Salah satu bahan
pakan yang dapat digunakan adalah serat kasar (Ratna et.al., 2012).
29

Dalam pemberian pakan ikan nila diberikan setiap hari dengan komposisi
pakan alami dan juga pakan tambahan. Pakan ikan nila ini bisa terdiri dari dedak,
ampas kelapa, pelet dan juga sisa-sisa makanan dapur. Umumnya pemberian
pakan dilakukan dengan ukuran seperti berikut ini:
1. Protein 20-30%;
2. Lemak 70% (maksimal.);
3. Karbohidrat 63 - 73%.
Proses pemberian pakan dapat dilihat pada lampiran 5.

4.5. Proses Penyiponan


Penyiponan dilakukan selama 2 minggu sekali sebelum proses
grading/sizing dan sampling. Menggunakan pompa tenggelam dengan selang
sepanjang 15 meter yang berukuran 1 dim dan untuk mengurangi volume air
kolam antara 20%-30%.
Sipon alias Shift Pond merupakan tindakan untuk menyedot/membuang
kotoran ikan dan sisa pakan serta kotoran lain yang terdapat di dasar kolam.
Penyiponan ini wajib dilakukan oleh para pembudidaya Pasalnya jika tidak
dilakukan penyiponan, maka lama-kelamaan akan terjadi penumpukan kotoran .
Tujuan utama penyiponan dikolam pembesaran adalah membuang air
yang berada didasar kolam. Seperti diketahui kalau sisa-sisa pakan yang tidak
dimakan oleh ikan atau feses/kotoran ikan akan menjadi amoniak atau racun yang
akan menurunkan kualitas air dan air sebagai habitat ikan menjadi faktor utama
penghambat pertumbuhan ikan nila Srikandi.
(sumber: http://boosterfish.com/sistim-penyiponan-sederhana/ diakses pada
Senin16 oktober 2017, pukul 04.00)

Proses penyiponan dapat dilihat pada lampiran 6.

4.6. Proses Grading/Sizing, Sampling


Ketika benih sudah berumur 1 bulan dilakukanlah proses grading untuk
memisahkan ukuran ikan kecil dan ikan ukuran sedang serta untuk
menghilangkan ikan liar. Sehingga benih yang sudah di grading tersebut
berkualitas baik untuk calon induk tersebut disendirikan dalam 1 kantong jaring
apung berisi benih ukuran 5-7 cm sebanyak 4000 ekor perkolamnya.
30

Setelah berumur 2 bulan dilakukan lagi proses grading ukuran kecil dan
besar kemudian dilakukan proses sampling yang di cari adalah ukuran panjang
12-13 cm dengan berat 40-45 gram per ekor yang akan di sendirikan pada kantong
jaring apung yang lain. Setelah 2 minggu dilakukan lagi proses grading dan
sampling diperoleh panjang ikan berkisar antara 14-15 cm dan berat berkisar
antara 70-77 gram per ekor. Kemudian setelah 2 minggu dilakukan lagi proses
grading, sampling ikan berukuran 16-18 cm dengan berat berkisar antara 100-125
gram per ekor. Kemudian setelah 1 bulan dilakukan lagi proses grading, sampling
ikan berukuran 18-25 cm dengan berat berkisar antara 250-300 gram per
ekor.Pada proses ini ikan yang berukuran besar akan dipisahkan dan ditaruh pada
kolam yang berbeda untuk memudahkan proses pemanenan.
Grading  berasal dari kata grade yang berarti tingkat/ukuran.
Grading dalam istilah perikanan merupakan suatu upaya pengelompokan
ikan/hasil ikan menjadi beberapa ukuran (grade) sehingga masing-masing ukuran
memiliki kualitas mutu yang seragam.
Tujuan dari proses grading adalah untuk memisahkan antara ukuran besar
dan kecil agar pertumbuhannya optimal sehingga diperoleh ukuran ikan nila
Jatimbulan yang seragam.
Menurut (Sudjana,2005), Sampling adalah proses dan cara mengambil
sampel/ contoh untuk menduga keadaan suatu populasi.  Contoh ikan diambil
dari suatu area untuk diduga berbagai karakteristik populasinya seperti kepadatan
populasi,  sebarannya dalam habitat, jumlah relatif masing-masing stadia, dan
fluktuasi jumlah ikan tersebut menurut waktu.  Penarikan contoh diperlukan
karena tidak mungkin pengamatan terhadap keseluruhan populasi dilakukan.
Proses sampling untuk mengukur panjang dan berat ikan nila Jatimbulan
yang bertujuan menentukan prosentase pemberian pakan pelet untuk ikan nila
Jatimbulan.
Proses grading dan sampling tersaji pada lampiran 7.
31

