Anda di halaman 1dari 129

PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN UDANG

VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SECARA INTENSIF DI


PT. ANDULANG SHRIMP FARM DESA ANDULANG
KECAMATAN GAPURA KABUPATEN SUMENEP
PROVINSI JAWA TIMUR

KARYA ILMIAH PRAKTEK AKHIR


PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

Oleh :

DYAN DENALLA
NIT: 15.3.02.047

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SIDOARJO
2018
HALAi'AN PERSETUJUAN

Judul : Pengelolaan Kualitas Air Pada pembesaran udang Vannamei


(Litapmeus vannamei) Secara lntensif Di pT. Andulang Shrimp
Farm Desa furdulang Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep
Pnrvinsi Jawa Timur

Nama : Dyan Denalla


NIT : 153-A2.MT

Karya llmiah lni Disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diptoma lll
Dan Memperoleh Gelar Profesi Ahli Madya perikanan
Prcgram Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2A17 I 2A1g

Menyetuiui:

Dosen Pembimbing l, Dosen Pembimbing ll,

lr. Moh. Zainal Arifin, MP lr.Teguh lTa-tljono, M P


Tanggal :

Sidoarjo,
Telah Dipertahankan di Hadapan Tim penguji
Uiian Akhir Program Diploma lll
Akademi Perikanan Sidoario
Dan Dinyatakan LULUS
Pada Tanggal :.........

Penyelesaian Revisi Tanggal :..............

Tim Penguii,

%4
Penguji l, Pengujill,

lr. Moh. Zainal Arifin. tP lr. Teouh Hariiono.If,P

Mengetahui,
Ketua Junrsan Teknologi Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan SHoarJo

Il
RINGKASAN

DYAN DENALLA. 15.3.02.047 Pengelolaan Kualitas Air Pada Pembesaran


Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Secara Intensif ditambak PT.
Andulang Shrimp Farm Desa Andulang Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep
Provinsi Jawa Timur. Dibawah bimbingan Bapak Ir. Moh. Zainal Arifin, selaku
Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. Teguh Harijono, MP selaku Dosen Pembing
II.

Udang vanamei atau biasa juga disebut udang vanamei (Litopenaeus


vannamei) merupakan udang introduksi. Keunggulan yang dimiliki udang
vannamei antara lain, tahan terhadap penyakit bercak putih (White Spot
Syndrome Virus), padat tebar tinggi, pertumbuhan lebih cepat, memiliki kisaran
suhu dan salinitas yang luas. budidaya udang ini menjadi perhatian besar bagi
para pembudidaya udang dan pengusaha tambak sebagai salah satu komoditas
yang menjanjikan, baik untuk pasar local maupun internasional (Rufiati 2006).
Untuk memenuhi besarnya permintaan pasar, maka perlu digunakan
sistem budidaya udang vanamei secara intensif. Namun pola budidaya udang
vanamei menggunakan sistem intensif bukan tanpa hambatan. Dengan
kepadatan tebar yang tinggi, jumlah pakan yang diberikan dituntut dengan
jumlah yang besar dapat menurunkan kualiatas air. Penurunan kualitas air ini
akan menyebabkan udang stress dan menimbulkan penyakit sehingga sering
menyebabkan kegagalan dalam kegiatan pembesaran udang.
Maksud dari pelaksanaan Kerja Praktek Akhir ini adalah untuk mengikuti
semua kegiatan pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) secara
intensif yang dilakukan di ditambak PT. Andulang Shrimp Farm. Adapun Tujuan
dari pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) adalah
1. Mengetahui produksi seperti Biomass, SR, Size, dan FCR pembesaran
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam satu siklus usaha.
2. Mengetahui hubungan produksi udang (Litopenaeus vannamei) dengan
pengelolaan kualitas air ditambak PT. Andulang Shrimp Farm
Kerja Praktek Akhir (KPA) akan dilaksanakan pada tanggal 19 Maret
sampai 06 Juni 2018 ditambak PT. Andulang Shrimp Farm Desa Andulang
Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.
Metode yang digunakan dalam Kerja Praktek Akhir ini adalah metode
survey, magang dengan menggunakan pola partisipasi langsung. Sumber
data yang dikumpulkan pada Kerja Praktek Akhir ini adalah data primer dan
data sekunder. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan observasi
(pengamatan), Interview atau wawancara dan partisipasi aktif. Teknik
pengolahan data berupa editing dan tabulating. Teknik analisa data berupa
dat teknis yang diarahkan untuk mengetahui masalah – masalah yang terjadi
pada pembesaran udang vannamei, sehingga dapat dilakukan evaluasi dan
analisa mengenai letak kesalahan dalam proses pembesaran jika terjadi
kegagalan panen. Adapun data- data teknis yang akan dikumpul antara lain
data kualitas air dan data produksi seperti ABW, ADG, SR, populasi dan
biomass.
Dalam persiapan lahan dan media yang dilakukan di PT. Andulang
Shrimp Farm dalam persiapan lahan antara lain kegiatannya meliputi perbaikan
kontruksi berupa kebocoran, robek ,kerusakan saluran air ,anco, jembatan
anco,rakit dan peralatan lainya. Pembersihan dilakukan setelah panen berupa
pembersihan tritip,lumut. Pengeringan berlangsung 10 – 15 hari. Pemasangan
sarana petakan berupa kincir,central drain,water level dan lain- lain. Persiapan
air media pada saat persiapan langsung dilakukan pada petakan dengan
ketinggian awal 120 dan ditreatment langsung dengan TCCA (Trichlor Caporit
Acid) dengan dosis 25 ppm, penumbuhan plankton dilakukan dengan penebarab
pupuk ZA dengan dosis 5 ppm, fermentasi 33 ppm.
Benur yang ditebar benur yang berkualitas baik yaitu benur yang
digunakan merupakan keturunan pertama (F1) dari hatchery Ndaru Laut
Situbondo yang dilengkapi dengan sertifikat SPF (Specific Pathogen Free)
sehingga kualitas benur terjamin dan benur memasuki PL 9 dengan panjang
benur 8 – 10 mm sehingga keseragaman benur dan tingkat pertumbuhan tinggi.
Padat tebar benur dalam petak C2 dengan luasan 2.524 adalah 185 ekor/m2
dengan jumlah tebar 466.620 ekor.
Pengelolaan pakan sudah berjalan dengan baik dibuktikan dengan ada
program pakan yaitu dengan menggunakan blind feeding pada pasca blind
feeding DOC 1 -20 hari dan program pakan berdasarkan dengan kontrol anco
pada DOC 21 hingga panen. Dosis 2 kg / 100.000 ekor benur/hari Frekuensi 4
kali sehariTotal Pakan Selama Blind Feeding = 456 kg . Frekuensi 5 kali sehari
Penambahan dan pengurangan pakan berdasarkan kontrol anco Total Pakan
Pasca Blind Feeding = 7078 kg. Total Pakan Selama Pemeliharaan = 7534 kg
Pengelolaan kualitas air menggunakan sistem tertutup (close sistem). Pergantian
dan penambahan air dilakukan secara terjadwal 10 hari sekali, Pergantian air
awal dilakukan pada DOC 20, dengan penambahan 10 cm. Penyiponan awal
dilakukan pada DOC 20 saat mendekati masa panen penyiponan dilakukan
setiap hari , pembuangan plankton mati (Klekap) dilakukan secara rutin, aplikasi
probiotik 30 ppm disesuaikan dengan nilai parameter kualitas air dilakukan setiap
hari, dan aplikasi kapur dengan dosis 1 ppm diaplikasikan berdasarkan hasil dari
monitoring parameter kualitas air.Dari hasil monitoring parameter kualitas air
didapatkan hasil sebagai berikut: Suhu (28,3 – 32,2°C), DO (3,5 – 4,42 ppm), pH
(7,4 – 8,6), Salinitas (27 – 35 ppt), Alkalinitas (98 – 150 ppm), TOM (28,51 –
89,85). Sedangkan pada minggu ke- 6 hingga minggu ke- 10 terjadi kenaikan
yang melebihi batas optimal seperti: Kecerahan (90 – 15 cm), Amonium NH4 ( 1
– 8,5 ppm), Nitrit NO2 ( 0,10 – 9,5), Phospat (0,25 – 18 ppm),Plankton yang
mendominasi adalah jenis dari Green Algae, Diatom,Dinoflagelata, Blue Green
Algae,Monitoring Bakteri berupa Total Vibrio Colouni (TVC) dan Total Bakteri
Colouni
Monitoring pertumbuhan sampling dilakukan setiap 10 hari sekali,dengan
laju pertumbuhan ABW dari 0,18 -17,83 gr dan ADG dari 0 -0,46
gr.Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan dengan , adanya penerapan
biosecurity yaitu dengan adanya bak cuci tangan dan peralatan yang berbeda
untuk setiap petak. Hama yang ditemukan berupa ular, biawak,burung penangan
ditangkap secara langsung. Penyakit yang ditemukan selama pelaksanaan KPA
adalah White Feces Disease (WFD)
Panen dilakukan dengan 2 sistem panen yaitu panen parsial dan panen
total dari hasil panen panen petak C2 didapatkan hasil yang didapatkan. hasil
sebanyak 1.154 kg dengan size 84 kg/ekor dan panen total sebanyak 5.958,48
kg dengan size 56 ekor/kg .
Dari hasil Kerja Praktek Akhir (KPA) yang telah dilaksanakan di
Tambak PT. Andulang Shrimp Farm maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengelolaan Kualitas air sudah cukup baik dibuktikan dengan
 Pengukuran parameter kualitas air yang terjadwal dengan kisaran
pungukuran sudah di batas optimal seperti: Suhu (28,3 – 32,2°C), DO
(3,5 – 4,42 ppm), pH (7,4 – 8,6), Salinitas (27 – 35 ppt), Alkalinitas (98 –
150 ppm), TOM (28,51 – 89,85). Sedangkan pada minggu ke- 6 hingga
minggu ke- 10 terjadi kenaikan yang melebihi batas optimal seperti:
Kecerahan (90 – 15 cm), Amonium NH4 ( 1 – 8,5 ppm), Nitrit NO2 ( 0,10 –
9,5), Phospat (0,25 – 18 ppm).
2. Pengendalian hama penyakit sudah cukup baik, akan tetapi masih
ditemukan hama seperti biawak dan ular, dan penurunan kualiatas air
pada minggu 6 – 10 menimbulkan terserang penyakit WFD sehingga
diambil keputusan panen pada minggu ke- 11.
3. Pengelolaan kualitas air yang cukup baik dibuktikan dengan hasil
produksi yang sudah baik dengan rincian tonase panen parsial 1.154 kg
dengan size 84 gram/ekor dan tonase panen total 5.958,48 kg dengan
size 56 gram/ekor sehingga diperoleh jumlah keseluruhan 7.113 kg
dengan jumlah populasi 432.070 ekor, SR sebesar 92,60 %.
Sedangkan saran yang dapat diiberikan pada PT. Andulang
Shrimp Farm adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya untuk pengelolaan kualitas air lebih ditingkatkan kembali
terutama pada bagian parameter kualitas air yang melebihi batas optimal.
2. Dalam pengelolaan limbah diharapkan lebih diperhatikan lagi
penanganannya sebelum dibuang ke perairan umum agar tidak
mencemari lingkungan sekitar dan berdampak panjang dikemudian hari.
3. Untuk monitoring pertumbuhan udang dengan sampling jala sebaiknya
dilakukan dibeberapa titik agar lebih mewakili .dan lebih akurat dalam
menentukan berat rata-rata udang/ekor (ABW) dan laju pertumbuhan
harian.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Ilmiah Praktek Akhir tepat pada waktunya. Dalam

