PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Karena rasanya yang nikmat, kepiting bakau banyak digemari oleh konsumen
Gorontalo Utara. Benih hasil tangkapan dari alam sangat mungkin terinfestasi
berbagai jenis parasit antara lain Octolasmis spp. Parasit dapat berkembang lebih
karena siklus hidup Octolasmis spp tidak memerlukan inang perantaran untuk
penebaran tinggi serta kualitas air yang menurun. Perkembangan parasit tersebut
dalam populasi menjadi sangat cepat. Irvansyah et al. (2012) melaporkan bahwa
tingkat intesitas serangan parasit Octolasmis spp dari benih kepiting tangkapan
celah insang kepiting bakau (Jeffries et al. 1989). Kondisi ini mengakibatkan
1
muller pada insang kepiting biru. Infestasi Octolasmis spp yang berat diduga
spp (Jeffries et al., 1982), ditemukan 4 jenis di Teluk Meksico (Jeffries et al,
2005) dan 6 jenis di teluk sebelah utara Thailand (Jeffries et al, 2005). Sedangkan
untuk wilayah Indonesia organisme ini sering ditemukan akan tetapi jenis dan
tingkat infestasinya belum diketahui secara pasti. Maka berdasarkan hal tersebut
B. Rumusan Masalah
usaha ini memilki berbagai kendala diantara adalah parasit. Salah satu parasit
yang menyerang kepiting bakau adalah Octolasmis spp. Parasit ini sering
ditemukan pada insang kepiting dan diduga memliki efek patologi yang
2
C. Tujuan Penelitian
morfologi
D. Manfaat Penelitian
parasit.
E. Hipotesis
1. Terdapat lebih dari satu jenis Octolasmis spp yang berada pada perairan
2. Tingkat intensitas Octolasmis spp berbeda untuk setiap populasi kepiting bakau
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
di hutan bakau sehingga kepiting ini sering disebut kepiting lumpur. Kepiting
bakau memiliki ukuran lebar karapaks lebih besar dari ukuran panjang
tubuhnya dengan permukaan licin. Pada tepi karapaks tersebut terdapat duri-
duri dengan total 24 duri yakni 6 duri diantara sepasang mata dan 9 duri
samping kanan dan kiri. Kepiting jantan memilki sepasang capit lebih panjang
memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang yang beruas-ruas
(Fujaya, 2012).
4
Berdasarkan morfologi tersebut maka kepiting bakau dapat diklasifikasikan
ke dalam:
dayung)
Kepiting bakau terdiri dari beberapa spesies, yang secara sekilas memilki
perbedaan dari segi warna karapaks dan abdomen, ukuran tubuh serta bentuk duri
(Fujaya, 2012). Beberapa kepiting bakau tersebut antara lain : giant mud crab
(Scylla serrata) dikenal sebagai kepiting bakau hijau, purple mud crab (Scylla
tranqubarica), white mud crab (Scylla paramamosain), dan orange/red mud crab
Hewan ini memiliki sebaran geografi yang luas meliputi wilayah Indo-
Pasifik, mulai dari teluk Mossel di Afrika Selatan sampai pantai Timur Afrika. Ke
Papua Nugini, Australia, dan pulau-pulau Selandia Baru. Kepiting bakau juga
5
terdapat pada beberapa pulau di Lautan Pasifik, dengan kisaran kedalaman 0
kisaran salinitas yang luas(Afrianto dan Liviawati, 1993). Karena itu, kepiting-
kepiting muda banyak ditemukan di pesisir pantai atau di muara sungai yang
memiliki salinitas relatif rendah, bahkan di sungai yang jauh dari laut dengan
bakau yang siap melakukan perkawinan akan memasuki hutan bakau dan tambak,
(Kanna, 2002).
6
Perkembangan kepiting bakau terdiri dari beberapa fase (Gambar 2) mulai
dari telur hingga mencapai ukuran dewasa mengalami beberapa kali perubahan
yaitu dimulai dari zoea yang terdiri atas 5 tingkatan (zoea 1-5), megalopa, crablet,
dan kepiting dewasa. Larva kepiting bakau stadia zoea bersifat 7lanktonic, namun
setelah mencapai stadia megalopa sampai dewasa bersifat ben-tik dan suka
Kepiting bakau dewasa termasuk jenis hewan pemakan segala dan bangkai
pada saat juvenile menyukai detritus, sedangkan kepiting dewasa menyukai ikan,
udang, dan moluska terutama kekerangan. Kepiting juga menyukai potongan daun
kepiting pada serat dan semua bahan baku pakan sumber nabati sangat tinggi,
kepiting bakau mampu mencerna serat pakan (Aslamyah dan Fujaya, 2011).
