I PENDAHULUAN
1.1 Judul
Barat, Amerika Latin. Karakter spesifik dari udang Vanamei adalah mempunyai
perubahan suhu dan salinitas serta laju pertumbuhan yang relatif cepat
pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan rendah. Udang vaname juga dapat
dipelihara dengan padat tebar yang lebih banyak dan pemeliharaan sampai panen
menyatakan bahwa hasil produksi budidaya udang vaname mencapai 228.187 ton
dengan persentase capaian 91.94% dari yang ditargetkan. Sejak tahun 2009-2013,
jumlah ekspor Indonesia umumnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
pada kegiatan budidaya udang vaname ini terdapat kegiatan pembenihan dan
hatchery agar dapat menghasilkan benur yang berkualitas SPF (Specific Pathogen
Perusahaan STP ini merupakan salah satu perusahaan yang sudah memulai
dan prasarana produksi yang baik, serta didukung oleh sumber daya manusia yang
Pemuka ini memiliki hatchery udang dan pembesaran udang yang berlokasi di
Selain itu PT STP juga memiliki pabrik pakan yang berlokasi di Sidoarjo,
Kerja Lapang tentang pemeliharaan larva udang dalam bidang perikanan untuk
1.3 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan PKL di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery ini
1.4 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vanname sebagai berikut:
(Sumber: www.infoikan.com)
Kingdom : Animalia
Filum : Artrhopoda
Kelas : Malascrostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.1.2 Morfologi
aktifitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Kepala
(Cephalotorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua
pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxiliped dan lima pasang kaki jalan (periopoda). Maxiliped sudah mengalami
5
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Bentuk periopoda beruas –
Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki 1, 2, dan 3) dan tanpa capit kaki 4
dan 5. Perut (abdomen) terdiri dari enam ruas. Pada bagian abdomen terdapat lima
pasang kaki renang dan sepasang uropoda (mirip ekor) yang berbentuk kipas
2.1.3 Habitat
dimana suhu air biasanya lebih dari 20°C sepanjang tahun dan akan
menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau. Udang vannamei dewasa dan
bertelur di laut terbuka, sedangkan pada stadia postlarva udang vannamei akan
2010).
Udang vannamei bersifat nokturnal dan tahan terhadap salinitas tinggi dan
salinitas rendah atau biasa disebut eurihalyne. Udang vannamei akan memangsa
waktunya. Udang vannamei mempunyai sifat pemakan lambat dan akan makan
oleh tingkat jenis dan umur. Udang vannamei akan melakukan moulting setiap
hari pada saat berumur muda. Nafsu makan akan turun 1-2 hari sebelum moulting
terjadi dan aktifitas udang vannamei akan berhenti secara total. Proses moulting
lebih awal ke dalam thelycum udang betina selama memijah sampai udang jantan
saat hari pemijahan. Induk betina akan mengeluarkan telur yang disebut dengan
berkembang menjadi naupli, mysis, post larva, juvenil, dan terakhir berkembang
menjadi udang dewasa. Udang dewasa memijah secara seksual di air laut
dalam. Udang vanname akan berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana
terdapat banyak vegetasi yang dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan pada
Kordi (2007) menyatakan bahwa naupli merupakan stadia paling awal pada
stadia larva udang vannamei. Kemudian berubah menjadi stadia zoea. Zoea
merupakan stadia kedua pada larva udang vannamei. Stadia mysis merupakan
stadia ketiga dari larva udang vannamei yang merupakan stadia terakhir pada
larva udang vannamei. Stadia mysis akan berakhir pada hari ke tiga atau hari
keempat, dimana selanjutnya akan bermetamorfosa menjadi post larva (PL). Pada
a. Stadia Naupli.
Menurut Treece dan Fox (2000) bahwa ukuran pada stadia naupli yaitu
memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga pada stadia ini benih
udang vannamei belum membutuhkan makanan dari luar. Larva akan mengalami
enam kali pergantian kulit (moulting) pada fase naupli dengan memiliki tanda-
Nauplius I: Bentuk badan bulat telur dan mempunyai anggota badan tiga pasang.
Nauplius II: Pada ujung antena pertama terdapat seta (rambut), yang satu panjang
Nauplius III: Furcal dua buah mulai jelas masing-masing dengan tiga duri(spine),
Nauplius IV: Pada masing-masing furcal terdapat empat buah duri, eksopoda pada
Nauplius V: Organ pada bagian depan sudah tampak jelas disertai dengan
Nauplius VI: Perkembangan bulu-bulu semakin sempurna dari duri pada furcal
b. Stadia Zoea
Haliman dan Adijaya (2005) mengatakan stadia zoea terjadi setelah naupli
ditebar di bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30
mm. Benih udang mengalami moulting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea
(mysis) sekitar 4-5 hari. Fase zoea terdiri dari tingkatan-tingkatan yang
Zoea I: Bentuk badan pipih, carapace dan badan mulai nampak, maxilla pertama
dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua mulai berfungsi. Proses
Zoea II: Mata bertangkai, pada carapace sudah terlihat rostrum dan duri supra
Zoea III: Sepasang uropoda yang bercabang dua (Biramus) mulai berkembang
c. Stadia Mysis
terlihat ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson) pada stadia mysis. Benih pada
9
stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran
larva sudah berkisar 3,50-4,80 mm. Fase mysis mengalami tiga perubahan dengan
Mysis I : Bentuk badan sudah seperti udang dewasa, tetapi kaki renang (pleopoda)
seperti udang dewasa. Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari
pada stadia post larva. Misalnya, PL 1 berarti post larva berumur 1 hari. Stadia
post larva benih udang sudah dapat berenang ke depan menggunakan kaki renang
(pleopoda).
