TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biologi Ikan Nila
2.1.1 Taksonomi ikan nila
Sistematika ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam Rahayuningsih
(2009), ikan nila dapat dijelaskan sebagai berikut :
Phylum: Chordata
Sub Phylum: Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Percomorphy
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
Awalnya ikan nila termasuk kedalam jenis Tilapia nilotica, tetapi dalam
perkembangannya kemudian berganti nama menjadi Sarotherodon niloticus.
Trewavava, (1982) dalam Rahayuningsih (2009), menyebutkan perubahan
klasifikasi pada genus tilapia dibadi menjadi 3 genus yaitu sebagai berikut :
a. Genus Tilapia yaitu golongan tilapia tidak mengerami telur, larvanya dalam
mulut induk.
b. Genus saratherodon yaitu golongan yang mengerami telur dan larvanya
adalah induk jantan.
c. Genus Oreochromis yaitu mengerami telur dan larvanya adalah induk betina
2.1.2 Morfologi
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping,
perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila
berukuran besar dan kasar. Warna tubuh ikan nila bervariasi tergantung pada
varietasnya. Ikan nila biasa berwarna hitam keputih-putihan, sedangkan nila
hibrida merah berwarna merah. Mata ikan nila berbentuk bulat menonjol, dan
bagian tepi berwarna putih. Ciri pada ikan nila adalah garis vertikal yang
4
berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat
di sirip punggung dan sirip dubur.
Menurut Kordi (2000) dalam Andrianto (2005), ikan nila berwarna putih
kehitaman, makin ke perut makin terang. Ikan nila mempunyai garis vertikal 9
sampai 11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 sampai 12
garis
melintang
yang
ujungnya
berwana
kemerah-merahan,
sedangkan
punggungnya terdapat garis-garis miring. Letak mulut ikan terminal, garis rusuk
(Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian, letaknya memanjang di atas sirip
dada dengan jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah. Seperti halnya ikan nila yang
lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas.
Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50
gram. Ikan nila yang berumur 3 sampai 4 bulan sudah mencapai ukuran 150
sampai 180 gram bahkan lebih dan ukuran demikian sudah mulai kawin dan
bertelur. Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan
betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang
rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat
kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat dua lubang. Lubang
yang di depan untuk mengeluarkan telur (gonad), sedang yang di belakang untuk
mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur (matang gonad) perutnya
tampak membesar, (Suyanto, 2003).
2.2.
Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Ikan ini lalu dibawa orang ke
Eropa, Amerika, Negara-negara Timur Tengah, dan Asia. Penebarannya ikan nila
sangat pesat dan telah dibudidayakan di 110 negara. Di Indonesia ikan nila telah
dibudidayakan di seluruh propinsi (Djarijah. 2002).
Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan
lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air
asin. Salinitas yang disukai dan kelangsungan hidup ikan nila kisaran 0 - 25 ppt.
Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang
bertahap. Kadar garam dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila
5
secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat
mengakibatkan stress dan kematian ikan (Djarijah. 2002).
Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan
dibandingkan ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar
antara 6 - 9. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8 (Suyanto, 2005 ).
Menurut El Gamal, (1988 ) dalam Agus. (2010) bahwa suhu optimal
untuk ikan nila antara 25-30oC. Oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di
daerah tropis dataran rendah.
2.3.
Deskripsi Ikan nila
2.3.1 Ikan Nila Sultana (Oreochromis niloticus)
Sesuai dengan keputusan menteri kelautan dan perikanan republik
indonesia nomor/kep.28/men/2012 tentang pelepasan ikan nila sultana bahwa
dalam rangka lebih memperkaya jenis dan varietas ikan nila yang beredar di
masyarakat guna menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya dan
pendapatan serta kesejahteraan pembudidaya ikan, perlu melepas ikan nila sultana
yang merupakan hasil satu generasi induk Nila Generasi V hasil pemuliaan Balai
Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.
