ULFAH KHOIRUNNISA
NPM 230110160084
2018
PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN EKTOPARASIT
PADA BENIH BANDENG (Chanos chanos)
DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR LAUT (UK BAL) SUNDAK
BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERIKANAN
BUDIDAYA (BPTPB) KABUPATEN GUNUNGKIDUL
YOGYAKARTA
ULFAH KHOIRUNNISA
NPM 230110160084
2018
JUDUL : PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN EKTOPARASIT
PADA BENIH BANDENG (Chanos chanos) DI UNIT
KERJA BUDIDAYA AIR LAUT (UK BAL) SUNDAK,
BALAI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERIKANAN
BUDIDAYA (BPTPB) KABUPATEN GUNUNNG KIDUL,
YOGYKARTA.
NPM : 230110160084
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr.Ir.Rita Rostika,MP.
NIP. 19650115 198902 2 001
ABSTRAK
Praktik kerja lapangan ( PKL ) dilaksanakan Di Unit Kerja Budidaya Air Laut
sundak, Yogyakarta mulai tanggal 9 Juli 2017 hingga 9 Agustus 2017. Praktik
Kerja Lapang ( PKL ) bertujuan untuk memahami pengamatan dan pengendalian
ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut
(UK BAL) Sundak, Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya
(BPTPB) ) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode simple random sampling yaitu setiap anggota populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Benih bandeng hidup
sebanyak 15 ekor, benih bandeng sakit sebanyak 15 ekor dan benih bandeng mati
sebanyak 15 ekor dengan tiga kali pengambilan setiap kondisinya. Data dianalisis
secara deskriptif. Dari hasil penelitian ditemukan empat jenis ektoparasit pada
ikan bandeng hidup yaitu Apiosoma sp. (13,34 %), Cryptocaryon irritans (6,67
%), Epistylis sp. (6,67 %), dan Trichodina sp. (6,67 %), pada ikan bandeng sakit
ditemukan lima jenis ektoparasit yaitu Apiosoma sp. (26,67 %), Cryptocaryon
irritans (13,34 %), Epistylis sp. (6,67 %), Uronema sp. (13,34 %) dan
Trichodina sp. (20 %). Sedangkan pada ikan bandeng mati ditemukan tiga jenis
ektoparasit yaitu Apiosoma sp. (40 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina
sp. (13,34 %). Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng
dengan kondisi hidup yaitu sebesar 13 individu/ekor ikan dan 13,34 %. Intensitas
dan prevalensi ektoparasit tertinggi ditemukan pada ikan bandeng sakitar yaitu
sebesar 17,34 individu/ekor ikan dengan prevalensi 26,67 %. Intensitas dan
prevalensi tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi mati yaitu sebesar
121,167 individu/ekor ikan dan 40 %. Semakin besar ukuran ikan, intensitas dan
prevalensi ektoparasit yang menyerang ikan bandeng cenderung meningkat.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahman dan
karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapang yang
berjudul Pengamatan Dan Pengendalian Ektoparasit Pada Benih Bandeng
(Chanos chanos) Di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat menyelesaikan mata kuliah Praktik Kerja Lapang pada Program Studi
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapang yang
dilaksanakan dari tanggal 9 Juli 2016 sampai dengan 9 Agustus 2018 yang
bertempat di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak, Balai
Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta. Dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan
ini, tentunya penulis mengalami hambatan. Namun berkat pertolongan dan ridho-
Nya serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Terlepas dari itu semua, penulis banyak mendapat bantuan dan petunjuk dari
beberapa pihak. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucpakan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini kepada:
1. Dr.Ir. Rita Rostika,MP. selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi,
saran, nasihat, arahan, dan bimbingan atas penyusunan laporan.
2. Dr. sc. Agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3. DR. Asep Agus Handaka, S.Pi, MT.selaku Ketua Program Studi Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
4. Bapak Suripto selaku Koordinator Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak
yang telah memberikan izin untuk melaksanakan PKL.
iii
5. Arga Kurniawan., S.Pi selaku Pembimbing lapanga yang telah banyak
memberikan bimbingan selama praktik kerja lapang berlangsung.
6. Seluruh staf karyawan, staf ashli Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak yang
telah mendukung kegiatan PKL di lapangan.
7. Ujang Asep Suryana dan Dedeh Hasanah selaku orang tua tersayang yang
selalu mendoakan, memotivasi, membimbing, dan mendukung selama
melaksanakan PKL ini.
8. Ilmi Amalia Fitriani dan Muhammad Irfan Saiful Mu’min selaku kakak dan
adik yang senantiasa mendoakan dan meberi semangat.
9. Adit, Arie ,Dela, Diki, Iqbal, Naufal, Omar, dan Yuandini selaku team selama
pelaksanaan Praktik Kerja Lapang di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak
yang selama ini memberi dukungan dan semangat.