penyusunan Karya Ilmiah ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Muh Hery Riyadi A, S.Pi, M.Si selaku Direktur Politeknik

Kelautan dan Perikanan Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan

penulis untuk melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Akhir.

2. Bapak Mohsan Abrori, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi

Budidaya Perikanan yang telah memprogramkan kegiatan Kerja Praktek

Akhir.

3. Bapak Ir. Moh Zainal Arifin, MP selaku dosen pembimbing I dan Bapak Ir.

Teguh Harijono, MP selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktek Akhir.

4. Bapak Hardjono S.Pi selaku selaku pembimbing eksternal dan Instruktur

Lapangan.

5. Serta pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah

Praktek Akhir.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih kurang

sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan Karya Ilmiah Praktek Akhir ini.

Sidoarjo, Juli 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Maksud danTujuan ........................................................................ 1
1. 2.1. Maksud .............................................................................. 3
1.2.2. Tujuan................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Biologi Udang Vannamei............................................................... 4
2.1.1. Taksonomi Udang Vannamei............................................ 4
2.1.2. Morfologi Udang Vannamei .............................................. 5
2.1.3. Kebiasaan Makan Udang Vannamei................................. 6
2.1.4. Habitat dan Tingkah Laku ................................................. 7
2.2. Metode Budidaya Udang Vannamei Secara Intensif. .................... 9
2.3. Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Vannamei.............................. 10
2.4. Pengelolaan Kualiatas Air Pada Budidaya Udang Vannamei
Secara Intensif .............................................................................. 20
2.4.1. Pengeringan Tambak ....................................................... 20
2.4.2. Perbaikan Konstruksi Tambak .......................................... 21
2.4.3. Pemberantasan Hama dan Penyakit................................. 21
2.4.4. Treatmen Air..................................................................... 22
2.4.5. Pengisian Air ................................................................... 22
2.4.6. Pemupukan Air ................................................................. 23
2.4.7. Pemasangan Kincir........................................................... 24
2.4.8. Proses Penebaran Benur................................................ 24
2.4.9. Pengelolaan Pakan...................................................... 25
2.4.10. Penambahan Air dan Pergantian Air............................ 26
2.5. Monitoring Pertumbuhan............................................................... 26
2.6. Panen dan Pasca Panen .............................................................. 27
2.6.1. Panen................................................................................ 27
2.6.2. Pasca Panen..................................................................... 28

III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat KPA................................................................ 29
3.2. Metode KPA.................................................................................. 29
3.3 Sumber Data................................................................................. 29
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 30
3.5. Teknik Pengolahan Data............................................................... 31
3.6. Teknik Analisis Data...................................................................... 32

v
3.6.1. Data Teknis .....................................................................33

IV. KEADAAN UMUM


4.1. Keadaan Umum Lokasi............................................................... 33
4.1.1. Letak Geografis dan Topografi........................................ 33
4.1.2. Keadaan Iklim ................................................................. 34
4.1.3. Sumber Air...................................................................... 34
4.2. Keadaan Unit Usaha................................................................... 35
4.2.1. Sejarah dan Perkembangan............................................ 35
4.2.2. Struktur Organisasi ......................................................... 35
4.2.3. Ketenaga Kerja ............................................................... 36
4.2.4. Fasilitas Budidaya........................................................... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Konstruksi Tambak ..................................................................... 40
5.2. Persiapan Tambak...................................................................... 40
5.2.1. Perbaikan Konstruksi dan Peralatan Tambak .................. 40
5.2.2. Pembersihan Kotoran dan Pemberantasan Hama ........... 41
5.2.3. Pengeringan .................................................................... 42
5.2.4. Pemasangan Sarana Petakan ......................................... 43
5.3. Persiapan Air Media Budidaya ..................................................... 44
5.4. Penebaran Benur........................................................................ 46
5.5. Pengelolaan Pakan..................................................................... 51
5.6. Pengelolaan Kualitas Air............................................................. 53
5.6.1. Monitoring Parameter Kualitas Air.................................... 53
5.6.2. Pengelolaan Kualitas Air .................................................. 68
5.7. Pengelolaan Limbah ................................................................... 72
5.8. Monitoring Pertumbuhan............................................................. 73
......5.9. Pengendalian Hama dan Penyakit .............................................. 76
5.10. Panen dan Pasca Panen ............................................................ 77
5.10.1. Panen ............................................................................ 77
5.10.2. Pasca Panen.................................................................. 79

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan................................................................................. 81
6.2. Saran ......................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................83
LAMPIRAN................................................................................................. 84

vi
[DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ......................... 6


