Anda di halaman 1dari 66

PROPOSAL PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

PENDAMPINGAN BUDIDAYA ABALON Haliotis asinina


DI MUARAREJA KOTA TEGAL

Oleh :

Nur Alfiyani

(Ketua)

Nursyahrin Alfisyah

(Anggota)

Fahmi Reza Pahlefi

(Anggota)

Fahrez Putra Albiyu

(Anggota)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
TAHUN 2016

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul
: Pendampingan Budidaya Abalon
Haliotis asinina di Muarareja di KotaTegal
2. Bidang Pengabdian :Budidaya Perikanan
3. Ketua Tim Pengusul
a Nama Lengkap : Nur Alfiyani
bNIM
: 3215500010
c Disiplin Ilmu : Budidaya Perairan/Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
dPangkat/Golongan
: Pembina Tk I/IVa
e Jabatan : Lektor Kepala
4. Jumlah Anggota
: 3 orang
a Nama Anggota I : Nursyahrin Alfisyah
bNama Anggota II
: Fahmi Reza Pahlefi
c Nama Anggota III
: Fahrez Putra Albiyu
dJumlah Mahasiswa
: 3 orang
5. Lokasi Kegiatan
: Kelurahan Muarareja Kec.Tegal Barat KotaTegal
6. Luaran Yang Dihasilkan : Diharapkan setelah diberi pendampingan budidaya
Abalon Haliotis asinina mampu melakukan
kegiatan budidaya dengan memanfaatkan tambak
yang tersedia sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat..
7. Waktu Pelaksanaan
: 5 bulan (November - Maret 2017)
8. Jumlah Biaya Diusulkan : Rp12.500.000,-(Dua belas juta lima ratus ribu
rupiah)
Tegal, 19 November 2016
Mengetahui
Dekan,

Ketua Pelaksana,

Ir. Kusnandar, M.Si


NIPY. 1850371962

Nur Alfiyani
NIM. 3215500010

Menyetujui,
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian KepadaMasyarakat

Drs. Ponohardjo, M.Pd.


NIP. 19590305 198503 1 005

1.Pendahuluan
Indonesia merupakan wilayah kepulauan dengan luas wilayah laut jauh
lebih besar daripada luas daratannya. Total panjang garis pantainya adalah 81.000
km yang merupakan garis pantai terpanjang yang dimiliki suatu negara (Nontji,
1987). Namun luasnya wilayah laut Indonesia tersebut, tidak diimbangi dengan
pemanfaatannya. Saat ini, marinkultur di Indonesia hanya bergerak pada bidang
penangkapan saja, sedangkan dalam kegiatan budidaya masih sangat sedikit,
itupun hanya untuk komoditas ekonomis yang penting seperti rumput laut, kerapu,
yang lebih banyak dikenal masyarakat. Sementara di perairan laut di Indonesia
masih banyak biota-bota laut yang harus dikembangkan. Ditinjau dari adanya
potensi areal pengembangan yang tinggi, salah satunya dari komoditas
kekerangan yaitu kerang abalon.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, 2/3 wilayahnya terdiri dari
perairan. Hingga saat ini banyak Sekolah Perikanan dan kelautan

yang

mengelola unit produksi budidaya ikan laut, diantaranya adalah budidaya kerang
abalone, sehingga sangat penting informasi ini untuk diketahui kepada para pelaku
unit produksi kerang tersebut.
Beberapa tahun terakhir, budidaya Abalone berkembang dengan pesat di
Indonesia. Salah satu jenis Abalone yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah
Abalone mata tujuh (Haliotis assinina). Indonesia merupakan daerah yang cocok
untuk perkembangan abalone mata tujuh (Haliotis assinina).
Daging abalone mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan
protein 71,99%; lemak 3,20%; serat 5,60%, abu 11,11%; dan kadar air 0,60%
serta cangkangnya dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan
berbagai bentuk barang kerajinan lainnya.
Para petani tambak udang dan bandeng banyak yang beralih ke budidaya
rumput laut, dikarenakan kemudahan dalam budidaya dan kecocokan kondisi
lahan untuk budidaya rumput laut jenis Gracilaria sp dan meningkatnya

permintaan dari industri pembuat agar-agar. Bandeng di tambak hanya digunakan


untuk pemakan gulma pada Gracilaria sp tersebut.Rumput laut secara efektif
dapat menurunkan nutrient dari limbah budidaya ikan sekaligus dapat
meningkatkan pendapatan secara ekonomi dari sistem budidaya, khususnya
pemanfaatan spesies yang secara ekonomis penting (Rodrigueza & Montano,
2007).Matos et al. (2006) menyimpulkan bahwa sistem budidaya terpadu antara
ikan dan rumput laut dapat memperbaiki kelayakan lahan untuk budidaya pantai
(udang dan ikan), karena dapat menurunkan resiko kerusakan kualitas air dan
nutrien yang lepas ke lingkungan. Peningkatan permintaan pasar membuat usaha
budidaya rumput laut semakin banyak dilakukan oleh masyarakat.
Saat ini rumput laut Gracillaria sp.telah menjadi andalan ekspor yang tak
kalah unggul dibandingkan dengan jenis komoditas perikanan lainnya. Hal
tersebut dikarenakan disamping rasanya yang khas dari teksturnya yang kenyal,
ternyata rumput lautGracillaria sp.banyak mengandung vitamin dan mineral dan
serat yang sangat baik bagi kesehatan tubuh. Pemanfaatan rumput laut digunakan
untuk berbagai kegiatan : (1) Pertanian : pupuk organik, media kultur
jaringan/tissue culture, (2)Peternakan : pakan, (3)Kedokteran : media kultur
bakteri/bacteria culture, (4).Farmasi :Bahan suspensi, pengemulsi, tablet, plester,
filter, salep, emulsifier, (5).Industri : bahan aditif berbagai industri (tekstil, kertas,
keramik, fotografi, insektisida, pelindung kayu, pencegahan api), (6) kosmetika
:cream, lotion, shampo, cat rambut.
Gracillaria sp.dari Indonesia

Sekarang permintaan

rumput laut

diminati negara-negara Uni Eropadan Amerika

Serikat selain Hongkong, dan Jepang.


Berdasarkan data Statistik Perikanan Budidaya tahun 2012 jumlah
produksi rumput laut Kota Tegal 25 ton dengan nilai produksi Rp.44.575.000,- ,
sedangkan menurut Dinas Pertanian dan Kelautan (DKP) Kota Tegal jumlah
produksi tahun 2013 adalah 44, 72 ton dengan nilai produksi Rp.50.055.000,-.
Budidaya rumput laut di Kelurahan Muarareja Kota Tegal lebih sedikit
dibandingkan dengan budidaya ikan

bandeng (Chanos-chanos) dan jika

musim hujan cenderung mati karena salinitas yang rendah. Oleh karena pasar
yang begitu prospektif, maka budidaya rumput laut Gracillaria sp.sangat

menjajikan. Budidaya rumput laut Gracillaria sp semakin meningkat dari tahun


ke tahun yang terlihat dari semakin tingginya permintaan untuk pasar dalam
negeri dan luar negeri. Dalam upaya peningkatan kebutuhan rumput laut
Gracillaria sp maka dengan pemanfaatan lahan tambak yang ada dan juga lahan
tambak yang tidak dimanfaatkan bisa digunakan sebagai alternatif pengembangan
budidaya rumput laut Gracillaria sp. Secara teknis, pembudidayaan dan
pemeliharaan rumput laut Gracillaria sp.tidak sulit, hanya memerlukan perhatian
dan pemeliharaan yang baik. Untuk itu, diperlukan pendampingan budidaya
budidaya rumput laut Gracillaria sp di Muarareja Kota Tegal sehinggadiharapkan
produksinya akan meningkat.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan

prospek budidaya Abalon

Haliotis asinina,

maka

perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat Kelurahan Muarareja
Kecamatan Tegal Barat di KotaTegal tentangbudidaya Abalon

Haliotis

asinina
2. Bagaimana

meningkatkan

pemahamanmasyarakatKelurahan

Kecamatan Tegal Barat di Kotatentang

berbagai

manfaat

Haliotis asinina dan pentingnya mengkonsumsi Abalon

Muarareja
Abalon
Haliotis

asinina sebagai usaha peningkatan gizi tubuh yang berperan penting dalam
kesehatan manusia.
3. Bagaimana memotivasi masyarakat Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal
Barat di Kota Tegal bahwa usaha budidaya Abalon Haliotis asinina dapat
menjadi sumber mata pencaharian alternatif karena biaya produksinya tidak
besar serta hasilproduksinya bernilai ekonomis, selain dari itu penyedia
lapangan pekerjaan serta dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.

3. Tinjauan Pustaka

Abalone (Haliostis assiana) memiliki ciri khas lubang terbuka di


cangkangnya sebanyak enam atau tujuh buah dan kaki yang lebih besar dari
bukaan cangkangnya (Hegner dan Engeman, 1968). Pada bagian anterior yakni
mantel tepi cangkang akan muncul lubang yang berfungsi dalam proses respirasi.
Lubang tersebut akan bertambah jumlahnya seiring dengan bertambahnya ukuran
cangkang, sampai terbentuk di sepanjang sisi kiri cangkang. Ketika abalone
sedang rileks, tentakel dan mata akan menonjol dari bagian anterior ke cangkang.
Penonjolan tersebut merupakan epipodium yang merupakan perluasan dari kaki
dan merupakan sensor kecil tentakel (Fallu, 1991).
Abalon ini memiliki epipoda di sekeliling tubuhnya yang diselingi oleh
tentakel-tentakel epipodial, keduanya berfungsi sebagai alat peraba. Lubang
ketujuh pada cangkang abalon akan tertutup jika lubang baru di cangkang bagian
depan terbentuk. Semua organ-dalam abalon berada tepat di bawah cangkang.
Gonad abalon menutupi hati yaitu di bagian kanan (bila dilihat dari sisi dorsal).
Organ ini melengkung seperti tanduk melingkari otot dorsal bagian posterior. Pada
bagian depan tubuhnya terdapat sepasang mata dan sepasang tentakel sefalik yang
panjang (Gilbert, 1949 dalam Feisal, 2004).
Lubang pada cangkang abalon berfungsi sebagai jalan air. Air akan masuk
melalui bukaan cangkang anterior, seterusnya melalui insang yang bekerja
mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Air kemudian akan dikeluarkan kembali
melalui lubang respirasi ini. Arus di daerah dangkal tempat abalon bercangkang
halus hidup, lebih cepat dan bergelombang tinggi (Tissot, 1992). Lubang yang
tidak menonjol dan cangkang yang halus pada H. Asinina menandakan aliran air
dalam rongga mantel dibantu oleh gerakan silia (Tissot, 1992).

Gambar 2. Penampakan Kerang Abalone tanpa cankang

Daging abalon mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan
Protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, dan abu 11,11%. cangkangnya
mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan
kancing baju, dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi abalone
saat ini lebih banyak di peroleh dari tangkapan di alam. hal tersebut akan
menimbulkan kehawatiran terjadinya penurunan produksi di alam dengan adanya
penangkapan yang dilakukan secara intensif sehingga melampaui batas
maksimum lestarinya habitat abalone, maka dari itu untuk mengatasi masalah
tersebut maka perlu dilakukan usaha pembenihan.
3.1. Mengenal Abalon
3.1.1

Anatomi Abalon
Kerang abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian
atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang
sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran kerang abalone maka
semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang
tersebut tertata rapi mulai dari ujung depan hingga belakang cangkang.
Kerang abalone juga mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah
cangkang serta sepasang mata.