Briggs et al. (2004) mengatakan bahwa Lokasi yang paling tepat untuk
membangun hatchery pembenihan udang vannamei adalah jauh dari kota dan
lahan pertanian, serta muara sungai. Hatchery harus jauh dari fasilitas produksi.
fasilitas yang ada. Air tawar dan air laut yang masuk dan kemungkinan
mengandung bahan pencemar harus dimonitor sesuai dengan cara budidaya ikan
yang baik. Tempat yang tepat untuk mendirikan hatchery adalah tempat yang
berpasir dan berbatu dimana tempat tersebut bersih, bebas dari cemaran, dan
10
mempunyai kualitas air yang bagus setiap tahunnya. Tempat yang sering terkena
banjir dan berlumpur kurang tepat untuk dijadikan hatchery karena pada waktu
mendirikan hatchery adalah tidak berdekatan dengan muara sungai karena dapat
menurunkan salinitas secara mendadak, dimana hal tersebut sering terjadi pada
waktu hujan lebat. Keuntungan dari lokasi hatchery yang berpasir dan berbatu
adalah kualitas air laut menjadi bagus dan secara relatif mendekati garis pantai
pemompaan. Lokasi hatchery juga harus bebas dari kontaminasi limbah pertanian
dan limbah industri. Parameter kualitas air yang tepat untuk kegiatan
dan semua yang mendukung sistem di hatchery. Walaupun beberapa pompa air
laut dan aerator dapat dijalankan secara langsung oleh generator, hatchery dapat
bertempat di area dimana banyak petani udang beroperasi, jadi larva yang
tempat untuk pembangunan hatchery harus dapat diakses dari fasilitas komunikasi
untuk pemeliharaan larva terbagi menjadi dua, yaitu fasilitas pokok dan fasilitas
pendukung yang secara prinsip diperlukan untuk usaha pemeliharaan larva udang
1. Bak Filter, yaitu bak penyaring air dengan komponen penyaring berupa koral,
2. Bak tandon air tawar dan air laut, yaitu bak bak penampung air laut dan air
tawar yang terbuat dari beton dengan volume minimal 30% dari kapasitas total
bak pemeliharaan.
3. Bak pemeliharaan larva, yaitu bak tempat pemeliharaan larva yang terbuat dari
pakan untuk larva yang berbentuk persegi empat dengan volume 20% - 40% dari
bak larva.
5. Penetasan kista artemia, yaitu untuk menetaskan telur artemia sebagai makanan
larva udang yang berbahan fiber glass maupun plastik dengan volume 0,02 m3.
6. Tenaga listrik, dapat disuplai dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di daerah
terkait.
7. Pompa air atau sarana penyedia air: pompa air laut dengan kapasitas pompa
yang dapat memompa air laut dengan volume minimal 30 % per hari dari total
volume air yang dibutuhkan dalam bak pemeliharaan benur, dan pompa air tawar
dengan kapasitas minimal 5 % dari total volume air bak atau sarana penyedia air
1. Peralatan lapangan: seser, saringan pembuangan air, kantong saringan air, gelas
piala, sepatu lapangan, senter, gayung, ember, timbangan, selang, saringan pakan,
mempergunakan sumber listrik PLN, khususnya jika terjadi gangguan listrik PLN.
13
bersih dan detergen dengan cara menyikat seluruh permukaan dinding bak.
untuk membuang seluruh kotoran yang ada dalam bak pemeliharaan. Pemberian
air bersih untuk menghilangkan sisa dari chlorine, kemudian bak yang sudah
dijemur selama 24 jam. Sebagian dari bak pemeliharaan diisi air laut, selanjutnya
dilakukan pemasangan aerasi pada beberapa titik bak pemeliharaan. sebelum bak
ke area pembenihan seperti hatchery, kultur plankton, artemia, dan lain-lain. Air
patogen yang terbawa oleh air. Air yang akan digunakan, biasanya diberi
14
desinfektan berupa chlorin. Air disaring menggunakan filter bag dan terakhir
didesinfektan kembali menggunakan sinar ultraviolet (UV) atau ozon. air laut
persiapan bak dan media pemelihraan larva selesai dilakukan. Padat penebaran
naupli maksimal adalah 100 ekor per liter dengan ukuran naupli yaitu 0,5 mm.