Penulis sudah menyusun laporan Praktik Kerja Lapang dengan sebaik-
baiknya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari seluruh pihak
sangat diharapkan untuk penyusunan laporan selanjutnya. Akhir kata, semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Ulfah Khoirunnisa
iv
DAFTAR ISI
BAB Hal
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 3
1.3 Ruang Lingkup ................................................................................ 3
1.4 Tempat dan Waktu kegiatan ........................................................... 3
II PROFIL INSTANSI
2.1 Sejarah Unit Kerja Budidaya Air Laut (UKBAL) Sundak ............ 4
2.2 Keadaan Alam dan Letak Geografis Unit Kerja Budidaya Air
Laut (UK BAL ) Sundak .............................................................. 4
2.3 Struktur Organisasi ........................................................................ 5
2.4 Visi dan Misi .................................................................................. 5
2.4.1 Visi ................................................................................................. 5
2.4.2 Misi ................................................................................................ 6
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi UK BAL Sundak ................................... 6
2.6 Sumberdaya Manusia ..................................................................... 6
2.7 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 7
2.7.1 Produksi .......................................................................................... 7
2.7.2 Kantor dan Bangunan...................................................................... 7
2.8 Data Pembimbing Lapangan ........................................................... 8
v
4.2 Hasil ................................................................................................ 17
4.2.1 Pengamatan Gejala Ikan Terserang Ektoparasit ............................. 17
4.2.2 Pengambilan Sample Ikan Terserang Ektoparasit .......................... 18
4.2.3 Pengamatan Ektoparasit .................................................................. 18
4.2.4 Identifikasi Jenis Ektoparasit .......................................................... 19
4.2.5 Analisi Data .................................................................................... 27
4.2.6 Gejala dan Penanggulangan Ektoparasit ......................................... 28
4.3 Pembahasan ..................................................................................... 30
vi
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Tenaga Kerja / Pegawai di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........ 6
2. Sarana Produksi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........................ 7
3. Sarana Kantor dan Bangunan Lain Unit Kerja Budidaya Air Laut
Sundak ................................................................................................... 7
4. Katagori Prevalensi Infestasi Ektoparasit ............................................... 12
5. Katagori Intensitas Infestasi Ektoparasit ................................................. 12
6. Alat yang Digunakan dalam Pengamatan ............................................... 13
7. Bahan yang Digunakan dalam Pengamatan Ektoparasit ......................... 14
8. Hasil Pengamatan Ektoparasit Di Ikan Bandeng Berdasarkan
Ukuran ................................................................................................... 24
9. Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Hidup ....................................... 25
10. Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Sakit 25
11. Jumlah Ektoparasit Pada Ikan Bandeng Mati ......................................... 26
12. Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Hidup ........... 27
13. Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Sakit ............. 28
14. Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Mati .............. 28
15. Gejala dan Penanggulangan Ektoparsit Pada Benih Bandeng ................ 29
vii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ........................................ 5
2. Peta Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak ................................ 9
3. Prosedur Kerja ......................................................................................... 14
4. Ikan Bandeng (Chanos chanos) .............................................................. 15
5. Pegamatan Gejala .................................................................................... 17
6. Pengambilan Sampel ............................................................................... 18
7. Pengamatan Ektoparasit .......................................................................... 19
8. Identifikasi Jenis ekotoparasit 19
9. Trichodina sp. ......................................................................................... 20
10. Epistylis sp. ............................................................................................ 21
11. Uronema sp. ........................................................................................... 22
12. Apiosoma sp. .......................................................................................... 22
13. Cryptocaryon irritans sp. ....................................................................... 23
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Lokasi Balai ............................................................................................. 44
2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 44
3. Dokumentasi kegiatan .............................................................................. 48
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dari lendir, darah, dan jaringan inang untuk keperluan metabolismenya (Grabda
1991 dalam Kurniawan 2015).
Berdasarkan letak organ yang terinfeksi oleh parasit (Kabupatenata 1985
dalam Idrus 2014) mengelompokkan parasit menjadi dua kelompok yang berbeda
yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang terdapat pada
bagian luar tubuh ikan atau di bagian yang masih mendapat udara dari luar.
Ektoparasit menyerang kulit, sirip, dan insang ikan, sedangkan endoparasit adalah
parasit yang hidupnya didalam tubuh inang, misalnya didalam alat pencernaan,
peredaran darah, atau organ dalam lainnya (Trimariani 1994 dalam Riko 2012).
Infeksi ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi
organisme patogen yang lebih berbahaya. Kerugian non lethal lain dapat berupa
kerusakan organ luar (Handayani dkk. 2004 dalam Pramono dan Syakuri 2008)
pertumbuhan lambat, penurunan nilai jual, dan peningkatan sensitivitas terhadap
stressor. Tingkat infeksi ektoparasit yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
akut, yaitu mortalitas tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu (Sommerville
1998 dalam Pramono dan Syakuri 2008). Parasit yang menyerang ikan bandeng
kebanyakan termasuk dalam golongan protozoa, nematoda, capepoda, dan
acanthocephala (FAO 2012).
Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak memiliki sarana
prasarana yang cukup memadai untuk kegiatan budidaya air laut, khususnya
adalah untuk pembenihan ikan bandeng. Sehingga perlu adanya pengetahuan
jenis-jenis penyakit pada ikan bandeng. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
termotivasi untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapang yang berjudul
“Pengamatan dan Pengendalian Ektoparasit pada Ikan Bandeng (Chanos chanos)
di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) Sundak, Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta”
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan Praktik Kerja Lapang (PKL) adalah :
1. Mendapat tambahan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
kerja dari suatu objek kegiatan di bidang perikanan yang sesuai dengan
program studi, khususnya budidaya perairan di luar kegiatan perkuliahan
2. Mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) di
Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL) sundak, Balai Pengembangan
Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta .
3. Mengetahui tingkat prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan
bandeng (Chanos chanos) di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL)
Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta.
4. Mengetahui gejala klinis ikan yang terinfeksi dan cara pengendalian
ektoparasit pada ikan bandeng di Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK
BAL) Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB)
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
2.2 Keadaan Alam dan Letak Geografis Unit Kerja Budidaya Air Laut
(UK BAL) Sundak
Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berada di pantai Trenggole dengan
ketinggian 5 mdpl dan termasuk dalam wilayah Desa Tepus, Kecamatan Tepus,
Kabupatenupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, peta
lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak dapat dilihat pada gambar 1. Luas
lahan mencapai 23.009 m2 dengan peruntukan terdiri dari bangunan umum,
bangunan perikanan dan sisanya berupa lahan kosong. Luas balai sekitar dari satu
per tiga dari luas daerah induknya, kabupatenupaten ini relatif mempunyai
kepadatan penduduk yang rendah jika dibandingkan dengan kabupatenupaten –
kabupatenupaten lain.
4
5
Gambar 1. Lokasi Unit Kerja Budidaya Air Laut (UK BAL ) Sundak
(Sumber: Google Earth)
Letak geografis Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak berada pada
koordinat 8°8'49"S dan 110°36'28"E. Unit Kerja Budidaya Air Laut ini
berbatasan dengan Kabupatenupaten Klaten dan Kabupatenupaten Sukoharjo di
bagian Utara, Kabupatenupaten Wonogiri di bagian Timur, Samudera Hindia di
bagian Selatan, serta Kabupatenupaten Bantul dan Kabupatenupaten Sleman di
bagian Barat. Sundak, Tepus, Gunung Kidul memerlukan 2 jam perjalanan dari
Kota Yogyakarta. Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak dan sekitarnya
merupakan daerah yang memiliki iklim tropis dengan musim hujan terjadi sekitar
bulan November – Maret, musim pancaroba terjadi sekitar bulan April – Juni, dan
musim kemarau terjadi sekitar bulan Juli – Oktober.
2.4.2 Misi
1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.
2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan dan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan
sumberdaya kelautan dan perikanan.
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak
Tugas pokok dari UK BAL Sundak adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan rekayasa teknologi dan percontohan budidaya air laut.
2. Melaksanakan pelayanan teknis dan jasa.
3. Mengembangkan teknologi budidaya air laut.
4. Memanfaatkan sarana dan prasarana budidaya air laut.
5. Mengendalikan mutu benih ikan laut.
6. Memproduksi benih, induk / calon induk ikan laut bermutu.
7. Menyusun laporan bulanan, triwulan, dan tahunan.
(Sumber: Laporan Akhir Tahun Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak)
2.8 Data Pembimbing Lapangan
Nama Lengkap dan Gelar :Arga Kurniawan, S.Pi
NIP :-
Pangkat/Golongan :-
Instansi :Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak,
GunungKidul
Alamat :Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten
GunungKidul, Provinsi DI. Yogyakarta
No.Telp/Fax/Email :081903729192
BAB III
METODE PELAKSANAAN
9
10
A, Observasi
Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data
dengan menggunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut (Nazir 1988 dalam Kumalasari 2016). Observasi dalam Praktik
Kerja Lapang ini dilakukan terhadap berbagai hal yang terkait dengan
pemeriksaan ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos).
B. Wawancara
Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya
jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan.
Dalam wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara penanya
11
dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat
dipertanggung jawabkan secara keseluruhan (Nazir 2011).
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei
yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek. Teknik wawancara
dilakukan jika pewawancara memerlukan komunikasi atau hubungan dengan
responden. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui
tatap muka atau melalui telepon (Sangadji dan Sopiah 2010).
Wawancara dalam Praktik Kerja Lapang ini dilakukan dengan cara tanya
jawab dengan petugas mengenai latar belakang berdirinya Unit Kerja Budidaya
Air Laut Sundak, struktur organisasi, kegiatan dan objek yang bersangkutan
selama proses pengendalian penyakit ikan lele masamo.
C. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti secara langsung beberapa
kegiatan yang dilakukan di lapangan. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan
adalah pemeriksaan ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos). Kegiatan
tersebut diikuti secara langsung oleh mahasiswa Praktik Kerja Lapang, beberapa
kegiatan yang dilakukan di lapangan berhubungan dengan pemeriksaan
ektoparasit pada benih bandeng (Chanos chanos).