2. Proses Aklimatisasi Benih ................................................................. 25
3. PT. Andulang Shrimp Farm ............................................................... 34
4. Pipa Sumber Air Laut ........................................................................ 34
5. Petakan Tambak ............................................................................... 37
6. Mesin Genset.................................................................................... 38
7. Sibel dan pompa ............................................................................... 38
8. Kincir................................................................................................. 39
9. Konstruksi Tambak Block C .............................................................. 40
10. Perbaikan Konstruksi Tambak........................................................... 41
11. Pembersihan Petakan ....................................................................... 42
12. Pengeringan Tambak ........................................................................ 42
13. Kincir Air yang Digunakan di Petakan dan Arah Arus Kincir Air......... 44
14. Skema Pengisian Air ......................................................................... 45
15. Proses treatmen air dan Pengecekan Kadar Chlor............................ 46
16. Pengecekan Parameter Kualitas Air Benur ....................................... 48
17. Penghitungan sampel benur.............................................................. 49
18. Penebaran Benur .............................................................................. 51
19. Pakan Buatan ................................................................................... 51
20. Pengukuran Kecerahan..................................................................... 54
21. Dinamika Data Kecerahan Air Petak C2............................................ 54
22. Dinamika Suhu Petak C2 .................................................................. 56
23. Pengukuran DO Petak C2 ................................................................. 57
24. Dinamika DO Petak C2 ..................................................................... 57
25. Pengukuran pH ................................................................................. 58
26. Dinamika pH Petak C2 ...................................................................... 59
27. Pengukuran Salinitas ........................................................................ 60
28. Dinamika Salinitas Petak C2 ............................................................. 60
29. Pengukuran Alkalinitas...................................................................... 61
30. Dinamika Alkalinitas Petak C2........................................................... 61
31. Pengukuran TOM.............................................................................. 63
32. Dinamika TOM Petak C2................................................................... 63

vii
33. Pengukuran Amonium....................................................................... 64
34. Dinamika NH4 Petak C2 .................................................................... 65
35. Pengukuran NO2 Petak C2................................................................ 66
36. Dinamika NO2 Petak C2 .................................................................... 66
37. Pengkuran Phospat........................................................................... 67
38. Dinamika PO4 Petak C2.................................................................... 68
39. Penyiponan ....................................................................................... 70
40. Pembuangan Klekap......................................................................... 71
41. Jenis Probiotik dan Penebaran.......................................................... 72
42. Penebaran Kapur .............................................................................. 73
43. Sampling Udang Pada Anco ............................................................. 74
44. Proses Sampling ............................................................................... 75
45. ADG Petak C2................................................................................... 75
46. Hama Biawak .................................................................................... 76
47. Panen Parsial.................................................................................... 79
48. Panen Total....................................................................................... 80
49. Pasca Panen..................................................................................... 81

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sistem Budidaya Udang di Tambak ................................................... 9


2. Data Kualitas Air ............................................................................... 32
3. Daftar Tenaga Kerja di PT. Andulang Shrimp Farm........................... 36
4. Persiapan Air Media Budidaya
Tambak PT. Andulang Shrimp Farm ................................................. 44
5. Pengujian Kualitas Benur ................................................................. 47
6. Pengukuran Parameter Kualitas Air Kantong Benur .......................... 48
7. Padat Tebar Benur Udang Vannamei Blok C .................................... 49
8. Ukuran dan Nutrisi Pakan ................................................................. 51
9. Warna Air dan Penyebabnya............................................................. 55
10. Kandungan Bakteri dan Fungsi Bakteri Pada Probiotik ..................... 71

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Tambak Andulang Shrimp Farm ....................................................85


2. Struktur Organisasi PT. Andulang Shrimp Farm.....................................86
3. Fasilitas Pokok .......................................................................................87
4. Fasilitas Penunjang................................................................................91
5. Pemeriksaan Kualitas Benur ..................................................................92
6. Kebutuhan Pakan Selama Pemeliharaan ...............................................94
7. Monitoring Kualitas Air Petak C2............................................................97
8. Prosedur Pengukuran Parameter Kualitas Air ........................................102
9. Identifikasi Plankton Petak C2................................................................108
10. Hasil Panen Petak C2 ............................................................................109

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara maritim yang memiliki komoditas perikanan

yang sangat besar, baik perikanan air laut, air payau, maupun air tawar. Saat ini

banyak komoditas perikanan air payau yang mulai menjadi perhatian khusus

untuk pengembangan produksi perikanan Indonesia. Salah satu komoditas

tersebut adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei) (Haliman dan Adijaya,

2005).

Udang vanamei atau biasa juga disebut udang vanamei (Litopenaeus

vannamei) merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan

pantai dan laut Amerika Latin seperti Meksiko, Nikaragua, dan Puertorico. Udang

ini kemudian diimpor oleh negara-negara pembudidaya udang di Asia seperti

China, India, Thailand, Bangladesh, Vietnam, dan Malaysia (Amri dan Iskandar,

2008).

Keunggulan yang dimiliki udang vannamei antara lain, tahan terhadap

penyakit bercak putih (White Spot Syndrome Virus), padat tebar tinggi,

pertumbuhan lebih cepat, memiliki kisaran suhu dan salinitas yang luas. Selain

itu udang vannamei memiliki nilai jual yang tinggi, walaupun belum setinggi

udang windu. Namun budidaya udang ini menjadi perhatian besar bagi para

pembudidaya udang dan pengusaha tamaq bak sebagai salah satu komoditas

yang menjanjikan, baik untuk pasar local maupun internasional (Rufiati 2006).

Untuk memenuhi besarnya permintaan pasar, maka perlu dingunakan

sistem budidaya udang vanamei secara intensif. Produksi tinggi merupakan

tujuan dari budidaya udang secara intensif untuk memenuhi kebutuhan pasar

akan udang. Salah satu ciri budidaya udang intensif adalah padat penebaran

yang tinggi. Padat penebaran udang yang dibudidayakan berpengaruh terhadap


2

kebutuhan pakan, ruang gerak, dan oksigen, yang selanjutnya akan berpengaruh

terhadap kualitas media pemeliharaan, pertumbuhan udang, dan kelangsungan

hidup udang (Budiardi dkk, 2015).

Namun pola budidaya udang vanamei menggunakan sistem intensif

bukan tanpa hambatan. Dengan kepadatan tebar yang tinggi, jumlah

pakan yang diberikan dituntut dengan jumlah yang besar dapat

menurunkan kualiatas air. Penurunan kualitas air ini akan menyebabkan

udang stress dan menimbulkan penyakit sehingga sering menyebabkan

kegagalan dalam kegiatan pembesaran udang. Penyakit tersebut bisa

disebabkan oleh virus, bakteri, parasit maupun jamur seperti TSV, WSSV, Vibrio,

dll. Selain itu, kesalahan dalam mengelola kualitas air juga dapat menyebabkan

kerusakan lingkungan terutama pada media budidaya yaitu air.

Air merupakan habitat (tempat hidup) udang vannamei maupun organisme

lainnya termasuk organisme patogen (penyakit), air memegang peranan penting

dalam mendukung keberhasilan budidaya udang vannamei secara intensif.

Dalam pemeliharaan udang vannamei parameter kualitas air harus berada pada

kisaran yang mendukung kehidupan dan pertumbuhan udang. Sekalipun udang

vannamei mempunyai kemampuan mentolerir beberapa parameter air yang

cukup luas, namun untuk pertumbuhannya, maka kisaran kualitas air optimum

perlu dipertahankan (Kordi, 2007).

Mengingat pentingnya pengelolaan kualitas air,maka penulis ingin

mempelajari lebih lanjut tentang teknik pengelolaan kualitas air pada

pembesaran udang vannamei dengan mengambil judul Teknik Pengelolaan

Kualitas Air pada Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Secara

Intensif di PT. Andulang Shrimp Farm . Berdasarkan informasi yang didapatkan

dari komunikasi dengan pihak manager dan teknisi yang mayoritas merupakan
3

alumni Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, tambak di PT. Andulang

Shrimp Farm belum lama berdiri namun telah berhasil dalam mengelola budidaya

udang vannamei secara intensif dan telah mulai berkembang dengan membuka

cabang tambak baru dibeberapa wilayah seperti di Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Tengah

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari pelaksanaan Kerja Praktek Akhir ini adalah untuk mengikuti

semua kegiatan pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) secara

intensif yang dilakukan di PT. Andulang Shrimp Farm.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) adalah

1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan akan pengelolaan kualitas

air yang dilakukan pada pembesaran udang vannamei (Litopenaeus

vannamei) secara intensif di PT. Andulang Shrimp Farm.

2. Mengetahui hubungan produksi udang (Litopenaeus vannamei) dengan

pengelolaan kualitas air di tambak PT. Andulang Shrimp Farm.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Udang Vannamei

2.1.1. Taksonomi Udang Vannamei

Udang vannamei digolongkan ke dalam genus Penaeid pada filum

arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini, namun yang mendominasi perairan

berasal dari subfilum Crustacea. Ciri-ciri crustacea yaitu memiliki tiga pasang

kaki jalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda, seperti

Litopenaeus chinensis, Litopenaeus. indhicus, Litopenaeus japonicus.

Litopenaeus monodon, Litopenaeus stylirostris, dan Litopenaeus vannamei

(Haliman dan Adijaya, 2005).

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), tata nama udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) menurut ilmu taksonomi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Sub Kelas : Eumalacostraca

Super Ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Dendrobrachiata

Super Famili : Penaeoidea

Famili : Panaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei


5

2.1.2. Morfologi Udang Vannamei

Menurut pendapat Haliman dan Adijaya (2005), tubuh udang vannamei

dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei

memiliki tubuh berbuku - buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton

secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami

modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut.

1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).

2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.

