Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.
Biologi Ikan Nila
2.1.1 Taksonomi ikan nila
Sistematika ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam Rahayuningsih
(2009), ikan nila dapat dijelaskan sebagai berikut :
Phylum: Chordata
Sub Phylum: Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Percomorphy
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
Awalnya ikan nila termasuk kedalam jenis Tilapia nilotica, tetapi dalam
perkembangannya kemudian berganti nama menjadi Sarotherodon niloticus.
Trewavava, (1982) dalam Rahayuningsih (2009), menyebutkan perubahan
klasifikasi pada genus tilapia dibadi menjadi 3 genus yaitu sebagai berikut :
a. Genus Tilapia yaitu golongan tilapia tidak mengerami telur, larvanya dalam
mulut induk.
b. Genus saratherodon yaitu golongan yang mengerami telur dan larvanya
adalah induk jantan.
c. Genus Oreochromis yaitu mengerami telur dan larvanya adalah induk betina
2.1.2 Morfologi
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping,
perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila
berukuran besar dan kasar. Warna tubuh ikan nila bervariasi tergantung pada
varietasnya. Ikan nila biasa berwarna hitam keputih-putihan, sedangkan nila
hibrida merah berwarna merah. Mata ikan nila berbentuk bulat menonjol, dan
bagian tepi berwarna putih. Ciri pada ikan nila adalah garis vertikal yang
4

berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat
di sirip punggung dan sirip dubur.
Menurut Kordi (2000) dalam Andrianto (2005), ikan nila berwarna putih
kehitaman, makin ke perut makin terang. Ikan nila mempunyai garis vertikal 9
sampai 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 sampai 12
garis

melintang

yang

ujungnya

berwana

kemerah-merahan,

sedangkan

punggungnya terdapat garis-garis miring. Letak mulut ikan terminal, garis rusuk
(Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian, letaknya memanjang di atas sirip
dada dengan jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah. Seperti halnya ikan nila yang
lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas.
Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50
gram. Ikan nila yang berumur 3 sampai 4 bulan sudah mencapai ukuran 150
sampai 180 gram bahkan lebih dan ukuran demikian sudah mulai kawin dan
bertelur. Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan
betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang
rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat
kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat dua lubang. Lubang
yang di depan untuk mengeluarkan telur (gonad), sedang yang di belakang untuk
mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur (matang gonad) perutnya
tampak membesar, (Suyanto, 2003).
2.2.

Habitat dan Penyebaran


Ikan nila berasal dari Afrika bagian timur, seperti di sungai Nil (Mesir),

Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Ikan ini lalu dibawa orang ke
Eropa, Amerika, Negara-negara Timur Tengah, dan Asia. Penebarannya ikan nila
sangat pesat dan telah dibudidayakan di 110 negara. Di Indonesia ikan nila telah
dibudidayakan di seluruh propinsi (Djarijah. 2002).
Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan
lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air
asin. Salinitas yang disukai dan kelangsungan hidup ikan nila kisaran 0 - 25 ppt.
Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang
bertahap. Kadar garam dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila
5

secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat
mengakibatkan stress dan kematian ikan (Djarijah. 2002).
Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan
dibandingkan ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar
antara 6 - 9. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 (Suyanto, 2005 ).
Menurut El Gamal, (1988 ) dalam Agus. (2010) bahwa suhu optimal
untuk ikan nila antara 25-30oC. Oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di
daerah tropis dataran rendah.
2.3.
Deskripsi Ikan nila
2.3.1 Ikan Nila Sultana (Oreochromis niloticus)
Sesuai dengan keputusan menteri kelautan dan perikanan republik
indonesia nomor/kep.28/men/2012 tentang pelepasan ikan nila sultana bahwa
dalam rangka lebih memperkaya jenis dan varietas ikan nila yang beredar di
masyarakat guna menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya dan
pendapatan serta kesejahteraan pembudidaya ikan, perlu melepas ikan nila sultana
yang merupakan hasil satu generasi induk Nila Generasi V hasil pemuliaan Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Gambar 2.1 Nila Sultana (Oreochromis niloticus) sumber : pkl 2015.