Data yang diperoleh selama praktik kerja lapangan dianalisis secara
deskriptif dan ditabulasikan ke tabel untuk memberikan gambaran tentang
pengamatan ektoparsit ikan bandeng kemudian dicari penanggulangannya sesuai
dengan kenyataan di lapang yang mengacu pada literatur-literatur yang ada.
D. Parameter
Parameter utama yang diamati adalah jumlah prevalensi dan intensitas
parasit yang ditemukan pada benih bandeng (Chanos chanos). Identifikasi parasit
menggunakan kunci identifikasi. Perhitungan prevalensi dan intensitas
menggunakan rumus dan kategorinya menggunakan metode dari Williams and
Williams 1996 dalam Idrus 2014.
12
3.4.1 Alat
3.4.2 Bahan
15
16
4.2 Hasil
Hasil yang diperoleh dari kegitan praktik kerja lapangan pengamatan dan
pengendalian ektoparasit ikan benih bandeng di Unit Kerja Budidaya Air Laut
Sundak adalah sebagai berikut.
atas tiga lingkaran yang konsentris yang berfungsi untuk mencengkeram inang
(Kabupatenata 1985 dalam Idrus 2014).
Trichodina sp. mudah diidentifikasi karena terdapat lingkaran bergerigi
dalam tubuhnya. Trichodina sp. bergerak secara tiba-tiba dan arahnya tidak
menentu (Klinger and Floyd 2013). Protozoa ini akan terlihat berbentuk lingkaran
transparan dengan menggunakan bantuan mikroskop dan sejumlah silia yang
menempel disekeliling lingkaran. Tubuh bagian bawah terdapat lingkaran pelekat
untuk melekatkan dirinya ke tubuh ikan atau benda lain (Durborow 2003 dalam
Kumalasari 2016).
B. Epistylis sp.
Epistylis sp. (sinonim Heteropolaria sp) berbentuk lonceng dengan tangkai
yang bercabang-cabang dan tidak berkontraksi. Parasit ini hidup berkoloni, sesil
dan melekat. Penyakit yang ditimbulkan disebut epistyliasis. Bagian anterior dari
Epistylis sp. terdapat silia yang terletak dibagian mulut (Hardi 2015).
Irvansyah dkk. (2012) mengemukakan bahwa Epistylis sp. memiliki
ukuran tubuh 45-49 μm dengan morfologi hidupnya soliter, berwarna keputih-
putihan, mempunyai makronukleus kecil, tidak berkontraktil, sel mampu
berkontaksi dan terdapat capsilia berpasangan. Zooid berbentuk memanjang yang
terdiri dari tangkai peristomial yang bersilia, vakuola makanan, mikronukleus dan
makronukleus. Protozoa kecil memiliki pegangan, terdapat 2-5 dalam koloni
(Saglam and Sarieyyupoglu 2002 dalam Idrus 2014).
21
C. Uronema sp.
Jenis dari Genus Uronema sp. yang dikenal dengan nama lain
Tetrahymena pyriformis di air tawar ini termasuk ke dalam Phylum Ciliophora
dan Ordo Scuticociliatida. Jenis ini berukuran 30-50 µm dan memulai siklus
hidupnya dari memakan sel darah dan cellular debris kadang ditemukan di ginjal
dan perut ikan. Faktor pendukung perkembangan protozoa ini adalah transportasi
selama 24-48 jam dalam air yang pH rendah, ammonia tinggi, dan bahan organik
DO rendah.( Hardi 2015).
Uronema sp. memiliki ukuran 90-100 x 25-35 µm tubuh memanjang,
berbentuk spindle dengan ujung anterior runcing, ujung posterior nyaris membulat
dan tertekan dengan jelas ditengan margin caudal dibagian bawah cilium caudal
bidang bucal sekitarr 40% dari panjang tubuh, bentuk bukan rongga sering
berubah dari falcarteshaped menjadi oval hingga melingkar. Pellicle sedikit
menjorok pada basis silia. Ekstrusi berbentuk spindle, sitoplasma tidak berwarna
sampa ke abu-abuan, vakuola kontraktil yang terletak di kaudal, kira kira 8 µm
selama diastole, berdenyut pada interval sekitar 30 detik. Silo somatic kira-kira 10
µm panjang, padat diatur, tunggal ciliym caudal kira-kira 30 µm panjang gerakan
dengan berenang saat berputar sumbu tubuh panjang tanpa jeda atau dengan
meluncur pada substrat (Nugroho 2015).
22
D. Apiosoma sp.
Memiliki bentuk seperti lonceng dan tidak bertangkal ukuran 50 x 20µ.
Parasit ini memiliki satu baris silia pada peristoma. Parasit ini menyerang organ
bagian insang, kulit, dan sirip. Penyakit ini meyerang ketika kulit atau sirip ikan
telah terluka. Penyakit ini membentuk koloni yang tumbuh di seluruh sirip dan
kulit serta membentuk struktur seperti kapas yang terlihat seperti infeksi jamur.
(Nugroho 2015).
Keberadaan Apiosoma sp. dapat dijadikan indikator dari sanitasi dan
kualistas air yang buruk, kepadatan yang tinggi, kandungan amoniak yang tinggi
serta kandungan oksigen yang rendah (barbades 2008).