dan
kesejahteraan
pembudidaya
ikan
dipandang
perlu
benih juvenil - dewasa - induk. Daur ikan nila berlangsung selama 5 sampai 6
bulan. Telur ikan nila mempunyai garis tengah sekitar 2,8 mm, berwarna abu-abu
sampai kuning, sifatnya tidak melekat dan tenggelam. Telur dierami dalam mulut
dan menetas setelah 4 sampai 5 hari dan menghasilkan larva dengan panjang
sekitar 4 sampai 5 mm. Larva diasuh dalam mulut induk betina sampai menjadi
benih selama 11 hari hingga mencapai ukuran 8 mm. Benih yang tidak diasuh
berenang bergerombol. Ikan nila mencapai ukuran dewasa pada umur 4 sampai 5
bulan dengan bobot sekitar 250 gram.
2.5.
omnivora. Namun larva ikan nila tidak sanggup memakan makanan dai luar
selama masih tersedia makanan cadangan berupa kuning telur dan butir minyak
yang melekat di bawah perut larva yang baru menetas. Hal ini berbeda dengan
jenis ikan air tawar pada umumnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut
7
sudah terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan tumbuhtumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang biasa
dimakan antara lain yaitu alga bersel tunggal maupun benthos dan krustase
berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air.
Ikan nila setelah cukup besar memakan plankton seperti alga berfilamen,
detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta organisme renik yang melayang-layang di
air. Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk bahwa usaha budidaya
nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang memadai. Meskipun pada skala
usaha budidaya intensif diberikan pakan buatan (pellet), tetapi pakan alami masih
tetap diperlukan.
Ikan nila tidak perlu diberikan pakan tambahan pada pemeliharaan sistem
ekstensif (tradisional) dengan padat penebaran yang rendah. Pada pemeliharaan
semi intensif, habitat dipupuk agar pakan alami tumbuh lebih subur. Sedangkan
pada pemeliharaan secara intensif, selain dipupuk juga perlu diberikan pakan
tambahan (pellet) dengan kadar protein 28 sampai 31 %. Banyaknya pakan
tambahan (pellet) yang diberikan per hari sebesar 3 sampai 4 % dari berat tubuh
ikan (massa).
2.6.
Pertumbuhan dan Kelulusan hidup
2.6.1 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan suatu perubahan bentuk akibat petambahan
panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu secara individual. Pertumbuhan
yaitu pertambahan jumlah sel-sel secara mitosis yang pada akhirnya menyebabkan
perubahan ukuran jaringan. Pertumbuhan bagi suatu populasi adalah pertambahan
jumlah individu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi umur, keturunan, jenis kelamin, sedangkan faktor
eksternalnya seperti suhu, makanan, penyakit, media budidaya dan lain-lain,
(Effendi, 1979).
Kualitas Air
Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada
kegiatan pembesaran. Pada perairan umum kualitas air dipengaruhi oleh berbagai
bahan kimia yang terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, pH, alkalinitas,
kesadahan, dan bahan-bahan fisika lainnya dan sebagian besar kualitas air terjadi
keseragaman, biasanya terjadi perubahan pada bagian terdapat aliran air atau
muara. Perubahan karakteristik air yang dapat dikatakan telah terjadi peningkatan
kualitas air. Demikian juga sebaliknya, bila perubahan itu menurunkan produksi,
dapat dikatakan terjadi penurunan kualitas air.
Faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kualitas air antara lain
kandungan oksigen terlarut, karbon dioksida (CO2), derajat keasaman (pH),
alkalinitas, salinitas, suhu air, dan amonia (NH3-N).
Menurut Sukadi, dkk. 1989 dalam Sucipto, A. Dan Prihartono, R. Eko
2005 kisaran optimal untuk kualitas air untuk budidaya ikan nila nila sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Kisaran Optimal Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Nila.
