Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepiting merupakan salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan
pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove). Dengan sumber daya hutan
bakau yang membentang luas di seluruh kawasan pantai nusantara, maka tidak
heran jika Indonesia dikenal sebagai pengeskpor kepiting yang cukup besar
dibandingkan dengan negara-negara produsen kepiting lainnya. Potensi kepiting
di Indonesia yang sangat memungkinkan.
Kepiting sangat banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan daging
kepiting tidak hanya lezat tetapi juga menyehatkan karena banyak mengandung
nutrisi yang penting bagi kehidupan dan kesehatan. Selain itu juga kepiting juga
memiliki ekonomis tinggi, salah satunya adalah kepiting bakau (Scylla sp).
Kepiting mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik dipasar domestic
maupun mancanegara. Dikarenakan nilai ekonomis kepiting yang terus
meningkat, banyak para petani membudidayakan kepiting ditambak. Aktivitas
kepiting mempunyai pengaruh utama pada berbagai proses paras ekosistem. Peran
kepiting di dalam ekosistem diantaranya mengkonversi nutrien dan mempertinggi
mineralisasi, meningkatkan distribusi oksigen di dalam tanah, membantu daur
hidup karbon, serta tempat penyedia makanan alami bagi berbagai jenis biota
perairan .

1.2 Tujuan
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Fisiologi Hewan Air mengenai system pernafasan, system peredaran
darah, system pencernaan, system saraf, system endokrin, system reproduksi, dan
system osmoregulasi yang berhubungan dengan kepiting.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi mengenai kepiting?
2. Dimana habitat dan penyebaran kepiting?
3. Bagaimana system pernafasan pada kepiting?
4. Bagaimana system peredaran darah pada kepiting?
5. Bagaimana system pencernaan pada kepiting?
6. Bagaimana system saraf pada kepiting?
7. Bagaimana system endokrin pada kepiting?
8. Bagaimana system reproduksi pada kepiting?
9. Bagaimana system osmoregulasi pada kepiting?

1.4 Manfaat
1. Mengetahui klasifikasi dan morfologi dari hewan avertebrata yaitu Kepiting
2. Mengetahui habitat dan penyebaran dari kepiting
3. Mengetahui system pernafasan pada kepiting
4. Mengetahui system peredaran darah pada kepiting
5. Mengetahui system pencernaan pada kepiting
6. Mengetahui system saraf pada kepiting
7. Mengetahui system endokrin pada kepiting
8. Mengetahui system reproduksi pada kepiting
9. Mengetahui system osmoregulasi pada kepiting
BAB II
ISI

2.1 Kepiting Bakau


Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan
yang diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam
perdagangan internasional dikenal sebagai Mud Crab dan bahasa Latinnya
Scylaserrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya
Swimming Crab dengan nama Latin: Portunus pelagicus. Kedua macam
kepiting tersebut nilai ekonominya sama , dan keduanya diperoleh dari
penangkapan dialam. Dalam buku ini khusus di uraikan dan dibahas tentang
spesies Kepiting Bakau (Scylla serrata ) saja.
Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria yaitu muara sungai ,
saluran dan petak-petak tambak , diwilayah hutan bakau dimana binatang ini
hidup dan berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hidup diperairan
yang relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu disebut juga Kepiting
Lumpur (Mud Crab). Sedangkan rajungan , ditangkap oleh nelayan dilaut dekat
pantai sampai sejauh 1-2 mil dari pantai, karena rajungan hidup pelagis (di badan
air laut). Namun demikian Kepiting Bakau juga dapat tertangkap di laut dekat
pantai, karena kepiting bakau yang hendak kawin dan bertelur, juga berpindah di
wilayah laut dekat pantai.
Bentuk (habitus) kepiting bakau disajikan pada gambar 1. Terlihat bentuk
badannya yang didominasi oleh tutup punggung (karapas ) yang berkulit chitin
yang tebal. Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi dibawah karapas itu.
Anggota badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus) tampak mencuat
keluar di kiri dan kanan karapas, yaitu 5 pasang kaki jalan.Kaki jalan terdepan
(nomer 1) berbentuk capit yang besar ; kaki jalan nomer2,3 dan 4 berujung
runcing yang berfungsi untuk berjalan ; kaki jalan nomer 5berbentu pipih
berfungsi sebagai dayung bila ia berenang. Pada cephalus (dada) terdapat organ-
organ pencernaan, organ reproduksi (gonad pada betina dan testis padajantan).
Sedangkan bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) daridada.
Pada ujung abdomen itu bermuara saluran cerna (dubur). Pada kepiting jantan ,
bentuk abdomen itu segitiga meruncing, terbentuk darideretan beberapa ruas
(gambar : 2). Sedangkan kepiting betina bentuk abdomenseperti segitiga juga
tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu (umbai-umbai)dimana telur-telurnya
melekat ketika dierami.