E. Cryptocaryon irritans
Jenis dari Genus Cryptocaryon irritans ini termasuk dalam Phylum
Ciliophora, Class Oligohymenophora, Subclass Hymenostomata, Ordo
Hymenostomatida, Subordo Ophryoglenina, dan Family Ichthyophthiriidae.
Bentuk Theront yang menginfeksi berbentuk pipih ukuran 25-60µm panjangnya
memiliki 2 inti yaitu makro dan mikronuklei. Makronuklei trophont memilki 4
lobe yang masing-masing berukuran 10 µm panjang dan 8 µm lebar yang terdiri
dari 1 atau 2 nukleoli (Hardi 2015).
Cryptocaryon irritans berbentuk pyriform dengan panjang 25-60 µm,
memiliki makrobukleus dan beberapa mikronukleus. Tanda tanda klinis yang
disebabkan oleh Cryptocaryon irritans yaitu berbentuk cysta berwarna putih pada
permukaan tubuh dan terjadi mucus berlebihan pada ikan terinfeksi. Cryptocaryon
irritans dapat menyebabkan gangguan osmoregulasi dan kehilangan napsu makan
(Barbades 2008).
Parasit ini memiliki sifat obligat (parasit yang sangat ganas) dan memiliki
rentang kematian 100% dalam tempo beberapa hari.
Gelondongan III 0 0 0
(6 cm – 8 cm)
Larva( < 14 mm) Trichodina sp. 0 Uronema sp.
(3 individu) (2 individu)
Uronema sp.
(2 individu)
Nener (14mm-17mm) 0 0 0
Gelondongan I 0 0 0
Ikan ( 3 cm – 4 cm)
Mati Gelondongan II Apiosoma sp. Apiosoma sp. Apiosoma sp.
(4 cm – 6 cm) (693 individu) (11 individu) ( 17 individu)
Trichodina sp.
(1 individu)
Gelondongan III 0 Apiosoma sp. 0
(6 cm – 8 cm) (6 individu)
25
dalam kondisi yang normal sehingga tidak terjadi kompetisi dalam hal mencari
makanan dan ruang gerak.
Prevalensi dan intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena
banyaknya faktor yang berpengaruh, yaitu umur ikan, jenis ikan, waktu, dan sifat
kimia perairan dimana parasit tersebut hidup (Susanti 2001 dalam Kurniawan
2015). Menurut Stromnes dan Andersen (2003) dalam Kurniawan (2015), tingkat
penularan suatu parasit dipengaruhi beberapa faktor, seperti jenis ikan, ukuran
ikan, umur ikan, jenis kelamin ikan, waktu, dan tempat serta kondisi perairan
tempat ikan itu berada. Menurut Dogiel dkk. (1961) dalam Kurniawan (2015), ada
beberapa faktor penting yang menentukan intensitas dan serangan parasit pada
inang, yaitu :
a. Adanya inang yang berumur panjang akan mengalami akumulasi
parasit dalam jumlah besar.
b. Ukuran inang besar memungkinkan akumulasi bermacam-macam
parasit.
c. Pergerakan individu ikan selama hidupnya dan besarnya ukuran daerah
yang sudah dilalui selama pergerakan dan hubungan dengan berbagai
kondisi lingkungan.
d. Kebiasaan dan lingkungan yang sama antara parasit dan inang yang
dapat mengakibatkan terjadinya kontak antar inang dan parasit.
Tabel 12. Prevalensi Dan Intensitas Ektoparsit Pada Ikan Bandeng Hidup
No Jenis Ektoparasit Prevalensi Intensitas
1 Apiosoma sp. 13,34 % 4,5
2 Cryptocaryon irritans 6,67 % 13
3 Epistylis sp. 6,67 % 8
4 Uronema sp. 0 0
5 Trichodina sp. 6,67 % 1
4.3 PEMBAHASAN
Jenis ektoparasit yang ditemukan dalam pemeriksaan kulit, sirip, dan
insang ikan bandeng di Unit Kerja Budidaya Ikan Laut (UK BAL) sundak adalah
Apiosoma sp. Cryptocaryon irritans, Epistylis sp., Uronema sp., dan Trichodina
sp.. Parasit yang terindentifikasi memiliki ciri khas masing-masing. Parasit
tersebut selalu ditemukan setiap periode sampling dengan jumlah yang berbeda-
beda. Sesuai dengan parasit yang menyerang ikan bandeng kebanyakan termasuk
31
Trichodina sp. yang ditemukan pada benih bandeng hidup hanya terdapat
1 individu Trichodina sp. di kulit. Pada benih bandeng sakit Trichodina sp.
ditemukan sebanyak 52 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di kulit 25
individu dan tidak terdapat parasit ini di sirip. Berdasarkan pengamatan pada
benih bandeng mati. Trichodina sp. ditemukan sebanyak 4 individu dengan lokasi
infeksi seluruhnya di sirip 4 individu dan tidak terdapat parasit ini di insang dan
kuiit. hal ini sesuai dengan Graetzek (1993) dalam Hardi (2015) Trichodina sp.
merupakan ektoparasit yang menginfeksi kulit dan insangikan. Parasit yang
menginfeksi kulit mempunyai rentang inang lebih luas dan berukuran lebih besar,
sedangkan yang menginfeksi insang bersifat inang khusus dan organ khusus serta
berukuran lebih kecil.
