Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH BERBAGAI DOSIS EKSTRAK BUAH PARE DALAM VITOMOLT

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GONAD BETINA


IKAN NILA (Oreocrhomis niloticus)

PROPOSAL

AISYAH NURFADILAH ABDULLAH


L031171021

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis sp) sudah lama dikenal oleh masyarakat luas sebagai
ikan konsumsi dan mengandung gizi yang hampir sama dengan jenis ikan air tawar
lainnya. Selain itu ikan nila memiliki keunggulan antara lain mudah dikembangbiakan
dan daya kelangsungan hidup tinggi, pertumbuhan relatif cepat dengan ukuran badan
relatif besar, serta tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan (Monalisa dan
Minggawati, 2010).

Dalam proses pemeliharaan ikan nila sering terdapat masalah misalnya penyakit
bakterial. Menurut Hernandes et al., (2009); Rhamadhan et al., (2015) salah satu
bakteri yang menyerang ikan nila adalah Streptocococcus dan Micrococcus yang
bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak ditangani dengan baik.
Salah satu cara yang efektif dalam penanggulangan penyakit adalah tindakan prevensi
yaitu tindakan pencegahan dengan cara meningkatkan sistem pertahanan tubuh ikan
menghadapi penyakit. Salah satu upaya prevensi dalam tindakan pencegahan adalah
penggunaan immunostimulan dengan menggunakan bahan alami. Salah satu jenis
immunostimulan yang diharapakan dapat meningkatkan imunitas ikan nila adalah
vitomolt karena mengandung senyawa fitoekdisteroid, ekstrak temulawak dan temu
kunci.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan


sejak berabad – abad yang lalu. Berbagai jenis tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan alam untuk membuat kontrasepsi. WHO membentuk kelompok kerja untuk
mencari dan mengembangkan pengaturan kesuburan pria salah satu caranya dengan
mengeksplorasi bahan atau zat dari tumbuhan sebagai agen antifertilitas yang
diharapkan aman, efektif dan dapat diterima (Febrianti, 2016 dalam Lolok, dkk., 2017).
Salah satunya adalah buah pare, yang selain dikonsumsi sebagai sayur, buah pare
juga dikenal mempunyai manfaat sebagai obat.

Pemberian ekstrak biji Pare (Momordica charantia L.) sebagai antifertilitas ada
yang berdampak positif dan ada juga yang negatif tergantung respon biologis dari
hewan, namun dapat diperhitungkan bahwa ekstrak biji pare berpotensi sebagai
antifertilitas. Berdasarkan hasil penelitian pada ekstrak buah pare tersebut, diduga
bahwa komponen biji kimia yang ada dalam buah pare juga dapat menghambat
terjadinya spermatogenesis. (Haryanto, 2009 dalam Lolok, dkk., 2017).

Dari pernyataan diatas guna mengetahui pengaruh dosis ekstrak buah pare yang
dicampurkan dengan vitomolt diharapkan dapat menghasilkan kualitas gonad betina

2
ikan nila yang baik. Guna membandingkan berbagai dosis ekstrak buah pare dalam
vitomolt terhadap pertumbuhan dan perkembangan gonad betina Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) maka penelitian tentang hal tersebut perlu dilakukan.

B. Tujuan dan kegunaan

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh berbagai dosis ekstrak buah pare
terhadap pertumbuhan dan perkembangan gonad betina serta menentukan dosis
ekstrak buah pare yang potensil digunakan sebagai antifertilitas pada betina.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi tentang
pengaruh dosis ekstrak buah pare terhadap pertumbuhan dan perkembangan gonad
ikan nila serta potensi sebagai antifertilitas pada ikan nila. Selain itu, sebagai bahan
acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


a. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi ikan nila menurut Amri & Khairuman (2007), yaitu :
Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Achanthopterygii
Ordo : Perciformes
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochoromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda
lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak
keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih
agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya.
Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang
sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan
mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al.,
1993).
Bentuk badan ikan nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping
memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9–11 buah,
sedangkan garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6–12 buah. Pada
sirip punggung terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol dan
relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal
dan kekar dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh)
terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih bawah (Susanto,
2007).
Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang
genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping
lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing
sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga

4
berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang
memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya
besar (Suyanto, 2003).
b. Kebiasaan makan
Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivore sehingga bisa
mengonsumsi makanan berupa hewan maupun tumbuhan. Ketika masih benih,
makanan yang disukai ikan nila adalah zooplankton (plankton hewani). Selain
itu, juga memangsa alga lumut yang menempel pada benda-benda di habitat
hidupnya. Ikan nila juga memakan tanaman air yang tumbuh di kolam
budidaya. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan nila bisa diberi berbagai
makanan tambahan, misalnya pellet (Amri & Khairuman, 2007).
c. Habitat Ikan Nila
Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk,
rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas
sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau
dengan salinitas yang disukai antara 0-35 ‰. Ikan nila air tawar dapat
dipindahkan ke air payau, dengan proses adaptasi yang bertahap ikan nila yang
masih kecil 2-5 cm, lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dari pada ikan
yang sudah besar. Pemindahan secara mendadak dapat menyebabkan ikan
tersebut stress bahkan mati (Kordi, 2000).
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair
payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas,
1982). Ikan nila mampu hidup pada suhu 14 - 38oC dengan suhu terbaik adalah
25- 30oC dan dengan nilai pH air antara 6-8,5. Hal yang paling berpengaruh
dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0 – 29 %
sebagai kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski nila bisa hidup
dikadar garam sampai 35% namun ikan sudah tidak dapat tumbuh berkembang
dengan baik (Suyanto, 2003).
B. Perkembangan Gonad Ikan Nila
Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur
pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai
sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan memiliki ukuran dan
jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitanya sebagian ikan
memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari
kelangsungan ikan yang rendah (Fujaya, 2004).

5
Perkembangan gonad dapat diketahui dengan menghitung indeks kematangan
gonad (IKG), yaitu perbandingan antara berat gonad dan berat tubuh ikan.
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian vitellogenesis, yaitu
pengendapan kuning telur sehingga terjadi perubahan-perubahan pada gonad dan
beratnya menjadi bertambah (Solang, 2010).

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum


dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan
mengamati perkembangan gonad. Dalam proses reproduksi, perkembangan gonad
yang semakin matang merupakan bagian dari proses produksi ikan sebelum
pemijahan. Selama itu, sebagaian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan
gonad. Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan akan memijah, kemudian akan
menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai
(Suhaili et al, 2018).

Gonad nila betina TKG II, dengan ciri-ciri morfologi permulaan gonad yang akan
matang. Gonad mengisi seperempat rongga tubuh, berwarna kemerahan atau kuning
dan berbentuk bulat, telur tidak tampak. Gonad nila betina mencapai TKG III dengan
ciri-ciri morfologi ovarium besar, berwarna gelap, dan ada oosit yang mulai
mengandung kuning telur. (Tester dan Takata, 1953; Marcellia et. al., 2013). Ciri-ciri
morfologi gonad nila betina TKG IV yang terlihat adalah gonad mengisi tiga perempat
rongga tubuh. Gonad betina berwarna kuning, hampir bening atau bening, telur mulai
terlihat. Kadang-kadang dengan tekanan halus pada perutnya maka akan ada yang
menonjol pada lubang pelepasannya. Gonad nila betina memasuki TKG V, yaitu
perkembangan gonad yang sudah mencapai kematangan, sehingga sudah siap untuk
melakukan pemijahan. Ciri-ciri morfologi gonad betina memasuki TKG V adalah
ovarium berwarna kuning terang, ukurannya menjadi berkurang karena telah
dilepaskannya oosit yang matang. Ovarium berisi oogonia, oosit muda dan beberapa
oosit berwarna kuning telur serta banyak dijumpai folikel yang pecah (Dadzie dan
Wangila, 1980; Marcellia et. al., 2013).

Faktor internal yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad adalah umur, jenis
spesies dan kondisi hormonal dari ikan sedangkan faktor eksternal berupa suhu,
kandungan oksigen yang terlarut pada pakan alami, faktor lingkungan yang dominan
mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu dan makanan.

C. Vitomolt Plus
Vitomolt plus merupakan produk yang diekstrak dari bahan herbal berupa ekstrak
murbei, bayam, ekstrak temulawak dan ekstrak temukunci yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu dari produk vitomolt. Vitomolt merupakan produk stimulan molting
6
dari ekstrak bayam yang mengandung fitoekdisteroid (Fujaya et al., 2011).
Fitoeekdisteroid berperan sebagai imunostimulan serta anti oksidan. Fitoekdisteroid
pada tumbuhan dapat diindentifikasi dengan cara ekstraksi, fraksinasi, pemurnian
senyawa serta elusidasi struktur (Harborn,1973; Suryati et al., 2013).