4.7. Pengukuran Parameter Kualitas Air


4.7.1 Parameter Kimia
 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut pada budidaya ikan nila Srikandi berkisar antara
2-4 ppm untuk pertumbuhan optimal. Pada pagi hari pukul 07.00 WIB
kandungan oksigen terlarut masih rendah karena intensitas sinar matahari
rendah sehingga proses fotosintesis masih belum optimal. Sebaliknya pada
siang hari pukul 11.00 WIB kadar oksigen terlarut tinggi karena intensitas
sinar matahari tinggi sehingga proses fotosintesis sudah berjalan
maksimal, maka kandungan oksigen terlarut lebih tinggi. Pada sore hari
pukul 15.00 oksigen terlarut lebih rendah dari pada siang hari karena
intensitas cahaya matahari sudah menurun, sehingga proses fotesintesis
menghasilkan oksigen yang rendah.
Effendi, 2003 Berpendapat bahwa Oksigen terlarut yang optimal
berkisar antara 5-6 ppm yang sangat diperlukan untuk respirasi dan
metabolisme serta kelangsungan hidup organisme. Maka kandungan
oksigen terlarut yang diukur di Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan
Budidaya dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik
masih dalam kisaran yang layak untuk kegiatan budidaya yaitu:
pembesaran ikan nila Srikandi.
 CO2
Hasil pengukuran CO2 selama Praktek kerja lapang berkisar antara
1-2,5 ppm untuk pertumbuhan optimal, tidak boleh lebih dari itu. Karena
jika lebih dari itu akan mengganggu proses pertumbuhan ikan tersebut.
Karbondioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil
respirasi ikan dan biota air lainnya. Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm
diketahui menunjukkan sifat racun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan
bahwa karbondioksida berfungsi sebagai anestesi bagi ikan. Kadar
karbondioksida tinggi juga menunjukkan lingkungan air yang asam
dengan demikian karbondioksida diperlukan dalam proses pem-buffer-an.
Istilah karbondioksida bebas (free CO2) digunakan untuk
menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk
32

terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3) dan ion karbonat (CO3-2) CO2 bebas
menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang membentuk
kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya
berupa CO2 bebas (Effendi, 2003).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi CO2 adalah Adanya arus dan
angin diduga menyebabkan bergeraknya massa CO 2 terlarut ini. Selain
faktor cuaca seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas
dan pH juga mempengaruhi konsentrasi karbondioksida terlarut (CO 2
larut) bakker et al 1996 dalam Sukatno dan Bayu. 2010). karbondioksida
yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber yaitu Difusi dari
atmosfer, karbondiosida yang terdapat di atmosfer, air hujan, air yang
melewati tanah organik, karbondioksida hasil dekomposisi ini akan
terlarut dalam air, respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun
anaerob respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida.
 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman pada budidaya ikan nila Srikandi di Unit
Pelaksanaan Teknis Pengembangan Budidaya dan Penangkapan Ikan
Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik adalah pH 7 untuk pertumbuhan
yang optimal. Karana bersifat netral dan bagus untuk kegiatan budidaya
ikan nila Srikandi.
Effendi, 2003 Berpendapat bahwa pH adalah derajat keasaman
yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang
dimiliki oleh suatu larutan. didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion
hidrogen (H+) yang terlarut dalam suatu perairan. Rumus pH= -log (H+)
dan menunjukkan suasana air tersebut apakah asam atau basa. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga
nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala
absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-
nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.
pH normal memiliki nilai 7. Sementara bila nilai pH lebih dari 7
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH lebih
kecil dari 7 menyatakan suatu zat yang bersifat asam. Adapun nilai pH 0
33