Uronema sp. merupakan parasit jenis protoza yang menyerang jenis ikan
ikan laut seperti kerapu macan, ikan bandeng, dan lain-lain. Hasil pengamatan
ektoparasit di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sudak yaitu tidak terdapat Uronema
sp. pada ikan bandeng hidup. Pada benih bandeng Terdapat total Uronema sp.
sebanyak 3 individu dengan lokasi infeksi terbanyak di kulit 2 individu dan tidak
terdapat di insang pada benih bandeng mati. Total Uronema sp. sebanyak 4
individu dengan lokasi infeksi yang sama pada kulit dan sirip sebanyak 2
individu. Hal ini berbeda dengan (Hardi 2015) memulai siklus hidupnya dari
memakan sel darah dan cellular debris kadang ditemukan di ginjal dan perut ikan.
Faktor pendukung perkembangan protozoa ini adalah transportasi selama 24-48
jam dalam air yang pH rendah, ammonia tinggi, dan bahan organic DO rendah.
Siklus hidup langsung dan reproduksi secara aseksual dengan
pembelahan biner. Infeksi Trichodiniasis berat menunjukkan kualitas lingkungan
budidaya yang kurang baik, kepadatan tinggi, dan kurangnya sanitasi lingkungan.
Infeksi Trichodina sp. sering bersamaan dengan infeksi protozoa dan patogen lain.
Parasit ini mampu bertahan hidup sampai 2 hari tanpa ikan, beberapa bahkan bisa
hidup pada kaki katak dan krustase planktonis. Kondisi ini dapat menjadi sumber
infeksi bagi ikan. Trichodina sp. berkembang biak dengan pesat pada kolam yang
airnya tidak mengalir, terutama di panti benih dan kolam pembesaran dengan
populasi yang tinggi. Efek yang merugikan dari parasit ini terjadi karena
34
perpindahannya. Dentikel yang terbuat dari kitin akan mengikis epitel ketika dia
bergerak yang menyebabkan iritasi kulit. Selanjutnya epitel mengalami
hyperplasia, degenerasi (terkikis dan lepas), dan nekrosis diikuti oleh proliferasi
sel lendir. Gangguan proses pernafasan karena adanya parasit pada insang dan
kulit merupakan akibat yang paling serius dari trichodiniasis dan dapat mematikan
pada larva.
Pada pengamatan ektoparasit ikan bandeng berdasarkan ukuran
menunjukan bahwa pada ikan bandeng hidup ektoparasit yang ditemukan
terbanyak adalah pada ukuran gelondongan I (3 cm- 4 cm) yaitu Criptocarion sp.
(13 individu) Apiosoma sp. (3 individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran
nener dan gelondongan II. Pada ikan bandeng sakit ektoparasit yang ditemukan
hampir semua ukuran terjdapat parasit, parasit terbanyak adalah pada ukuran
gelondongan I (3 cm- 4 cm) yaitu Apiosoma sp. ( 26 individu) Trichodina sp. (50
individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran gelondongan III. Pada ikan
bandeng mati ektoparasit yang ditemukan terbanyak adalah pada ukuran
gelondongan II (3 cm- 4 cm) yaitu Apiosoma sp. (693 individu) Trichodina sp. (1
individu) dan tidak terdapat parasit pada ukuran nener dan gelondongan I karena
ikan kecil belum memiliki ketahanan tubuh yang kuat, ikan berukuran kecil
memproduksi lendir atau mukopolisakaridanya, sehingga ektoparasit banyak
menyerang ikan bandeng berukuran kecil.
Menurut Hassan (2008) keberadaan parasit di perairan payau lebih rendah
dibandingkan di perairan tawar dan laut, hal ini dikarenakan adanya pengaruh
perubahan salinitas yang berpengaruh terhadap perkembangan ektoparasit. Daya
tahan tubuh ikan mempengaruhi adanya banyaknya infestasi ektoparasit. Semakin
lemah daya tahan tubuh ikan maka semakin lemah pergerakan ikan tersebut,
sehingga semakin mudah parasit menyerang.
Sedikitnya jumlah ektoparasit yang ditemukan pada ikan bandeng ukuran
kecil maupun ikan bandeng ukuran besar diduga karena kegagalan parasit dalam
menyerang, menempel dan berkembang biak pada tubuh ikan bandeng. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Olsen (1974) dalam Riko (2012) bahwa inang akan
melakukan respon jika mendapat serangan dari parasit, jika parasit tidak mampu
35
melawan respon tersebut maka parasit tidak bisa menempel ke tubuh inang dan
tidak terjadi serangan. Selain itu juga dapat disebabkan karena memang populasi
kedua jenis ektoparasit sedikit diperairan tersebut. Nobel & Nobel (1989) dalam
Kurniawan (2015) bahwa semakin besar ukuran dan berat inang maka semakin
tinggi pula terinfeksi oleh parasit tertentu.