Naupli yang akan ditebar pada bak pemeliharaan harus mempunyai kualitas yang
2. Gerakan berenang aktif, periode bergerak lebih lama dibandingkan dari periode
diam
3. Kondisi organ tubuh lengkap, ukuran dan bentuk normal serta bebas patogen
Kepadatan larva yang ditebar dalam bak pemeliharaan larva paling sedikit
adalah 75 ekor naupli per liter. Naupli yang ditebar dalam bak pemeliharan larva
mempunyai kepadatan 100 hingga 150 ekor naupli per liter atau atau 100.000
sampai dengan 150.000 ekor naupli per ton. Penebaran naupli dilakukan pada pagi
hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang terlalu tinggi dengan
cara aklimatisasi. Sebelum naupli ditebar pada bak pemeliharaan larva, harus
salinitas air terhadap naupli. Proses aklimatisasi ini dilakukan hingga menunjukan
naupli sudah dapat beradaptasi dengan media air dalam bak pemeliharaan larva.
a. Pakan Alami
diberikan pada larva udang. Nauplius artemia banyak mengandung nilai nutrisi
Pemberian pakan alami berupa Chaetoceros diberikan mulai dari stadia zoea
1 sedangkan pada stadia naupli belum diberikan pakan, karena pada stadia ini
larva udang putih vannamei masih memanfaatkan kuning telur sebagai pensuplai
mempunyai cadangan makanan berupa egg yolk selama 36 – 72 jam. Stadia zoea
pada stadia naupli diberikan sebanyak 60.000 sel/ml, stadia zoea 1 sebanyak
80.000 sel/ml, pada stadia zoea 2 diberikan sebanyak 80.000 – 100.000 sel/ml,
stadia zoea 3 – mysis 1 diberikan sebanyak 100.000 sel/ml, dan pada stadia mysis
Treece dan Fox (2000), menyatakan bahwa naupli artemia yang baru
menetas diberi aerasi. Hal ini dilakukan agar naupli dalam penampungan
16
beacker glass dengan cara ditebarkan secara merata. Pemberian pakan artemia
dilakukan enam kali dalam satu hari yaitu pada pukul 00.00, 04.00, 08.00, 12.00,
b. Pakan Buatan
tambahan nutrisi terhadap pertumbuhan larva udang. Kriteria pakan buatan yang
1. Kandungan gizi pakan terutama protein harus sesuai dengan kebutuhan ikan
2. Diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut ikan
Pakan buatan yang biasa diberikan untuk larva udang vannamei adalah
pakan dalam bentuk bubuk, cair dan flake (lempeng tipis) dengan ukuran partikel
sesuai dengan stadianya. Kandungan nutrisi pada pakan buatan larva udang
vannamei terdiri dari protein minimum 40% dan lemak maksimum 10%.
kandungan nutrisi pada pakan buatan larva udang vannamei terdiri dari protein 28
– 30%, lemak 6-8%, serat (maksimal) 4%, kelembaban (maksimal) 11%, kalsium
saringan berukuran 200 – 300 mikron, sedangkan pada stadia PL 9 sampai dengan
mikron. Ukuran partikel pakan buatan pada tiap stadia dapat dilihat pada Tabel 2.
antara pakan alami dan pakan buatan. Pemberian pakan buatan sebelumnya
dilakukan proses penyaringan, hal tersebut dimaksudkan agar pakan buatan yang
tersaring sesuai dengan bukaan mulut dari larva udang pada setiap stadia (Edhy
Kualitas air pada media pemeliharaan larva harus dilakukan pengelolaan air
yang baik. Pengelolaan air dapat dilakukan dengan penyiponan dan pergantian
air. Sisa pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme yang berupa feses
18
dibuang dari dasar bak pada waktu tertentu (penggunan probiotik akan
mengurangi penyiponan). Endapan berupa kotoran atau sisa pakan yang terdapat
dibersihkan. Larva udang yang ikut tersedot saat proses penyiponan dapat disaring
pada jaring seser, kemudian dapat dikembalikkan pada bak pemeliharaan (Briggs
et al., 2004)
kepadatan larva, stadia larva, dan kondisi kualitas air pada bak pemeliharaan
air dalam bak pemeliharaan agar tetap stabil. Air yang digunakan pada proses
pergantian air, harus mempunyai kualitas yang lebih baik dari air pemeliharaan
yang ada dalam bak. Air yang akan digunakan harus sama dengan temperatur,
salinitas, dan derajat keasaman (pH) untuk menghindari stress pada larva akibat
Penambahan air secara berangsur sekitar 10% per hari dari kapasitas maksimal air
yang baru (termasuk jumlah plankton yang digunakan) sampai bak terisi penuh
dan dilakukan hingga mencapai stadia mysis. Stadia zoea tidak dilakukan
pergantian air. Pada waktu masuk stadia mysis dilakukan pergantian air sebanyak
10 – 30 % per hari. Pada stadia awal larva, dilakukan pergantian air tetapi volume
pergantian sebanyak 30-40% dan pada PL 5-8 dilakukan pergantian air sebanyak
larva. Apabila pertumbuhan larva lambat dapat dipacu dengan pemberian pakan
pertumbuhan udang akan lebih cepat sesuai yang diharapkan. Sedangkan untuk
a. Pengamatan Makroskopis
sampel langsung dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter beaker glass kemudian
diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi, usus, sisa
pakan kotoran atau feses dan butiran-butiran yang dapat membahayakan larva.