Salah satu bahan yang digunakan pada vitomolt plus adalah elstrak temulawak.
Temulawak merupakan salah satu komoditas bahan alam yang memiliki banyak
manfaat, salah satunya disebabkan oleh bahan aktif kurkuminoid yang biasa
dikomsumsi dalam bentuk senyawa diarilhepatoid yakni kurkumin demetoksi kurkumin
dan bisdemetoksi kurkumin yang memiliki fungsi anti oksidan yang cukup tinggi
(Cahyono et al., 2011). Hasil pengujian skrining fitokimia diperoleh data bahwa
temulawak mengandung, alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpennoid, dan
glikosida, dimana kandungan alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpennoid, dan glikosida,
lebih dominan dibanding bahan bahan lainnya (Hayani, 2006). Ekstrak temulawak
bersifat sebagai imunostimulan yang mampu menyeimbangkan sistem imun, hal ini
karena adanya bahan aktif kurkumin yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap serangan patogen (Astuti et al., 2017).

Uji terhadap ikan patin menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu lawak
dengan perendaman efektif dalam mengatasi infeksi A. hydrophila yang diduga terjadi
karena temulawak berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh, sehinnga
mempengaruhi tingkat mortalitas ikan. Senyawa fenol dan senyawa fenoli berperan
dalam meningkatkan ketahanan terhadap infeksi bakteri dan meningkatkan respon
imun dengan meningkatkan produksi interferon dan aktifitas fagositik sel secara alami
(Sari et al., 2012).

Temu kunci (Boesenbergia rotunda) termasuk famili tumbuhan Zingiberaceae,


yang banyak ditemukan di daerah tropis dan dataran rendah, sering digunakan
sebagai rempah=rempah serta obat-obatan tradisional. Temu kunci mengandung
minyak astiri berupa 1,8- sineol, kamferborneol, pinnen, sekuiterpen, zingiberon,
curcumin dan zeodarin. Rimpang temu kunci juga mengandung minyak astiri dimana
kandungan minyak astiri memiliki sifat antibakteri. Beberapa penelitian juga
menunjukkan beberapa senyawa kimia yang berasal dai ekstrak temu kunci memiliki
aktifitas anti bakteri, anti inflamasi, analgetik, antipretik, serta anti oksidan. Pengujian
secara in vitro menunjukkan bahwa temukuci dapat meningkatakan jumlah limfosit,
antibody spesifik, dan dapat membunuh sel kanker (Atun & Handayani,2017).

D. Ekstrak Buah Pare


Pare (Momordica charantia L) Sinonim Momordica balsamina Blanco, Momordica
balsamina Descourt, Momordica cylindrica Blanco, Momordica jagorana C.Koch,
7
Momordica operculata Vell, Cucumis africanus Lindl. Merupakan tanaman tropis, hidup
di dataran rendah dan dapat merupakan tanaman yang dibudidayakan atau tanaman
liar di tanah kosong. Bagian utama tanaman Pare yang mempunyai nilai ekonomi
cukup tinggi adalah buahnya. Bagi para petani peluang pasar Pare merupakan salah
satu alternatif usaha tani yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan peningkatan
pendapatan. Namun bagi konsumen, buah pare selain dijadikan berbagai jenis
masakan, juga mempunyai fungsi ganda sebagai tanaman obat.

Rasa pahit buah Pare disebabkan oleh kandungan kukurbitasin (momordikosida K


dan L), yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel (West, et al.
1971). Kukurbitasin yang digolongkan dalam glikosida triterpen memiliki struktur dasar
siklopentan perhidrofenantrena yang juga, dimiliki oleh steroid. Menurut Jackson dan
Jones (1972), steroid dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan
bersifat reversibel. Spermatozoa adalah sel haploid, yang berasal dari perkembangan
dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis. Dengan dasar ini maka, bila
ekstrak buah Pare diberikan pada mamalia jantan, akan dapat menghambat
spermatogenesis.