2.3.2 Ikan Nila Nirwana (Oreochromis niloticus)
Sesuai dengan keputusan menteri kelautan dan perikanan republik
indonesia nomor/kep.45/men/2006 bahwa guna lebih memperkaya jenis dan
varietas ikan nila yang beredar di masyarakat, serta meningkatkan produksi,
pendapatan,

dan

kesejahteraan

pembudidaya

ikan

dipandang

perlu

memperkenalkan varietas unggul induk penjenis ikan nila nirwana.


6

Gambar 2.2 Nila Nirwana (Oreochromis niloticus) Sumber : pkl 2015


Ikan nila sultana dan nila nirwana telah dikembangkan di kota Jayapura
melalui dinas kelautan dan perikanan Provinsi Papua disalurkan kepada kelompok
pembudidaya dan unit pembenihan rakyat berupa kelas induk ikan nila (kelas
induk sebar). Sesuai dengan sasaran pengembangannya komoditas ikan nila
diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi berbasis budidaya perikanan
yang ada di kota Jayapura yakni optimal, terpadu dan kontinuitas.
2.4.

Daur Hidup Ikan Nila


Ikan nila mempunyai tahapan daur hidup induk - gonad - telur - larva -

benih juvenil - dewasa - induk. Daur ikan nila berlangsung selama 5 sampai 6
bulan. Telur ikan nila mempunyai garis tengah sekitar 2,8 mm, berwarna abu-abu
sampai kuning, sifatnya tidak melekat dan tenggelam. Telur dierami dalam mulut
dan menetas setelah 4 sampai 5 hari dan menghasilkan larva dengan panjang
sekitar 4 sampai 5 mm. Larva diasuh dalam mulut induk betina sampai menjadi
benih selama 11 hari hingga mencapai ukuran 8 mm. Benih yang tidak diasuh
berenang bergerombol. Ikan nila mencapai ukuran dewasa pada umur 4 sampai 5
bulan dengan bobot sekitar 250 gram.
2.5.

Pakan dan Kebiasaan makan


Ikan nila termasuk golongan ikan pemakan segala atau lazim disebut

omnivora. Namun larva ikan nila tidak sanggup memakan makanan dai luar
selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur dan butir minyak
yang melekat di bawah perut larva yang baru menetas. Hal ini berbeda dengan
jenis ikan air tawar pada umumnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut
7

sudah terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan tumbuhtumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang biasa
dimakan antara lain yaitu alga bersel tunggal maupun benthos dan krustase
berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air.
Ikan nila setelah cukup besar memakan plankton seperti alga berfilamen,
detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta organisme renik yang melayang-layang di
air. Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk bahwa usaha budidaya
nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang memadai. Meskipun pada skala
usaha budidaya intensif diberikan pakan buatan (pellet), tetapi pakan alami masih
tetap diperlukan.
Ikan nila tidak perlu diberikan pakan tambahan pada pemeliharaan sistem
ekstensif (tradisional) dengan padat penebaran yang rendah. Pada pemeliharaan
semi intensif, habitat dipupuk agar pakan alami tumbuh lebih subur. Sedangkan
pada pemeliharaan secara intensif, selain dipupuk juga perlu diberikan pakan
tambahan (pellet) dengan kadar protein 28 sampai 31 %. Banyaknya pakan
tambahan (pellet) yang diberikan per hari sebesar 3 sampai 4 % dari berat tubuh
ikan (massa).
2.6.
Pertumbuhan dan Kelulusan hidup
2.6.1 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat petambahan
panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan
yaitu pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada akhirnya menyebabkan
perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu populasi adalah pertambahan
jumlah individu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi umur, keturunan, jenis kelamin, sedangkan faktor
eksternalnya seperti suhu, makanan, penyakit, media budidaya dan lain-lain,
(Effendi, 1979).