Gambar 3. Alat pencernaan kerang abalone.


Bagian-bagian lain dari kerang abalone dapat dilihat pada gambar berikut
ini:

Gambar 3. Bagian-bagian tubuh kerang abalone.


Bagian-bagian tubuh pada kerang abalon :

Mouth

= Mulut

Arterior Tentacle

= Arterior tentakel

Gills

= Insang

Right Hypobranchial Gland

= Kanan Hypobranchial Gland

Left Hypobranchial Gland

= Kiri Hypobranchial Gland

Left Kidney

= Ginjal Kiri

Pericardium

= Perikardium

Medan Tentacle

= Medan tentakel

Posterior Yentacle

= Posterior Yentacle

(has an eyespot)

(Memiliki eyespot)

Head

= Kepala

Mande

= Mande

Right Retractor Musde

= Kanan Retractor Musde

Vaceral Mass

= Vaceral Massa

Foot

= Kaki

Pedal Gland

= Pedal Gland

3.1.2`Habitat
Moluska mendiami semua habitat di laut, mulai dari terumbu
karang, padang lamun, pantai berbatu, pantai berpasir, dataran berlumpur,
estuari, hutan mangrove, laut dangkal, sampai palung laut. Abalone biasa
ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan
sebagai tempat menempel. Abalone bergerak dan berpindah tempat dengan
menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat
sangat memudahkan predator untuk memangsanya (Sudradjat dalam
Cholik et al., 2006).

Siang hari atau suasana terang, abalone lebih cenderung


bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih
aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan,
kehidupan abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum,
spesies abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda,
contoh; H. Kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin
sedangkan H. Asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (30 0C).
Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32
ppt, H2S dan NH3 <> 3 ppm (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006).

Tabel 1. Beberapa jenis abalone yang mempunyai nilai komersil

Negara

Jenis

Afrika Selatan

Holiotis midae

Amerika Utara

H. assimilis

Keterangan

H. corrugata
H. cracherodii (black abalone)

usaha pembesaran

H. fulgens
H. kamtschatkana
H. rufescens (red abalone)

usaha pembesaran

H. sorenseni
Australia

H. laevigata
H. roci
H. rubra

Indonesia

Jepang

H. asinina

6 - 12 cm

H. crebrisculpta

2 4 cm

H. glabra

4 5 cm

H. ovina

4 6 cm

H. planata

3 4,5 cm

H. squamosa

4 7 cm

H. asinina

H. discus

produksi benih

H. discus hannai

produksi benih terbesar

H. diversicolor supertextra

produksi benih

H. gigantea

produksi benih

H. sieboldii

Korea

H. discus

H. discus hannai

H. gigantea

H. sieboldii

Perancis

H. tuberculate

Selandia Baru

H. australis

H. iris

Taiwan

H. asinina

pertumbuhan cepat

budidaya di kolam di area


H. diversicolor supertextra

pasang surut

H. ovina

pertumbuhan cepat

10

H. ovina

3.1.3

Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam
menunjang keberhasilan budidaya kerang abalone, kelangsungan hidup
dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi
pertimbangan utama dalam pemberian pakan.
Pakan yang diberikan adalah rumput laut , dengan cara : Pakan
diberikan 4-5 hari sekali 2-3kg/unit wadah. Apabila bau busuk, karena
mengandung bahan beracun (NH3 dan H2S) maka dilakukan pengontrolan,
pakan yang busuk diganti baru.
Jenis pakan kerang abalone adalah seaweed yang biasa disebut
makro-alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai
sumber makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah
Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone.
Selain Gracilaria sp, jenis seaweed yang yang lain juga dapat diberikan,
seperti Ulva sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan
kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predatorpredator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati
yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang
abalone.

Gambar 4. Gracilaria sp (kiri) dan Ulva sp (kanan).

11

Pada metode pen-culture, pemberian pakan dilakukan jika ketersediaan


pakan yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam wadah terlihat mulai
sedikit. Pemberiannya dilakukan pada saat air sedang surut dengan cara
menyelipkan antara jejeran genteng. Jumlah setiap penambahan pakan yang
diberikan sebanyak 25-30 kg berat basah/unit pen-culture.
Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan
tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya
adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis seaweed/makro alga
yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan
seaweed/makro alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red
seaweeds), 2) alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green
seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka
ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan kerang
abalone sebagai makanannya. Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat
dimanfaatkan

kerang

abalon

sebagai

berikut:

a. Makro alga merah, yaitu:

Corallina

Lithothamnium

Gracilaria

Jeanerettia

Porphyra

b. Makro alga coklat, yaitu:

Ecklonia

Laminaria
12

c.

Macrocystis

Nereocystis

Undaria

Sargasum

Makro alga hijau, yaitu seperti:

Ulva

Abalon memiliki kebiasaan makan yang tidak tentu. Tingkah laku makan dari
abalone tergantung dari tingkat pertumbuhan. Biasanya dalam sehari induk
abalone menghabiskan pakan dengan dosis 20- 25 %/ BB/ hari. Dan pakan
tersebut dihabiskan dalam 3 kali sehari. Sedangkan awal larva menetas atau
trochopore masih tergantung pada kuning telur sebagai sumber nutrisi. Ketika
mengalami metamorfosa dan menjadi veliger, larva abalone mulai melekatkan diri
pada substrat atau batu dan makan mikroalga terutama epiphite diatom seperti
navicula, nitzchia, ampora dan lain-lain. Saat abalone mencapai juvenil awal
(panjang shell (cangkang) 4 5 mm) sampai abalone dewasa menyukai pakan
berupa makroalga seperti rumput laut (seaweed). Jenis rumput laut yang dapat
dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanan.

Gambar 5. Penambahan pakan dalam pen-culture.

13

Pemberian pakan pada metode KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada
metode KJA, frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak 25kg/unit wadah. Kelebihan dalam pemberian pakan pada metode KJA akan
menimbulkan bahaya yaitu matinya sebagian Gracilaria sp dalam wadah yang
menimbulkan bau busuk yang kemungkinan besar mengandung bahan beracun
(seperti NH3 dan H2S) yang dapat bersifat racun dan mematikan. Oleh karena itu,
pengelolaan dan pengontrolan pakan harus dilakukan dengan tepat.

Gambar 6. Pemberian pakan di KJA

3.1.4

Fekunditas
Abalon merupakan komoditas yang patut untuk dibudidayakan
karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Di indonesia, budidaya abalon mulai
diteliti Loka Budidaya Laut Lombok sejak tahun 1997 dengan tingkat
kelangsungan hidup benih dilaporkan baru mencapai 0,6%. Rekayasa
teknologi yang sedang dilakukan adalah rekayasa wadah pemijahan yang
dilengkapi dengan perlakuan kejutan suhu dan diversifikasi pakan alami.
Pembenihan semi massal dilakukan melalui perlakuan kejutan suhu
dengan perbandingan jantan:betina 1:3 dan fekunditas 21.300 telur/induk
betina. Diversifikasi pakan alami bagi larva abalon dilakukan melalui
penambahan jenis pakan alami berupa Amphora sp., dan Navicula sp.
14

Hasil pengamatan terhadap larva umur 2 bulan menunjukkan


bahwa pertumbuhan abalon adalah 0,78 mm per minggu dengan model
pertumbuhan larva abalon selama 4 minggu ditunjukkan dalam persamaan
linier: y = 0,7842x + 1,1634 (R2 = 0.9876) dan dapat digunakan untuk
memprediksi pertumbuhan abalon.
3.1.5

Pertumbuhan
Kerang abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang
sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone
bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu
kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk
memangsanya.
Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih
cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau
gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi
perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air.
Secara umum, spesies kerang abalone mempunyai toleransi terhadap suhu
air yang berbeda-beda.
Contoh:
H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan
H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C).
Parameter kualitas air yang lainnya yaitu:

pH antara 7-8,
Salinitas 31-32 ppt,
H2S dan NH3 kurang dari 1ppm,

Oksigen terlarut (DO) lebih dari 3ppm.


Penyebaran kerang abalone sangat terbatas. Tidak semua pantai yang

berkarang terdapat kerang abalone. Secara umum, kerang abalone tidak


ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa
terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi,

15

tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena
konsentrasi oksigen yang rendah.
Kerang abalone adalah hewan yang sangat lambat tumbuh.
Mencapai ukuran diatas 8cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan
masa waktu pemeliharaan 12-14 bulan dengan ketersediaan pakan yang
selalu cukup. Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang
sejalan dengan pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4cm
dengan berat 11,5-13,37gr. Setelah mencapai ukuran diatas 4cm,
pertumbuhan lebih mengarah terhadap pertumbuhan berat. Kelangsungan
hidup kerang abalone yang dicapai dalam masa pemeliharaan 12-14 bulan
sebesar 55-63%.
Sifat kerang abalone yang sangat rakus namun lambat tumbuh
mengakibatkan tingginya nilai konversi pakan (Feeding Convercation of
Ratio; FCR) yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat
badan sebesar 1 gr, kerang abalone harus memakan makanan sebanyak 2729gr.
3.1.6

Kualitas Air
Menurut Irwan (2006), suhu yang optimal untuk abalon berkisar
antara 24o-30oC, sedangkan salinitas optimum antara 30-35 ppt. Menurut
Fallu (1991), kisaran salinitas normal yang cocok untuk pertumbuhan
abalone berkisar 33-35 ppt dan pertumbuhan hewan laut tidak optimal pada
salinitas di atas 35 ppt.

No

Parameter

Satuan

Nilai rata-rata

1.

Salinitas

ppt

30-33

2.

Suhu

29,5-30

3.

DO

mg/l

5,9-6,11

16

4.

Ph

8,2-8,9

5.

Amonia

ppm

<>

Kecerahan

>10

Tabel 1. Kualitas Air.


Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut
merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu
dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta
tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur
kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalone pada
daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang
diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan.
Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu
mendukung budidaya kerang abalone.
3.2

Klasifikasi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Sub Family
Family
Genus
Spesies

: Gastropoda
: Orthogastropoda
: Vetigastropoda
: Pleurotomarioidea
: Haliotidae
: Haliotis
: Haliotis asinina

3.3. Budidaya Abalon Haliotis asinina


3.1

Pembenihan

17

Abalone dapat memijah sepanjang tahun. Waktu pemijahan berlangsung 2


kali setiap bulannya, yaitu waktu bulan gelap dan bulan terang. Sebelum terjadi
pemijahan, induk jantan terlebih dahulu melepaskan sperma untuk merangsang
induk betina melepaskan telur. Pemijahan umumnya terjadi pada pagi hari antara
pukul satu hingga tiga dini hari. Induk yang telah terseleksi dimasukkan kedalam
bak pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:3 atau 1:4. Induk
betina dengan cangkang berukuran 5-8 cm dapat menghasilkan 100.000 sampai 1
juta telur dalam satu kali pemijahan. Kerang bercangkang tunggal tersebut siap
untuk berkembang biak saat berumur sekitar delapan bulan dengan diameter
cangkang yang telah mencapai ukuran 3540 cm (Anonim, 2006).
Kerang yang siap memijah dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Bak
pemijahan dapat berupa bak fiberglass, akuarium atau toples volume yang
dilengkapi dangan saluran keluar (outlet). Bak dilengkapi air masuk, aerasi dan
heater (bila diperlukan). Pada bagian atas terdapar saluran pelimpasan yang
diarahkan ke bak penampungan telur atau trochopore. Bak penampungan telur
dilengkapi dengan egg collector berupa wadah plastik dilengkapi dengan plankton
net dengan mesh size 60 atau 80 m pada outlet saluran pelimpasan. Saat
pemijahan kondisi ruangan pemijahan dalam keadaan gelap. Selain pada bulan
gelap dan terang, pemijahan abalone juga dapat dilakukan dengan kejut suhu,
yaitu dengan menaikkan suhu sekitar 30 C dari suhu normal.
Telur abalone berwarna hijau. Telur yang terbuahi mengendap di dasar bak
dengan diameter 100-120 m. Embriogenesis berlangsung selama 8 jam dari
mulai pembuahan. Selanjutnya telur menetas menjadi trochopore yang melayang
atau planktonis. Proses perkembangan telur adalah sebagai berikut :
1. setelah telur dibuahi, proses selanjutnya adalah pembelahan pertama yang
terjadi pada menit ke-20-30 setelah pembuahan.
2. Pembelahan kedua terjadi 40-45 menit setelah proses pembuahan.
3. Pembelahan ketiga terjadi setelah 60 menit dari proses pembuahan.

18

4. Pembelahan keempat terjadi setelah 80-90 menit dari proses pembuahan.


5. Fase morula terjadi setelah 120 menit dari proses pembuahan.
6. Fase morula berubah menjadi fase gastrula setelah 3 jam dari proses
pembuahan.
7. Fase trochopore terbentuk setelah 6-7 jam dari proses pembuahan.
8. Fase Veliger terjadi setelah 8 jam dari proses pembuahan.

Pemanenan telur dilakukan saat abalone sudah terlihat memijah. Telur yang
telah dibuahi disiphon dengan selang (0,5-0,75 inchi) dan ditampung ke toples
yang dilengkapi saringan mesh size 60 m. Diameter telur berkisar 100-120 m.
Pemanenan trochopore yang terkumpul di bak penampungan telur dilakukan
dengan cara mengambilnya dengan menggunakan gayung dan disaring dengan
saringan 60m. Diupayakan trocophore tetap dalam air atau saringan terendam
air,

selanjutnya

dibilas

dan

dikumpulkan

dalam

toples

untuk

memisahkan trocophore dari kotoran dilakukan penyaringan lagi menggunakan


saringan 200 m. Setelah telur atau trocophore dimasukkan dalam toples
selanjutnya dilakukan pengenceran sampai volumenya mencapai 10 liter.
Banyaknya telur dan trochopore yang terdapat di dalam toples dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sederhana berikut:

Jumlah telur = Jumlah telur sample x Volume wadah (10 liter)


Volume sample

3.2

Pengadaan Induk

19

Mendapatkan induk abalone dapat diperoleh dengan cara menangkap dari


alam dan induk hasil breeding yang dibudidayakan. Induk dari alam biasanya
diambil dengan cara melepaskan dari subtratnya berupa karang dengan
menggunakan alat kait yang terbuat dari kawat. Untuk itu perlu diperhatikan luka
pada organ tubuh dan cangkang sebelum dijadikan induk. Memilih induk alam
biasanya karena dapat langsung diperoleh yang memiliki tingkat kematangan
gonad yang penuh.
Induk abalone yang baik adalah sebagai berikut :
Otot kaki/daging terlihat segar dengan warna yang gelap dan tidak

lembek/lemas,
Melekat kuat pada subtrat,
Dapat membalikkan tubuhnya segera bila diletakkan dalam air dengan posisi

terbali,
Sehat/organ tubuh tidak luka dan utuh,
Ukuran panjang cangkang 5 cm, dan
Merayap/berjalan bila dilepaskan dari genggaman.
Ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam melakukan pemilihan

induk abalone hasil budidaya di karamba jaring apung, yaitu :


A. Ukuran Induk
Abalone (Haliotis asinina) mulai dewasa pada ukuran (panjang
cangkang) 3cm. Sehingga pastikan abalone yang akan kita gunakan
sebagai induk memiliki panjang cangkang minimal 7cm. Semakin besar
ukuran induk yang kita gunakan akan semakin baik karena fekunditasnya
juga semakin tinggi.
B. Membedakan jenis kelamin induk
Jenis kelamin induk harus diperhatikan karena dalam kegiatan
pemijahan

diperlukan

jumlah

induk

betina

yang

lebih

banyak

(perbandingan 2:1). Pastikan induk dalam kondisi yang benar-benar


matang gonad. Kelamin abalone dapat ditentukan dengan melihat warna
gonadnya. Bagian gonad sendiri dapat dilihat dengan cara mengangkat
cangkang bagian bawah.

Induk jantan : Warna gonad gading kecoklatan atau kuning

20

kemerahan

Induk betina : Warna gonad, hijau kebiruan.

C. Memilih Induk Yang Sehat


Induk sehat adalah syarat mutlak dalam kegiatan pemeliharaan
induk dan pemijahan abalone. Induk hasil tangkapan dikatakan sehat bila:
Tidak cacat/terluka
Pengambilan abalone terkadang kita tidak memperhatikan letak dan posisi
menempel sehingga sering kali mengakibatkan luka pada induk yang akan kita
pijahkan untuk itu perlu adanya langkah- langkah sebelum dilakukan pemijahan yaitu:

Perhatikan dan amati induk yang akan diambil satu-persatu;

Amati dan raba bagian cangkangnya karena terkadang ada retakan


yang tidak terlihat;

Tarik cangkang secara perlahan untuk mengetahui kekuatan ototnya,


Cangkang yang mudah direnggangkan dengan bagian tubuh
menandakan adanya kerusakan otot;

Perhatikan secara seksama seluruh bagian tubuh abalone untuk


mengetahui ada tidaknya luka akibat penangkapan. Luka-luka itu
biasanya berupa goresan berwarna putih atau luka robek pada
bagian yang menempel dengan cangkang;

Teliti juga bagian gonadnya, karena bagian tersebut sering


luka/robek akibat terkait.

Dapat melekat dengan kuat dan aktif bergerak


Abalone yang baru diambil dari KJA biasanya dalam keadaan
lemah/pingsan karena cara pengangkutan yang tidak benar. Tidak jarang
abalone yang tidak cacat/luka tetapi tidak dapat diambil sebagai induk
karena kondisinya yang terlalu lemah. Oleh karena itu dalam pemilihan
induk diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

21

Sediakan wadah berisi air laut dan airator di tempat penampung


abalone;

Masukan induk yang tidak luka/cacat (hasil seleksi pertama) kedalam


wadah berisi air laut. Biarkan selama beberapa menit sampai kondisi
induk benar-benar pulih;

Pilih induk yang dapat menempel dengan kuat dan bergerak secara
aktif. Induk yang tidak bergerak atau tidak menempel secara kuat
berarti kondisinya terlalu lemah.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari atau dua hari sekali dengan

takaran 30-40% dari biomass setiap harinya. Bersihkan pakan sebelum


diberikan agar bebas dari hama/ predator seperti kepiting ataupun bintang
laut dan kotoran bahan organik dll.Stock pakan induk ditempatkan dalam
bak terpisah dengan air mengalir. Stock pakan yang menumpuk dan
disimpan terlalu lama dapat mengakibatkan pembusukan.
3.3

Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan 3-4 hari menjelang bulan terang dan bulan gelap
karena abalon akan matang gonad pada waktu-waktu tersebut sepanjang tahun.
Setyono (2003) menyatakan bahwa peristiwa pematangan sel telur H. asinina di
perairan Lombok dipengaruhi secara langsung oleh rentang pasang surut.
Lundelius & Freeman (1986) dalam Setyono (2004) menyatakan bahwa sinyal
panjang hari terang diterima oleh sebuah reseptor cahaya yang terdapat pada
ganglion otak. Sinyal tersebut selanjutnya mengaktifkan sel neurosekresi dalam
ganglion otak untuk melepaskan hormon yang menstimulasi perkembangan organ
reproduksi.
Induk yang dipijahkan biasanya berukuran cangkang 4-5 cm, dalam
kondisi segar dan sehat, tidak terluka serta gonadnya tampak menggembung
dengan warna gonad yang jelas. Warna gonad menunjukkan jenis kelamin. Gonad
jantan berwarna putih keruh dan gonad betina berwarna biru tua kehitaman.
Tingkat kematangan gonad abalon dilihat dengan memegang cangkang abalon
kemudian menyingkap otot kaki pada sisi yang berlawanan dengan letak lubang

22

cangkang menggunakan spatula berbahan plastik. Adapun karakteristik induk


abalone yang baik adalah:

TKG cukup

Otot kaki terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek

Melekat kuat pada substrat

Dapat membalikkan tubuhnya sendiri jika diletakkan dalam keadaan terbalik

Sehat, dan organ tubuh tidak luka

Ukuran panjang cangkang sekitar 5 cm

Merayap atau berjalan jika dilepaskan dari tangan

Pemeliharaan induk dilakukan pada bak yang bersih. Ketinggian air dalam
bak sekitar 60-70 cm. Untuk menjaga kualitas air dilakukan sistem sirkulasi
selama 24 jam. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah induk jantan dan betina
harus dipelihara dalam bak terpisah untuk menghidndari pemijahan liar
(spontanious spawning). Abalone adalah hewan herbivora, sehingga dalam
pemeliharaan induk perlu juga disediakan fasilitas pemeliharaan rumput laut.
Pakan yang umumnya disukai abalone adalah Gracillaria.
Membedakan individu jantan dan betina secara morfologi sulit dilakukan.
Untuk melihat gonad abalone diperlukan bantuan spatula, selanjutnya otot pada
sisi yang berlawanan dari letak lubang-lubang dibagian cangkang dikuak dengan
menggunakan spatula. Induk betina ditandai dengan warna biru dan jantan dengan
warna orange muda (putih tulang). Induk yang siap dipijahkan memiliki
kandungan gonad lebih dari 60 %.

23

3.4

Fasilitas Pembenihan
Fasilitas utama dalam pembenihan abalon terdiri dari bak tendon, bak
pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur yang juga berfungsi
sebagai bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan benih, wadah kultur pakan
alami, serta wadah penyimpanan rumput laut. Dimana dalam penempatannya
dibagi menjadi dua wadah yang berbeda, yaitu wadah pemeliharaan dan
pemijahan induk serta wadah pemeliharaan larva.

3.5

Teknologi Pembenihan
A. Seleksi Benih Siap Tebar
Benih merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat
menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih
benih akan menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya
tingkat kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan.
Oleh karena itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan
tepat. Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah
sebagai berikut:

Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang

cangkang).
Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai

makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.


Sensitif terhadap respon dari luar.
Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari

luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:

kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika

disentuh
jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan

apabila dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.


jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.
Cangkang tidak pecah atau cacat.
Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.