b. Pengamatan Mikroskopis
beberapa ekor larva dan diletakkan di atas gelas objek kemudian diamati dibawah
dengan cara menempel pada permukaan tubuh larva atau insang pada semua
stadia dalam kegiatan pemeliharaan larva udang vannamei. Organ udang seperti
permukaan tubuh, alat gerak, atau insang yang banyak terdapat vorticella akan
vannamei disebabkan oleh jamur, vibrio, dan bakteria. Pengobatan harus segera
berada pada satu tempat dengan bak pemeliharaan larva, orang yang memijahkan
harus diberi desinfektan, dan penyaring air laut jumlahnya harus memadai agar
menggunakan malachite green sebanyak 0,0075 ppm dan infeksi akibat protozoa
kematian larva terlihat lebih banyak, larva harus diamati dengan cara mengambil
beberapa ekor larva untuk dijadikan sampel agar dapat diketahui penyebabnya.
untuk melakukan pemanenan dari bak pemeliharaan karena pada ukuran tersebut
dapat dengan mudah dipelihara pada tambak dan dapat dengan mudah untuk
dikirim. Larva yang ada pada bak pemeliharaan dipanen dengan cara mengurangi
1/3 air pada bak kemudian dikumpulkan pada bag net yang ditempatkan pada
normalnya pemanenan benur udang dilakukan pada saat mencapai stadia PL8
Benur yang dipanen harus mempunyai kualitas yang baik. Ciri dari benur
yang siap untuk dipanen dan mempunyai kualitas yang baik adalah sebagai
berikut :
b) Gerakan berenang aktif dan melawan arus dan kepala enderung mengarah ke
arah dasar.
c) Kondisi tubuh setelah mencapai PL 10 organ tubuh sudah sempurna dan ekor
adanya kejutan.
Postlarva dapat ditampung dalam bak plastik, bak fiberglass, atau kanvas
yang berukuran 500 – 1000 liter dan diberi aerasi. Suhu air dalam kantong plastik
diturunkan menggunakan es batu. Postlarva dengan kepadatan 200 – 500 per liter
dapat diangkut sampai 10 jam tanpa menimbulkan tingkat mortalitas yang tinggi.
yang diberi oksigen. Plastik berukuran 60 x 40 cm diisi 6 – 8 liter air tawar dan
air laut kemudian masukkan 3000 – 5000 postlarva. Kepadatan jumlah larva dapat
dikurangi jika dilakukan pengiriman dalam waktu lama atau jarak jauh. Setelah
kantong plastik terikat kencang, tempatkan dalam styrofoam atau ember plastik
dasar, sisi, dan atas styrofoam. Postlarva akan bertahan lebih dari 12 jam selama
pengiriman. Kepadatan benur dalam plastik packing pada stadia PL15 berkisar
antara 500-1200 per liter tergantung dari ukuran benur dan lamanya waktu
pengiriman. Dalam plastik tersebut diberi karbon aktif sebagai pengikat amoniak
naupli artemia sebanyak 15-20 ekor naupli per benur untuk mencegah terjadinya
Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan di PT. Suri Tani Pemuka Unit
ini akan dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2017 hingga 18 Januari 2018
empiris adalah metode yang paling sering digunakan yaitu metode yang
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
Metode pengumpulan data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini
data primer berupa observasi, wawancara dan partisipasi aktif dan data sekunder
pengamatan langsung terhadap suatu obyek yang telah diselidiki baik dalam
situasi sebenarnya maupun situasi khusus. Data primer diambil secara langsung
24
dari sumbernya untuk pertama kali dan belum diproses sama sekali. Dalam
A. Observasi
yang terjadi saat itu (Indrawati, 2007). Observasi dilakukan dengan mengamati
secara langsung suatu obyek yang diteliti dan pencatatan secara sistematis
mengenai hasil pengamatan. Observasi pada Praktek Kerja Lapang ini dilakukan
terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan studi pemeliharaan larva udang
B. Wawancara
Komunikasi yang baik dan lancar diperlukan untuk mendapatkan data yang dapat
kegiatan dan masalah apa saja yang dihadapi saat melaksanakan kegiatan
C. Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah keterlibatan secara langsung dan aktif pada suatu
penetesan naupli, kultur plankton sebagai pakan alami larva udang, persiapan alat-
alat dan bahan yang akan digunakan untuk pemeliharaan larva udang vanname,
pemberian pakan terhadap larva udang vanname, hingga pasca panen post larva
udang vanname di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Desa Selogiri Kecamatan
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan
telah dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang di luar dari penelitian itu sendiri
(Azwar, 1998). Pada umumnya data sekunder berupa data yang telah
dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain sehingga dapat digunakan oleh peneliti
untuk memberikan gambaran tambahan, lengkap atau untuk proses lebih lanjut.
