Anda di halaman 1dari 11

“Scale Drop Disease (SDD) pada ikan

kakap putih Asia (Lates calcarifer)”

Ade Widya Yunanda Yunita


Trisna Putri Zakya Fitri
INTRODUCTION
Kakap putih, Lates calcarifer (juga dikenal sebagai barramundi), adalah spesies
ikan laut yang penting secara ekonomi di perikanan laut Asia (FAO 2012).

• SDDV telah diklasifikasikan sebagai anggota


baru dari genus Megalocytivirus dalam
keluarga Iridoviridae.
• Partikel-partikel virus berbentuk icosahedral,
dengan diameter sekitar 140 nm.
• Genom DNA untai ganda yang hampir
lengkap dari SDDV adalah 124 kb dan
mengkodekan > 129 gen.
Ada 3 bentuk SDD yang muncul pada
budidaya L.calcarifer di Asia Tenggara

Scale drop disease (SDD)


• Novel Megalocytivirus (SDDV)

Scale drop and muscle disease (SDMN)


• Vibrio harveyi

Infectious spleen and kidney necrosis (ISKND)


• ISKNV genotipe II
METHOD OF IDENTIFICATTION

Histopatology

PCR (Polymerase chain reaction)

TEM (Transmission Electron Microscopy)

Purification of SDDV Particles

Amplifikasi dan Pengurutan (Sequensi) Gen Virus Dan Analisis Filogenetik

Urutan ORFs Lain Dalam Genom SDDV


PATHOGENESIS
• Virus anggota Irridovirus dapat menginfeksi
invertebrata dan vertebrata poikilothermal,
termasuk hewan yang dapat terinfeksi adalah
insekta, ikan, amfibia dan Reptil
• Megalocytivirus bersifat epizootic yang dapat
menyebabkan kematian massal ikan budidaya dalam
waktu yang relative singkat (1-2 minggu dari awal
kejadian) sehingga menyebabkan kerugian ekonomi
yang cukup besar bagi pembudidaya
• Gejala klinis pada ikan sakit menunjukkan tanda-
tanda : kehilangan sisik yang signifikan, sisik mudah
mengelupas dengan sentuhan lembut, sirip
membusuk, dan kulit kemerahan disertai perdarahan
pada permukaan perut ikan (‘Red belly syndrome’).
• Angka kematian dalam wabah alami telah dilaporkan
mencapai hingga 50% (Senapin dkk., 2018)
Photomicrographs dari bagian H & E-
stained dari limpa (a, b), hati (c), ginjal
(d) dan otot (e, f) dari L.calcalifer yang
sakit secara alami

• Nekrosis multifokal pada limpa


(perbesaran lebih rendah) (a) dan (lebih
tinggi) (b).
• Karyorrhexis dan pyknosis pada area
nekrosis limpa (b), jaringan ikat di hati (c)
dan glomerulus ginjal (d).
• Otot menunjukkan peradangan kulit
dengan infiltrasi limfositik (e), infiltrasi
yang parah dari sel-sel inflamasi
limfositik ke area kulit yang rusak (f).
• Kehadiran badan inklusi sitoplasma
basofilik (IB) kadang-kadang diamati di
otot (kotak bertitik)
LIFE CYCLE
• Virus dari genus Megalocytivirus menginfeksi sel-sel target melalui
proses endocytosis (reseptor-mediated endocytosis).
• DNA virus masuk ke dalam inti sel dan berkembangbiak
(perkembangbiakan virus tahap pertama) → DNA virus selanjutnya
keluar dari inti sel ke dalam sitoplasma melalui membran inti yang
rusak atau pecah (rupture) dan berkembangbiak di dalam VAS (virtual
assembly site) (perkembangbiakan virus tahap kedua)
• Di dalam sitoplasma sel tersebut, DNA virus akan membentuk partikel
virus (viral-concatemer)
(Prayitno dkk.,2016).
Replikasi Virus

Attachment Penetration Uncoating Transkription

Translation Replication Asembly


DIAGNOSIS
• Histologis ditemukan adanya perubahan pada hati, limpa dan ginjal (mis. Nekrosis
multifokal, piknosis dan karyorrhexis) → apakah disebabkan oleh bakteri
(Tenacibaculum maritimum ) atau SDDV → Hasil positif palsu→ SDDV-PCR
• Gejala Klinis : kulit kemerahan dan perdarahan yang disertai dengan hilangnya sisik
pada permukaan perut ikan (‘Red belly syndrome’)→ metode histologis,
mikrobiologis, atau molekuler yang lebih spesifik.
• Kehilangan sisik terjadi tidak hanya pada ikan yang terinfeksi SDDV tetapi juga
disebabkan oleh T. maritimum (Tenacibaculosis) dan "Scale Drop and Muscle
Necrosis Desease” (SDMND)“ yang terkait dengan Vibrio harveyi.
• PCR kuantitatif dan gen MCP penargetan PCR konvensional dapat digunakan untuk
skrining SDDV. Uji PCR tunggal telah mengungkapkan keberadaan virus di beberapa
jaringan, salah satunya adalah ekstrak DNA untuk skrining SDDV-PCR. Namun, positif
tertinggi terdapat di ogan hati, ginjal dan limpa, maka organ tersebut lebih rentan
terkena.
TREATMENT
• Vaksin :
*Formalin-inactivated virus vaccine (74%)
*BEI ( binary-ethyleneimine)-inactivated virus vaccine (70%)
*Rekombinan MCP protein yang diproduksi dalam E.coli (rec MCP) vaccine (91%)

• Vaksin Aquavac IridoV (tidak menunjukkan resistensi silang)

• Khloroform (Virion tetap infeksius)


(De groof dkk., 2015)
REFERENCE
De, G.A., L. Guelen, M. Deijs, Y.V.D. Wal, M. Miyata, K.S. Ng, L.V. Grinsven, B. Simmelink, Y.
Biermann, L. Grisez, J.V. Lent, A.D. Ronde, S.F. Chang, L.V.D. Hoek. 2015. A novel virus
causes scale drop disease in lates calcarifer. PloS Pathog. 11 (8) : doi : 10.1371
Fao (2012) Regional overview of fisheries and aquaculture in asia and the pacific 2012.
RAP Publication 2012/26 : Available
at[http://www.fao.org/docrep/017/i3185e/i3185e3100.ht m].
Prayitno,B.S.,B. Sumiarto,A. Taslihan,H. Yuwono,A.D. Koswara,M. Ridwan,G. Purnama,I.
Supriadi,U. Affandi,I. Wahyuni,N.S. Rahayu,S. Supriyanti,dan B. Ristiyawan.2016. Petunjuk
Teknis Surveilan Megalocytivirus Pada Ikan Hias Air Tawar dan Laut. Pusat Karantina Badan
Karantina ikan dan keamanan hasil perikanan kementrian kelautan dan perikanan ,Aceh
Besar.

Senapin, S., H.T.Dong, W.Meemetta, W.Gangnonngiw, P.Sangsuriya, R.Vanichviriyakit, M.


Sonthi and B. Nuangsaeng. 2018. Mortality from scale drop disease in farmed Lates
calcarifer in Southeas Asia. J Fish Dis. 2019 (42). 119-127

Anda mungkin juga menyukai