3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Wanasuria (2010), bahwa tubuh udang

vannamei terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Kepala (thorax)

Kepala terdiri dari enam ruas, pada ruas kepala pertama terdapat mata

majemuk yang bertangkai, beberapa ahli berpendapat bahwa mata bertangkai ini

bukan suatu anggota badan seperti pada ruas - ruas yang lain, sehingga ruas

kepala dianggap berjumlah lima buah. Pada ruas kedua terdapat antena I atau

antenules yang mempunyai dua buah flagella pendek yang berfungsi sebagai

alat peraba dan pencium. Ruas ketiga yaitu antena II atau antennae mempunyai

dua buah cabang yaitu cabang pertama (exopodite) yang berbentuk pipih dan

tidak beruas dinamakan prosertama. Sedangkan yang lain (Endopodite) berupa

cambuk yang panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba. Tiga ruas

terakhir dari bagian kepala mempunyai anggota badan yang berfungsi sebagai

pembantu yaitu sepasang mandibula yang bertugas menghancurkan makanan

yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi sebagai pembawa makanan

ke mandibula. Ketiga pasang anggota badan ini letaknya berdekatan satu

dengan lainnya sehingga terjadi kerjasama yang harmonis antara ketiganya.


6

2. Dada

Bagian dada terdiri dari delapan ruas yang masing - masing ruas

mempunyai sepasang anggota badan yang disebut Thoracopoda. Thoracopoda

pertama sampai dengan ketiga dinamakan maxilliped yang berfungsi sebagai

pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda lainnya

(ke-5 sampai ke-8) berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut pereipoda.

Pereipoda pertama sampai dengan ketiga memiliki capit kecil yang merupakan

ciri khas dari jenis udang penaeid.

3. Perut

Bagian perut atau abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas yang pertama

sampai dengan ruas kelima masing - masing memiliki sepasang anggota badan

yang dinamakan pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang oleh

karena itu bentuknya pendek dan kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae) pada

ruas yang keenam pleopoda berubah bentuk menjadi pipih dan melebar yang

dinamakan uropoda, yang bersama - sama dengan telson berfungsi sebagai

kemudi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)


Sumber : Haliman dan Adijaya (2005)

2.1.3. Kebiasaan Makan Udang Vannamei

Menurut Rusmiati (2013), semua udang digolongkan kedalam hewan

pemakan segala macam bangkai (omnivorous scavenger) atau pemakan


7

detritus. L. Vannamei membutuhkan makanan dengan kandungan protein sekitar

35%, lebih kecil jika dibandingkan udang-udang Asia seperti Penaeus monodon

dan Penaeus japonicus yang membutuhksn pakan dengan kandungan protein

hingga 45%.

Sedangkan menurut Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa

udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber

pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta,

larva kerang dan lumut. Udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan

menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang

terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior

antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal

kimiawi yang ditangkap, udaang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi

sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik, seperti protein, asam

amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara mendekati

sumber pakan tersebut.

2.1.4. Habitat dan Tingkah Laku

a. Habitat

Udang vannamei adalah jenis udang laut yang habitat aslinyaa di daerah

dasar dengan kedalaman 72 meter. Udang vannamei ditemukan di

perairan/lautan pasifik mulai dari mexicco, Amerika Tengah dan Selatan. Habitat

udang vannamei usia muda adalah air payau, seperti muara sungai dan pantai.

Semakin dewasa udang jenis ini semakin suka hidup di laut. Dalam hidupnya

udang dewasa mencapai umur 1,5 tahun. Di dalam kondisi budidaya, udang

vannamei hidup mendiami seluruh kolom air, dari dasar hingga lapisan

permukaan. Sifat tersebut memungkinkan udang tersebut dipelihara ditambak

dalam keadaan padat (Rusmiyati, 2013).


8

b. Tingkah Laku Udang Vannamei

Menurut Erlangga (2012), dalam melakukan pemeliharaan pada udang

vannamei, para petambak diharuskan mengetahui semua tingkah laku dan

kebiasaan yang dilakukan oleh udang jenis ini. Dengan demikian para petambak

dapat mengetahui apakah udang yang dipeliharanya tersebut dalam keadaan

baik ataukah dalam keadaan kritis sehingga para petambak dapat melakukan

antisipasi atau penanganan secara dini terhadap kemungkinan kendala yang

timbul dikemudian hari. Beberapa tingkah laku udang yang wajib diketahui oleh

para petambak diantaranya, yaitu :

1. Sifat Nokturnal

Sifat nokturnal merupakan sifat hewan yang aktif melakukan pergerakan

pada malam hari. Sifat nokturnal yang dimiliki oleh udang dikarenakan udang

memiliki mata yang besar dan mampu memantulkan cahaya. Selain itu, sifat

nokturnalpun disebabkan oleh usaha udang untuk menghindari predator yang

kerap kali aktif pada siang hari.

2. Kanibalisme

Semua spesies udang memiliki kecenderungan bersifat kanibalisme, yaitu

memangsa jenisnya sendiri. Kanibalisme pada udang biasanya terjadi pada

udang-udang yang dipelihara di dalam tambak dan kekurangan pasokan pakan.

Sehingga udang yang lemah atau yang sedang mengalami moulting akan

dimakan oleh udang yang masih kuat dan sehat.

3. Moulting ( Pergantian Kulit)

Secara alami, moulting merupakan suatu proses yang dilakukan oleh

semua spesies udang sebagai akibat dari pertambahan ukuran tubuhnya. Pada

udang yang muda proses pergantian kulit akan sering terjadi dibangdingkan

dengan udang yang sudah dewasa. Biasanya pada lingkungan tambak ketika

terjadi bulan purnama atau bulan mati, udang akan melakukan molting secara
9

massal. Pada keadaan tersebut patambak akan mengurangi jumlah pakan yang

diberikan sekitar 25-50% dari pembeian normal. Mencari Tempat Pesembunyian

Udang-udang yang sedang mengalami molting dan tidak sehat memiliki

kecenderungan mencari perlindungan dibawah akar pohon bakau atau terumbu

karang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri sehingga udang

tidak dimangsa oleh predator atau udang sejenisnya

2.2. Metode Budidaya Udang Vannamei Secara Intensif

Dalam budidaya udang vannamei dikenal beberapa jenis sistem budidaya

udang yaitu sistem budidaya ekstensif, semi intensif, dan intensif. Menurut

Mujiman dan Suyanto (2002), dari sistem budidaya udang ketiganya memiliki

beberapa perbedaan. Adapun perbedaan dari beberapa sistem budidaya seperti

pada Tabel 1.

Tabel 1. Sistem Budidaya Udang di Tambak

No Perbedaan Ekstensif Semi intensif Intensif


1 Pakan Alami Alami + Buatan Pakan buatan
2 Pasang surut +
Pengelolaan air Pasang surut Pompa + aerasi
pompa
3 1.000-
Padat tebar 10.000-50.000/ha 100.000-600.000/ha
10.000/ha
4 Ukurantambak 3 – 20 ha 1,5 ha 0,1 – 1 ha
5 100-500 2.000 –
Produksi 500-1.000kg/ha/th
kg/ha/th 20.000kg/ha/th
Sumber : Mujiman dan Suyanto (2002)

Sistem intensif dengan padat tebar yang sangat tinggi sehingga dapat

dilakukan hanya dengan pemakaian makanan formula secara besar – besaran

terutama dalam bentuk butiran, pertukaran air lewat pompa dan fasilitas

pengisian udara. Ukuran tambak umumnya kecil, yaitu 1.000 m2 – 1 ha dengan

pematang dari beton, batu atau tanah yang dipadatkan. Kedalaman air

dipertahankan 1 – 1,5 m dengan air laut yang telah dicampur dengan salinitas 10
10

– 20 ppt. Untuk penambahan kandungan DO digunakan kincir air sebagai

penggerak air agar oksigen terlarut dalam air dapat bertambah..

2.3. Kualitas Air Untuk Budidaya Udang Vannamei

Air murni merupakan suatu persenyawaan kimia yang sangat sederhana

yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O).

Secara simbolik air dinyatakan sebagai H2O. Air serta bahan – bahan dan energi

yang dikandung di dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad – jasad air.

Pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di dalamnya yaitu : (1) dengan sifat

– sifat fisikanya yaitu sebagai medium tempat hidup tumbuh – tumbuhan dan

hewan, dan (2) dengan sifat – sifat kimianya sebagai pembawa zat –zat hara

yang diperlukan bagi pembentukan bahan – bahan organik oleh tumbuh –

tumbuhan dengan produksi primernya (Koordi dan Andi, 2005). Menurut Effendi

(2003) kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau

komponen lain didalam air. Pemantauan kualitas air pada perairan umum

memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia dan

biologi.