menunjukkan derajat keasaman yang tinggi dan nilai pH 14 menunjukkan


derajat kebasaan tertinggi.
 Salinitas
Salinitas untuk pertumbuhan ikan nila Srikandi Berkisar antara 15-
20 ppt untuk pertumbuhan optimalnya.
Salinitas dapat dinyatakan sebagai konsentrasi total dari semua ion yang
terlarut didalam air (Boyd, 1984 dan Nybakken, 1988 dalam Setyo, 2006).
Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme perairan. Salinitas
yang rendah berbahaya bagi pertumbuhan ikan karena dapat menurunkan oksigen.
Sebaliknya, salinitas yang terlalu tinggi juga tidak baik untuk pertumbuhan ikan
atau organisme yang ada ditambak air payau (Hendrawati et al., 2009).
Ikan nila bersifat eiryhaline yaitu toleransi yang luas terhadap salinitas.
Ikan nila dapat hidup pada kadar salinitas 0-35 ppt, sehingga dapat hidup
diperairan tawar, payau, dan laut (Rukmana, 1997). Ikan nila srikandi toleran
terhadap air payau dan laut dengan salinitas mencapai 30 ppt (Poernomo, 2014).

4.7.2 Parameter Fisika


 Kecerahan
Kecerahan pada budidaya ikan nila Srikandi adalah berkisar antara
0,40-0,50 meter.
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan
proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari di
dalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan
Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat
tersebut adalah satuan meter. Kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca,
waktu pengukuran, kekeruhan, dan peralatan tersuspensi serta ketelitian
orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan disaat cuaca
cerah (Effendi, 2005).
 Suhu
Suhu yang dianjurkan pada budidaya ikan nila Jatimbulan yang
dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 13-380 C untuk
pertumbuhan.
34

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam


mengatur proses kehidupan dan penyerapan organisme. Proses kehidupan
vital yang sering disebut proses metabolisme. Hanya berfungsi dalam
kisaran suhu yang relatif sempit. Biasanya 00C-40C (Nybakken 1992
dalam sembiring, 2008)
Menurut Handjojo dan Djoko Setianto (2005) dalam Irawan
(2009), suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk
hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu
merupakan faktor fisik yang sangat penting di air. Perubahan suhu sangat
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu
juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Pengukuran parameter kimia dan fisika dapat dilihat pada lampiran 8.
Sebelum proses pemanenan ikan nila Srikandi, ikan tersebut dipuasakan
selama 1 hari . Pada waktu pagi hari sekitar jam 05.00 WIB kolam sudah
dikurangi volume airnya sampai habis. Setelah itu pada jam 07.00 ikan nila
Srikandi diserok kemudian ditaruh pada keranjang bambu dengan isi berkisar
antara 50-60 kg per keranjangnya. Setelah itu ikan nila tersebut diangkut
menggunakan mobil dan siap dibawa ke pasar ikan untuk di jual.
Hernowo, 2005 berpendapat bahwa tujuan pemuasaan (pemberokan) ikan
adalah unuk pengosongan lambung/usus sehingga jumlah feses yang dikeluarkan,
metabolisme pencernaan ikan setelah dilakukan proses pemuasaan akan berkurang
dan menghilangkan stress ikan pada saat ditangkap, sehingga pada proses
pengiriman/tranportasi ikan tidak memperkeruh air media.
Pada usaha budidya ikan nila Srikandi proses pemanenan ikan dilakukan
secara total pada pagi/sore hari, karena ikan nila Srikandi yang akan dipanen
untuk ukuran konsumsi telah di sendirikan dalam kolam tersendiri. Sehingga
memudahkan pemanenan secara total.
Effendy, 2003 berpendapat bahwa pemanenan sebaiknya dilakukan pada
saat suhu masih rendah yakni pagi dan sore hari. Jika panen belum selesai dan
suhu terlanjur panas, sebaiknya pemanenan dihentikan dan dilanjutkan keesokan
harinya.
Proses pemanenan ikan dan pengangkutan ikan terlampir pada lampiran 9.
35