Penularan penyakit dan parasit dapat terjadi melalui beberapa mekanisme,
antara lain melalui kontak langsung antara ikan sakit dan ikan sehat, bangkai ikan
sakit maupun melalui air, penularan ini biasanya terjadi dalam satu kolam
budidaya. Mekanisme penularan lainnya adalah melalui peralatan dan melalui
pemindahan ikan dari daerah wabah dan ke daerah yang bukan wabah (Sunarto
2005 dalam jasmanindar 2011).
Prevalensi merupakan persentase jumlah ikan yang terinfeksi parasit
dengan jumlah inang yang diperiksa. Intensitas merupakan perbandingan jumlah
individu parasit yang ditemukan dengan jumlah inang yang terinfeksi parasit
(Bush dkk.1997 dalam Kurniawan 2015). Prevalensi dan intensitas menunjukkan
tingkat penularan dan infeksi parasit. Setiap parasit memiliki tingkat infeksi yang
berfluktuasi setiap periode sampling.
Pada ikan bandeng hidup memiliki tingkat prevalensi tertinggi yaitu
13,34% pada ektoparasit Apiosoma sp. . Berdasarkan kriteria prevalensi menurut
William (1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori
sering yang berarti infeksi sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak
membahayakan. Sedangkan nilai prevalensi ektoparasit Cryptocaryon irritans ,
Epistylis sp. dan Trichodina sp. tersebut sama yaitu sebesar 6,67 % Berdasarkan
kriteria termasuk dalam kategori kadang-kadang yang berarti infeksi biasa dimana
tingkat infeksi tidak membahayakan bagi kehidupan benih bandeng hidup.
Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Cryptocaryon irritans sebesar 13 ind/ekor
termasuk dalam katagori kadang-kadang dan terendah yaitu Trichodina sp.
sebesar 1 ind/ ekor termasuk dalam katagori ringan.
Pada ikan bandeng sakit memiliki tingkat prevalensi tertinggi 26,67 %
pada ektoparasit Apiosoma sp., Berdasarkan kriteria prevalensi menurut William
(1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori sering yang
36
berarti infeksi sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak membahayakan
sedangkan nilai prevalensi terendah sebesar 6,67 % pada ektoparasit Epistylis sp.
Berdasarkan kriteria termasuk dalam kategori kadang-kadang yang berarti infeksi
biasa dimana tingkat infeksi tidak membahayakan bagi kehidupan benih bandeng
hidup. Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Trichodina sp. sebesar 17,34
ind/ekor termasuk dalam katagori kadang-kadang dan terendah yaitu Uronema sp.
sebesar 1,5 ind/ eko termasuk dalam katagori ringan.
Pada ikan bandeng mati memiliki tingkat prevalensi tertinggi 40% pada
ektoparasit Apiosoma sp., Berdasarkan kriteria prevalensi menurut William
(1996) dalam Yulanda (2017) nilai tersebut termasuk dalam kategori umumnya
yang berarti infeksi biasa dimana tingkat infeksi tidak membahayakan sedangkan
nilai prevalensi ektoparasit Uronema sp. dan Trichodina sp. memiliki nilai yang
sama yaitu sebesar 13,34 % termasuk dalam kategori sering yang berarti infeksi
sering terjadi, dimana tingkat infeksi tersebut tidak membahayakan bagi
kehidupan benih bandeng. Adapun nilai intensitas tertinggi yaitu Apiosoma sp.
sebesar 121,167 ind/ekor termasuk dalam katagori sangat berat
Menurut Diba dalam Wiyatno dkk. (2012), menyatakan bahwa rendahnya
tingkat prevalensi disebabkan oleh keadaan endemik suatu parasit dan kualitas
lingkungan. Selain itu padat tebar yang rendah juga mempengaruhi keberadaan
ektoparasit. Rendahnya intensitas ektoparasit yang dibudidayakan di Unit Kerja
Budidaya Air Laut Sundak disebabkan karena area kolam tersebut tidak
bersubstrat, sesuai dengan pernyataan Nicolau dkk. (2005) dalam Yulanda (2017)
bahwa ektoparasit golongan protozoa banyak ditemukan pada daerah bersubstrat
dan perairan dengan kandungan organik yang tinggi.
Rendahnya tingkat prevalensi disebabkan oleh kemampuan adaptasi
parasit di tubuh inang dan kecocokan inang untuk kelangsungan hidup parasit dan
kualitas lingkungan. Menurut Velasque (1984) dalam Fidyandii (2012), ikan
bandeng relatif tahan terhadap serangan penyakit. Hal ini dikarenakan ikan
bandeng merupakan ikan yang aktif bergerak, tahan terhadap perubahan
lingkungan seperti suhu, pH dan DO (Bagarinao 1991 dalam Fidyandii 2012).
Sehingga perubahan lingkungan tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi
37
biologis ikan bandeng yang memudahkan ikan stres dan mudah terserang parasit.