24

Gambar 6. Benih kerang abalone siap tebar.


B. Padat Tebar dan Aklimatisasi
Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan
padat penebaran (stocking density) dan ukuran benih tebar, selain itu
tingkah laku dan sifat yang dimiliki oleh biota juga dapat dijadikan
sebagai dasar dalam penentuan padat tebar. Diantara sifat kerang abalone
yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan padat tebar adalah
pergerakan yang lanbat dan hidup menempel pada substrak dan tidak
memerlukan areal yang luas untuk melakukan aktivitasnya. Hal ini sangat
memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di Negara Jepang, padat
penebaran H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan
and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka Budidaya Laut-Lombok yang
memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 metode memiliki padat
tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda.
Langkah

awal

sebelum

penebaran

adalah

aklimatisasi

atau

penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak


dilakukan sebelum penebaran kedalam wadah budidaya. Tindakan ini
dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan (kematian) saat awal
pemeliharaan. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba akan dapat
menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih dahulu sebelum penebaran.
Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada ke dua metode adalah
sebagai berikut:
Metode Pen-Culture
Pertimbangan-pertimbangan

yang

menjadi

dasar

dalam

penentuan padat tebar pada metode pen-culture, selain sifat dan tingkah
laku kerang abalone adalah kondisi perairan saat surut terendah yang
dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat surut, kuantitas air yang

25

berada dalam pen-culture sangat minim serta kemungkinan tidak terjadi


pertukaran air. Keadaan ini sangat mengkwatirkan jika dilakukan dalam
penebaran tinggi. Oleh karena itu, padat tebar metode pen-culture
sebaiknya berkisar antara 100-150 ekor/m2.
Cara aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara
aklimatisasi dalam bak terlebih dahulu dengan mempergunakan
media air dari lokasi pen-culture. Kantong diapungkan beberapa
saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan dimasukkan air perlahanlahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 20-30 menit dengan
keadaan sirkulasi air.

Gambar 7. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.


Penebaran dalam pen-culture dapat dilakukan setelah
kerang abalone terlihat telah dapat menerima kondisi linkungan
yang baru, ditandai dengan gerak aktif kerang abalone untuk
mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan pada saat air
mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture (dibeberapa
tempat).

26

Gambar 8. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.


Metode Karamba Jaring Apung (KJA)
Berbeda dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi.
Tingginya padat penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air
selalu terjamin setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada
metode ini, yang harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku
kerang abalone serta sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal
ini erat kaitannya dengan penyebaran kerang abalone. Dengan
percobaan yang telah dilakukan oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat
tebar metode KJA sebaiknya berkisar antara 350-400 ekor/m2.
Cara aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun
langsung didalam wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih
diapungkan dalam wadah pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka
dan dimasukkan air dari luar kantong secara perlaha-lahan hingga
hampir penuh, balik bagian dalam kantong menjadi luar kantong dan
biarkan benih kerang abalone lepas dengan sendirinya. Setelah beberapa
saat, benih kerang abalone yang masih menempel pada kantong segera
dilepas dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan.

27

Gambar 9. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA

C. Pengontrolan dan Pergantian waring.


Gerakan kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu
titik kelemahan, yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya.
Adanya

tindakan

pengontrolan,

predator-predator

dapat

langsung

dimusnahkan dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah


budidaya.
Pada metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk
dilakukan dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain
substrak yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu
cara untuk mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat
sehingga tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan
pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara
membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki
kembali susunan substrak.

28

Gambar 10. Pengontrolan pada pen-culture


Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor
akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan
biofouling (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air.
Selain itu, waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan
tertahannya arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring
perlu untuk dilakukan minimal 1 bulan sekali.
Pada metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah
untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali
atau sebelum pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya
ke permukaan. Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang
abalone yang sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk
memperlancar sirkulasi air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal
dilakukan setiap bulan.

Gambar 11. Pengontrolan dan pergantian waring.


D. Hama
Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam
budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya
kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu;

Hama pengganggu,

Penyaing

Pemangsa/predator.
Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan

hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone. Gerakan

29

kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk


dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah
budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama
yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi
pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip.
Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan
terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan
menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain
sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk
bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone.

Gambar 12. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.


Masuknya hama dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada
wadah ataupun melalui makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan
penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang

melekat ataupu hewan lainnya.


Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.
Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah

budidaya.
Pengontrolan terhadap keadaan wadah.

E. Penyakit
Penyakit merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam
keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul
saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu
keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air

30

menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan


yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti
ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit.
Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali
disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan
membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu,
pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan
yang diberikan tetap terjamin.
Penyakit yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di
identifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang
ditimbulkan adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian
selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami
gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas
dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar)
yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah
dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat
khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian
dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau
betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu
selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang
mengalami luka.

Gambar 13. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagai
langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang abalone.
Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam
beberapa cara, yaitu:

Hindari pemberian pakan yang berlebih


31

Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.


Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun
saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat

menimbulkan stress.
Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari

substrak.
Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti

teritip.
Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam
jumlah yang cukup.

3.6

Prinsip Reproduksi
Induk abalon biasanya memijah selama 3-4 hari dalam satu periode
pemijahan. Hasil pengamatan selama kegiatan pembenihan (Tabel 3)
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan dari 12 ekor
induk yang sama pada satu kali periode pemijahan adalah 250.000400.000 telur dengan rata-rata 209.600 telur. Dari perhitungan ini, dapat
diketahui bahwa fekunditas induk abalon adalah 21.300 telur/induk betina.
Pemijahan abalon dapat berlangsung 2 kali dalam 1 bulan, yaitu
saat bulan gelap dan bulan terang. Pemijahan berlangsung pada malam
hari sekitar pukul 23.00 hingga 06.00. Rangsangan pemijahan yang
diberikan berupa peningkatan suhu sebesar 3-5o dari suhu normal, dalam
hal ini suhu air ditingkatkan dari 27oC menjadi 32oC. Peningkatan suhu
ini mulai dilakukan pada sore hari hingga proses pemijahan telah selesai
yang ditandai dengan telah terkumpulnya telur berwarna hijau pada egg
collector.

3.7

Tehnik Penangann Telur Hingga Larva


A. Pemeliharaan telur
Proses pembuahan abalon terjadi di luar tubuh (external
fertilization). Betina dan jantan yang berdekatan akan mengeluarkan telur

32

dan sperma kemudian bercampur di dalam air. Telur abalon tidak


mengapung tetapi tenggelam, namun karena ukuran dan masa jenisnya
sangat kecil dan tidak berbeda jauh dengan masa jenis air menyebabkan
telur-telur ini terangkat ke kolom air oleh gerakan air. Selama 4 jam telur
akan mengapung di permukaan selanjutnya memasuki kolom air dan
melayang mengikuti arus (Fallu, 1991). Telur ini kemudian keluar melalui
saluran pembuangan (outlet) sehingga tertampung di egg colector serta
menempel di tepian plankton net. Setelah dihitung kepadatannya dengan
metode sampel, telur ditebar ke dalam bak fiber kapasitas 1,5 m3 yang
telah dilengkapi 20 unit rearing plate bersih dalam posisi berjajar
memanjang di kedua sisi panjang bak.
Telur yang menetas menjadi larva terus berubah bentuk menjadi
larva trocophore dan stadia veliger. Setelah satu minggu, larva tenggelam
untuk menempati subtrat (tempat menempel). Pada stadia ini abalon
disebut stadia spat dengan ukuran 5 mm (Fallu, 1991). Larva abalon
membutuhkan stimulan yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses
metamorfosis dan menetap menjadi larva bentik. Apabila larva tidak
menemukan tempat menetap, ia akan bertahan sebagai plankton hingga 3
minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal. Walaupun demikian,
kurang dari 1% yang akan berhasil menyelesaikan metamorfosis dan
tumbuh menjadi abalon dewasa (Searcy-Bernal et al.,1992 dalam Feisal,
2006)
Rearing plate merupakan media penempelan pakan alami dan larva
abalon yang terbuat dari vinil gelombang berbentuk persegi panjang
berukuran 50x40 cm2. Enam lembar vinil gelombang disatukan dengan
batang aluminium berdiameter 0,5 cm dan panjang 20 cm. Antar lembar
dipisahkan dengan potongan pipa paralon sepanjang 3-4 cm. Dengan
demikian, padat tebar pakan alami maupun larva abalon dapat
ditingkatkan.
B. Pemeliharaan larva
Pada Trochopore yang telah siap untuk ditebar, dilakukan
aklimatisasi agar trochopore tidak stres. Aklimatisasi dilakukan dengan
cara meletakkan toples berisi trochopore di dalam bak pemeliharaan benih
33

selama 10 menit. Kemudian toples dimiringkan dan air dalam bak


diciprat-cipratkan ke dalam toples agar suhu air dalam toples menjadi
sama dengan suhu air yang ada di dalam bak. Setelah itu barulah
trochopore ditebar ke dalam bak pemeliharaan.
Setelah trochopore ditebar, aliran air dimatikan dan diaerasi.
Trochopore akan memanfaatkan cadangan makanan (yolk sack) hingga
habis pada hari ke 4-5 (D4-D5). Setelah yolk sack habis larva mencari
substrat untuk menempel dan mulai memakan bentik diatom yang terdapat
pada substrat. Larva memakan bentik diatom yang menempel pada
substrat dan dinding bak dengan cara mengikis.
Masa kritis dalam pemeliharaan larva abalone adalah pada minggu
pertama, karena larva akan terus bertahan hidup bila menempel pada
substrat yang ditumbuhi bentik diatom yang sesuai dengan kebisaan
makannya, sebaliknya apabila pakan alami tidak sesuai dengan kebiasan
makannya maka larva akan mati.
Hari ke 10 (D10) dari penebaran (larva sudah dapat menempel
pada substrat dengan stabil) sudah dapat dialirkan air secara perlahan ke
bak. Spat atau benih sudah dapat dilihat dengan mata telanjang mulai umur
D18 dan semakin lama akan semain jelas terlihat menempel pada dinding
substrat atau bak sebagai bintik merah kecoklatan dan bila diraba perlahan
akan terasa muncul dipermukaan dinding bak atau substrat. Abalone yang
telah berumur 60 hari (D60) sudah dapat dikenalkan dengan makroalga
seperti jenis Gracillaria yang ditempatkan diatas feeder plate dengan
jumlah secukupnya. Biasanya pakan akan lama habis sehingga kondisi
pakan menjadi keras atau kaku. Karena itu sebaiknya pakan diganti setiap
hari dengan yang lebih segar dan lunak.
Menjaga kualitas air dilakukan pergantian air dengan mengalirkan
air baru ke bak pemeliharaan larva. Selain pergantian air, untuk menjaga
kualitas air tetap baik, sarana lain yang perlu dibersihkan yaitu filter dan
bak tandon yang dibersihkan secara periodik. Pada umur kurang dari 60
hari tidak dianjurkan dilakukan penyiponan, karena spat kemungkinan
dapat tersedot.