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktek kerja lapang tentang pembesaran ikan nila Srikandi
(Oreochromis aureus x niloticus) di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan
Budidaya dan Penangkapan Ikan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.
- Konstruksi terbuat dari bata putih atau kapur yang sangat cocok pada
daerah tersebut.
- Pemberian makan menggunakan pakan ikan pelet buatan pabrik dengan
seri Hi-provite 781-1,2,3 dan 4 yang di berikan selama proses pembesaran.
- Penyiponan dilakukan 2 minggu sekali sebelum proses grading/sizing dan
sampling.
- Teknik pembesaran ikan nila Srikandi dilakukan dengan cara grading dan
sampling. Teknik pembesaran ini menghasilkan ukuran konsumsi yang
relatif lebih seragam dan berkualitas pada saat panen
- Parameter kualitas air pada budidaya ikan nila Srikandi adalah sebagai
berikut:
1. Oksigen terlarut berkisar antara 2-4 ppm.
2. Karbondioksida berkisar antara 1-2,5 ppm.
3. pH memiliki nilai 7 yang berarti memiliki pH yang normal/netral.
4. Salinitas berkisar antara 15-20
5. Kecerahan/intensitas sinar matahri yang menembus perairan
berkisar antara 0,40-0,50 meter
6. Suhu untuk petumbuhan optimum berkisar antara 13-380C
- Proses pemanenan dilakukan secara total dan di jual sebagai ikan
konsumsi.
36

5.2 Saran
- Sebaiknya dilakukan penyuluhan untuk masyarakat sekitar agar dapat
membudidayakan ikan nila Srikandi dalam media air tawar dan air laut
sebagai hasil tambahan penghasilan masyarakat pada daerah sekitar. Agar
pada waktu masyarakat tidak melaut dan bertani masih bisa
berpenghasilan.
37

DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D., Kokarkin, C., Supito. 2001. Petunjuk Operasional Tambak


Sistem Resirkulasi. Ditjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jepara. 24p.

Amri, K., Khairuman. 2008. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT Agro Media
Pustaka, Jakarta.

Ath-thar, M.H.F. dan R. Gustiano.2010 Performa Nila BEST dalam Media.

Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Kanisius, Yogyakarta.

Darwisito, S. 2006. Kinerja Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang


Mendapat Tambahan Minyak Ikan dan Vitamin E dalam Pakan yang
Dipelihara pada salinitas media berbeda. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB,
Bogor.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng. 2010. Petunjuk Teknis Pembenihan dan


Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dinas Perikanan dan Kelautan.
Sulawesi Tengah. 29 hal.

Effendi, 2003 Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius, Yogyakarta.

Effendi. 2004. Pengukuran Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan dan


Efisiensi Penggunaan Makanan pada Ikan.

Fitria, A. S. 2012. Analisis Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila


Larasati (Oreochromis niloticus) F5 D30-D70 pada Berbagai Salinitas. Jurnal Of
Aquaculture Management and Technology, 1 (1) : 18-34.

Gufran Kordi. 1997. Budidaya ikan nila. Dahara Prize.

Gusrina. 2008. Budidaya ikan Jilid 3. Kementrian Pendidikan Nasional.

Halkan, Akmal. 2011. Makala Kakap Putih. wwwfishery08.blogspot.co.id.


(diakses tanggal 19 April 2017 pukul 07.00 wib)

Hendrawati., Tri, H.P., Nuni, N.R. 2009. Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen
(Amonia, Nitrat, Nitrit) padaTambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur
Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Program Studi Kimia FST UIN Syarif
Hidayatullah. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 9 hal.

Hernowo, Pembenihan patin, 2005, Penebar Swadaya.

http://3.bp.blogspot.com/-9XRsJFTIK7o/VVGjJLEr4lI/AAAAAAAAADM/
fN9Mo9QUJ7c/s1600/IMG_9671.JPG
38

http://afiesh.blogspot.co.id/2012/12/ikan-nila-oreocromis-niloticus.html

http://alamtani.com/hama-dan-penyakit-ikan-nila.html

http://boosterfish.com/sistim-penyiponan-sederhana/

http://budidaya-ikan.com/kkp-kembali-rilis-ikan-nila-srikandi

http://docplayer.info/82440-Bab-ii-kajian-pustaka-1-reproduksi-ikan-nila-
oreochromis-niloticus-l-setiap-jenis-hewan-air-berbeda-beda-tergantung-
kondisi-lingkungan.html