2. Membandingkan nilai kualitas air tersebut dengan baku mutu sesuai

dengan peruntukannya, menurut Peraturan Pemerintah RI No. 20

Tahun 1990.

3. Menilai kelayakan suatu sumber daya air untuk kepentingan tertentu.

Parameter kualitas air pada petakan tambak merupakan cerminan dari

faktor fisik, kimia dan biologi perairan, dimana parameter tersebut harus dapat

dikelola dengan baik, sehingga dapat mendukung terhadap pertumbuhan udang.

Adapun parameter-parameter yang menjadi pembatas dan harus dikelola dengan

baik adalah sebagai berikut.


11

A. Parameter Fisika

1. Suhu, suhu air berhubungan dengan nafsu makan dan proses

metabolisme udang. Bila suatu tambak mempunyai mikroklimat berfluktuasi,

secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas air. Suhu air rendah

hingga kurang dari 240C, nafsu makan dan metabolisme udang menurun. udang

akan tumbuh dengan optimal apabila berada antara suhu 26°C – 32°C, jika suhu

lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan

berlangsung cepat. Udang menyesuaikan suhu tubuh mereka dengan melakukan

pergerakan dari air yang bertemperatur rendah menuju temperatur tinggi guna

meningkatkan metabolisme. Setiap spesies memiliki kisaran suhu optimum yang

akan menentukan pertumbuhan optimal apabila udang berada pada suhu rendah

dapat menyebabkan kematian atau pertumbuhan menjadi lambat. (Haliman dan

Adijaya, 2005).

Menurut SNI (01-7246-2006), untuk kisaran suhu air yang optimum di

tambak udang secara intensif adalah 28,5 - 31,50 ⁰C. Hal ini juga dinyatakan

dalam KEP. 28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di

Tambak, suhu pemeliharaan udang vannamei 28,5 - 31,5⁰C. Sedangkan

menurut WWF Indonesia suhu optimum untuk budidaya udang adalah 28 – 32⁰C

dengan toleransi suhu pemeliharaannya adalah 26-35⁰C.

2. Kecerahan, kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan

kedalam airdan dinyatakan dengan persen (%). Dengan mengetahui kecerahan

suatu perairaan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan

terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak

keruh dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampaui keruh dan tidak pula

terlampau jernih baik untuk kehidupan biota budidaya. Kekeruhan yang baik

adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Kecerahan
12

yang baik untuk budidaya ikan dan udang adalah 30-40 cm yang diukur dengan

seccidisk. Sedangkan < 25 cm semua plankton akan jadi berbahaya (Kordi,

2007).

Menurut SNI (01-7246-2006), untuk kisaran kecerahan air yang optimum

di tambak udang secara intensif adalah 30 - 45 cm. Dalam KEP. 28/MEN/2004

Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak, parameter kecerahan

untuk pemeliharaan udang vannamei 30-40 cm. Sedangkan menurut WWF

Indonesia kecerahan optimum untuk budidaya udang 25-40 cm.

3. Warna Air dan Kepadatan Plankton, menurut Erlangga (2012)

menyatakan bahwa perubahan warna air tambak umumnya menggambarkan

ketidakstabilan lingkungan didalam tambak. Warna air tambak umumnya

berbeda-beda tergantung dari populasi plankton yang hidup dalam lingkungan

tambak tersebut. Umumnya tambak yang memiliki warna hijau sudah dapat

dipastikan memiliki persentase fitoplankton yang tinggi. Kondisi ini

mengakibatkan timbulnya beberapa zooplankton yang dapat digunakan sebagai

pakan alami untuk udang yang dipelihara didalam tambak tersebut. berikut

beberapa jenis warna air tambak yang kemungkinan timbul selama proses

pemeliharaan udang vannamei, yaitu :

a. Terjadinya Warna Hijau Muda, Merupakan warna air tambak yang lebih

disukai oleh para petambak karena pada kondisi seperti ini lingkungan

tempat hidup udang vannamei lebih stabil. Pada air tambak yang berwarna

hijau, biasanya plankton yang hidup adalah Chlorella sp, Chlorophyceae,

Tetraselmis sp., Chlorophyta, Chlamydomonas dan sebagainya. Pada

tambak-tambak yang memiliki warna hijau, kecerahan harus dapat

dipertahankan antara 35-45 cm agar kestabilan lingkungan hidup udang

vannamei lebih terjaga.


13

b. Warna Hijau Biru sering terjadi pada lingkungan tambak yang memiliki air

tambak dengan tingkat kelarutan bahan organik dan suhu yang tinggi diatas

ambang normal.

c. Warna Hijau Kuning, sering ditumbuhi oleh beberapa alga yang berflagela

yang berwarna kuning keemasan dari genus Chlamydomonas, Rhodomonas,

serta Pavlopa. Umumnya alga atau ganggang tersebut bercampur dengan

alga hijau sehingga menimbulkan warna hijau kekuningan. Kondisi warna air

taambak hiojau kekuningan biasanya dipicu oleh bahan organik anaerobik di

dasar tambak, sehingga menyebabkan pertumbuhan beberapa alga

keemasan. Warna tambak seperti ini mengakibatkan udang vannamei

mengalami pertumbuhan yang terhambat, dan biasanya pada kondisi

tersebut tingkat kelangsungan hidup udang sangat rendah yaitu antara 45-

55%.

d. Warna Cokelat Tua, sering ditumbuhi oleh plankton dari kelompok

dinoflagelata dengan persentase yang cukup tinggi. Tumbuhnya

dinoflagellata umumnya terjadi pada akhir periode pemeliharaan atau

mendekati panen. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya penumpukan

kandungan bahan organik yang terlalu tinggi menjelang akhir periode

pemeliharaan. Pada tambak yang memilii air yang berwarna seperti ini

umumnya sering ditemukan masalah kesehatan pada udang.

e. Warna cokelat keputihan (Milky) sering dinamakan oleh petambak dengan

nama kali banjir. Pada kondisi ini air akan dipenuhi oleh zooplankton dengan

pertumbuhan yang tinggi.pada kondisi ini juga fitoplankton banyak

dikonsumsi oleh zooplankton sehingga populasi fitoplankton yang diharapkan

tumbuh pada perairan tambak terhambat.


14

B. Parameter Kimia

1. Salinitas, salinitas diperairan tawar < 0,5 ppt, perairan payau antara

0,5-30 ppt dan perairan laut 30-40 ppt. Salinitas air berpengaruh terhadap

tekanan osmotik air (Kordi, 2009). Pada salinitas tinggi Haliman dan Adijaya

(2005), menjelaskan bahwa pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses

osmoregulasi terganggu. Osmoregulasi merupakan proses pengaturan dan

penyeimbang tekanan osmosis antara di dalam udang dan di luar udang. Apabila

salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi

lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk

pertumbuhan.

Menurut SNI (01-7246-2006), untuk kisaran salinitas yang optimum di

tambak udang secara intensif adalah 15-25 g/l. Menurut WWF Indonesia salinitas

optimum untuk budidaya udang vannamei adalah 15-25 ppt dengan toleransi 0-

35<35 ppt. Sedangkan menurut KEP. 28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum

Budidaya Udang di Tambak, parameter salinitas untuk pemeliharaan udang

vannamei adalah 5-25 ppt.

2. Derajat keasaman (pH), derajat keasaman lebih dikenal dengan

istilah pH. pH yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H- yang terlepas

pada suatu cairan pH= - Log [H+]. Semakin tinggi konsentrasi ion H+, akan

semakin rendah konsentrasi ion OH- dan pH<7, perairan semacam ini bersifat

asam. Hal sebaliknya terjadi apabila konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH>7.

Perairan bersifat alkalis (basa). Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari dari

respirasi, reaksi akan bergerak kekanan dan secara bertahap melepaskan ion

H+ yang menyebabkan pH air turun. reaksi sebaliknya terjadi dengan aktivitas

fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2 menyebabkan pH air naik.

Usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5-9,0

dan kisaran optimal adalah 7,5-8,7 (Kordi, 2009). Sedangkan menurut SNI (01-
15

7246-2006), untuk kisaran pH air yang optimum di tambak udang secara intensif

adalah 7,5 - 8,5. Menurut WWF Indonesia optimum untuk budidaya udang adalah

7,5-8 dengan toleransi 7-8,5

3. DO (Disolved Oxygen), konsentrasi oksigen terlarut berubah-ubah

dalam siklus harian. Pada waktu fajar, konsentrsi oksigen terlarut rendah dan

semakin tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai

mecapai titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari, saat tidak terjadi

fotosintesis pernapasan organisme didalam tambak memerlukan oksigen

sehingga menyebabkan penurunan knsentrasi oksigen terlarut. Sekitar 300 mg

oksigen diperlukan setiap jam untuk 1 kg udang.