2.2 Habitat dan Penyebaran


Kepiting Bakau terdapat di wilayah perairan pantai estuaria dengan kadar
garam 0 sampai 35 ppt. Menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air
yang tidak terlalu dalam sekitar 10- 80 cm dan terlindung,seperti di wilayah hutan
bakau. Di habitat seperti itu kepiting bakau hidup dan berkembang biak. Dilaut
dekat pantai, seringkali nelayan dapat menangkap kepiting bakau yang sudah
dewasa dan mengandung telur. kepiting bakau menyukai laut sebagai tempat
melakukan perkawinan , namun kepiting bakau banyak dijumpai berkembangbiak
didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu dangkal ( lebih dari
0,5 m). Habitat hutan bakau itulah habitat utama bagi kepiting untuk tumbuh dan
berkembang, karena memang subur dihuni oleh organisme kecil yang menjadi
makanan dari kepiting bakau itu. Jadi cocok sebagai breeding gound ( tempat
memijah) dan nursery ground(tempat anak-anak kepiting berkembang/tumbuh).
Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat
luas,yaitu pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan,
Madagaskar, India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai kepulauan Hawaii;
Di sebelah utara : dari Jepang bagian selatan sampai pantai utara Australia. Dan di
pantai barat Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al.,
1994).

2.3 Klasifikasi Kepiting


Di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 spesies jenis kepiting
yang tergolong dalam keluarga Portunidae. Portunidae merupakan salah satu
keluarga kepiting yang mempunyai pasangan kaki jalan dan pasangan kaki
kelimanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas yang terakhir dan sebagian
besar hidup di laut, perairan bakau dan perairan payau (Kasry, 1996 dalam Agus,
2008).
Klasifikasi kepiting bakau menurut Keenan (1999) dalam Souisa (2011),
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Mandibulata
Class : Crustacea
Subclass : Malacostraca
Order : Decapoda
Subordo : Pleocyemata
Infraorder : Brachyura
Superfamily : Portunoidea
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Species : Scylla serrata

2.4 Morfologi Kepiting


Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis Crustacea dari
family Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi, dapat dimakan dan
merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling besar dalam genus
Scylla (Hill, 1992 dalam Agus, 2008). Secara umum morfologi kepiting bakau
dapat dikenali dengan cirri sebagai berikut:
1. Seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang
2. Terdapat 6 buah duri diantara sepasang mata, dan 9 duri disamping kiri dan
kanan mata.
3. Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki yang
bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas.
4. Mempunyai 3 pasang kaki jalan
5. Mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk pipih.
6. Kepiting jantan mempunyai abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai
segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar
dan melebar.
7. Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya, karena mempunyai ukuran
paling besar, disamping ituScylla serrata mempunyai pertumbuhan yang paling
cepat dibanding ketiga spesies lainnya. Selain itu, Scylla serrata memiliki
warna relatif yang hampir sama dengan warna lumpur, yaitu coklat kehitam-
hitaman pada karapaksnya dan putih kekuning-kuningan pada abdomennya.
Pada propudus bagian atas terdapat sepasang duri yang runcing dan 1 buah duri
pada propudus bagian bawah. Selain itu habitat kepiting bakau spesies ini
sebagian besar di hutan-hutan bakau di perairan Indonesia. Kepiting bakau
(Scylla serrata), dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. KepitingBakau (Scylla serrata)

Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan


ukuran yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh.
Seluruh kepiting mempunyai Chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian
kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit. Chelipeds terletak di
depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur Chelipeds yang
berbeda-beda. Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa
makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga sebagai senjata dalam
menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan
Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lain
Exoskeleton (kulit luar), berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala,
badan dan insang.
Menurut Shimek (2008), bahwa anatomi tubuh bagian dalam, mulut
kepiting terbuka dan terletak pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang
terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam memegang makanan dan juga
memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting memiliki rangka luar yang keras
sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih
banyak menggunakan capit dalam memperoleh makanan. Makanan yang
diperoleh dihancurkan dengan menggunakan capit, kemudian baru dimakan.
Anatomi tubuh kepiting bagian dalam dapat dilihat pada Gambar4.
Gambar4. Anatomi tubuh bagian dalam dari kepiting dewasa
(Shimek, 2008).

Perbedaan pada kepiting jantan dan betina dapat diketahui secara


eksternal. Kepiting bakau jantan mempunyai ruas-ruas abdomen yang berbentuk
menyerupai segitiga pada bagian perut, sedangkan pada kepiting betina ruas-ruas
abdomen lebih melebar dan sedikit membulat (Moosa dkk.,1985 dalam Asmara,
2004). Perbedaan antara kepiting jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 5
berikut:

Jantan Betina

Gambar 5. Perbedaan kepiting jantan dan betina

2.5 Sistem Pernafasan


Decapoda mempunyai sepasang embelan pada setiap ruas kecuali pada
ruas pertama, yaitu dengan pengecualian pada antena pertama, semua embelan
mempunyai morfologi yang sama, yang merupakan asal-usul dari bentuk dasar
embelan.
Ruang-ruang brankial atau ruang-ruang pernafasan terletak di bawah
brankiostegit atau atap insang. Masing-masing ruang dilindungi oleh selaput
kutikular yang memisahkannya dari hepatopankreas di sebelah anterior dan dari
bagian dalam karapas di sebelah posterior. Bagian ventral dibatasi oleh
brankiostegit di sebelah luar dan oleh dinding tubuh di sebelah dalam. Ujung
depan masing-masing ruang insang menyempit dan di belakangnya terletak suatu
ruang pompa kecil melindungi skapognatit. Atap ruang pompa terbentuk dari
selapis kutikular yang diperkuat oleh kerangka; bagian posterior didasari oleh
perluasan pangkal epipod dari maksiliped I dan di sebelah anterior oleh eksopod
dari maksiliped I dan III.
Insang-insang dihubungkan dengan pangkal embelan-embelan di dada.
Ada tiga macam kedudukan bermula munculnya insang sehingga insang-insang
tersebut mempunyai nama-nama yang berbeda, sebagai berikut:
1. Podobrankial muncul dari epipod;
2. Artrobrankial dari hubungan embelan tubuh dan tubuh;
3. Pleurobrankial dari dinding tubuh.

Rajungan pada umumnya mempunyai sembilan insang pada masing-masing


ruang brankial, yaitu:
1. Maksiliped II masing-masing terdapat satu podobrankial dan satu artrobrankial.
2. Maksiliped III mempunyai satu podobrankial yang tumpul dan dua
artrobrankial;
3. Capit mempunyai artrobrankial;
4. Kaki jalan I dan II masing-masing mempunyai pleurobrankial tunggal.