Pare mengandung saponin, triterpenoid dan alkaloid. Saponin dan alkaloid


digunakan sebagai bahan baku sintesis hormon steroid dan triterpenoid memiliki kaitan
biogenesis dengan steroid (Robinson, 1991; Muchtaromah, 2009). Senyawa
antifertilitas pada prinsipnya bekerja dengan 2 cara yaitu melalui efek sitotoksik atau
sitostatik dan melalui efek hormonal yang menghambat laju metabolisme sel
spermatogenik dengan cara mengganggu keseimbangan sistem hormon (Herdiningrat,
2002; Muchtaromah 2009). Senyawa aktif yang terdapat dalam pare yaitu kukurbitasin
yang termasuk golongan glikosida triterpenoid diduga bekerja menghambat
perkembangan sel spermatogenik melalui efek sitotoksik dan sitostatik dan melalui
efek hormonal. Zat aktif yang terkandung dalam pare yang dinamakan kukurbitasin,
termasuk golongan glikosida triterpen mampu menurunkan jumlah spermatosit.
metanol buah pare.

Mekanisme terhambatnya perkembangan sel spermatogenik berupa penurunan


jumlah selnya, diakibatkan sangat erat kaitannya dengan penurunan FSH, LH dan
testosteron tersebut. Selain itu mekanisme penurunan jumlah selspermatogenik karena
efek sitotoksik dan sitostatik dari senyawa saponin, flavonoid dan kukurbitasin
(Nurliani, 2005; Muchtaromah 2009). Selain sebagai bahan baku sintesis hormon
steroid, saponin juga digunakan sebagai estrogen kontraseptif. Sementara itu senyawa
flavonoid diketahui juga dapat merangsang pembentukan estrogen pada mamalia dan
dari strukturnya ada kemiripan dengan hormon estrogen. Senyawa yang bersifat

8
estrogenik juga akan memberikan umpan balik negatif terhadap poros hipotalamus-
hipofisistestis sehingga akan menurunkan sekresi LH maupun FSH. (Kukurbitasin yang
digolongkan dalam 60 Potensi Ekstrak Buah Pare glikosida triterpen memiliki struktur
dasar siklopentana perhidrofenantrena yang juga dimiliki oleh steroid. Steroid dapat
berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel (Adimunca,
1996; Muchtaromah 2009).

9
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2021. Pemeliharaan
Ikan Nila dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan FIKP Universitas Hasanuddin,
Makassar Sulawesi Selatan.

B. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah juvenil ikan nila berukuran ± 8 cm. Juvenil ikan
nila diperoleh dari hasil pembenihan di Laboratorium Teknologi Pembenihan Ikan FIKP
UNHAS. Hewan uji yang diteliti berjumlah 600 ekor, dengan kepadatan 50 ekor juvenil
ikan nila per bak. Sebelum ditebar, ikan uji didisinfeksi menggunakan vitomolt plus
dengan dosis 10 ppm selama 30 menit..

C. Wadah Penelitian
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak kerucut volume 250 L,
sebanyak 12 buah yang diisi dengan air sebanyak 200 liter. Air yang digunakan adalah
air tawar yang diperoleh dari sumur bor Laboratorium Pembenihan Universitas
Hasanuddin. Sebelum digunakan semua wadah dibersihkan menggunakan klorin. Air
yang akan digunakan juga didisinfeksi dengan klorin setelah disaring terlebih dahulu
menggunakan filterbag 10 µm, air hasil filter didisinfeksi menggunakan klorin 100 ppm,
didiamkan selama 24 jam, setelah itu klorin dinetralkan menggunakan thiosulfate,
selanjutnya diaerasi full selama 24 jam, air yang sudah ditreatmen ditutup hingga
digunakan sebelum ikan uji ditebar, air media diberi vitomolt plus dengan dosis 2 ppm.

D. Pakan
Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan buatan komersil yang
biasa digunakan untuk ikan nila. Pakan bervitomolt dipersiapkan dengan cara: ekstrak
buah pare dilarutkan dalam 100 ml pelarut yaitu vitomolt plus masing masing untuk 1
kg pakan. Jumlah ekstrak buah pare disesuaikan dengan konsentrasi perlakuan.
Selanjutnya larutan tersebut disemprotkan pada pakan buatan secara merata.
Dikering-anginkan dan disimpan dalam wadah yang tertutup hingga akan digunakan.
Sebelum pemberian pakan, pakan di basahi dengan air secukupnya hingga sedikit
mengembang. Ekstrak buah pare dan vitomolt Plus diperoleh dari Prof.Yushinta
Fujaya.