34

Beberapa perusahaan agar-agar yang berskala besar telah bersedia menampung


rumput laut, antara lain CV. Agar Sari Jaya-Malang, PT. Agarindo-Tangerang, PT.
Indoflora Cipta Mandiri-Malang, PT. Sumber Laut-Surabaya dan PT. Agar SehatPasuruan. Kendati demikian permintaannya pun belum terpenuhi, sehingga ini
merupakan peluang besar budidaya rumput laut. Dari permintaan sebanyak +
1.000 ton rumput laut kering/bulan, saat ini baru terpenuhi + 100 ton/bulan (10%).
Dari statistik menunjukkan, total produksi rumput laut basah pada tahun
2009 mencapai 4.830 ton, dengan nilai produksi total diperoleh sebesar Rp.
2.415.102.000,- ( Dua Milyar Empatratus Limabelas Juta Seratus Duaribu
Rupiah ).Untuk produksi 2010, sampai dengan bulan Februari tercatat sebanyak
2.800 ton rumput laut basah atau 280 ton rumput laut kering. Bila dibandingkan
dengan produksi pada bulan yang sama pada tahun 2009 (Januari-Februari 2009 =
658 ton RL basah atau 65,8 ton RL kering), terjadi peningkatan yang cukup
signifikan.
Penyerapan tenaga kerja untuk usaha ini dinilai cukup besar. Tahapan
proses budidaya sampai dengan panen dan pasca panen membutuhkan tenaga
kerja yang cukup banyak. Diperkirakan setiap pengusahaan 1 Ha budidaya rumput
laut membutuhkan jumlah tenaga kerja sebanyak 45 orang.
Selain mudah dan murah, keuntungan lain yang bisa dinikmati oleh
pembudidaya adalah melalui metode polikultur dengan udang dan bandeng (1 Ha
diisi 1.000 kg rumput laut, 10.000 benur udang dan 3.000 ekor benih bandeng ).
Sekali tanam bibit rumput laut berlaku untuk masa budidaya selama 3-4 tahun.
Modal yang dibutuhkan tiap hektar lahan tergolong murah, sebesar Rp.
5.040.000,-.

Perhitungan

pendapatan

kotor

mencapai

Rp.

13.070.000,-.

Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 8.030.000,- dalam kurun waktu 4 bulan /
musim tanam (Brebes Wartapedia).
3.8 Produktivitas Budidaya Tambak
Keberhasilan kegiatan budidaya tambak ditentukan berbagai faktor. Faktor utama
yang sangat menentukan produktivitas tambak adalah kualitas air dalam petakan
tambak, yang merupakan media tumbuh bagi udang/ikan yang dipelihara. Faktor

35

lain yang mempengaruhi produktivitas tambak adalah kesuburan tanah. Dengan


kualitas air yang baik dan tanah yang subur, diharapkan makanan alami dapat
tumbuh dengan baik. Disamping kesuburan tanah, kandungan zatzat beracun
merupakan faktor yang berpengaruh pada kualitas produksi (Widigdo, 2000).
Keberhasilan usaha budidaya di tambak sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan lahan tambak yang memenuhi persyaratan baik fisik, kimia, maupun
biologis.Namun disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya.Untuk memperoleh lahan yang memenuhi syarat
haruslah dilakukan penelitian-penelitian tentang kualitas lahan yang diinginkan.
Disebutkan pula

bahwa pada prinsipnya lahan yang digunakan dalam usaha

pertambakan harus memenuhi persyaratan fisika, kimia, biologis, teknis, sosialekonomi, hiegenis, dan legal.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi tambak antara lain melalui
ekstensifikasi usaha budidaya tambak pada lahan baru yang potensial, revitalisasi
budidaya udang pada lahan tambak yang terbengkalai (idle), dan melakukan
pemeliharaan kultivan jenis unggul, yaitu jenis kultivan yang mempunyai peluang
keberhasilan tinggi dengan masa pemeliharaan yang relatif pendek. Sedangkan
untuk meningkatkan pemasaran, maka peningkatan produksi harus diikuti dengan
upaya peningkatan daya saing produk melalui peningkatan mutu, pengembangan
produk bernilai tambah dan menekan biaya produksi / efisiensi ( Widigdo, 2000).

3.5. Kualitas Air


Menurut Irwan (2006), suhu yang optimal untuk abalon berkisar antara
24o-30oC, sedangkan salinitas optimum antara 30-35 ppt. Menurut Fallu (1991),
kisaran salinitas normal yang cocok untuk pertumbuhan abalone berkisar 33-35
ppt dan pertumbuhan hewan laut tidak optimal pada salinitas di atas 35 ppt.

No

Parameter

Satuan

Nilai rata-rata

1.

Salinitas

ppt

30-33

36

2.

Suhu

29,5-30

3.

DO

mg/l

5,9-6,11

4.

Ph

8,2-8,9

5.

Amonia

ppm

<>

Kecerahan

>10

Tabel 1. Kualitas Air.


Sumber: Loka Budidaya Laut-Lombok, NTB. 2005
Faktor kualitas air bukan merupakan suatu kendala jika daerah tersebut
merupakan daerah budidaya ikan kerapu. Lain halnya pada lokasi yang baru, perlu
dilakukan suatu pendekatan dengan cara pengukuran parameter kualitas air serta
tindakan uji coba yang bersifat sederhana jika tidak memiliki alat pengukur
kualitas air yaitu dengan cara memelihara beberapa ekor kerang abalone pada
daerah tersebut, minimal sekitar 2-4 minggu (sekitar 1 bulan), dan parameter yang
diamati adalah dapat bertahan hidup dan mampu memakan pakan yang diberikan.
Ini yang akan dijadikan sebagai tolak ukur bahwa lokasi tersebut telah mampu
mendukung budidaya kerang abalone.
organisme seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut holoplankton
(Nybakken, 1992).
a

Bahan organik dan anorganik


Muatan padatan tersuspensi (MPT) berasal dari zat organik dan
anorganik.Komponen organik terdiri dari fitoplankton, zooplankton,
bakteri dan organisme renik lainnya. Sedangkan komponen anorganik
terdiri dari detritus partikel-partikel anorganik (Hargreaves,1999).
Selanjutnya dikatakan bahwa MPT berpengaruh terhadap penetrasi

37

cahaya matahari ke dalam badan air.Hal ini berpengaruh pada tingkat


fotosintesis

tumbuhan

hijau

sebagai

produsen

primer

yang

memanfaatkan sinar matahari sebagai energi utama.Kekeruhan karena


plankton jika tidak berlebihan bermanfaat bagi ekosistem tambak. Jika
densitas plankton terlalu tinggi akan menyebabkan fluktuasi beberapa
kualitas air sepertipH dan oksigen terlarut.
b

Pencemaran Tambak
Perairan sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik
diantaranya berbagai jenis logam berat berbahaya yang banyak
dihasilkandari proses industri (Kristanto, 2002) di antaranya:
Timbal (Pb) :Logam Pb dalam perairan berasal dari debu yang
mengandung logam Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang
mengandung Pb tetra etil, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989).
Darmono (1995) juga menjelaskan bahwa limbah industri yang
mengandung logam Pb, seperti industri kimia, industri percetakan, dan
industri yang memproduksi logam, dan cat akan menambah
kandungan logam Pb dalam perairan apabila limbah tersebut di buang
ke perairan.Kandungan logam Pb yang tinggi pada perairan juga dapat
berakibat buruk pada biota yang ada di dalamnya.Konsentrasi Pb yang
mencapai 188 mg/l, dapat membunuh ikan (Palar, 2004). Logam Pb
yang terdapat pada perairan akan menyebabkan proses bioakumulasi
dalam tubuh biota yang ada diperairan, misalnya ikan. Kandungan
logam Pb dalam tubuh akan mengganggu aktivitas enzim, seperti
asam amino levulinat dehidrase (ALAD), Hem sintetase, dan enzim
lain yang terlibat dalam sistem hemotopoietik. Ikan yang mengandung
Pb apabila dikonsumsi oleh manusia akan berdampak buruk bagi
manusi tersebut karena logam Pb yang bersifat akumulatif.

Adapun syarat dari kualitas air budidaya rumput laut Gracillaria adalah
sebagai berikut : (1)Substrat berlumpur atau lumpur berpasir, selalu tergenang
air laut saat surut terendah, (2)Kondisi lingkungan jauh dari bahan pencemar,
(3)Salt 18 - 33 promil dan optimum 25 promil, (4)pH 8 - 8,5, (5)Suhu 20 28 oC.
38

3.9

Peranan Rumput Laut Gracilaria sp


1. Peranan Rumput Laut Sebagai Biofilter
Ada beberapa cara untuk menurunkan beban nutrien dari kegiatan
budidaya, yaitu dengan perbaikan kualitas pakan dan perlakuan dengan filter
kimia maupun biologis (Matos et al. 2006). Selanjutnya dikatakan, bahwa
salah satu filter biologis yang baik digunakan pada kegiatan budidaya udang
yaitu rumput laut Gracilaria sp. Hal ini karena selain berperan dalam
nitrifikasi.
Dalam sistem budidaya terpadu antara ikan dan rumput laut menurut
Matos et al. (2006) dapat memperbaiki kelayakan lahan untuk budidaya
pantai, karena dapat menurunkan resiko kerusakan kualitas air dan nutrien
yang

lepas

ke lingkungan. Kegiatan budidaya perikanan menghasilkan

sejumlah limbah yang meliputi nitrogen dan posfat terlarut.


Hasil penelitian Neori et al. (1996) pada budidaya yang menggunakan
rumput laut sebagai biofilter menunjukkan bahwa konsentrasi NH 4-N pada
kolam kontrol berfluktuasi sangat lebar dan mencapai 407M (5,7 mg NH 4N/l). Sementara pada kolam ikan yang dihubungkan dengan kolam biofilter
(seaweed), konsentrasi NH4-N lebih rendah lagi yaitu 125 M (1,8 mg N/l)
dan pada kolam biofilter itu sendiri konsentrasi NH4-N hanya 55 M (0,8
N/l). Sedangkan Shimoda et al. (2006) mengevaluasi penggunaan mangrove,
oyster dan seaweed sebagai biofilter dalam budidaya udang, menunjukkan
bahwa ammonia selalu rendah pada

kolam

seaweed dibandingkan pada

kolam oyster, hal ini diduga karena seaweed dapat memanfaatkan ammonia.
2. Kemampuan Rumput Laut (Gracilariasp.) Menyerap Limbah Tambak
Limbah tambak dalam konteks ini adalah bahan organik yang telah
dirombak oleh mikroorganisme (bakteri) menjadi bahan anorganik yang
berupa unsur hara (N, P, S). Hal ini untuk lebih menekankan kembali bahwa
secara utuh, bahan organik yang masih berupa protein, karbohidrat, dan lemak
dari sisa buangan, faeses dan urin tidak akan secara langsung diserap oleh
tanaman sebelum dirombak menjadi bahan yang lebih sederhana (unsur hara).

39

Algae dan plankton umumnya mempunyai preferensi untuk menyerap


nitrogen secara bertahap yaitu Amonium> urea> nitrat> nitrit. Nitrat dan nitrit
terlebih dahulu direduksi sebelum digunakan oleh sel-sel algae. Sedangkan
amonia biasanya digunakan langsung untuk sintesis asam-asam amino melalui
proses transaminasi (Coolos dan Slayk 1980 diacudalamPatadjai, 1993).