Pada tambak-tambak intensif, seekor udang memerlukan sebanyak 0,1-

0,2 mg oksigen setiap jam. Biasanya 60-80% dari penurunan oksigen didalam

tambak disebabkan oleh pernapasan fitoplankton. Rendahnya kadar oksigen

dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan,

bahkan dapat mengakibatkan kematian. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

pernapasan biota air bergantung ukuran, suhu dan tingkat aktivitasnya (Kordi,

2009). Menurut WWF Indonesia DO optimum untuk budidaya udang vannamei

adalah >4 ppm dengan toleransi 3 ppm. Menurut SNI (01-7246-2006) DO

optimum untuk budidaya udang secara intensif adalah > 3,5 ppm. Sedangkan

menurut KEP. 28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di

Tambak, parameter DO untuk pemeliharaan udang vannamei adalah 3-7,5 ppm.

4. Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau

dikenal dengan sebutan acid neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion

didalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan

sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan.

Pembentuk alkalinitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida.


16

Diantara ketiga ion tersebut, bikarbonat paling banyak terdapat pada perairan

alami (Effendi, 2003).

Nilai alkalinitas di perairan alami hampir tidak pernah melebihi 50 mg/l (ppm)

CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai

oleh biota akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi

atau kadar garam natrium yang tinggi. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara

30-500 mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas di perairan berkisar antara 5 hingga ratusan

mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/l CaCO3. Untuk

tumbuh optimal, plankton menghendaki total alkalinitas sekitar 80-120 mg/l

CaCO3. Pada kisaran total alkalinitas kurang atau melebihi dari kisaran tersebut,

pertumbuhan plankton terhambat. Namun, bukan berarti pertumbuhan plankton

pasti optimal jika total alkalinitas air cukup. Hal ini karena masih banyak

parameter kualitas air yang memengaruhi pertumbuhan plankton, seperti

ketersediaan CO2 dan pH (Kordi, 2009). Kisaran alkalinitas di tambak udang

secara intensif adalah 100 - 150 mg/l (SNI 01-7246-2006)

5. NO2 (Nitrit) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih

sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidah stabil dengan keberadaan oksigen.

Nitrit merupakan bentuk peralihann antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan

antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Keberadaan nitrit menggambarkan

berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar

oksigen terlarut sangat rendah (Effendi, 2003). Nitrit (NO2) juga beracun terhadap

udang, karena mengoksidasi Fe2+ di dalam hemoglobin, sehingga kemampuan

darah untuk mengikat oksigen sangat merosot. Menurut KEP. 28/MEN/2004

Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak, parameter Nitrit untuk

pemeliharaan udang vannamei adalah 0,01-0,05 ppm. Sedangkan menurut WWF

Indonesia parameter nitrit optimum untuk budidaya udang vannamei adalah 0

ppm dengan toleransi 0,1-1 ppm.


17

6. NO3 (Nitrat) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen

sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari

proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen diperairan. Nitrifikasi yang

merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang

penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi

amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi

nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri

tersebutr merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi

dari proses kimiawi. Kadar nitrat nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya

menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat

tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendi,2003)

7. Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion

amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan dalam

proses produksi urea. Sumber amonia diperairan adalah pemecahan nitrogen

organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah

dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota

akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan

istilah amonifikasi. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia

berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium.

Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk komplek dengan

beberapa ion logam (Effendi, 2003).

Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid

sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia yang terukur di perairan berupa

amonia total (NH3 dan NH4.) Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan

amonium (NH4) dapat terionisasi. Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat
18

toksik terhadap organisme akuatik. Toksitisitas amonia terhadap organisme

akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan

suhu (Effendi, 2003). Menurut KEP. 28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum

Budidaya Udang di Tambak, parameter Nitrit untuk pemeliharaan udang

vannamei adalah 0,01-0,05 ppm. Sedangkan menurut WWF Indonesia

parameter amonia optimum untuk budidaya udang vannamei adalah 0 ppm

dengan toleransi 0,1-0,5 ppm.

8. PO4 (Fosfat) merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh

tumbuh-tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur

utama lain yang merupakan penyusunan biosfer karena unsur ini tidak terdapat

di atmosfer. Di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus-menerus,

akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk

anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Kadar fosfor pada perairan alami

berkisar anatara 0,005-0,02 mg/liter P-PO4. Keberadaan fosfor secara berlebihan

yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan

pertumbuhan algae di perairan (algae blooom) (Effendi, 2003). Menurut KEP.

28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak, parameter

fosfat untuk pemeliharaan udang vannamei adalah 0,10-0,25 ppm.

9. Bahan Organik bersal dari tiga sumber utama yaitu alam, sintesis dan

fermentasi. Sumber utama karbon di perairan adalah aktivitas fotosintesis. Selain

itu, fiksasi karbon oleh bakteri juga merupakan sumber karbon organik di

perairan. Berbagai jenis bahan organik yang terdapat dialam ini dirombak

(dekomposisi) melalui proses oksidasi, yang dapat berlangsung dalam suasana

aerob mauspun anaerob. Produk akhior dari dekomposisi atau oksidasi bahan

organik pada kondisi aerob adalah senyawa-senyawa yang stabil sedangkan

produk akhir dari dekomposisi pada kondisi anaerob selain karbondioksida dan

air juga berupa senyawa-senyawa tidak stabil ddan bersifat toksik (Effendi,
19

2003). Menurut KEP. 28/MEN/2004 Tentang Pedoman Umum Budidaya Udang

di Tambak, parameter bahan organik untuk pemeliharaan udang vannamei

adalah >55 ppm.

C. Parameter Biologi

1. Plankton, Keberadaan plankton terutama fitoplankton dalam perairan

tidak dapat diabaikan. Fitoplankton yang sehat dapat berfungsi sebagai nutrien

sponge, artinya sebagai penghisap larutan-larutan amonia, nitrat, nitrit, fosfat,

limbah metabolisme udang dan bahan-bahan beracun seperti logam berat dan

pestisida (Koordi dan Tancung, 2005).

Menurut Kokartin (1997) dalam Kordi dan Tancung, (2005) bahwa

fitoplankton dapat mengurangi metabolit nitrogen dan fosfat melalui prose

fotosistesis. Metabolit yang diserap tentu berupa NO3 dan PO4. senyawa NO3

diketahui hasil oksidasi amonia atau nitrit sehingga bila nitrit diserap maka

toksitas NH3 dan NO2 akan berkurang dalam kondisi aerobik. Selanjutnya

dengan bantuan sinar matahari maka fitoplankton akan dapat menghasilkan O2

yang dimanfaatkan udang.

2. Bakteri Jumlah total bakteri heterotropik yang hidup pada kolom air

cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan.

Kandungan bakteri heterotropik pada badan air tambak sistem intensif dengan

produksi 4,9 – 5,8 ton/hektar berkisar antara 1,8×104 cfu/ml sampai 6,3×104

cfu/ml. Sedangkan kandungan bakteri heterotrofik pada sedimen mencapai

1,2×106 cfu/ml (Devaraja dalam Widiyanto, 2005 dalam Sukenda dkk,2006).

Di dalam perairan, karena pengaruh suhu dan pH, amonia akan

terionisasi menjadi NH4+, salah satu bentuk nitrogen anorganik yang paling

banyak dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof dan nitrifikasi. Proses-proses

mikrobial yang ber-langsung akan menggeser persamaan kesetimbangan NH3

dan NH4+ ke kanan yang berdampak pada pengurangan jumlah amonia.


20

Terjadinya proses pengurangan ini akan mengimbangi proses penambahan

amonia setiap harinya akibat pemberian pakan dan metabolisme udang. Proses

ini akan menjaga amonia sehingga stabil pada level rendah dan akan mendorong

terjadinya pengkayaan mikroba dalam lingkungan budidaya. Secara umum,

peningkatan jumlah biomassa bakteri dalam sistem budidaya dapat dilakukan

dengan pemberian bahan berkarbon. Walapun begitu, pemberian probiotik saja

dalam sistem budidaya juga berpotensi meningkatkan biomassa bakteri di

perairan (Sukenda dkk, 2006).

2.4. Pengelolaan Kualitas Air Pada Budidaya Udang Vannamei Secara

Intensif

2.4.1. Pengeringan Tambak

Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari, selain itu sinar

matahari juga bisa berfungsi sebagai disinfektan, membantu proses oksidasi

yang dapat menetralkan sifat keasaman dasar tambak, menghilangkan gas-gas

beracun dan membantu membunuh telur-telur hama yang tertinggal. Proses

pengeringan dilakukan selama 3 – 4 hari. Pengeringan dihentikan bila tanah

dasar tambak sudah kering, tetapi tidak retak agar bakteri pengurai tetap mampu

menjalankan fungsinya mengurai bahan organik pada suasana aerob (Haliman

dan Adijaya, 2005).