E. Perlakuan dan Desain Penelitian


Penelitian ini terdiri atas 4 perlakuan, dan setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan
dengan demikian, penelitian ini terdiri dari atas 12 satuan percobaan. Adapun

10
perlakuan yang dicobakan adalah perbedaan dosis ekstrak pare dalam vitomolt pus,
yaitu:
1) Vitomolt plus + Ekstrak Pare 0 mg/ kg pakan
2) Vitomolt plus + Ekstrak Pare 0,25 mg/ kg pakan
3) Vitomolt plus + Ekstrak Pare 0,5 mg/ kg pakan
4) Vitomolt plus + Ekstrak Pare 0,75 mg/ kg pakan

F. Prosedur Pemeliharaan

Ikan uji disortir untuk menghomogenkan ukuran. Ikan ditimbang dan diukur
panjangnya sebagai data awal. Selanjutnya ikan ditebar ke dalam bak kerucut yang
sebelumnya telah diisi air dan diukur kualitas airnya. Penimbangan dilakukan
menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 1 gram dan pengukuran panjang
awal ikan menggunakan mistar geser dengen ketelitian 0,01 cm sebagai data awal.
Selama pemeliharaan ikan uji diberi pakan buatan bervitomolt sebanyak 5% dari
bobot biomassa ikan per hari dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali
sehari (07.00-08.00 dan 17.00-18.00 wita). Pemberian pakan dilakukan secara manual
atau ditebar langsung ke dalam setiap unit percobaan. Pengamatan secara visual
dilakukan setiap hari untuk mengontrol perkembangan ikan. Sisa pakan diambil setiap
sebelum pemberian pakan berikutnya. Pergantian air sebanyak 50% dilakukan setiap
minggu.

Koleksi gonad ikan dilakukan pada hari ke – 0, 15, 30, 45, 60. Koleksi gonad
dilakukan dengan cara membedah ikan pada bagian abdominal secara vertikal mulai
dari lubang anus mengarah ke vertebrae, kemudian secara horizontal mengarah ke
sirip ventral. Setelah bagian perut ikan terbuka, maka gonad dapat diamati untuk
menentukan tingkat kematangan gonadnya. Gonad diambil dengan memisahkannya
dari saluran pencernaan secara perlahan untuk menghindari kerusakan gonad.
kemudian gonad ditimbang dengan elektrik beralaskan kertas saring yang telah
ditimbang sebelumnya.

G. Parameter Penelitian

A. Pertumbuhan
Mengetahui pertumbuhan ikan dapat dilihat dari perubahan bobot atau panjang
tubuh ikan pada satuaan waktu tertentu. Pada tahap pertumbuhan terbagi 2 yaitu:

1. Pertumbuhan berat mutlak didapatkan dari selisih antara berat ikan di akhir
penelitian dikurangi berat awal penelitian dan dihitung dengan rumus menurut (Astriani
et al., 2019).
11
W = Wt-Wo

Keterangan :

W : pertumbuhan berat mutlak (g)

Wt : berat akhir ikan (g)

Wo : berat awal ikan (g)

2. Laju pertumbuhan spesifik merupakan % dari selisih berat akhir dan berat awal ,
dibagi dengan lamanya waktu pemeliharaan dan dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

LnWt−LnWo
N SGR = t x 100%

KKeterangan :

SGR = laju pertumbuhan spesifik

Wt = berat akhir ikan nila (gr)

Wo = berat awal ikan nila (gr)

t = lama penelitian (hari)

B. Sintasan

Sintasan adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari awal hingga
akhir penelitian. Adapun rumus sintasan menurut (Widyatmoko et al, 2019).

SR = Nt/N0 x100

KKeterangan :

SR = sintasan (%)

Nt = jumlah ikan di akhir penelitian (ekor)

N0 = jumlah ikan di awal penelitian (ekor)

C. Morfologi gonad betina TKG dan IKG

Pada bagian anus pada induk betina berbentuk bulan sabit. Alat kelamin ini
semakin cerah ketika telah dewasa atau matang gonad dan siap membuahi telur. Pada
bagian anus ikan nila betina terapat dua tonjolan membulat. Satu merupakan saluran

12
keluarnya teluar dan satunys lagi saluran pembuangan kotoran. Induk betina bertelur
1.000 sampai 2.000 butir. Setelah telur dibuahi oleh induk, telur akan dierami dimulut
induk betina hingga menjadi larva (Rahayu, 2017).

Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil


metabolisme tubuh digunakan untuk perkembangan gonad. Penambahan berat gonad
ikan akan meningkatkan ukuran diameter telur. Berat gonad akanmencapai maksimum
saat ikan akan memijah dan menurun dengan cepat saat ikan selesai memijah.
Perubahan-perubahan keadaan gonad itu dinyatakan dengan tingkat kematangan
gonad (TKG). TKG ini untuk mengetahui perbandingan ikan yang telah matang gonad
dan ikan yang belum matang gonad..

Gonad nila betina TKG II, dengan ciri-ciri morfologi permulaan gonad yang akan
matang. Gonad mengisi seperempat rongga tubuh, berwarna kemerahan atau kuning
dan berbentuk bulat, telur tidak tampak. Gonad nila betina mencapai TKG III dengan
ciri-ciri morfologi ovarium besar, berwarna gelap, dan ada oosit yang mulai
mengandung kuning telur. (Tester dan Takata, 1953; Marcellia et. al., 2013). Ciri-ciri
morfologi gonad nila betina TKG IV yang terlihat adalah gonad mengisi tiga perempat
rongga tubuh. Gonad betina berwarna kuning, hampir bening atau bening, telur mulai
terlihat. Kadang-kadang dengan tekanan halus pada perutnya maka akan ada yang
menonjol pada lubang pelepasannya. Gonad nila betina memasuki TKG V, yaitu
perkembangan gonad yang sudah mencapai kematangan, sehingga sudah siap untuk
melakukan pemijahan. Ciri-ciri morfologi gonad betina memasuki TKG V adalah
ovarium berwarna kuning terang, ukurannya menjadi berkurang karena telah
dilepaskannya oosit yang matang. Ovarium berisi oogonia, oosit muda dan beberapa
oosit berwarna kuning telur serta banyak dijumpai folikel yang pecah (Dadzie dan
Wangila, 1980; Marcellia et. al., 2013).

Kematangan gonad dapat diketahui dengan menghitung indeks kematangan


gonad (IKG). Indeks kematangan gonad merupakan presentasi dari berat gonad
terhadap berat badan ikan. IKG merupakan satuan yang menyatakan perubahan
gonad secara kuantitaf, perkembangan gonad yang semakin matang merupakan
bagian vitellogenesis yaitu pengendapan kuning telur sehingga terjadi perubahan pada
gonad dan beratnya menjadi bertambah (Rahayu,2017).

H. Analisis data

Pengaruh berbagai dosis ekstrak buah pare dalam vitomolt plus terhadap
pertumbuhan dan perkembangan gonad betina ikan nila (Tingkat Kematangan Gonad
dan Indeks Kematangan Goand), sintasan serta kualitas air dianalisis dengan Analisis

13
of Varians (ANOVA). Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter maka
dilanjutkan dengan uji W-Tukey untuk mengetahui perlakuan yang terbaik. Analisis
data menggunakan paket perangkat lunak komputer program SPSS versi 26,0.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 (empat) perlakuan dan 3 (tiga) kali ulangan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amri K dan Khairuman. 2007. Budidaya ikan nila secara intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Aslamyah, S., Fujaya, S. 2011. Efektivitas pakan buatan yang diperkaya ekstrak
bayam dalam menstimulasi molting pada produksi kepiting bakau
cangkang lunak. Jurnal Akuakultur,10 (1), hlm. 8-16.

Astriani, N. L. A. G., Arthana, I. W., & ., Kartika, G. R. A. (2019). Potensi Probiotik


Skala Rumah Tangga untuk Meningkatkan Laju Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus ), 39. 33–39.

Astuti, APK., Hastuti, S., Haditomo, AHC. 2017. Pengaruh ekstrak temulawak pada
pakan sebagai imunostimulan pada Ikan Tawes (Puntius javanicus) dengan
uji tantang bakteri. Journal of Aquaculture Management and Technology.
6(3): 10-19.

Atun.S dan Sri. H. 2017. Fitokimia Tumbuhan Temukunci (Boesenbergia rotunda):


Isolasi, Identifikasi Struktur, Aktivitas Biologi, dan Sintesis Produk
Nanopartikelnya. K-Media: Yogyakarta.