4.TujuanKegiatan
Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah sebagai
berikut:
1. Membantu dan melatih warga masyarakat Kelurahan Muarareja Kecamatan
Tegal Barat di KotaTegal bahwa usaha budidaya Abalon Haliotis asinina
.dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang ada.
2. Menambah ketrampilan sebagai mata pencaharian alternatif dan penyedia
lapangan kerja bagi masyarakat Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat
di Kota Tegal dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.
3. Sebagai upaya peningkatan gizi dan kesehatan tubuh masyarakat Kelurahan
Muaraeja Kecamatan Tegal Barat di KotaTegal.

4. Membantu Program pemerintah dalam hal melakukan pembianaan dan


pelatihan terhadap masyarakat khususnya masyarakat Kelurahan Muarareja
Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal dalam bidang usaha budidaya Abalon
Haliotis asinina.

5.Manfaat kegiatan
Manfaat dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:
1. Bagi Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Pancasakti Tegal merupakan wujud nyata dari
salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada
40

masyarakat sekaligus mendukung keberadaan Kelurahan Muarareja


Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal sebagai Daerah Binaan/Mitra
Universitas Pancasakti Tegal dalam bidang usaha budidaya Abalon
Haliotis asinina.
2. Sebagai sarana promosi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pancasakti Tegal agar lebih dikenal

masyarakat

khususnya Program Studi Budidaya Perairan bagi masyarakat


Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal dan
sekitarnya
3. Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan bagi masyarakat
Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal khususnya
sebaga alternatif pemanfaatan lahan tambak untuk usaha budidaya
Abalon Haliotis asinina karena memilik potensi yang besar untuk
menyebar luaskan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang usaha
budidaya Abalon Haliotis asinine, bagi masyarakat sekitarnya.
4. Membantu pemerintah khususnya Dinas Pertanian dan Kelautan Kota
Tegal dalam program pemgembangan budidaya Abalon

Haliotis

asinina di wilayah pantura Kota Tegal.

6.Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran yang strategis dalam kegiatan ini adalah para
pembudidaya rumput laut Gracillaria sp yang ada di. Kelurahan Muarareja
Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal.

Melalui pembudidaya Abalon Haliotis

asinine inilah nanti kegiatan ini akan lebih disebarkan kepada seluruh
pembudidaya yang ada di wilayah tersebut.

7.Metode Pengabdian
7.1 Pendekatan Kegiatan

41

Pendekatan yang dipergunakan dalam Kegiatan Pengabdian kepada


Masyarakat diKelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tega
lmeliputi pendekatan partisipatif, pendekatan keswadayaan masyarakat,dan
pendekatan kemitraan antara masyarakat, aparat pemerintah, dan swasta
dalam mengembangkan kegiatanbudidayarumput lautGracillaria sp.
7.2 Prinsip Pengelolaan Kegiatan
Dari berbagai pendekatan di atas, pelaksanaan Kegiatan Pengabdian
kepada Masyarakat di Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal
mengacu pada

prinsip-prinsip pengelolaan

masyarakat),transparan,

accountability

yang acceptable (diterima

(dapat

dipertanggng

responsiveness (mampu memberikan umpan balik),

jawabkan),

tepat sasaran dan cepat

termasyarakatkan, demokratis, berkelanjutan, dan berdaya saing.


7.3 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan
dengan pendampingan terhadap usaha budidaya rumput laut Gracillaria sp yang
meliputi beberapa tahap pelaksanaan, terdiri dari : Persiapan, Inventarisasi dan
Identifikasi Lokasi Sasaran., Sosialisasi program dan pemetaan permasalahan,
perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan (sosialisasi, ceramah dan praktek
bimbingan teknis), serta evaluasi dan pelaporan.
7.4 Kegiatan Budidaya Rumput Laut Gracillaria sp.
3.1

Pembenihan
Abalone dapat memijah sepanjang tahun. Waktu pemijahan berlangsung 2
kali setiap bulannya, yaitu waktu bulan gelap dan bulan terang. Sebelum terjadi
pemijahan, induk jantan terlebih dahulu melepaskan sperma untuk merangsang
induk betina melepaskan telur. Pemijahan umumnya terjadi pada pagi hari antara
pukul satu hingga tiga dini hari. Induk yang telah terseleksi dimasukkan kedalam
bak pemijahan dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:3 atau 1:4. Induk
betina dengan cangkang berukuran 5-8 cm dapat menghasilkan 100.000 sampai 1
juta telur dalam satu kali pemijahan. Kerang bercangkang tunggal tersebut siap

42

untuk berkembang biak saat berumur sekitar delapan bulan dengan diameter
cangkang yang telah mencapai ukuran 3540 cm (Anonim, 2006).
Kerang yang siap memijah dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Bak
pemijahan dapat berupa bak fiberglass, akuarium atau toples volume yang
dilengkapi dangan saluran keluar (outlet). Bak dilengkapi air masuk, aerasi dan
heater (bila diperlukan). Pada bagian atas terdapar saluran pelimpasan yang
diarahkan ke bak penampungan telur atau trochopore. Bak penampungan telur
dilengkapi dengan egg collector berupa wadah plastik dilengkapi dengan plankton
net dengan mesh size 60 atau 80 m pada outlet saluran pelimpasan. Saat
pemijahan kondisi ruangan pemijahan dalam keadaan gelap. Selain pada bulan
gelap dan terang, pemijahan abalone juga dapat dilakukan dengan kejut suhu,
yaitu dengan menaikkan suhu sekitar 30 C dari suhu normal.
Telur abalone berwarna hijau. Telur yang terbuahi mengendap di dasar bak
dengan diameter 100-120 m. Embriogenesis berlangsung selama 8 jam dari
mulai pembuahan. Selanjutnya telur menetas menjadi trochopore yang melayang
atau planktonis. Proses perkembangan telur adalah sebagai berikut :
9. setelah telur dibuahi, proses selanjutnya adalah pembelahan pertama yang
terjadi pada menit ke-20-30 setelah pembuahan.
10. Pembelahan kedua terjadi 40-45 menit setelah proses pembuahan.
11. Pembelahan ketiga terjadi setelah 60 menit dari proses pembuahan.
12. Pembelahan keempat terjadi setelah 80-90 menit dari proses pembuahan.
13. Fase morula terjadi setelah 120 menit dari proses pembuahan.
14. Fase morula berubah menjadi fase gastrula setelah 3 jam dari proses
pembuahan.
15. Fase trochopore terbentuk setelah 6-7 jam dari proses pembuahan.
16. Fase Veliger terjadi setelah 8 jam dari proses pembuahan.
43

Pemanenan telur dilakukan saat abalone sudah terlihat memijah. Telur yang
telah dibuahi disiphon dengan selang (0,5-0,75 inchi) dan ditampung ke toples
yang dilengkapi saringan mesh size 60 m. Diameter telur berkisar 100-120 m.
Pemanenan trochopore yang terkumpul di bak penampungan telur dilakukan
dengan cara mengambilnya dengan menggunakan gayung dan disaring dengan
saringan 60m. Diupayakan trocophore tetap dalam air atau saringan terendam
air,

selanjutnya

dibilas

dan

dikumpulkan

dalam

toples

untuk

memisahkan trocophore dari kotoran dilakukan penyaringan lagi menggunakan


saringan 200 m. Setelah telur atau trocophore dimasukkan dalam toples
selanjutnya dilakukan pengenceran sampai volumenya mencapai 10 liter.
Banyaknya telur dan trochopore yang terdapat di dalam toples dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sederhana berikut:

Jumlah telur = Jumlah telur sample x Volume wadah (10 liter)


Volume sample

3.2

Pengadaan Induk
Mendapatkan induk abalone dapat diperoleh dengan cara menangkap dari
alam dan induk hasil breeding yang dibudidayakan. Induk dari alam biasanya
diambil dengan cara melepaskan dari subtratnya berupa karang dengan
menggunakan alat kait yang terbuat dari kawat. Untuk itu perlu diperhatikan luka
pada organ tubuh dan cangkang sebelum dijadikan induk. Memilih induk alam
biasanya karena dapat langsung diperoleh yang memiliki tingkat kematangan
gonad yang penuh.
Induk abalone yang baik adalah sebagai berikut :
Otot kaki/daging terlihat segar dengan warna yang gelap dan tidak

lembek/lemas,
Melekat kuat pada subtrat,

44

Dapat membalikkan tubuhnya segera bila diletakkan dalam air dengan posisi

terbali,
Sehat/organ tubuh tidak luka dan utuh,
Ukuran panjang cangkang 5 cm, dan
Merayap/berjalan bila dilepaskan dari genggaman.
Ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam melakukan pemilihan

induk abalone hasil budidaya di karamba jaring apung, yaitu :


A. Ukuran Induk
Abalone (Haliotis asinina) mulai dewasa pada ukuran (panjang
cangkang) 3cm. Sehingga pastikan abalone yang akan kita gunakan
sebagai induk memiliki panjang cangkang minimal 7cm. Semakin besar
ukuran induk yang kita gunakan akan semakin baik karena fekunditasnya
juga semakin tinggi.
B. Membedakan jenis kelamin induk
Jenis kelamin induk harus diperhatikan karena dalam kegiatan
pemijahan

diperlukan

jumlah

induk

betina

yang

lebih

banyak

(perbandingan 2:1). Pastikan induk dalam kondisi yang benar-benar


matang gonad. Kelamin abalone dapat ditentukan dengan melihat warna
gonadnya. Bagian gonad sendiri dapat dilihat dengan cara mengangkat
cangkang bagian bawah.

Induk jantan : Warna gonad gading kecoklatan atau kuning


kemerahan

Induk betina : Warna gonad, hijau kebiruan.

C. Memilih Induk Yang Sehat


Induk sehat adalah syarat mutlak dalam kegiatan pemeliharaan
induk dan pemijahan abalone. Induk hasil tangkapan dikatakan sehat bila:
Tidak cacat/terluka
Pengambilan abalone terkadang kita tidak memperhatikan letak dan posisi
menempel sehingga sering kali mengakibatkan luka pada induk yang akan kita
pijahkan untuk itu perlu adanya langkah- langkah sebelum dilakukan pemijahan yaitu:

45

Perhatikan dan amati induk yang akan diambil satu-persatu;

Amati dan raba bagian cangkangnya karena terkadang ada retakan


yang tidak terlihat;

Tarik cangkang secara perlahan untuk mengetahui kekuatan ototnya,


Cangkang yang mudah direnggangkan dengan bagian tubuh
menandakan adanya kerusakan otot;

Perhatikan secara seksama seluruh bagian tubuh abalone untuk


mengetahui ada tidaknya luka akibat penangkapan. Luka-luka itu
biasanya berupa goresan berwarna putih atau luka robek pada
bagian yang menempel dengan cangkang;

Teliti juga bagian gonadnya, karena bagian tersebut sering


luka/robek akibat terkait.