Organisme ini memiliki sebuah tangkai yang disebut peduncle dan sebuah
7
peduncle berbentuk memanjang, anterior, pada daerah preoral tubuh. (Praptiasih,
2010) Organisme ini dapat berkembang biak secara hermaprodit maupun dengan
Kingdom : Animalia
phylum :Arthropoda
class :Maxillopoda
&Newman, 2006
1909
8
1. Octolasmis angulata
tidak lengkap , 2 scutum dan 1 carina (Voris and Jeffries, 1997) disebut juga
insang Palinuridae dari Laut Jawa (Daniel ,1955). dan dari beberapa spesies
menempel pada kutikula dinding bagian dalam dinding ruang anterior pada
ditemukan juga melekat pada membran ruang insang kepiting dan lobster
2. Octolasmis cor
3. Octolasmis lowei
9
Gambar 4. Beberapa jenis Octolasmis spp dari teluk sebelah utara Thailand (a)
Octolasmis angulata; (b) O. cor; (c) O. lowei; (d) O. neptuni; (e) O.
tridens; and (f) O. warwickii. ((Jeffries et al, 2005)
4. Octolasmis neptuni
lengkap, 2 scutum 2 tergum dan 1 carina (Voris and Jeffries, 1997) Disebut
pada insang dari golongan Portunidae. Species ini ditemukan juga dalam
10
ruang insang spesies dari family Menippidae danScyllaridae (Jeffries et al.,
1982).
5. Octolasmis tridens
pengamatan Daniel (1955) spesies ini sering terdapat dalam jumlah besar pada
bagian luar; pada antenna mandibula, maksila dan maksiliped, pada bagian
luar mulut, pada pangkal chelae, di sekitar bagian kaki, di dasar epipodit,
masuk ruang insang, pada bagian dalam ditemukan pada karapas bagian dalam
dan melekat pada bagian dalam insang. Inang terdiri dari keluarga Portunidae,
6. Octolasmis warwickii
2 scutum 2 tergum dan 1 carina (Voris and Jeffries, 1997) Species ini juga
dikenal dengan nama Dichelaspis equina oleh Lanchester (1902) pada spesies
antenna, bagian proksimal kaki jalan, kadang ditemukan juga pada bagian
tubuh.
11
G. Siklus Hidup Octolasmis spp
hidup spesies Octolasmis meliputi enam nauplius (N1 - N6) dan satu tahap larva
cyprid. Rata-rata diperlukan sembilan hari dari kemunculan massa telur pada
induk hingga pelepasan larva N1. Pada kondisi tersebut diperlukan 27 hari dari
kemunculan pertama massa telur untuk larva cyprid pertama. Perubahan dari N1 –
N6 terjadi hanya dalam waktu delapan hari, namun terjadi peningkatan panjang
untuk:
dari inang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
12
Gambar 5. Siklus Hidup Octolasmis spp
Peran mendasar dari larva cyprid adalah dalam memilih spesies inang
yang sesuai, mencari tempat yang cocok pada inang, kemudian menetap dan
bermetamorfosis. Para Octolasmis spp remaja dan dewasa akan secara permanen
menempati lokasi yang telah dipilih cyprid. Larva cyprid menancapkan dirinya ke
secara permanen menancap pada inang dan siklus hidup dikendalikan oleh periode
13
keberhasilan reproduksi, sebuah cyprid larva harus memilih inang dengan periode
Umumnya spesies Octolasmis sp terjadi pada lebih dari satu species dan
hanya sedikit yang memiliki host spesifik. Sebagian besar memiliki dua atau lebih
species inang.
Parasit Octolasmis spp sering ditemukan menepel pada insang bagian luar
dan dalam kepiting bakau. Penempelan Octolasmis spp pada insang diduga
mengurangi permukaan insang yang tersedia untuk respirasi. Hasmi dan Zaidi
(1964) melaporkan bahwa parasit ini menjadi penyebab matinya kepiting bakau
mempelajari pengaruh Octolasmis mulleri pada pertukaran gas pada kepiting biru
peningkatan konsumsi oksigen (sama dengan Kontrol) pada kepiting akan tetapi
infestasi yang rendah belum merupakan ancaman serius bagi populasi (Ganon dan
Wheatly. 1992).
14
Gambar 6. Semen sel Octolasmi mulleri pada permukaan insang (Walker et al.,
1974)
penempelan semen oleh Octolasmis spp. semen gland merupakan sel yang
dihasilkan semua organisme dari class cirripedia yang digunakan untuk menepel
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4 (empat) bulan mulai dari bulan
Gorontalo.