Cahyono,B., Huda, M. D. K., Limantara, L. 2011. Pengaruh prose pengeringan rimpang


temulawak (Curcuma Xanthorizza ROXB) Terhadap kandungan dan
komposisi kurkuminoid.Reaktor 13(3). 165-171.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan


pertama. Rineka Putra. Jakarta.

Fujaya,Y. 2011. Pertumbuhan dan molting kepiting bakau yang diberi dosis vitomolot
berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia.10(1).24-28

Kordi, G. 2000. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Jakarta.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi-Ikan Air Tawar Indonesia
Bagian Barat dan Sulawesi. (Edisi Dwi Bahasa). Periplus Editions (HK) Ltd.
377 p.

Lolok, N., Pasambo, P. D., dan Barium, H. 2017. Uji Efek Antifertilitas Kombinasi
Ekstrak Biji Saga (Abrus precatorius L.) dan Biji Pare (Momordica charantia
L.) pada Mencit Jantan (Mus muscullus). Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia. Vol. 3(2): 96-102.

Marcellia, S., Widiastuti, E. L., Nurcahyani, N., Rivai, I. F. (2013). PERTUMBUHAN


DAN PERKEMBANGAN GONAD IKAN NILA ( Oreochromis niloticus )
PRA-DEWASA. 309–314.

15
Monalisa, S. S., dan Minggawati, I. 2010. Kualitas Air yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.) di Kolam Beton dan Terpal.
Journal of Tropical Fisheries. Vol. 5(2): 526-530

Muchtaromah, B. (2009). Potensi Ekstrak Buah Pare ( Momordica charantia L )


Terhadap Spermatogenesis Mencit ( Mus Musculus ). Berk. Penel. Hayati
Edisi Khusus, 3D, 57–60.

Ramadhan, I., Rosidah, dan Andriani, Y. 2015. Efektivitas penambahan ekstrak daun
kecubung (Datura metel L) pada pakan untuk pencegahan streptocococcis
pada benih ikan nila sultana, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758).
Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 245-255.

Rahayu, F. S. 2017. Kajian kondisi biologi ikan nila (Oreochrommis niloticus)yang yang
tertangkap di waduk sutami jawa timur berdasarkan pertumbuhan, factor
kondisi, dan tingkat kematangan gonad. Skripsi. Fakultas perikanan dan
ilmu kelautan. Universitas brawijaya. Malang.

Sari, NW., Lukistyowati, I., Aryani, N. 2012. Pengaruh pemberian temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) terhadap kelulus hidupan ikan mas (Cyprinus carpio L)
setelah di infeksi Aeromonas Hydrophilla. Jurnal Perikanan dan Kelautan
17 (2). 43-59.

Solang, M. (2010). Indeks kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus L) yang
diberi pakan alternatif dan dipotong sirip ekornya. Saintek, 5(2), 1–7.

Suhaili, Y, M., Arifin, N. H., H, S., S, R., & Abdul M, W. W. (2018). Karakteristik Biologi
Reprodksi Ikan Air Tawar ( Nila , Oreochromis niloticus ) dan Air Laut
( Kuwe Gerong , Charanx Ignobilis ) ( Selar Kuning , Selaroides Leptolepis.
Jurnal Biologi Perikanan, 2(1), 11–21.

Suryati, E., Tenriulo, A., Tonnek, S. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak pakis sebagai
moulting stimulant pada induk udang windu (Penaeus monodon.Fab) di
hatchery. Jurnal Riset Aquaculture. 8(2), 221–229.

Susanto, H. (2007). Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suyanto, S.R., 2003. Nila. PenebarSwadaya. Jakarta. 105 halaman.

West ME, Sidrak GH, Street SPW. 1971. The Anti-Growth Properties of Extracts from
Momordica charantia L. Med. J. 20: 25.

Widyatmoko & Effendi, Hefni & Pratiwi, Niken, T. (2019). Pertumbuhan dan sintasan
ikan nila , Oreochromis niloticus ( Linnaeus , 1758 ) pada sistem akuaponik
dengan padat tanaman vetiver ( Vetiveria zizanioides L . Nash ) yang
berbeda [ The growth and survival rate of Nile tilapia , Oreochromis
niloticus ( Linn. Jurnal Iktiologi Indonesia, 19(1), 157–166.

16

Anda mungkin juga menyukai