2.6.2 Kelulusan hidup

Kelulusan hidup adalah perbandingan antara jumlah sampel ikan yang


hidup pada akhir dengan jumlah sampel ikan yang hidup pada awal percobaan.
Kelulusan hidup merupakan peluang hidup dalam suatu lingkungan perairan.
Kelulusan hidup ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan populasi,
kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia. Faktor abiotik yang
berpengaruh antara lain yaitu sifat fisika dan sifat kimia dari suatu lingkungan
perairan, (Effendi, 1979).
2.7.

Kualitas Air
Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada

kegiatan pembesaran. Pada perairan umum kualitas air dipengaruhi oleh berbagai
bahan kimia yang terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, pH, alkalinitas,
kesadahan, dan bahan-bahan fisika lainnya dan sebagian besar kualitas air terjadi
keseragaman, biasanya terjadi perubahan pada bagian terdapat aliran air atau
muara. Perubahan karakteristik air yang dapat dikatakan telah terjadi peningkatan
kualitas air. Demikian juga sebaliknya, bila perubahan itu menurunkan produksi,
dapat dikatakan terjadi penurunan kualitas air.
Faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kualitas air antara lain
kandungan oksigen terlarut, karbon dioksida (CO2), derajat keasaman (pH),
alkalinitas, salinitas, suhu air, dan amonia (NH3-N).
Menurut Sukadi, dkk. 1989 dalam Sucipto, A. Dan Prihartono, R. Eko
2005 kisaran optimal untuk kualitas air untuk budidaya ikan nila nila sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Kisaran Optimal Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Nila.
9

Parameter
Nilai
Fisika
Suhu (oC)
20-30
Total padatan terlarut (mg/liter)
Maksimal 2000
Kecerahan (cm)
45
Kimia
pH
6-9
Oksigen terlarut (mg/liter)
Maksimal 3
Karbon diksidabebas (mg/liter)
Maksimal 15
Amonia (mg/liter)
Maksimal 0,016
Nitrit (mg/liter)
Maksimal 0,2
Tembaga (mg/liter)
Maksimal 0,02
Seng (mg/liter)
Maksimal 0,02
Merkuri (mg/liter)
Maksimal 0,002
Timbal (mg/liter)
Maksimal 0,3
Klorin bebas (mg/liter)
Maksimal 0,003
Phenol (mg/liter)
Maksimal 0,001
Sulfida (mg/liter)
Maksimal 0,002
Cadmium (mg/liter)
Maksimal 0,01
Flour (mg/liter)
Maksimal 1.5
Arsenik (mg/liter)
Maksimal 1
Selenium (mg/liter)
Maksimal 0,05
Krom heksavalen (mg/liter)
Maksimal 0,05
Sanida (mg/liter)
Maksimal 0,02
Minyak
Maksimal 1
Pestisida
DDT (mg/liter)
Maksimal 0,002
Endrin (mg/liter)
Maksimal 0,004
Methyl parathion (mg/liter)
Maksimal 0,1
Malathion (mg/liter)
Maksimal 0,16
BHC (mg/liter)
Maksimal 0,21
Sumber : Sukadi, dkk. 1989 dalam Sucipto, dan Prihartono, 2005.
2.7.1

Oksigen terlarut
Oksigen diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh

ikan untuk aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Laju


pertumbuhan dan konversi pakan juga sangat tergantung pada kandungan oksigen.
Nilai oksigen di dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena
kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat
mengakibatkan ikan stress sehingga mudah terserang penyakit, (Sucipto dan
Prihartono, 2005).
2.7.2