9
Parameter
Nilai
Fisika
Suhu (oC)
20-30
Total padatan terlarut (mg/liter)
Maksimal 2000
Kecerahan (cm)
45
Kimia
pH
6-9
Oksigen terlarut (mg/liter)
Maksimal 3
Karbon diksidabebas (mg/liter)
Maksimal 15
Amonia (mg/liter)
Maksimal 0,016
Nitrit (mg/liter)
Maksimal 0,2
Tembaga (mg/liter)
Maksimal 0,02
Seng (mg/liter)
Maksimal 0,02
Merkuri (mg/liter)
Maksimal 0,002
Timbal (mg/liter)
Maksimal 0,3
Klorin bebas (mg/liter)
Maksimal 0,003
Phenol (mg/liter)
Maksimal 0,001
Sulfida (mg/liter)
Maksimal 0,002
Cadmium (mg/liter)
Maksimal 0,01
Flour (mg/liter)
Maksimal 1.5
Arsenik (mg/liter)
Maksimal 1
Selenium (mg/liter)
Maksimal 0,05
Krom heksavalen (mg/liter)
Maksimal 0,05
Sanida (mg/liter)
Maksimal 0,02
Minyak
Maksimal 1
Pestisida
DDT (mg/liter)
Maksimal 0,002
Endrin (mg/liter)
Maksimal 0,004
Methyl parathion (mg/liter)
Maksimal 0,1
Malathion (mg/liter)
Maksimal 0,16
BHC (mg/liter)
Maksimal 0,21
Sumber : Sukadi, dkk. 1989 dalam Sucipto, dan Prihartono, 2005.
2.7.1
Oksigen terlarut
Oksigen diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh
Suhu Air
10
Karbondioksida (CO2)
Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi
karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2
ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang
bertambah akan menekan aktifitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan
oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress.
Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari
15 mg/liter, (Sucipto dan Prihartono, 2005)
2.7.4
Amonia (NH3-N)
Amonia merupakan hasil akhir dari proses metabolisme. Pada sistem
budidaya ikan sisa pakan yang berlebih merupakan sumber penyebab naiknya
kadar amonia. Amonia dalam bentuk tidak terionisasi merupakan racun bagi ikan,
walaupun biasanya ikan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi amonia akan
tetapi perubahan mendadak akan menyebabkan kerusakan jaringan insang,
(Sucipto dan Prihartono, 2005).
11
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi
2.8.
2.8.1
Ikan nila merupakan jenis ikan nila yang pertama kali didatangkan dari
Taiwan ke Indonesia. Julukan sebagai ikan nila ditujukan untuk membedakannya
dengan jenis ikan nila merah dan ikan nila GIFT. Ikan nila memiliki warna tubuh
abu-abu atau hitam, terutama di tubuh bagian atas. Tubuh bagian bawah (perut
dan dada) berwarna agak putih kehitaman atau kekuningan (Amri dan Khairuman,
2008).
2.8.2
persilangan dan seleksi jenis-jenis ikan nila dari Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana,
Singapura, Israel, Senegal dan Kenya. Jenis ini dikembangkan pertama kali oleh
Internasional Center for Living Aquatic Research Management (ICLARM) di
Filipina pada tahun 1987 (Amri dan Khairuman, 2008). Keunggulan ikan nila
GIFT antara lain : rasa daging ikan lebih enak dan duri tulang yang sedikit
(Minggawati, 2006).
2.8.3
Khairuman, 2008). Keunggulan ikan nila merah, antara lain pertumbuhan cepat,
mudah dikembangbiakkan, efisien terhadap pemberian pakan tambahan, tahan
terhadap gangguan hama dan penyakit dan mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan (Wirabakti, 2006).
2.8.4
banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. Bentuk tubuhnya sangat mirip ikan
nila GIFT. Perbedaan hanya terdapat jumlah garis-garis vertikal di tubuh dan
garis-garis ujung sirip punggung dan ekor ikan nila Tilapia Aurea lebih sedikit
dibandingkan dengan ikan nila GIFT. Bagian tepi sirip punggung dan ekor ikan
nila Tilapia Aurea yang berkelamin jantan terdapat garis tepi berwarna merah
(Amri dan Khairuman, 2008).
2.8.5
13
Ikan nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa) merupakan jenis ikan nila hasil
pemuliaan genetika. Ikan nila nirwana merupakan hasil seleksi family dari ikan
nila GIFT dan ikan nila GET (Genetically Enchanced Tilapia) dari Filipina.