http://ptnasa.net/blog/budidaya-ikan-nila/

http://tegal30.blogspot.co.id/2016/04/ikan-nila-salin.html

http://urbanina.com/perikanan/ikan-gurame/cara-penyiponan-kolam-budidaya-
gurame/

http://www.bibitikan.net/mengenal-ikan-nila-salin-nila-srikandi-yang-tahan-di-
air-asin

http://www.bibitikan.net/penyiponan-pekerjaan-wajib-dalam-budidaya-gurame-
kolam-terpal/

http://zulkhairiansyah.blogdetik.com/2011/03/25/laporan-ikan-nila

https://4.bp.blogspot.com/C2EcyDvc58k/WKQnaVdWhII/AAAAAAAAANU/
20C5_k7TzukQLVLzMCR7-neaNi8GFbLaACLcB/s1600/image017.jpg

https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http ikan-nila-oreocromis-
niloticus.html&docid=uTKJ8qZ7rVQ67M&tbnid=10ahUKEwj8tqCOpJvTAh
VNtJQKHQlBCGMQMwgpKAcwBw..i&w=651

https://www.tneutron.net/wp-content/uploads/2015/12/image_thumb-32.png

Islami, E.Y, dkk., 2013. Analisa Pertumbuhan Ikan Nila Larasati (Oreochromis
niloticus) yang Dipelihara Pada KJA Wadaslintang.

Kottelat, M., Anthony, J.W., Sri, N.K., Soetikno, W. 1993. Freswater Fishes of


Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions, Jakarta. 293 hal.

Mardjono, M., M. Soleh., Lisa. R., Agus, B., Aris, S., Subianto., Teguh, I.
2011.Produksi Calon Induk dan Benih Ikan Nila Salin Unggul Melalui
Pemeliharaan Dalam Media Air Payau. Laporan Kegiatan. BBPBAP Jepara.
15 hal.

Pujiastuti, P., Bagus, I., Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan
Waduk Gajah Mungkur. Jurnal EKOSAINS, 5 (1) : 59-75.
39

Rahmat. 2010. http//kepadatan ikan khusus_nila.com diakses pada tanggal 17


April 2017 pukul 9.00 WIB.

Rukmana, R. 1997. Ikan Nila, Budidaya dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta.

Safitri, D., Sugito., Sumarti, S. 2013. Kadar Hemoglobin Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) yang Diberi Cekaman Panas dan Pakan yang Disuplementasi Tepung
Daun Jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Jurnal Medika Veterinaria, 7 (1) : 39-
41.Salinitas. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar: Prosiding.

Suyanto, R. 2003. Nila. Jakarta : Penebar Swadaya. P:105.

Usni Arie. 2004. Pembenihan dan pembesaran nila gift. Penebar Swadaya.
40

LAMPIRAN- LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta lokasi dan Tempat PKL.


41

1. Peta lokasi

2. Tempat PKL

Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan


42

1. Kolam Ikan

2. Baskom dan oksigen meter

3. pH meter dan Thermometer


43

4.Reractometer dan Serok

5. Dan alain sebagainya

Lampiran 3. Kolam budidaya ikan nila Srikandi


44

1. Kolam budidaya

2. Pipa pembuangan

Lampiran 4. Kegiatan persiapan benih


45

1. Grading ukuran benih

2. Pembawaan benih sistem terbuka untuk di tebar di kolam

Lampiran 5. Proses pemberian pakan


46

1. Pakan terapung dengan seri Hi-Pro-Vite 781-1,2,3 dan 4.

2. Pemberian pakan

Lampiran 6. Poses Penyiponan


47

Sumber: https://www.google.co.id/search?
q=cara+penyiponan+dasar+kolam+ikan+nila&dcr=0&source=lnms&tbm=isch&s
a=X&ved=0ahUKEwiLrK2-
w_PWAhXBo48KHQsHDWAQ_AUICigB&biw=1354&bih=681#imgrc=venKA
nVRNz80hM:

1. Penyiponan dasar kolam

Lampiran 7. Proses grading dan sampling


48

1. Proses grading dan sampling

Lampiran 8. Pengukuran parameter kimia dan Fisika


49

1. pengukuran oksigen dan pH

2. Pengukuran Karbondioksida

Lampiran 9. Proses pemanenan ikan


50

1. Proses pemanenan ikan nila Srikandi

Anda mungkin juga menyukai