Rendahnya intensitas diduga adanya infeksi bersama antara dua atau lebih spesies
parasit yang dapat mengurangi jumlah salah satu spesies parasit. Menurut Noble
dan Noble (1989) Dalam Kurniawan (2015) infeksi bersama antar spesies akan
menghambat perkembangan atau bahkan merugikan spesies yang lain. Selain itu
infeksi bersama juga dapat bersifat sinergistik atau saling menunjang kehidupan
masing-masing parasit. Rendahnya intensitas ektoparasit diduga ektoparasit
tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga tidak dapat
berkembak biak dengan baik.
Nilai prevalensi dan intensitas ektoparasit pada benih bandeng di Unit
Kerja Budidaya Air Laut Sundak berbeda-beda, nilai intensitas menunjukkan
bahwa benih bandeng mati di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak lebih tinggi,
diduga karena benih telah terserang ektoparasit sebelum ditebar sehingga
ektoparasit ditularkan pada ikan lainnya dengan bersentuhan secara langsung dan
karena populasi di dalam kolam tinggi, sehingga memudahkan terjadinya
penularan ektoparasit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Giogertti (1989) dalam
Yulanda (2017) bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan parasit adalah
padat penebaran yang tinggi. Ektoparasit lebih mudah berpindah dari suatu inang
ke inang yang lain sehingga potensi penyebarannya lebih besar dalam suatu
perairan tertutup (Musyaffak dkk. 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Pengamatan Dan Pengendalian
Ektoparasit Pada Bandeng (Chanos Chanos) Di Balai Pengembangan Teknologi
Perikanan Budidaya (BPTPB) Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak adalah :
1) Pada ikan bandeng hidup ditemukan empat jenis ektoparasit yaitu
Apiosoma sp.. (13,34 %), Cryptocaryon irritans (6,67 %), Epistylis
sp. (6,67 %), dan Trichodina sp. (6,67 %), Intensitas dan prevalensi
tertinggi terdapat pada ikan bandeng dengan kondisi hidup yaitu
sebesar 13 individu/ekor ikan dan 13,34 %.
2) Pada ikan bandeng sakit ditemukan lima jenis ektoparasit yaitu
Apiosoma sp.. (26,67 %), Cryptocaryon irritans (13,34 %), Epistylis
sp.. (6,67 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina sp. (20 %)
Intensitas dan prevalensi ektoparasit tertinggi ditemukan pada ikan
bandeng sakitr yaitu sebesar 17,34 individu/ekor ikan dengan
prevalensi 26,67% %.
3) Pada ikan bandeng mati ditemukan tiga jenis ektoparasit yaitu
Apiosoma sp. (40 %), Uronema sp. (13,34 %) dan Trichodina
sp.(13,34 %). Intensitas dan prevalensi tertinggi terdapat pada ikan
bandeng dengan kondisi mati yaitu sebesar 121,167 individu/ekor ikan
dan 40%
4) Cara penanggulangannya yaitu dengan sering melakukan pergantian
air, kemudian memeriksa parameter air kolam agar tetap stabil,
membersihkan kolam dari jentik-jentik nyamuk dan lumut. Melakukan
pemeriksaan pada ikan yang terkena penyakit atau parasit. Apabila
ditemukan ikan yang sudah terkena parasit ataupun virus bakteri, ikan
tersebut harus dipisah dengan ikan yang lain agar bakteri atau parasit
tidak menyebar ke ikan-ikan yang lain.
38
39
5.2 Saran
Pada kegiatan Pengamatan Dan Pengendalian Ektoparasit Pada Benih
Bandeng (Chanos Chanos) Di Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak,
Gunungkidul, Yogyakarta. Pemeriksaan ektoparasit sebaiknya tidak hanya
dilakukan secara sederhana, namun dengan pewarnaan sehingga parasit yang
ditemukan dapat diidentifikasi dengan mudah. Perlu memperhatikan aspek-aspek
lingkungan seperti memeriksa parameter dan kondisi air agar tetap stabil dan
selalu menjaga kebersihan kolam supaya kondisi ikan tetap sehat.
DAFTAR PUSTAKA
40
41
Kesan
Kesan selama melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Unit Kerja Budidaya Air Laut (Unit Kerja Budidaya Air Laut ) Sundak,
GunungKidul sangat berkesan karena mendapat banyak imu baru yang terdapat
dilapangan, bekerja secara langsung dilapanagn bersama staf balai, mengetahui
ruang lingkup bidang perikanan dariorang orang balai yang selalu ramah dan
asyik membuat kami nyaman selama melaksanakan pkl, teman teman tim pkl dari
fakultas juga memberikan saya pengalaman hidup yang takterlupakan. Penulis
mengucapkan banyak banyak terimakasih atas semua ilmu dan pengalaman yang
telahh didapat dari staf pkl dan teman teman tim pkl selama kegiatan pkl.
Pesan
Pesan kepada pegaiwai Unit Kerja Budidaya Air Laut Sundak
Gunungkidul untuk tetap menjaga silaturahmi dan keramahan kepada setiap orang
yang ada di lingkungan balai dan kepada orang-orang baru.
LAMPIRAN
44
Objek glass
Mikroskop Cahaya
45
Bahan