Data ini dapat diperoleh dari data dokumentasi, lembaga penelitian dinas
lain yang berhubungan dengan pemeliharaan larva udang vanname di PT. Suri
bertanggung jawab dibawah PT. Suri Tani Pemuka Tbk. PT. Suri Tani Pemuka
Unit Hatchery Banyuwangi secara resmi didirikan pada tanggal 1 Juli 2009.
Bangunan yang digunakan PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi
sebelumnya merupakan milik unit usaha UD. Benur Sakti dimana pada waktu itu
unit usaha tersebut mengalami krisis ekonomi perusahaan, kemudian unit usaha
Lokasi PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi terletak di Jl.
pesisir laut dan pemukiman warga. Hal itu menjadikan PT. Suri Tani Pemuka
Secara geografis, PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi terletak
permukaan laut. PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi terletak pada
titik koordinat 111° 24’ hingga 112° 11’ BT dan 7° 53’ hingga 8° 34’ LS. Salinitas
air laut pada perairan Selat Bali berkisar antara 30-35ppt. Selat bali merupakan
sumber air sebagai media pemeliharaan memiliki dasar perairan yang berkarang
dan berpasir, hal tersebut merupakan salah satu syarat lokasi yang baik dalam
PT. Suri Tani Pemuka memiliki visi dan misi berdasarkan perusahaan
pusat yaitu untuk menjadi penyedia terkemuka dan terpercaya di bidang produk
pengalaman teruji dalam upaya memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait.
1. TERKEMUKA
2. TERPERCAYA
3. TERJANGKAU
5. KERJASAMA
setiap perusahaan dalam mencapai tujuannya. Susunan organisasi dan tata kerja
PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi dapat dilihat pada Lampiran 3.
30
Jumlah tenaga kerja yang ada di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery
jawab.
keuangan, administrasi dan perlengkapan kantor. Selain itu, sub bagian tata
mengevaluasi serta melaporkan kegiatan PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery
Banyuwangi.
berbagai daerah, menjalin hubungan kerjasama dengan unit usaha yang sejenis,
Karyawan yang ada di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi
pembagian tugas sehingga pembagiannya merata dan adil serta sesuai dengan
lampiran.
Sarana dan prasarana di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery sangat
prasarana yang dimaksud adalah perlengkapan baik itu media, alat, tempat dan
4.2.1 Sarana
sistem saluran air masuk (inlet) dan keluar (outlet). Bentuk kolam pemeliharaan
Saluran pemasukan air dan pengeluaran air terbuat dari pipa dengan diameter
saluran pemasukan air 4 inchi dan diameter saluran pengeluaran air 2 inchi.
Bak kultur algae digunakan untuk memproduksi algae skala outdoor dengan
dilengkapi sistem saluran air masuk (inlet) dan air keluar (outlet). Bak kultur
32
c. Bak Artemia
bawah dengan volume tampung air sebanyak 800 liter, terdapat saluran outlet
pada bagian bawah bak yang digunakan untuk pembuangan atau proses
pemanenan artemia. Bak artemia biasa digunakan untuk kultur artemia dan
PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi memiliki bak kultur artemia
d. Bak Tandon
Wadah pengendapan (reservoir) untuk air yang berasal dari saluran inlet
yaitu air laut berupa kolam berbentuk persegi panjang dengan volume 9 x 9 x 4
keluar dari dalam reservoir lebih bersih. Di bagian sudut lain terdapat saluran
e. Aerasi
kegiatan produksi larva udang di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery
larva. Blower tersebut berjumlah 5 buah dan diletakkan pada ruang blower. Proses
penyaluran udara dari blower ke area produksi menggunakan pipa PVC yang
33
berdiameter 4 inchi. Sedangkan untuk pipa aerasi sekunder yang berada di setiap
Tabel 4.1 Sarana Umum di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi
No Sarana Umum Jumlah
13 Blower 2 unit
4.2.2 Prasarana
larva udang di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi adalah sebagai
berikut :
a. Transportasi
dalam menjalankan usaha kegiatan budidaya ikan koi. Alat transportasi yang
digunakan di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi adalah mobil pick
up dan mobil dinas. Mobil pick up berfungsi sebagai alat transportasi yang
Pompa air laut digunakan untuk mengambil air laut guna memenuhi
kebutuhan air laut selama kegiatan produksi. Proses pengambilan air laut
menggunakan dua alat pompa bermesin diesel dengan mer EBARA dan NS-100
yang memiliki daya sebesar 15 KVA. Pompa tersebut diletakkan di dalam ruang
c. Tenaga Listrik
Sumber tenaga listrik di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi
berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memiliki daya total sebesar
135 KVA. Apabila terjadi masalah yang dapat mengganggu proses produksi
35
seperti pemadaman listrik, PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi
menggunakan sumber energi listrik pengganti yaitu satu buah genset yang
d. Komunikasi
Prasarana komunikasi yang terdapat di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery
e. Bangunan
meliputi kantor, gudang pakan, gudang bahan, gudang mesin, pos jaga, asrama,