Suhu Air
10

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kegiatan


budidaya perikanan. Suatu aktivitas metabolisme ikan berbanding lurus terhadap
suhu air. Semakin tinggi suhu air semakin aktif pula metabolisme ikan, demikian
pula sebaliknya (Zairin, 2004). Suhu air optimal untuk pertumbuhan ikan nila
berkisar antara 28C sampai 32C. Namun tidak menutup kemungkinan ikan nila
yang dibudidayakan mampu beradaptasi dengan suhu air diantara keduanya, mulai
dari 14C sampai 38C, (Sucipto dan Prihartono, 2005).
2.7.3

Karbondioksida (CO2)
Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi

karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2
ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang
bertambah akan menekan aktifitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan
oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress.
Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari
15 mg/liter, (Sucipto dan Prihartono, 2005)
2.7.4

Derajat keasaman (ppH )


Derajat keasaman atau sering dilambangkan dengan pH (Puissance Negatif

de H) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana


asam suatu perairan. Ukuran nilai pH adalah 1 sampai 14 dengan angka 7
merupakan pH normal. Secara alamiah, pH diperairan dipengaruhi oleh
konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Nilai pH yang baik
untuk budidaya ikan pada siang hari berkisar antara 6.0 sampai 9,0. Pada pH 11,
ikan dapat mati, kondisi ini biasanya masih dapat ditolelir oleh nila. Sementara pH
ideal untuk budidaya ikan berada pada kisaran 7 sampai 8 (Arie, 2001).
2.7.5

Amonia (NH3-N)
Amonia merupakan hasil akhir dari proses metabolisme. Pada sistem

budidaya ikan sisa pakan yang berlebih merupakan sumber penyebab naiknya
kadar amonia. Amonia dalam bentuk tidak terionisasi merupakan racun bagi ikan,
walaupun biasanya ikan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi amonia akan
tetapi perubahan mendadak akan menyebabkan kerusakan jaringan insang,
(Sucipto dan Prihartono, 2005).
11

Keberadaan amonia dalam air dapat menyebabkan berkurangnya daya ikat


oksigen oleh butir-butir darah, hal ini akan menyebabkan nafsu makan ikan
menurun. Kadar oksigen dan amonia didalam perairan berbanding terbalik,
apabila amonia meningkat maka kadar oksigen menjadi rendah, kadar amonia
yang baik adalah kurang dari 1 ppm, sedangkan apabila kadar amonia lebih dari 1
ppm maka hal itu dapat membahayakan bagi ikan dan organisme budidaya lainya,
(Andrianto, 2005).
2.7.6

Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi

proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme


antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang
dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup, (Andrianto,
2005). Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi
salinitas semakin besar pula tekanan osmotiknya. Ikan nila tergolong ikan yang
dapat bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0 sampai 25 ppt. Ikan nila
merupakan ikan yang biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan
diperairan payau atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara
bertahap sekitar 1 sampai 2 minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya
sekitar 0 sampai 5 ppt agar ikan nila dapat beradaptasi dan tidak stress.
Untuk kelulusan hidup disalinitas yang lebih tinggi dari perairan tawar,
ikan nila harus mengalami proses aklimatisasi terlebih dahulu. Selanjutnya
diketahui bahwa aklimatisasi adalah proses metabolisme dinyatakan perubahan
zat garam, yang meliputi pembentukan dan penguraian zat didalam badan ikan
yang mengakibatkan berlangsungnya hidup yang diperoleh mengenai pengaruh
salinitas terhadap pertumbuhan ikan nila. Selanjutnya Pengaruh pada tingkat
pertumbuhan ikan nila di salinitas tertentu tergantung perlakuan dan lingkungan
perairan tersebut.