Dapat melekat dengan kuat dan aktif bergerak


Abalone yang baru diambil dari KJA biasanya dalam keadaan
lemah/pingsan karena cara pengangkutan yang tidak benar. Tidak jarang
abalone yang tidak cacat/luka tetapi tidak dapat diambil sebagai induk
karena kondisinya yang terlalu lemah. Oleh karena itu dalam pemilihan
induk diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

Sediakan wadah berisi air laut dan airator di tempat penampung


abalone;

Masukan induk yang tidak luka/cacat (hasil seleksi pertama) kedalam


wadah berisi air laut. Biarkan selama beberapa menit sampai kondisi
induk benar-benar pulih;

Pilih induk yang dapat menempel dengan kuat dan bergerak secara
aktif. Induk yang tidak bergerak atau tidak menempel secara kuat
berarti kondisinya terlalu lemah.
Pemberian pakan dilakukan setiap hari atau dua hari sekali dengan

takaran 30-40% dari biomass setiap harinya. Bersihkan pakan sebelum

46

diberikan agar bebas dari hama/ predator seperti kepiting ataupun bintang
laut dan kotoran bahan organik dll.Stock pakan induk ditempatkan dalam
bak terpisah dengan air mengalir. Stock pakan yang menumpuk dan
disimpan terlalu lama dapat mengakibatkan pembusukan.
3.3

Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan 3-4 hari menjelang bulan terang dan bulan gelap
karena abalon akan matang gonad pada waktu-waktu tersebut sepanjang tahun.
Setyono (2003) menyatakan bahwa peristiwa pematangan sel telur H. asinina di
perairan Lombok dipengaruhi secara langsung oleh rentang pasang surut.
Lundelius & Freeman (1986) dalam Setyono (2004) menyatakan bahwa sinyal
panjang hari terang diterima oleh sebuah reseptor cahaya yang terdapat pada
ganglion otak. Sinyal tersebut selanjutnya mengaktifkan sel neurosekresi dalam
ganglion otak untuk melepaskan hormon yang menstimulasi perkembangan organ
reproduksi.
Induk yang dipijahkan biasanya berukuran cangkang 4-5 cm, dalam
kondisi segar dan sehat, tidak terluka serta gonadnya tampak menggembung
dengan warna gonad yang jelas. Warna gonad menunjukkan jenis kelamin. Gonad
jantan berwarna putih keruh dan gonad betina berwarna biru tua kehitaman.
Tingkat kematangan gonad abalon dilihat dengan memegang cangkang abalon
kemudian menyingkap otot kaki pada sisi yang berlawanan dengan letak lubang
cangkang menggunakan spatula berbahan plastik. Adapun karakteristik induk
abalone yang baik adalah:

TKG cukup

Otot kaki terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek

Melekat kuat pada substrat

Dapat membalikkan tubuhnya sendiri jika diletakkan dalam keadaan terbalik

Sehat, dan organ tubuh tidak luka

47

Ukuran panjang cangkang sekitar 5 cm

Merayap atau berjalan jika dilepaskan dari tangan

Pemeliharaan induk dilakukan pada bak yang bersih. Ketinggian air dalam
bak sekitar 60-70 cm. Untuk menjaga kualitas air dilakukan sistem sirkulasi
selama 24 jam. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah induk jantan dan betina
harus dipelihara dalam bak terpisah untuk menghidndari pemijahan liar
(spontanious spawning). Abalone adalah hewan herbivora, sehingga dalam
pemeliharaan induk perlu juga disediakan fasilitas pemeliharaan rumput laut.
Pakan yang umumnya disukai abalone adalah Gracillaria.
Membedakan individu jantan dan betina secara morfologi sulit dilakukan.
Untuk melihat gonad abalone diperlukan bantuan spatula, selanjutnya otot pada
sisi yang berlawanan dari letak lubang-lubang dibagian cangkang dikuak dengan
menggunakan spatula. Induk betina ditandai dengan warna biru dan jantan dengan
warna orange muda (putih tulang). Induk yang siap dipijahkan memiliki
kandungan gonad lebih dari 60 %.

3.4

Fasilitas Pembenihan
Fasilitas utama dalam pembenihan abalon terdiri dari bak tendon, bak
pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur yang juga berfungsi
sebagai bak pemeliharaan larva, bak pemeliharaan benih, wadah kultur pakan
alami, serta wadah penyimpanan rumput laut. Dimana dalam penempatannya
dibagi menjadi dua wadah yang berbeda, yaitu wadah pemeliharaan dan
pemijahan induk serta wadah pemeliharaan larva.

3.5

Teknologi Pembenihan
F. Seleksi Benih Siap Tebar
Benih merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat
menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih
48

benih akan menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya


tingkat kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan.
Oleh karena itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan
tepat. Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah
sebagai berikut:

Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang

cangkang).
Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai

makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.


Sensitif terhadap respon dari luar.
Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari

luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:

kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika

disentuh
jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan

apabila dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.


jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.
Cangkang tidak pecah atau cacat.
Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.

Gambar 6. Benih kerang abalone siap tebar.


G. Padat Tebar dan Aklimatisasi
Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan
padat penebaran (stocking density) dan ukuran benih tebar, selain itu
tingkah laku dan sifat yang dimiliki oleh biota juga dapat dijadikan
sebagai dasar dalam penentuan padat tebar. Diantara sifat kerang abalone
yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan padat tebar adalah
pergerakan yang lanbat dan hidup menempel pada substrak dan tidak
memerlukan areal yang luas untuk melakukan aktivitasnya. Hal ini sangat

49

memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di Negara Jepang, padat


penebaran H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan
and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka Budidaya Laut-Lombok yang
memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 metode memiliki padat
tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda.
Langkah

awal

sebelum

penebaran

adalah

aklimatisasi

atau

penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak


dilakukan sebelum penebaran kedalam wadah budidaya. Tindakan ini
dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan (kematian) saat awal
pemeliharaan. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba akan dapat
menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih dahulu sebelum penebaran.
Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada ke dua metode adalah
sebagai berikut:
Metode Pen-Culture
Pertimbangan-pertimbangan

yang

menjadi

dasar

dalam

penentuan padat tebar pada metode pen-culture, selain sifat dan tingkah
laku kerang abalone adalah kondisi perairan saat surut terendah yang
dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat surut, kuantitas air yang
berada dalam pen-culture sangat minim serta kemungkinan tidak terjadi
pertukaran air. Keadaan ini sangat mengkwatirkan jika dilakukan dalam
penebaran tinggi. Oleh karena itu, padat tebar metode pen-culture
sebaiknya berkisar antara 100-150 ekor/m2.
Cara aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara
aklimatisasi dalam bak terlebih dahulu dengan mempergunakan
media air dari lokasi pen-culture. Kantong diapungkan beberapa
saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan dimasukkan air perlahanlahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 20-30 menit dengan
keadaan sirkulasi air.

50

Gambar 7. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.


Penebaran dalam pen-culture dapat dilakukan setelah
kerang abalone terlihat telah dapat menerima kondisi linkungan
yang baru, ditandai dengan gerak aktif kerang abalone untuk
mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan pada saat air
mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture (dibeberapa
tempat).

Gambar 8. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.


Metode Karamba Jaring Apung (KJA)
Berbeda dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi.
Tingginya padat penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air
selalu terjamin setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada
metode ini, yang harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku
kerang abalone serta sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal
ini erat kaitannya dengan penyebaran kerang abalone. Dengan
percobaan yang telah dilakukan oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat
tebar metode KJA sebaiknya berkisar antara 350-400 ekor/m2.

51

Cara aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun


langsung didalam wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih
diapungkan dalam wadah pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka
dan dimasukkan air dari luar kantong secara perlaha-lahan hingga
hampir penuh, balik bagian dalam kantong menjadi luar kantong dan
biarkan benih kerang abalone lepas dengan sendirinya. Setelah beberapa
saat, benih kerang abalone yang masih menempel pada kantong segera
dilepas dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan.

Gambar 9. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA

H. Pengontrolan dan Pergantian waring.


Gerakan kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu
titik kelemahan, yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya.
Adanya

tindakan

pengontrolan,

predator-predator

dapat

langsung

dimusnahkan dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah


budidaya.
Pada metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk
dilakukan dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain
substrak yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu
cara untuk mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat
sehingga tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan
pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara

52

membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki


kembali susunan substrak.

Gambar 10. Pengontrolan pada pen-culture


Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor
akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan
biofouling (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air.
Selain itu, waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan
tertahannya arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring
perlu untuk dilakukan minimal 1 bulan sekali.
Pada metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah
untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali
atau sebelum pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya
ke permukaan. Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang
abalone yang sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk
memperlancar sirkulasi air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal
dilakukan setiap bulan.

Gambar 11. Pengontrolan dan pergantian waring.


I. Hama
Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam
budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya
kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu;

53

Hama pengganggu,

Penyaing

Pemangsa/predator.
Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan

hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone. Gerakan


kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk
dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah
budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama
yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi
pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip.
Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan
terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan
menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain
sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk
bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone.

Gambar 12. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.


Masuknya hama dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada
wadah ataupun melalui makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan
penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang

melekat ataupu hewan lainnya.


Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.

54

Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah

budidaya.
Pengontrolan terhadap keadaan wadah.

J. Penyakit
Penyakit merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam
keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul
saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu
keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air
menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan
yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti
ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit.
Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali
disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan
membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu,
pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan
yang diberikan tetap terjamin.
Penyakit yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di
identifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang
ditimbulkan adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian
selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami
gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas
dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar)
yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah
dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat
khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian
dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau
betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu
selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang
mengalami luka.

55

Gambar 13. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagai
langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang abalone.
Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam
beberapa cara, yaitu:

Hindari pemberian pakan yang berlebih


Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.
Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun
saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat

menimbulkan stress.
Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari

substrak.
Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti

teritip.
Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam
jumlah yang cukup.

2.6

Prinsip Reproduksi
Induk abalon biasanya memijah selama 3-4 hari dalam satu periode
pemijahan. Hasil pengamatan selama kegiatan pembenihan (Tabel 3)
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan dari 12 ekor
induk yang sama pada satu kali periode pemijahan adalah 250.000400.000 telur dengan rata-rata 209.600 telur. Dari perhitungan ini, dapat
diketahui bahwa fekunditas induk abalon adalah 21.300 telur/induk betina.
Pemijahan abalon dapat berlangsung 2 kali dalam 1 bulan, yaitu
saat bulan gelap dan bulan terang. Pemijahan berlangsung pada malam
hari sekitar pukul 23.00 hingga 06.00. Rangsangan pemijahan yang

56

diberikan berupa peningkatan suhu sebesar 3-5o dari suhu normal, dalam
hal ini suhu air ditingkatkan dari 27oC menjadi 32oC. Peningkatan suhu
ini mulai dilakukan pada sore hari hingga proses pemijahan telah selesai
yang ditandai dengan telah terkumpulnya telur berwarna hijau pada egg
collector.