laboratorium, rumah dinas, karantina ikan dan mushola. Asrama terdiri dari
asrama besar dan asrama khusus putri yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi
Kegiatan pemeliharaan larva udang vanname di PT. Suri Tani Pemuka Unit
pertumbuhan larva, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen,
Persiapan Bak dan media pemeliharaan merupakan salah satu faktor penting
berkelanjutan untuk proses produksi larva udang (Nurdjana dkk., 1989). Persiapan
pemasukan air. Bak pemeliharaan larva udang vanname terbuat dari semen
(beton), memiliki bentuk persegi panjang pada bagian sudutnya dibuat tumpul
dan kaporit 600 ppm kemudian digosok menggunakan polyped pada bagian
dinding dan dasar bak pemeliharaan larva udang. Dinding dan dasar bak yang
telah digosok kemudian dibilas menggunakan air tawar. Proses ini dilakukan
udang juga dibersihkan untuk membunuh bakteri dan jamur. Selang aerasi dan T
aerasi dicuci dengan cara direndam pada larutan HCl selama 24 jam, sedangkan
plastik penutup bak, beaker glass, dan heater dibersihkan dengan menggunakan
b. Pengisian Air
Pengisian air laut dilakukan setelah bak dikeringkan dan instalasi terpasang
seluruhnya dengan benar. Air laut yang digunakan adalah air laut yang telah
tersedia di bak penampungan air dan telah dilakukan treatment air. Pengisian air
laut ke dalam bak pemeliharaan larva disalurkan melalui pipa inlet dengan
terdapat dalam air laut. Bak pemeliharaan larva yang telah berisi air laut
Stadia larva udang yang ditebar dalam bak pemeliharaan larva adalah stadia
bertujuan untuk menyamakan suhu pada media kantong nauplii dengan suhu
media pemeliharaan larva sehingga nantinya nauplii yang ditebar tidak mengalami
stress.
a. Mengisi air laut sebanyak 10 liter ke dalam ember kemudian diberikan aerasi.
b. Nauplii dituangkan ke dalam ember yang telah diisi air laut dan diberi aerasi.
Pakan yang diberikan pada larva udang selama proses pemeliharaan adalah
pakan alami berupa fitoplankton dan pakan buatan (premix). Pengelolaan pakan
pada larva udang meliputi penentuan jenis pakan, dosis pakan, frekuensi
pemberian dan pengamatan. Pada stadia nauplii larva masih belum diberi pakan,
39
a. Fitoplankton
1. Jenis
udang vanname di PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery adalah jenis Chaetoceros
atau PL-1, karena pada stadia larva (PL-1) larva sudah mulai diberikan pakan
2. Dosis Pakan
Sumeru dan Ana (1992) mengatakan bahwa Dosis pakan merupakan faktor
yang diberikan harus disesuaikan dengan stadia larva udang. Frekuensi pemberian
pakan alami akan mengalami penurunan pada saat stadia mysis. Dosis pemberian
tissue.
handcounter.
dilakukan dengan cara menggunakan pompa air kemudian disalurkan melalui pipa
fitoplankton dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pukul 08.00 dan pukul
14.00. Dosis pakan fitoplankton untuk larva udang dilihat pada tabel 4.1.
Chaetoceros
mulleri
STADIA
(sel/ml)
Nauplii 60.000
Zoea 1 80.000
Zoea 2 100.000
Zoea 3 120.000
Zoea-Mysis 120.000
Mysis 1 70.000
Mysis 2 60.000
Mysis 3 50.000
b. Pakan buatan
1. Jenis
pertumbuhan dan perkembangan larva. Pakan buatan dapat mensuplai asam lemak
essensial seperti; Essential Fatty Acid (EFA), Fatty Acids (FA), Polyunsaturated
Fatty Acids (PUFA), Highly Unsaturated Fatty Acids (HUFA) yang tidak dapat
dibentuk di dalam tubuh udang (Gonzalez et al., 2002). Udang tidak mampu
mensintesis protein dan asam amino secara alami maka dibutuhkan asupan protein
2. Dosis Pakan
mulai diberikan apabila larva udang sudah mencapai stadia zoea. Pakan buatan
yang diberikan adalah pakan buatan berupa butiran halus yang bersifat melayang
di dalam air sehingga larva dapat memakannya. Setiap stadia larva udang
memiliki dosis pakan yang berbeda dan bergantung pada kondisi kesehatan larva
udang. Dosis pemberian pakan buatan untuk setiap stadia larva udang dapat
Tabel 4.2 Dosis pakan buatan untuk setia stadia larva udang
PAKAN PAKAN ARTEMIA
STADIA CAIR BUBUK
ml/1juta gr/1juta gr/1juta
ekor ekor ekor
Zoea 1 4 ml x 4 5 gr x 8
Zoea 2 6 ml x 4 10 gr x 8
Zoea 3 8 ml x 4 15 gr x 8
Mysis 1 10 ml x4 20 gr x 8
Mysis 2 12 ml x 4 25 gr x 8
Mysis 3 14 ml x 4 30 gr x 8
PL 1 35 gr x 8
PL 2 40 gr x 8
PL 3 45 gr x 8
PL 4 50 gr x 8
PL 5 25 gr x 8
PL 6 30 gr x 8 2.500 gr
PL 7 35 gr x 8
PL 8 43 gr x 8
PL 9 51 gr x 8
PL 10 61 gr x 8
TOTAL 216 ml 4.160 gr 2.500 gr
(Sumber : Data Primer PT. Suri Tani Pemuka Unit Hatchery Banyuwangi)
43
3. Teknik Pemberian
Jumlah pemberian pakan buatan untuk larva udang selama proses produksi
menigkat sesuai dengan kebutuhan dan bertambahnya ukuran larva udang. Pakan
buatan yang diberikan mulai stadia zoea yaitu Mackay MP1, Epifeed LHF 1,
Frippak. Stadia Mysis dan Postlarva diberikan pakan buatan dengan merk EZ
Artemia, Mackay MP4, Frippak, Royal Caviar, dan Lanzy. Pemberian pakan
buatan dilakukan sebanyak 8 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 10.00, 13.00,
Selama proses pemeliharaan larva udang vanamei di PT. Suri Tani Pemuka
yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan kandungan amonia.