Di dalam ruang brankial juga terdapat maksiliped-maksiliped dan epipod-


epipod, maksiliped II dan III membersihkan permukaan ventral insang-insang.
Sedangkan epipod maksiliped I yang panjang menyapu permukaan dorsal insang-
insang. Arus pernafasan masuk ke ruang brankial melalui celah-celah yang
berambut antara kaki-jalan dan ujung bawah dari brankiostegit. Lubang atau pintu
terbesar Milne-Edwards openings terletak di atas basis capit. Setelah air melalui
insang lalu menuju ke ruang hipobrankial di bawah insang. Masing-masing insang
dibentuk oleh satu seri lempeng atau lamela yang diatur di kedua sisi aksis pusat
yang pipih dan arus pernafasan mengalir ke atas melalui lamela-lamela ke ruang
epibrankal di bawah insang. Pertukaran gas terjadi pada saat arus melewati antara
lamela-lamela. Hal ini dilakukan oleh sistem arus yang teratur. Dengan sistem ini
darah mengalir di dalam lamela-lamela dari arah yang berlawanan dengan aliran
air di antara lamella.
Dalam masing-masing ruang epibrankial, arus air keluar mengalir ke
depan, ke dalam ruang pompa. Dari ruangan skapognatit, air dikeluarkan melalui
lubang pengeluaran. Masing-masing skapognatit merupakan pergerakan naik
turun yang diatur oleh sistem operasi otot yang berlawanan pada irisan-irisan
kutikel. Ada dua gelombang per detik bergerak dari posterior ke anterior
sepanjang skapognatit yang mendorong air menuju ruang pompa. Lubang
pengeluaran terletak di kedua sisi epistoma tepat di bawah mulut dan arus yang
keluar dari sistem tersebut dapat sangat kuat dan membantu menyemprotkan air
sampai kosong.
2.6 Sistem Peredaran Darah
Dalam tiap sumbu insang terdapat saluran darah masuk dan saluran darah
keluar. Darah dari saluran darah masuk mengalir ketiap filamen atau lamella
insang, dan kembali ke saluran darah keluar. Pada jenis kepiting, darah dalam
lamela mengalir melalui sinus darah yang lembut.
Darah mengandung pigmen pernapasan hemocyanin yang larut dalam
plasma darah. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi saat air mengalir melalui filamen
atau lamela insang. Jantung berbentuk persegi terletak dibagian dorsal thorax dan
mempunyai 3 pasang ostia. Darah keluar dari jantung melalui 5 buah arteri
anterior dan sebuah arteri abdomen di posterior.
Di samping itu terdapat sebuah arteri sternum yang keluar dari posterior
jantung atau dari pangkal arteri abdomen. Arteri sternum turun ke ventral melalui
salah satu sisi saluran pencernaan dan diantara benang saraf ventral, kemudian
terbagi 2 menjadi arteri subneuron anterior dan arteri subneuron posterior.
Masing-masing arteri tersebut memasok darah ke sinus darah dalam berbagai
organ tubuh. Selanjutnya darah dari sinus-sinus tersebut dikumpulkan dalam
sebuah sinus sternum yang besar dibagian ventral thorax, kemudian darah
mengalir ke insang melalui saluran darah masuk larnea insang saluran darah
keluar, kembali ke jantung melalui sinus perikardium dan ostia.

2.7 Sistem Pencernaan


Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melaului cara fisik
dan kimia, sehingga menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap di dalam
usus, kemudian diedarkan ke seluruh organ tubuh melalui sistem peredaran darah.
Jenis pakan yang di konsumsi kepiting bakau dapat berupah artemia, ikan rucah,
daging kerang-kerangan, hancuran daging siput dan lumut. Pemberian pakan
tergantung pada ukuran kepiting bakau, bila masih larva biasanya Brachionus
plicatilis, Tetracelmis chuii dan naupli artemia. Kepiting bakau juga bersifat
kanibalisme biasanya dia akan menyarang kepiting lain yang sedang dalam
kondisih lemah atau ganti kulit ( molting ).
Alat pencernaan terbagi menjadi tiga; tembolok, lambung otot, lambung
kelenjar. Didalam perut kepiting terdapat gigi kalsium yang teratur berderet secara
longitudinal, selain gigi kalsium juga terdapat gastrolik yang berfungsi
mengeraskan rangka luar (eksoskeleton) setelah terjadi eksdisis (penegelupasan
kulit). Urutan pencernaan makanannya dimulai dari mulut, kerongkongan
(esofagus), lambung (ventrikulus), usus dan anus di bagian ventral telson. Hati
(hepar) terletak di dekat lambung. Sisa-sisa metabolisme tubuh diekskresikan
lewat kelenjar hijau.