2.7

Tehnik Penangann Telur Hingga Larva


A. Pemeliharaan telur
Proses pembuahan abalon terjadi di luar tubuh (external
fertilization). Betina dan jantan yang berdekatan akan mengeluarkan telur
dan sperma kemudian bercampur di dalam air. Telur abalon tidak
mengapung tetapi tenggelam, namun karena ukuran dan masa jenisnya
sangat kecil dan tidak berbeda jauh dengan masa jenis air menyebabkan
telur-telur ini terangkat ke kolom air oleh gerakan air. Selama 4 jam telur
akan mengapung di permukaan selanjutnya memasuki kolom air dan
melayang mengikuti arus (Fallu, 1991). Telur ini kemudian keluar melalui
saluran pembuangan (outlet) sehingga tertampung di egg colector serta
menempel di tepian plankton net. Setelah dihitung kepadatannya dengan
metode sampel, telur ditebar ke dalam bak fiber kapasitas 1,5 m3 yang
telah dilengkapi 20 unit rearing plate bersih dalam posisi berjajar
memanjang di kedua sisi panjang bak.
Telur yang menetas menjadi larva terus berubah bentuk menjadi
larva trocophore dan stadia veliger. Setelah satu minggu, larva tenggelam
untuk menempati subtrat (tempat menempel). Pada stadia ini abalon
disebut stadia spat dengan ukuran 5 mm (Fallu, 1991). Larva abalon
membutuhkan stimulan yang sangat spesifik untuk melangsungkan proses
metamorfosis dan menetap menjadi larva bentik. Apabila larva tidak
menemukan tempat menetap, ia akan bertahan sebagai plankton hingga 3
minggu dalam kondisi lingkungan yang optimal. Walaupun demikian,
kurang dari 1% yang akan berhasil menyelesaikan metamorfosis dan

57

tumbuh menjadi abalon dewasa (Searcy-Bernal et al.,1992 dalam Feisal,


2006)
Rearing plate merupakan media penempelan pakan alami dan larva
abalon yang terbuat dari vinil gelombang berbentuk persegi panjang
berukuran 50x40 cm2. Enam lembar vinil gelombang disatukan dengan
batang aluminium berdiameter 0,5 cm dan panjang 20 cm. Antar lembar
dipisahkan dengan potongan pipa paralon sepanjang 3-4 cm. Dengan
demikian, padat tebar pakan alami maupun larva abalon dapat
ditingkatkan.
B. Pemeliharaan larva
Pada Trochopore yang telah siap untuk ditebar, dilakukan
aklimatisasi agar trochopore tidak stres. Aklimatisasi dilakukan dengan
cara meletakkan toples berisi trochopore di dalam bak pemeliharaan benih
selama 10 menit. Kemudian toples dimiringkan dan air dalam bak
diciprat-cipratkan ke dalam toples agar suhu air dalam toples menjadi
sama dengan suhu air yang ada di dalam bak. Setelah itu barulah
trochopore ditebar ke dalam bak pemeliharaan.
Setelah trochopore ditebar, aliran air dimatikan dan diaerasi.
Trochopore akan memanfaatkan cadangan makanan (yolk sack) hingga
habis pada hari ke 4-5 (D4-D5). Setelah yolk sack habis larva mencari
substrat untuk menempel dan mulai memakan bentik diatom yang terdapat
pada substrat. Larva memakan bentik diatom yang menempel pada
substrat dan dinding bak dengan cara mengikis.
Masa kritis dalam pemeliharaan larva abalone adalah pada minggu
pertama, karena larva akan terus bertahan hidup bila menempel pada
substrat yang ditumbuhi bentik diatom yang sesuai dengan kebisaan
makannya, sebaliknya apabila pakan alami tidak sesuai dengan kebiasan
makannya maka larva akan mati.
Hari ke 10 (D10) dari penebaran (larva sudah dapat menempel
pada substrat dengan stabil) sudah dapat dialirkan air secara perlahan ke
bak. Spat atau benih sudah dapat dilihat dengan mata telanjang mulai umur
D18 dan semakin lama akan semain jelas terlihat menempel pada dinding
substrat atau bak sebagai bintik merah kecoklatan dan bila diraba perlahan

58

akan terasa muncul dipermukaan dinding bak atau substrat. Abalone yang
telah berumur 60 hari (D60) sudah dapat dikenalkan dengan makroalga
seperti jenis Gracillaria yang ditempatkan diatas feeder plate dengan
jumlah secukupnya. Biasanya pakan akan lama habis sehingga kondisi
pakan menjadi keras atau kaku. Karena itu sebaiknya pakan diganti setiap
hari dengan yang lebih segar dan lunak.
Menjaga kualitas air dilakukan pergantian air dengan mengalirkan
air baru ke bak pemeliharaan larva. Selain pergantian air, untuk menjaga
kualitas air tetap baik, sarana lain yang perlu dibersihkan yaitu filter dan
bak tandon yang dibersihkan secara periodik. Pada umur kurang dari 60
hari tidak dianjurkan dilakukan penyiponan, karena spat kemungkinan
dapat tersedot.

8. Rancangan Evaluasi
Rancangan evaluasi dari kegiatan ini dilakukan dengan tolak ukur
sebagai berikut :

1. Kehadiaran dan antusiasme peserta dalam kegiatan ini baik penyuluhan


maupun pendampingan usaha budidaya rumput laut Gracillaria sp. Di
Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal.
2. Evaluasi ketrampilan secara teknis masyarakat di Kelurahan Muarareja
Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal dalam

pengembangan usaha

budidaya rumput laut Gracillaria sp.dengan memanfaatan lahan tambak


yang ada.
3. Evaluasi dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Kelurahan Muarareja Kecamatan Tegal Barat di Kota Tegal dari hasil
usaha budidaya rumput laut Gracillaria sp.

59

Tabel 1.Rencana Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat

No

Kegiatan
1

1
2
3
4
5
6
7

November
2
3

Bulan
Desember
2
3
4

Januari
2
3

Persiapan
Inventarisasi dan Identifikasi
Lokasi Sasaran
Sosialisasi program dan pemetaan permasalahan
Pelaksanaan kegiatan (praktek bimbingan teknis),
Evaluasi akhir
Penyusunan laporan.

Keterangan : 1, 2, 3, dan 4 adalah Minggu ke- dalam bulan pelaksanaan kegiatan

60

9. DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama, 482 p.
Garno, Y.S.
2004.
Biofilter, Biomanipulasi, Paradigma Baru dalam
Pengendalian Limbah Organik Budidaya Perikanan di Waduk dan
Tambak. Orasi Ilmiah dalam Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang
Managemen Kualitas Perairan. BPPT.

Matos, J.S. Costa. A. Rodrigues, R. Pereira, and I.S. Pinto. 2006. Experimental
Integrated Aquaculture of Fish and Red Seaweed in Northern Portugal.
Aquaculture. (252): 31-42

Neori, A., T. Chopin, M. Troell, A.H. Buschmann, G.P. Kraemer, C. Halling, M.


Shpingel and C. Yarish. 2006. Integrated Aquaculture :Rationale,
Evolution and State of The Art Emphasizing Seaweed Biofiltration in
Modern Mariculture. Aquaculture(231) : 361-391.Jakarta.

Patadjai, R.S. 1993. Pengaruh Pupuk TSP terhadap Pertumbuhan dan Kualitas
Rumput Laut Gracilaria gigas Harv.Tesis. Program Pascasarjana IPB.
Bogor.

Poernomo, A.1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan


Lingkungan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Shimoda, T., E. Suryati and T. Ahmad. 2006. Evaluation in Shrimp Aquaculture


System using Mangrove, Oyster and Seaweed as Biofilter Based in The
Concentration of Nutrient and Chlorophila. JARG 40 (2) : 189 193.

61

10.

Rencana Anggaran Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat

A.
No
1
2

B.
No
1
2
3
4
C.

Honorarium.
Jenis Pengeluaran
Biaya Satuan (Rp)
Ketua Pelaksana
200.000
3 Anggota Plaksana
100.000
Jumlah
Bahan dan Peralatan
Jenis Pengeluaran
Biaya Satuan (Rp)
Bibit 15 kg 10 krng
2.000
Pupuk kandang 1 KW 10
20.000
sak
NPK 5 Kg 10 sak
5000
basket10 buah
25.000
Jumlah

Monitoring dan evaluasi


No
Jenis Pengeluaran
1
Monitoring dan evaluasi
Jumlah

D.

Lain-lain
No
Jenis Pengeluaran
1
Dokumentasi
2
Review pustaka
3
Proposal dan laporan
Jumlah
E.
No
1
2
3

Jumlah (Rp)
200.000
300.000
500.000

Jumlah (Rp)
300.000
200.000
250.000
250.000
1.000.000

Biaya Satuan (Rp)


100.000

Jumlah (Rp)
100.000
100.000

Biaya Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)
100.000
100.000
200.000
400.000

Rekapitulasi Biaya Kegiatan


Jenis Pengeluaran
Biaya Satuan (Rp)
Honorarium
500.000
Bahan dan Peralatan
1.000.000
Monitoring dan evaluasi
100.000

Jumlah (Rp)
500.000
1.000.000
100.000

62

Lain-lain

400.000
Jumlah Total

400.000
2.000.000

Terbilang: Dua Juta Rupiah

Susunan Organisasi Pelaksana Kegitan Pengabdian pada Masyarakat


A. Kepala Proyek
1. Nama lengkap
: Ir. Nurjanah, M.Si
2. NIPY/Pangkat/Golongan : 4952291963/Pembina/Iva
3. Jabatan Fungsional
: Lektor Kepala
4. Bidang Keahlian
: Budidaya Perikanan
5. Fakultas/Program Studi : Perikanan dan Ilmu Kelautan/ BDP
6. Waktu Pelaksanaan
: 2 jam per minggu
B. Anggota pelaksana I
1. Nama lengkap
: Dra. Sri Mulatsih, M.Si
2. NIP/Pangkat/Golongan
: 19590728 198803 2 002/Pembina/IVb
3. Jabatan Fungsional
: Lektor Kepala
4. Bidang Keahlian
: Budidaya Perikanan
5. Fakultas/Program Studi : Perikanan dan Ilmu Kelautan/ BDP
6. Waktu Pelaksanaan
: 2 jam per minggu
C. Anggota Pelaksana II
1.Nama lengkap
: Ninik Umi Hartanti., MSi
2.NIPY /Pangkat/Golongan : 14431251976/Penata mudaTk.I/IIIb
3. Jabatan Fungsional
:Asisten Ahli
4. Bidang Keahlian
: Budidaya Perairan
5. Fakultas/Program Studi : Perikanan dan Ilmu Kelautan/BDP
6. Waktu Pelaksanaan
: 2 jam per minggu
D. Anggota Pelaksana I II
1. Nama lengkap
: Ir. Sutaman, M.Si
2. NIPY/Pangkat/Golongan : 4150431962/ Penata tk.I /IIIc
3. Jabatan Fungsional
: Lektor
4. Bidang Keahlian
: Budidaya Perikanan
5. Fakultas/Program Studi : Perikanan dan Ilmu Kelautan/ BDP
6. Waktu Pelaksanaan
: 2 jam per minggu

63

E. Mahasiswa yang Terlibat dalam Kegiatan


Mahasiswa I :
1. Nama lengkap : Firta Puji Setiawan
2. NPM
: 3211500004
3. Fakultas/Program Studi : Perikanan dan Ilmu Kelautan/BDP
4. Waktu Pelaksanaan
: 2 jam per minggu
Mahasiswa II :
1. Nama lengkap
2. NPM
3. Fakultas/Program Studi
4. Waktu Pelaksanaan

: Alfi Qolbudin Hanif


: 3211500003
: Perikanan dan Ilmu Kelautan / BDP
: 2 jam per minggu

64

Anda mungkin juga menyukai