2.8.
2.8.1

Pengenalan Jenis Ikan Nila


Ikan Nila Lokal
12

Ikan nila merupakan jenis ikan nila yang pertama kali didatangkan dari
Taiwan ke Indonesia. Julukan sebagai ikan nila ditujukan untuk membedakannya
dengan jenis ikan nila merah dan ikan nila GIFT. Ikan nila memiliki warna tubuh
abu-abu atau hitam, terutama di tubuh bagian atas. Tubuh bagian bawah (perut
dan dada) berwarna agak putih kehitaman atau kekuningan (Amri dan Khairuman,
2008).
2.8.2

Ikan Nila Gift


Ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapia) merupakan hasil

persilangan dan seleksi jenis-jenis ikan nila dari Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana,
Singapura, Israel, Senegal dan Kenya. Jenis ini dikembangkan pertama kali oleh
Internasional Center for Living Aquatic Research Management (ICLARM) di
Filipina pada tahun 1987 (Amri dan Khairuman, 2008). Keunggulan ikan nila
GIFT antara lain : rasa daging ikan lebih enak dan duri tulang yang sedikit
(Minggawati, 2006).
2.8.3

Ikan Nila Nifi


Ikan nila Nifi dikenal juga sebagai ikan nila merah atau Nira (Amri dan

Khairuman, 2008). Keunggulan ikan nila merah, antara lain pertumbuhan cepat,
mudah dikembangbiakkan, efisien terhadap pemberian pakan tambahan, tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit dan mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan (Wirabakti, 2006).
2.8.4

Ikan Nila TA (Tilapia Aurea)


Ikan nila Tilapia Aurea tergolong jenis ikan nila baru, sehingga belum

banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. Bentuk tubuhnya sangat mirip ikan
nila GIFT. Perbedaan hanya terdapat jumlah garis-garis vertikal di tubuh dan
garis-garis ujung sirip punggung dan ekor ikan nila Tilapia Aurea lebih sedikit
dibandingkan dengan ikan nila GIFT. Bagian tepi sirip punggung dan ekor ikan
nila Tilapia Aurea yang berkelamin jantan terdapat garis tepi berwarna merah
(Amri dan Khairuman, 2008).
2.8.5

Ikan Nila Nirwana

13

Ikan nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa) merupakan jenis ikan nila hasil
pemuliaan genetika. Ikan nila nirwana merupakan hasil seleksi family dari ikan
nila GIFT dan ikan nila GET (Genetically Enchanced Tilapia) dari Filipina.
Keunggulan ikan nila Nirwana terletak pada kecepatan pertumbuhannya.
Pertumbuhan bobot tubuh ikan nila nirwana meningkat lebih kurang 45% pada
generasi awalnya. Selain itu, bentuk ikan nila Nirwana relatif lebih lebar dengan
panjang kepala yang lebih pendek. Hal ini menjadikannya memiliki struktur
daging yang lebih tebal dibandingkan dengan jenis ikan nila lainnya (Amri dan
Khairuman, 2008).
2.8.6

Ikan Nila GESIT


Ikan nila GESIT (Genetically Supermale Indonesian Tilapia) merupakan

jenis ikan nila hasil pemulian yang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Tawar (BBPBAT-DKP) sukabumi bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (Amri dan Khairuman, 2008). Penerapan
teknologi ikan nila jantan YY ditujukan untuk menyediakan induk ikan yang dapat
memproduksi benih tunggal kelamin jantan secara genetis menjadi alternatif yang
penting untuk menggantikan teknologi pengarahan kelamin menggunakan
hormon. Metode yang digunakan memerlukan enam rangkaian proses kegiatan
yang bertahap mulai dari tahap feminisasi pertama, verifikasi hasil feminisasi (Tes
progeni I) dan feminisasi tahap kedua, verifikasi jantan berkromosom YY (tes
progeni II) dan verifikasi betina berkromosom YY (Tes progeni III). Dan dua
tahap terakhir adalah pebanyakan dan produksi massal induk jantan YY (Hanif
dkk., 2009).
2.9.