2.8 Sistem Saraf


Sistem saraf ganglia, terdiri atas supraesofagus (otak) di kepala yang
berhubungan dengan saraf ke mata, antena dan sepasang saraf mengelilingi
esofagus, dan selanjutnya berhubungan dengan benang saraf ventral. Indera pada
decapoda lebih sempurna dari pada crustacea lainnya, sehingga memungkinkan
decapoda untuk menjajaki keadaan lingkungannya secara berkesinambungan,
misalnya untuk menentukan tempat berlindung, mencari makan atau pasangan,
menghindar dari predator atau lingkungan yang tidak nyaman.
Alat peraba yang peka antara lain capit, bagian-bagian mulut, bagian
ventral abdomen dan tepi telson. Pada tempat tersebut terdapat bulu-bulu peraba
yang halus yang berhubungan dengan saraf indera di bawah kutikula. Indera
perasa dan penciuman terdapat pada bulu-bulu halus di antena pertama, ujung
antena ke-2, bagian-bagian mulut dan ujung capit (chelae).

2.9 Sistem Endokrin


Sistem endokrin sering disebut juga sebagai sistem hormone. Salah satu
peran dari sistem hormon adalah dalam proses pemijahan. Dalam pembenihan
secara umum, petani biasanya menggunakan teknologi ekstrak kelenjar hypopisa
untuk mempercepat kematangan gonat induk-induk yang akan dipijahkan.
Namun, petani mungkin belum mengetahui bahwa penyuntikan dengan ekstrak
kelenjar hypopisa hanya dapat mempercepat ovulasi pada telur. Teknik hypopisa
ini biasanya dilakukan pada ikan patin, ikan mas, dan sebagainya.
Untuk meempercepat kematangan gonad, sebaiknya menggunakan teknik
peransangan pada induk dengan hypotalamus. Peransangan dengan hypotalamus
merupakan suatu teknologi untuk meransang induk agar cepat matang gonad. Hal
ini biasanya digunakan pada jenis-jenis komoditas perikanan yang termasuk
dalam golongan crustacea, misalnya udang dan kepiting. Dalam praktek
dilapangan, penerapan teknik hypotalamus ini dilakukan dengan ablasi mata
(pemotongan tangkai mata). Menurut penelitian para ahli, mata pada jenis
crustaceae umumnya tidak hanya berfunsi sebagai penglihatan tetapi juga sebagai
organ tubuh yang berfungsi dalam reproduksi.
Khusus untuk kepiting bakau dan jenis crustecea lainya, di dalam tangkai
mata terdapat organ yang dapat menghambat proses perkembangan ovary. Oleh
karena itu, untuk menghambat bekerjanya, organ tersebut harus dihilangkan.
Prinsip ablasi mata inilah yang berhasil diterapkan pada pematangan telur udang
penaeid di bak secara terkendali
Akibat ransangan dari luar, susunan saraf pusat memerintahkan X-organ
yang terletak pada tangkai mata untuk menghasilkan hormon yang disebut Gonad
Inhibiting Hormone (GIH). Gonad Inhibiting Hormone sebelum dilepaskan ke
organ target, terlebih dahulu disimpan alam Sinus Gland yang juga terletak pada
tangkai mata. Fungsi GIH secara lansung akan menghambat perkembangan
androgenetik gland pada individu jantan atau ovary pada individu betina sehingga
pertumbuhan sperma dan telur terhambat. GIH dapat juga mempengaruhi gonad
secara tidak lansung, yakni dengan menghambat Y-organ. Jika Y-organ bekerja
akan menghasilkan hormon yang disebut Gonad Stimulating Hormone
(GSH)yang kerjanya meransang pembentukan sperma pada individu jantan dan
telur pada individu betina.
Dengan demikian, jika X-organ dihilangkan, misalnya melalui
pemotongan tangkai mata, maka Gonad Inhibiting Hormone tidak terbentuk,
sehingga tidak ada yang menghambat perkembangan telur atau sperma. Akibat
lain yag terjadi adalah Y-organ bebas menghasilkan Gonad Stimulating Hormone
sehingga ada ransangan untuk pembentukan telur dan sperma. Fungsi lain dari X-
organ diantaranya berperan dalam tingkah laku birahi, mengendalikan proses
penyerapan air, ganti kulit, dan pembentukan warna.