a. Suhu
b. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pukul
kalibrasi untuk memperoleh hasil yang tepat saat pengukuran, kalibrasi dilakukan
tissue.
c. Oksigen Terlarut
oksigen terlarut dilakukan pada pukul 09.00 dan pukul 16.00. adapun cara
4. Membaca skala pada layar yang merupakan nilai kadar oksigen terlarut dalam
air.
45
populasi larva. Larva akan berkembang menjadi 4 stadia setelah menetas yaitu
nauplii, zoea, Mysis, dan postlarva. Larva akan berpindah tempat dari laut terbuka
bermigrasi menuju ke arah pantai dan estuari hingga berkembang menjadi dewasa
(Farchan, 2006).
1. Nauplii
udang vannamei. Ukuran tubuh stadia nauplii sekitar 0,32mm – 0,58mm. Sistem
2. Zoea
zoea 3. Perbedaan dari setiap tahapan substadia zoea dapat dilihat pada segmen
46
abdomen dan perkembangan dari lateral dan dorsal. Stadia zoea sangat sensitive
terhadap cahaya yang kuat, ukuran tubuh pada stadia zoea yaitu 1,00mm -
3,00mm.
3. Mysis
Mysis 2, dan Mysis 3. Perbedaan dari ketiga substadia Mysis dapat dilihat pada
perkembangan bagian kaki renang. Stadia Mysis memiliki ukuran tubuh yaitu
3,50mm – 5mm.
4. Postlarva
seperti udang dewasa dan sudah bersifat bentik. Larva udang sudah mulai
47
bergerak aktif melawan arus dan mempunyai sifat karnivora. Stadia postlarva
sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pukul 07.00 dan 13.00.
1. Secara Makroskopis
glass dan terdapat 4 parameter yang diamati yaitu aktifitas renang larva, kotoran,
Kegiatan renang larva memiliki perbedaan pada setiap stadia karena adanya
belum bias berenang dan mengikuti arus, stadia Mysis sudah mulai dapat
dengan berenang, dan stadia postlarva merupakan stadia yag sudah sempurna
b. Moulting
kutikula baru. Kutikula merupakan kerangka luar udang yang keras sehingga
waktu satu atau dua hari, apabila lebih dari waktu tersebut larva diduga sedang
c. Kotoran
Kotoran dapat terjadi akibat dari sisa pakan yang menumpuk maupun dari
feses larva. Kondisi tersebut dapat menyebabkan perubahan kualitas air menjadi
menurun, maka untuk menghindari kualitas air yang menurun perlu dilakukan
pemberian pakan secara efisien atau monitoring kualitas air. Pakan yang diberikan
pada larva udang akan menghasilkan 10% limbah padatan dan 30% limbah cair.
d. Variasi ukuran
individu minimal 20 ekor. Apabila didalam sampel terdapat larva udang yang
menunjukkan skala yang jauh berbeda dari standar deviasi maka larva udang
variasi ukuran harus dilakukan setiap hari untuk mengetahui waktu pertumbuhan
larva.
49
2. Secara Mikroskopis
dengan cara menggunakan mikroskop, ada beberapa parameter yang dilihat dalam
a. Isi Usus
Isi usus dapat diamati dengan adanya pakan yang terdapat di dalam usus.
Pemeriksaan pada saluran usus dilakukan untuk melihat tingkat nafsu makan
larva, usus yang kosong menandakan larva dalam tanda pertama penyakit. Usus
yang terdapat isinya dengan aktivitas peristaltic yang kuat menunjukkan larva
b. Bolitas
detasemen sel epitel dari usus dan hepatopankreas. Bolitas dapat dilihat sebagai
bulatan kecil di dalam saluran pencernaan. Penggunaan probiotik yang baik dapat
c. Hepatopankreas
vakuola lipid yang banyak menandakan kesehatan yang baik bagi larva udang.
50
baik.