Sistem Teknologi Budidaya


Sistem teknologi budidaya adalah adalah sebagai wadah produksi beserta

komponen lainnya dan teknologi yang diterapkan pada wadah tersebut dan
bekerja secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan yaitu memproduksi ikan
dan akhirnya mendapatkan keuntungan. Sistem tersebut adalah sistem budidaya
perairan berbasiskan air ( water-based aquaculture ) atau open system terdiri dari
jaring apung, keramba, kombongan, rakit, penculture dan enclosure. Sistem
budidaya perairan berbasiskan air ( water-based aquaculture ):
14

2.9.1

Keramba Jaring tancap


Wadah budidaya ikan yang sangat potensial merupakan salah satu

teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan


pesisir pantai, danau dan waduk. Sebelum melakukan kegiatan budidaya ikan
terlebih dahulu peninjauan serta pemilihan lokasi yang tepat dari aspek sosial
ekonomis dan harus sesuai dengan persyaratan teknis. Konstruksi wadah jaring
tancap pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu kerangka dan kantong jaring.
Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi usaha
budidaya ikan di karamba jaring tancap antara lain adalah :
A. Arus air
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap
ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen
terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka
dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar
perairan.
B. Kedalam perairan
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi
tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar
akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan.
Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan
lebih dari 2 m dari dasar waring/jaring.
C. Tingkat Kesuburan
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat
dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik),
sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk
digunakan dalam budidaya ikan keramba jaring tancap dengan sistem intensif
adalah perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang.
Jika perairan dengan tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya
ikan di keramba jaring tancap maka hal ini sangat beresiko tinggi karena pada
perairan eutropik kandungan oksigen terlarut pada malam hari sangat rendah dan
berpengaruh buruk terhadap ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi.
15

D. Bebas dari pencemaran.


Dalam dunia perikanan, yang dimaksud dengan pencemaran perairan
adalah penambahan sesuatu berupa bahan atau energi ke dalam perairan yang
menyebabkan perubahan kualitas air sehingga mengurangi atau merusak nilai
guna air dan sumber air perairan tersebut.
2.9.2

Persiapan

Pembuatan Konstruksi diuraikan sebagai berikut:


1) Buat kerangka menurut ukuran yang dikehendaki, kayu (balok patok)
ditancapkan kedalam dasar perairan untuk membuat kerangka keramba.
Empat tiang memanjang yang masing-masing merupakan tulang tempat
mengikat ring balok melintang horisontal.
2) Kayu balok diikat dengan tali tambang/rotan atau dipaku antara tiang yang
telah ditancapkan dengan tiang-tiang melintang kerangka yang bentuknya
menyerupai balok.
3) Setelah kerangka tiang terbentuk persegi dengan ukuran keramba jaring yang
ditentukan, maka waring dipasang pada kerangka yang diikat dengan tali
tambang. Jaring yang digunakan ada 2 macam, yaitu jaring dalam sebagai
wadah budidaya dan jaring luar dengan ukuran mata jaringnya agak besar
yang berfungsi untuk pelindung jaring wadah budidaya pencegah serangan
hama.
4) Kemudian masukan waring kedalam air hingga hampir menyetuh lumpur,
atas waring jangan sampai tenggelam pada saat pasang air tertinggi atau
banjir. Dan ketika surut terendah tinggi air dalam waring tidak kurang dari 70
2.9.3

cm.
Teknik Budidaya Keramba Jaring Tancap
Teknik budidaya karamba jaring tancap tidak jauh berbeda dengan metode

karamba jaring apung karena pada dasarnya yang berbeda hanya beberapa bahan
yang digunakan sebagai wadah budidaya. Dalam melakukan budidaya karamba
jaring tancap sama halnya dengan karamba jaring apung harus memperhatikan
beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan dalam berbudidaya, yaitu :
1) Saat budidaya ikan di keramba jaring tancap yang harus diperhatikan pertama
kali adalah debit air dan arus air perairan tersebut.
16