Sedangkan apabila pengeringan dilakukan pada saat musim hujan, dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mengisi tambak dengan air setinggi 10 – 15 cm atau sampai kincir air

dapat berfungsi.

2. Menghidupkankan kincir air selama 24 jam agar proses oksidasi bisa

optimal.

3. Membuang air di dalam tambak setelah 2 – 3 hari kincir dimatikan.


21

4. Mengisi kembali tambak dengan air sampai sampai setengahnya dan

hidupkan kincir.

5. Mengulangi tindakan di atas 2 – 3 kali.

Tetapi pengeringan dengan cara tersebut mempunyai kelemahan, yaitu

mempercepat proses penuaan tanah dan unsur hara tanah cepat habis.

2.4.2. Perbaikan Kontruksi Tambak

Persiapan kontruksi tambak pada intinya adalah mengondisikan seluruh

kontruksi tambak hingga siap di operasikan. Karena itu, beberapa bagian

kontruksi tambak yang dianggap kurang sempurna harus diperbaiki. Kontruksi

tambak yang harus mendapat perhatian adalah tanggul, pintu air, dan papan

pengarah pintu air.

Dibandingkan dengan bagian lainnya, tangggul merupakan kontruksi

tambak yang paling rawan karena berhubungan dengan tugas utamanya sebagai

penampung air sekaligus memagari udang agar tidak lolos keluar tambak.

Karena itu, segala kebocoran dan kerusakan tanggul harus segera ditutup dan

segera diperbaiki.

2.4.3. Pemberantasan Hama dan Penyakit

Kerugian yang ditimbulkan oleh hama tambak dapat beragam, dari yang

ringan sampai yang berat, dari yang hanya menimbulkan kerugian berupa

persaingan pakan alami, pakan buatan sampai perannya sebagai karier penyakit.

Oleh sebab itu perlu dilakukan pemberantasan hama baik secara mekanis

ataupun secara kimia ( menggunakan obat kimia berupa krustasida / pestisida ).

Pemilihan pestisida menjadi sangat penting peranannya, karena pestisida yang

dipergunakan untuk pengendalian hama harus memiliki beberapa sifat, antara

lain :

a. Tidak bersifat persisten namun degradable (Pemberantasan secara

perlahan lahan)
22

b. Memiliki kisaran pemberantasan yang spesifik

c. Tidak meninggalkan residu yang membahayakan.

d. Tidak bersifat fitotoksis, yang dapat membunuh alga.

2.4.4. Treatment Air

Tambak diisi dengan air yang berasal dari tambak penampungan atau

subinlet sampai ketinggian 30 cm, kemudian taburkan kaporit dengan dosis 20

ppm. Proses homogenisasi air tambak dengan kaporit dapat dibantu dengan

aerator sebanyak 2-4 unit. Proses ini dilakukan untuk mensterilkan air tambak

dari bakteri dan virus yang masih hidup pada air tambak. Air tambak dari inlet

atau subinlet dipompakan kedalam tambak sampai ketinggian 100 cm. Tambak

ditebari dengan bestasine dengan dosis sebanyak 1,2 ppm. Penebaran

bestaside dilakukan untuk membunuh bibit udang liar,seperti rebon yang

diindikasikan membawa virus white spot. Setelah sterilisasi air tambak

menggunakan kaporit dan bestaside selesai, langkah selaanjutnya adalah

penebaran CuSO4 dengan dosis 5 ppm. Proses ini dilakukan selama 2 hari

dengan kincir aerator dihidupkan sebanyak 2 unit (Erlangga, 2012).

2.4.5. Pengisian Air

Pengisian dilakukan setelah pemupukan selesai dengan ketinggian awal

10 cm, agar pakan alami tumbuh dengan baik. Setelah satu minggu air dinaikkan

menjadi 20 cm dan dinaikkan terus secara bertahap hingga ketinggian yang

diinginkan oleh udang, yaitu sekitar 1 - 1,5 m (Amri, 2006).

2.4.6. Pemupukan

Menurut Kordi ( 2007), pupuk ditujukan untuk memesok unsur hara yang

sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan

fitoplankton yang terkait dengan produksi oksigen dan pakan alami. Pupuk yang
23

digunakan dengan yang digunakan untuk usaha pertanian berbeda. Secara garis

besar pupuk yang digunakan dalam usaha budi daya pertanian terbagi atas

pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik seperti hijauan, pupuk kandang,

dan sisa rumah tangga. Pupuk anorganik seperti urea, KCI dan NPK.

Pemupukan air tambak pada dasarnya merupakan salah satu perlakuan

teknis budidaya yang berupa pemberian pupuk organik maupun anorganik untuk

menyuplai zat-zat yang dibutuhkan phytoplankton di dalam tambak dengan

dosis sesuai dengan tingkat keperluan. Kegiatan pemupukan air tambak

bertujuan antara lain:

1. Mengatur dan mengontrol tingkat kecerahan air tambak agar sesuai

dengan tingkat kebutuhan udang.

2. Mengatur dan mengontrol kestabilan plankton di dalam tambak agar sesuai

dengan tingkat kebutuhan udang.

3. Memacu pertumbuhan bibit plankton pada perairan yang sedang diperbaiki

kualitasnya.

Syarat utama melakukan kegiatan pemupukan air tambak adalah

ketersediaan bibit plankton dan adanya sinar matahari. Pemupukan yang

dilakukan pada perairan tambak yang tingkat ketersediaan bibit planktonnya

sangat minim/tidak ada sama sekali dapat menimbulkan tumbuhnya lumut di

dalam tambak atau munculnya kamuflase color yang sangat berpengaruh

terhadap kondisi udang (Adiwidjaya dan Erik, 2007).

2.4.7. Pemasangan Kincir

Pada tambak-tambak intensif sistem aerasi telah dilakukan secara

mekanik dengan kincir listrik yang ditempatkan pada tambak pembesaran

maupun tambak treatment. Tambak pembesaran dengan luas sekitar 0,25 ha


24

idealnya menggunakan kincir aerator sebanyak 4 unit, sedangkan tambak 0,5 ha

dapat menggunakan kincir aerator sebanyak 6-8 unit. Kincir aerator yang

digunakan harus memiliki kemampuan untuk mengaerasi dan mensirkulasi air di

tambak pembesaran atau budidaya. Pemasangan kincir aerator harus dilakukan

secara tepat sehingga menimbulkan arus yang memusat ke daerah central drain

(Erlangga, 2012).

Penempatan kincir air diatur sedemikian rupa dan selalu diubah pada

waktu tertentu agar tidak terjadi penumpukan bahan organik di satu titik atau di

satu areal dasar tambak. Kincir air selain berfungsi sebagai penyuplai oksigen

juga berfungsi membuat arus untuk memudahkan proses penyiponan tambak

(Haliman dan Adijaya, 2005).

2.4.8. Proses Penebaran Benur

Padat penebaran budidaya udang vannamei umumnya 60 – 100 ind./m .

Penebaran benur dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan

warna hijau cerah/cokelat muda. Penebaran diawali dengan proses aklimatisasi

suhu media angkut benur dengan cara mengapungkan kantong plastik ke

perairan tambak. Adaptasi salinitas dengan cara memasukkan air tambak ke

dalam kantong plastik secara bertahap, hingga salinitas air dalam kantong plastik

relatif sama dengan salinitas air di tambak.

Pelepasan benur ke tambak dengan menenggelamkan kantong plastik ke

air tambak secara perlahan. Benur keluar dengan sendirinya ke air tambak. Sisa

benur yang tidak keluar dari kantong, dibantu pengeluarannya secara hati-hati.

Penebaran benur tidak dilakukan pada area tambak yang tidak terdapat arus (titik

mati). Untuk mempercepat proses aklimatisasi benur, sebaiknya pembudidaya

memesan hatchery untuk menurunkan salinitas air di hatchery mendekati

salinitas air di tambak (maksimal perbedaan salintas sebesar 5 ppm) (WWF


25

Indonesia, 2014). Adapun gambar proses aklimatisasi seperti pada Gambar 3

berikut :

Gambar 3. Proses Aklimatisasi Benih


Sumber : WWF Indonesia (2014)

2.4.9. Pengelolaan Pakan

Pemberian pakan yang diberikan yaitu mempunyai nilai Feeding rate (FR)

yaitu 3% dari total biomassa dan pemberian pakan dilakukan secara bertingkat

tergantung dari umur udang. Frekuensi pemberian pakan yaitu 4 – 6 kali sehari

yang dimulai pada hari pertama dengan dosis disesuaikan dengan ABW dan

populasi udang selama pemeliharaan (Kordi dan Tancung, 2005).