Diagram sistem kerja hormon dalam reproduksi


2.10 Sistem Reproduksi
Reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja sebagian kepiting
meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting betina biasanya segera
melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan
untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang
akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan
sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah
perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting.
Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi
pemijahan.
Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva
(individu baru) yang dikenal dengan zoea. Bentuk zoea kepiting mudah dikenal
karena mempunyai duri rostrum yang sangat panjang dan adakalanya terdapat
sepasang duri lateral pada tepi posterior karapas. Larva zoea sebanyak 4 instar
kemudian menjadi larva megapola yang mempunyai karapas lebar dan 5 pasang
apendik thorax tetapi tidak mempunyai duri panjang. Stadia zoea menjadi
megapola berenang bebas sebagai plankton, kemudian megapola akan turun ke
dasar perairan dan berganti kulit menjadi kepiting muda dengan bentuk karapas
lebih besar dan abdomen melipat kebawah thorax, dan menjadi benthos sperti
yang dewasa.
Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan
perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen.
Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting
beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan
sebagai hewan dasar (Prianto, 2007).
2.11 Sistem Osmoregulasi
Kepiting merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai
mekanisme faali untuk menjaga kestrabilan lingkungan internalnya, dengan cara
mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan internalnya.
Dalam osmoregulasi ini, kepiting memerlukan transportasi aktif, terutama pompa
Na K ATPase, untuk mempertahankan gradien osmotik dalam tubuh bergerak
normal.
Jika salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami kondisi hipoosmotik, air
dari dalam tubuh cendrung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga, kepiting
akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah
agar cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya.Dengan begitu, kepiting
harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan air lewat
insang dan kulit (saat moulting).
Dalam kondisi salinitas rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.
Air dalam media cendrung menembus masuk ke dalam tubuh, lewat lapisan kulit
tipis kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan mengeluarkan air lewat
kelenjar eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar air melalui urin.
Pembelanjaan energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion pada salinitas air
rendah.
Studi menunjukkan bahwa insang pada kepiting berperan sebagai organ
utama dalam pengaturan ion untuk proses osmoregulasi (gross et al .,1966).
Meskipun terdapat variasi secara morfologi, Insang serta bagian-bagiannya
memiliki bentuk sel yang menggambarkan kemampuan untuk transpor ion-ion.
Karakteristik yang khusus dari sel epithelial dilengkapi dengan bentuk permukaan
membran. Terutama dibagian basolaterial yang bersentuhan langsung dengan
cairan. Mitokondria dari sel-sel ini menyediakan ATP serta fosfagen yang
menjadi energy untuk proses transpor ion. Sel epithelial insang yang berfungsi
dalam pertukaran gas bentuknya lebih tipis.
Ada terdapat asumsi bahwa tenaga utama yang mengatur transport ion
melalui insang dilakukan oleh pompa sodium atau enzim Na+ + K+ -ATPase.
Pompa kedua yang menggunakan ATP yang juga berperan penting dalam
penyerapan ion sehingga organisme dapat dengan sukses bertoleransi dengan air