Keunggulan ikan nila Nirwana terletak pada kecepatan pertumbuhannya.
Pertumbuhan bobot tubuh ikan nila nirwana meningkat lebih kurang 45% pada
generasi awalnya. Selain itu, bentuk ikan nila Nirwana relatif lebih lebar dengan
panjang kepala yang lebih pendek. Hal ini menjadikannya memiliki struktur
daging yang lebih tebal dibandingkan dengan jenis ikan nila lainnya (Amri dan
Khairuman, 2008).
2.8.6
jenis ikan nila hasil pemulian yang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Tawar (BBPBAT-DKP) sukabumi bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (Amri dan Khairuman, 2008). Penerapan
teknologi ikan nila jantan YY ditujukan untuk menyediakan induk ikan yang dapat
memproduksi benih tunggal kelamin jantan secara genetis menjadi alternatif yang
penting untuk menggantikan teknologi pengarahan kelamin menggunakan
hormon. Metode yang digunakan memerlukan enam rangkaian proses kegiatan
yang bertahap mulai dari tahap feminisasi pertama, verifikasi hasil feminisasi (Tes
progeni I) dan feminisasi tahap kedua, verifikasi jantan berkromosom YY (tes
progeni II) dan verifikasi betina berkromosom YY (Tes progeni III). Dan dua
tahap terakhir adalah pebanyakan dan produksi massal induk jantan YY (Hanif
dkk., 2009).
2.9.
komponen lainnya dan teknologi yang diterapkan pada wadah tersebut dan
bekerja secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan yaitu memproduksi ikan
dan akhirnya mendapatkan keuntungan. Sistem tersebut adalah sistem budidaya
perairan berbasiskan air ( water-based aquaculture ) atau open system terdiri dari
jaring apung, keramba, kombongan, rakit, penculture dan enclosure. Sistem
budidaya perairan berbasiskan air ( water-based aquaculture ):
14
2.9.1
Persiapan
cm.
Teknik Budidaya Keramba Jaring Tancap
Teknik budidaya karamba jaring tancap tidak jauh berbeda dengan metode
karamba jaring apung karena pada dasarnya yang berbeda hanya beberapa bahan
yang digunakan sebagai wadah budidaya. Dalam melakukan budidaya karamba
jaring tancap sama halnya dengan karamba jaring apung harus memperhatikan
beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan dalam berbudidaya, yaitu :
1) Saat budidaya ikan di keramba jaring tancap yang harus diperhatikan pertama
kali adalah debit air dan arus air perairan tersebut.
16
17
7) Ikan sebaiknya di sampling setiap 1 minggu sekali. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui perkembangan pertumbuhan dari ikan yang dibudidayakan
termasuk untuk mengetahui adakah ikan yang berpenyakit atau tidak.
8) Keramba jaring tancap sebaiknya dilakukan monitoring jaring minimal 1
minggu sekali, hal ini dikarenakan terkadang jaring mengalami kebocoran
atau berlubang dikarenakan predator lain dari luar ataupun diakibatkan
kendala lainnya seperti sampah, ranting kayu dan lain-lain.
9) Pemilihan lokasi untuk usaha budidaya ikan perlu dipertimbangkan agar
usaha yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan harapan dan dapat
berkesinambungan. Aspek teknis seperti kondisi perairan dan kualitas air
sangat berperan penting bagi pertumbuhan ikan yang akan dipelihara.
10) Pemanenan ikan dilakukan dengan cara mempersempit ruang gerak ikan di
dalam kantong keramba. Hal ini dilakukan dengan cara salah satu sisi
kantong jaring dengan sisi lainnya dirapatkan. Dengan cara ini ikan-ikan yang
akan ditangkap tergiring dan terkumpul di satu tempat sehingga mudah
dipanen.
11) Pengendalian hama dan penyakit ikan. Adapun pencegahan dan pengobatan
penyakit ikan, perlu dilakukan monitoring kualitas air 1 minggu sekali.
Monitoring ini mutlak perlu dilakukan agar ketika terjadi degradasi kualitas
air dapat segera diketahui dan segera dilakukan perbaikan.
18