2) Sumber air adalah faktor utama dalam keberhasilan melakukan usaha


budidaya. Sumber air harus ada sepanjang tahun dan memenuhi standar untuk
kegiatan usaha budidaya ikan. Oleh karenanya, sebaiknya pemilihan tempat
untuk keramba jaring tancap harus memilih tempat yang susah untuk
mengalami kekeringan air.
3) Padat tebar pada keramba jaring tancap idealnya adalah 100 sampai 150
ekor/mnya. Kepadatan tebar pada karamba jaring tancap juga harus
memperhatikan kondisi perairan, faktor ketersediaan pakan dan kemudahan
akses.
4) Peletakan jaring tancap sebaiknya didaerah yang berarus kecil dan dalam. Hal
ini bukan tanpa alasan. Peletakan di daerah tersebut untuk memudahkan
dalam pemeliharaan karamba jaring tancap tersebut. Selain, untuk lebih
memudahkan dalam pembuatan dan pengoperasionalannya.
5) Penebaran benih ikan sebaiknya pada pagi hari sebelum matahari terbit hal ini
dikarenakan pada pagi hari suhu air hampir setiap daerah sama. Sebelum ikan
ditebarkan perlu dilakukan aklimatisasi atau penyesuaian kondisi lingkungan
sekitar. Apa bila benih ikan di datangkan dari luar daerah untuk perlakukanya
ikan dalam kantong plastik (wadah pengangkutan) dibiarkan terapung dalam
perairan sekitar 2 sampai 5 menit, kemudian secara bertahap air perairan
sedikit demi sedikit dimasukkan kedalam wadah pengangkutan. Bila kondisi
air dalam wadah pengangkutan dengan air perairan sudah sesuai (sama),
maka ikan-ikan yang ada dalam wadah pengangkutan biasanya akan keluar
dengan sendirinya.
6) Pemberian pakan pada keramba jaring tancap optimalnya 4 sampai 5%
dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari. Masa pemeliharaan ikan selama 3
sampai 4 bulan, pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pellet.
Bulan pertama pemeliharaan, setiap hari pakan diberikan sebanyak 4%. Agar
jumlah pakan yang diberikan dapat ditentukan maka setiap 7 sampai 10 hari
sekali dilakukan sampling untuk menentukan berat ikan. Pakan diberikan dua
kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemberian pakan dilakukan sedikit
demi sedikit sesuai dengan nafsu makan ikan.

17

7) Ikan sebaiknya di sampling setiap 1 minggu sekali. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui perkembangan pertumbuhan dari ikan yang dibudidayakan
termasuk untuk mengetahui adakah ikan yang berpenyakit atau tidak.
8) Keramba jaring tancap sebaiknya dilakukan monitoring jaring minimal 1
minggu sekali, hal ini dikarenakan terkadang jaring mengalami kebocoran
atau berlubang dikarenakan predator lain dari luar ataupun diakibatkan
kendala lainnya seperti sampah, ranting kayu dan lain-lain.
9) Pemilihan lokasi untuk usaha budidaya ikan perlu dipertimbangkan agar
usaha yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan dapat
berkesinambungan. Aspek teknis seperti kondisi perairan dan kualitas air
sangat berperan penting bagi pertumbuhan ikan yang akan dipelihara.
10) Pemanenan ikan dilakukan dengan cara mempersempit ruang gerak ikan di
dalam kantong keramba. Hal ini dilakukan dengan cara salah satu sisi
kantong jaring dengan sisi lainnya dirapatkan. Dengan cara ini ikan-ikan yang
akan ditangkap tergiring dan terkumpul di satu tempat sehingga mudah
dipanen.
11) Pengendalian hama dan penyakit ikan. Adapun pencegahan dan pengobatan
penyakit ikan, perlu dilakukan monitoring kualitas air 1 minggu sekali.
Monitoring ini mutlak perlu dilakukan agar ketika terjadi degradasi kualitas
air dapat segera diketahui dan segera dilakukan perbaikan.

18

Anda mungkin juga menyukai