tawar adalah enzim H+ ATPase tipe V ( contohnya Eriocheir sinensis, Chinese
crab).
Dua macam enzim yang membantu transport ion melewati insang
krustacea adalah karbonat anhydrase dan arginine kinase. Karbonat anhidrase
menyediakan ion H+ dan HCO3-sebagailawan ION Na+ dan Cl-untuk pertukaran
dengan mengkatalisis hidrasi CO2 didalam selinsang. Aktifitas dari karbonat
anhydrase dalam sitoplasma insang akan bertambah secara drastis ketika kepiting
berpindah dari tempat bersalinitas tinggi ketempat bersalinitas rendah, dimana
fungsinya menyediakan ion yang akan melawan ion NaCl pada saaat penyerapan.
Proses penggunaan ATP dalam rangka transport ion tergantung pada kerja enzim
arginine kinase. Kepiting yang berpindah dari salinitas yang tinggi ke salinitas
yang rendah, akan menyebabkan aktifitas enzim arginin kinase bertambah
kelipatan dua dalam insang.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan
yang diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam
perdagangan internasional dikenal sebagai Mud Crab dan bahasa Latinnya
Scylaserrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya
Swimming Crab dengan nama Latin: Portunus pelagicus.
Kepiting Bakau terdapat di wilayah perairan pantai estuaria dengan kadar
garam 0 sampai 35 ppt. Menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air
yang tidak terlalu dalam sekitar 10- 80 cm dan terlindung,seperti di wilayah hutan
bakau. Pada sistem pernafasan kepiting, insang-insang dihubungkan dengan
pangkal embelan-embelan di dada. Ada tiga macam kedudukan bermula
munculnya insang sehingga insang-insang tersebut mempunyai nama-nama yang
berbeda, yaitu Podobrankial muncul dari epipod; Artrobrankial dari hubungan
embelan tubuh dan tubuh; dan Pleurobrankial dari dinding tubuh.
Dalam tiap sumbu insang terdapat saluran darah masuk dan saluran darah
keluar. Darah dari saluran darah masuk mengalir ketiap filamen atau lamella
insang, dan kembali ke saluran darah keluar. Pada jenis kepiting, darah dalam
lamela mengalir melalui sinus darah yang lembut. Alat pencernaan pada kepiting
terbagi menjadi tiga; tembolok, lambung otot, lambung kelenjar. Urutan
pencernaan makanannya dimulai dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung
(ventrikulus), usus dan anus di bagian ventral telson. Hati (hepar) terletak di dekat
lambung. Sisa-sisa metabolisme tubuh diekskresikan lewat kelenjar hijau.
Untuk sistem syaraf pada kepiting, sistem saraf ganglianya terdiri atas
supraesofagus (otak) di kepala yang berhubungan dengan saraf ke mata, antena
dan sepasang saraf mengelilingi esofagus, dan selanjutnya berhubungan dengan
benang saraf ventral. Indera pada decapoda lebih sempurna dari pada crustacea
lainnya, sehingga memungkinkan decapoda untuk menjajaki keadaan
lingkungannya secara berkesinambungan, misalnya untuk menentukan tempat
berlindung, mencari makan atau pasangan, menghindar dari predator atau
lingkungan yang tidak nyaman.
Dalam pembenihan secara umum, petani biasanya menggunakan teknologi
ekstrak kelenjar hypopisa untuk mempercepat kematangan gonat induk-induk
yang akan dipijahkan. Reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja
sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina
memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya.
Kepiting juga merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan yang
mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kestrabilan lingkungan internalnya,
dengan cara mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan
internalnya. Insang pada kepitinglah yang berperan sebagai organ utama dalam
pengaturan ion untuk proses osmoregulasi

Anda mungkin juga menyukai