Pemeriksaan dari ketebalan dari otot perut ventral dan usus harus dilakukan
rasio otot pada usus sangat sulit dilakukan karena pergerakan udang yang lincah.
Apabila otot 50% lebih kecil dari lebar ekor maka ini menunjukkan gejalan
1. Treatment Air
Bak pemeliharaan larva yang telah dilakukan pengisian air laut hingga
volume yang ditentukan akan diberikan treatment air. Perlakuan treatmen air
dengan diberikan sodium 10 ppm atau EDTA 10 ppm pada bak pemeliharaan
larva bertujuan untuk membunuh bakteri dan jamur yang terdapat dalam air.
2. Penyiponan
dan penyakit, penyiponan dilakukan untuk membuang sisa pakan, larva udang
yang mati dan kotoran yang mengendap di dasar perairan. Penyiponan dilakukan
apabila kondisi air terlihat keruh pada dasarnya dan berbau tidak sedap (Subaidah,
2006).
3. Pemberian Probiotik
52
probiotik betujuan untuk memperbaiki kualitas air dan daya tahan tubuh larva
4. Penerapan Biosecurity
maupun horizontal selama proses produksi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
Penggunaan media air pemeliharaan yang bebas pathogen dan bahan kontaminan.
Seleksi induk yang bebas penyakit serta penggunaan benih yang tersertifikasi
untuk mengetahui status kesehatan dan system imun. Tindakan biosecurity selama
proses produksi terdapat di dalam SNI 8230:2016 seperti desinfeksi terhadap bak
inkubasi, bak pemeliharaan, peralatan kerja, dan personil yang terlibat dalam
proses produksi.
Pertumbuhan dari stadi naupli hingga stadia postlarva yang paling baik adalah ±
53
sudah tua dan pembentukan cangkang baru dengan ukuran yang lebih besar.
adalah berumur (PL10) sampai (PL12). Berdasarkan SNI 01-7252 (2006) larva
udang vannamei yang berkualitas memiliki ciri yaitu warna tubuh transparan, usus
terisi tidak terputus, dan berenang secara aktif. Ada beberapa prosedur yang harus
benur layak untuk dipanen atau tidak layak dipanen. Pengujian kualitas benur
dilakukan oleh quality control dengan berdasarkan standar kualitas benur yang
sudah ditentukan. Pengujian kualitas benur dilakukan setiap hari selama minimal
54
3 hari menjelang panen. Ada dua syarat yang digunaka nsebagai standar untuk
d. Lolos dari uji stress test minimal dua hari berturut-turut, SR > 95%. 100
ekor/liter diberi suhu air 18oC dan formalin 0,1ml/liter dengan salinitas
normal.
d. Lolos uji stress test minimal dua hari berturut-turut, SR > 95%. 100
20ppt.
1. Penyeseran Benur
sebanyak ± 75% menggunakan pipa pembuangan yang sudah diberi saringan agar
benur tidak ikut terbuang. Pada ujung pipa pembuangan dipasang saringan untuk
55
dalam bak atau ember yang telah berisi air. Benur dipindahkan ke dalam holding
didistribusikan.
2. Packing
Benur ditampung di dalam holding tank yang berukuran 500 – 1000 liter
dengan diberi aerasi. Benur ditampung dalam plastic dengan kepadatan 200-500
ekor per liter, kemudian diberikan oksigen tambahan dengan dosis 20-25 ppm
untuk perjalanan dekat dan 30-35 ppm untuk perjalanan jauh. Kantong plastic
diikat menggunakan karet dengan kencang agar tidak terjadi bocor udara dalam
3. Pasca Panen
menggunakan sabun cair lalu dikeringkan selama 24 jam. Ruang panen yang
digunakan untuk packing benur dibersihkan dan dirapikan dengan kondisi sepeti
semula.
56
5.1 Kesimpulan
1. Proses pemeliharaan larva udang dimulai dari stadia nauplii hingga stadia
penyakit.
3. Prospek usaha produksi larva udang vannamei yang dilakukan di PT. Suri
5.2 Saran
pemeliharaan larva udang vannamei agar produksi lebih dapat ditingkatkan serta
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya, D., Kokarkin, C., Supito. 2001. Teknik Operasional Budidaya Udang
Ramah Lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. BBPBAP Jepara. 29 hal.
Edhy, W.A, Januar, P dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central
Pertiwi Bahari. PT Central Pertiwi Bahari. Tulangbawang.
Kungvankij, P., L.B. Tiro, Jr., B.J. Pudadera, Jr., I.O. Postestas, K.G., Corre., E.
Borlongan., G.A. Talean., L.F. Bustilo., E.T. Tech., A. Unggui., T.E.
Chua. 1986. Shirmps Heatchery Design, Opration and Management.
Network of Aquaculture Centres In Asia Regional Lead Centre in the
Philippines. Philippines. 39 PP
Rosidi, I. 2008. Sukses Menulis Karya Ilmiah Suatu Pendekatan Teori dan
Praktik. Pustaka Sidogiri. Pasuruan. 128 hal.
Subaidah, Siti dan Pramudjo, Susetyo. 2008. Pembenihan Udang Vaname. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo.
60