C. Tahapan Penelitian
1. Pengambilan Sampel
jumlah sampel 50 ekor untuk setiap lokasi. Sampel kepiting bakau diambil
dan organ Scylla sp. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium Karantina Ikan
16
2. Pemeriksaan Parasit di Laboratorium
Octolasmis spp yang dilakukan pada kepiting bakau segar, yang masih hidup atau
baru mati. Hal ini karena parasit lebih mudah dikenali karena masih hidup dan
Parasit yang terifestasi pada setiap kepiting bakau dikumpulkan di dalam botol
capitulum dan mengamati jumlah capitular, scutum, tergum dan carina seperti
objek yang diteliti oleh peneliti. Persamaan intensitas jenis parasit dihitung
17
dengan jumlah total parasit tertentu yang menginfeksi dibagi jumlah Scylla sp
hand tally counter pada tiap preparat dari hasil scrapping dan cawan.
kualitas air yang buruk diketahui sebagai faktor pemicu serangan parasit pada
kepiting bakau. Pemeriksaan kualitas air meliputi suhu, salinitas dan pH.
D. Rancangan Penelitian
beberapa lokasi pada perairan Kabupaten Gorontalo Utara. Hasil identifikasi dan
penghitungan intensitas parasit pada kepiting bakau yang telah dimasukkan dalam
18
Intensitas 1 – 30 % Parasit tidak dapat menyebabkan stress
Rendah
E. Analisis Data
intensitas parasit pada insang kepiting bakau yang telah dimasukkan dalam
kategori intensitas serangan parasit disajikan dalam Tabel 1. Analisa data dalam
penelitian ini dilakukan secara deskriptif yaitu analisa data yang telah diperoleh
table.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andeson A, P. Mather, Ricardson. 2004. Nutrition of the mud crab Scylla Serrata
(Forskal). Dalam proceeding of Mud CrabAquaculture in Australia and
Southeast Asia. Allan dan D.Fielder (editor): 57-59
Jeffries, William, B. Harold K. Voris Phaibul Naiyanetr dan Somsak Panha. 2005.
Pedunculate Barnacles of the Symbiotic Genus Octolasmis (Cirripedia:
Thoracica: Poecilasmatidae)from the Northern Gulf of Thailand The
Natural History Journal of Chulalongkorn University 5(1): 9-13,
20
Yusa, Y, Mayuko Takemura, Katsumi Miyazaki, Tetsuya Watanabe, And
Shigeyuki Yamato. 2010. Dwarf Males of Octolasmis warwickii
(Cirripedia: Thoracica): The First Example of Coexistence of Males and
Hermaphrodites in the Suborder Lepadomorpha. Bulletin Of Marine
Science. 259–265
21
PROPOSAL PENELITIAN
22
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan Rumusan Masalah ................................................... 2
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
E. Hipotesis....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
A. Biologi Kepiting Bakau .............................................................. 4
B. Penyebaran dan Habitat .............................................................. 5
C. Siklus Hidup dan Reproduksi ..................................................... 6
D. Pakan dan Kebiasaan Makan ...................................................... 7
E. Biologi Octolasmis spp ................................................................ 7
F. Jenis-jenis Octolasmis spp ............................................................ 8
G. Siklus Hidup Octolasmis spp ................................................... 12
H. Penempelan Larva Cyprid (Octolasmis spp) pada Inang............. 13
I. Patologi Octolasmis spp ............................................................... 14
BAB III METODE PENELITIAN......................................................... 16
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 16
B. Alat dan Bahan ........................................................................... 16
C. Tahapan Penelitian…………. ...................................................... 16
D. Rancangan Penelitian …………………………………………… 17
E. Analisis Data …………………………………………………….. 18
RENCANA ANGGARAN BIAYA PENELITIAN ............................. 19
DAFTAR PUSTAKA
23
DAFTAR GAMBAR
Hal.
1. Kepiting Bakau (Scylla spp) .............................................................. 4
2. Siklus Hidup Kepiting Bakau ............................................................ 6
3. Morfologi Octolasmisspp ................................................................. 8
4. Beberapa jenis Octolasmis spp dari teluk sebelah utara Thailand...... 10
5. Siklus Hidup Octolasmis spp ............................................................. 13
6. Semen sel Octolasmi mulleri pada permukaan .................................. 15
7. Bagian-bagian morfologi Octolasmis spp .......................................... 16
24
DAFTARTABEL
Hal.
1. Kategori intensitas Serangan Parasit …………................................ 4
25
KATA PENGANTAR
keluarganyadanparasahabatnyasertaparapengikutnyahinggaakhirzaman.Ucapansy
spp pada Kepiting Bakau Scylla spp yang Tertangkap di Perairan Kabupaten
proposal ini masih jauh dari kesempurnaan maka dengan ini kami mengharapkan
Ucapan terima kasih atas semua kritik dan saran dari pembaca,
Gorontalo, 2014
Penulis
26