Program pemberian pakan tersebut bersifat fleksibel, dimana jumlah

pakan dapat berubah – ubah tergantung pada tingkat nafsu makan udang.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan udang adalah :

(1) kondisi tanah dasar tambak; (2) kualitas air; dan (3) tingkat kesehatan udang.

Secara praktis, tingkat nafsu makan udang dapat diketahui dengan pengontrolan

anco yang dilakukan setiap 1 dan 2 jam setelah pemberian pakan (Ghufran,

2010). Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan karena

senyawa nitrogen berasal 93% dari pakan selebihnya dari pupuk. Dengan

demikian, pada tambak intensif kualitas air cepat mengalami penurunan karena

jumlah pakan selalu bertambah (Kordi dan Tancung, 2005).


26

2.4.10. Penambahan dan Pergantian Air

Penambahan air dilakukan untuk mempertahankan ketinggian air dalam

tambak, sedangkan pergantian air dilakukan untuk mempertahankan kualitas air.

Penggantian air diawali dengan membuang air sekitar 10% dari total air tambak,

kemudian ditambahkan dengan air yang berasal dari tandon.Air yang

dimasukkan ke dalam tambak sebaiknya menggunakan selasar ( pemecah air)

untuk meningkatkan kadar oksigen dan menghindari naiknya bahan beracun dari

dasar tambak (Tim Perikanan WWF Indonesia, 2014).

2.5. Monitoring Pertumbuhan

Kegiatan monitoring pertumbuhan udang vannamei selama masa

pemeliharaan dilakukan untuk mengetahui kesehatan udang, pertambahan berat

harian, tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR), dan berat biomas

(Raharjo 2002).

Monitoring pertumbuhan dapat dilakukan dengan sampling. Sampling

bertujuan untuk mengetahui berat rata – rata (Average Body Weight),

pertambahan berat harian (Average Daily Gain), tingkat kelangsungan hidup

(Survival Rate) dan total biomass udang di tambak. Selain itu sampling juga

bertujuan untuk mengetahui nafsu makan dan kondisi kesehatan udang.

Sampling dilkukan dengan menggunakan jala tebar. Luas jala setiap kali

sampling adalah 0,2% dari total luas tambak dan dilakukan pad tempat yang

berbeda, sehingga hasilnya mewakili keadaan yang sebenarnya. Kegiatan

sampling pertama kali dilakukan pada sat udang berumur 30 hari selama

pemrliharaan di tambak kemudian sampling berikutnya dilakukan 7 – 10 hari

sekali dari sampling sebelumnya (Amri dan Kanna, 2008).

2.6. Panen dan Pasca Panen


27

2.6.1. Panen

Menurut Amri dan Iskandar (2008), bahwa pemanenan dilaksanakan

setelah udang mencapai umur ±100 hari pemeliharaan ditambak, atau

tergantung laju pertumbuhan udang. Apabila berat rata-rata (ABW) telah

mencapai umur standart permintaan pasar (ukuran 60 – 80 atau 60 – 80 ekor/kg)

maka panen dapat dilaksanakan walaupun masa pemeliharaan belum mencapai

100 hari.

Menurut Erlangga (2012), beberapa strategi yang dilakukan menjelang

musim panen, yaitu :

1. Dilakukan pengecekan terhadap udang yang akan dipanen dengan melihat

dan melakukan perhitungan berapa persen udang yang mengalami prose

pergantian kulit (moulting). Perlakuan ini dilakukan 2 – 3 hari menjelng

panen.

2. Jika udang mengalami pergantian kulit lebih dari 29% maka pemanenan

harus dilakukan 3 hari setelah udang melakukan pergantian kulit.

3. Pergantian air dalam jumlah yang banyak harus dilakukan sebelum panen.

4. Jika yang mengalami moulting lebih dari 5% pada malam hari, kapur

pertanian dapat diberikan dengan dosis 2 – 3 ppm untuk membantu

mengeraskan kulit udang vannamei tersebut.

5. Untuk mencegah kerusakan pada udang, pemanenan dapat dilakukan pada

sore hari atau malam hari tergantung pada air pasang. Pemanenan pada

siang hari dihindari karena udang akan cepat rusak karena terjadinya

fluktuasi suhu.

2.6.2. Pasca Panen

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), pasca panen bertujuan untuk

menjamin mutu udang tetap tinggi dengan pertimbangan beberapa faktor seperti

udang tidak membahayakan kesehatan konsumen karena udang termasuk


28

produk makanan yang mudah sekali rusak. Oleh karena itu sejak panen hingga

pasca panen harus dalam kondisi dingin. Tindakan yang perlu dilakukan pada

pasca panen udang vannamei sebagai berikut :

1. Udang dicuci di tempat penampungan udang untuk menghilangkan kotoran

atau lumpur yang menempel pada udang.

2. Udang disortir dan dikelompokkan berdasarkan ukuran dan kualitasnya.

3. Udng dilakukan penimbangan untuk mengetahui jumlah udang tersebut.

4. Udang yang telah ditimbang secepat mungkin dimasukkan ke dalam wadah.

Penataan udang dan es batu ditata selang – seling sehingga kualitas udang

tetap terjaga.

Ditambahkan oleh Erlangga (2012), Pengepakan udang dilakukan

dengan penyusunan udang pada wadah berupa sterofoam atau fiber yang kedap

udara. Udang disusun berselang – seling dengan pemberian es. Pemberian es

dapat dilakukan dengan ketebalan 10 cm. Setelah pengepakan selesai udang

langsung dapat dipasarkan.


III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Kerja Praktek Akhir (KPA) dilaksanakan pada tanggal 19 Maret sampai 06

Juni 2018 di tambak intensif di PT. Andulang Shrimp Farm Desa Andulang

Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.

3.2. Metode Kerja Praktek Akhir

Metode yang digunakan dalam Kerja Praktek Akhir ini adalah metode

survei dengan menggunakan pola partisipasi langsung. Menurut Nazir (2003),

metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta

dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual,

baik tentang institusi sosial,ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun

suatu daerah. Sedangkan untuk mendapatkan keterampilan digunakan pola

partisipasi langsung terhadap seluruh kegiatan yang ada pada unit usaha

tersebut. Yang dimaksud partisipasi langsung adalah ikut melaksanakan seluruh

kegiatan pada unit tersebut.

3.3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada Kerja Praktek Akhir ini adalah data primer

dan data sekunder. Menurut Narbuko dan Achmadi (2005), sumber data yang

digunakan dalam kegiatan KPA adalah sebagai berikut :

a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari tempat KPA,

yang diperoleh secara langsung melalui wawancara, observasi serta

partisipasi di lapangan dalam bentuk pengamatan dan terjun langsung

mengikuti segala kegiatan pembesaran udang vannamei, mulai dari

persiapan tambak, pemeliharaan hingga panen.


30

b. Data sekunderadalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak

langsung dari sumbernya, berupa dari literatur di perpustakaan dalam bentuk

dokumen yang nantinya digunakan untuk melengkapi laporan tentang teknik

pembesaran udang vannamei yang baik.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Narbuko dan Achmadi (2005),

dilaksanakan dengan cara :

1. Observasi atau pengamatan

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang

diamati. Pengamatan meliputi berbagai hal yang dilakukan seperti dosis

pemberian pakan, waktu dan cara pemberian.

2. Interview atau wawancara

Interview atau wawancaraadalah suatu proses tanya jawab dalam

pengamatan yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih yang

bertatap muka untuk mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau

keterangan-keterangan mengenai teknis maupun non teknis tentang proses

pembesaran udang vannamei.

3. Partisipasi aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan

secara langsung di lapangan.

3.5. Teknik Pengolahan Data

Data yang terkumpul baik data primer ataupun data sekunder akan diolah

dengan cara sebagai berikut:


31

a. Editing

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu. Dengan

perkataan lain, data atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam buku catatan

(record book), daftar pertanyaan ataupun pada interview guide (pedoman

wawancara) perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki, jika disana sini masih

terdapat hal-hal yang salah atau yang masih meragukan (Nazir, 2003).

b. Tabulating

Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat

tabulasi tidak lain adalah memasukkan data kedalam tabel-tabel, dan mengatur

angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori

(Nazir, 2003), seperti mengenai tentang data-data monitoring kualitas air

pembesaran udang vannamei dll.

3.6. Teknik Analisis Data

3.6.1. Analisa Data Teknis

Analisisa data teknis diarahkan untuk mengetahui masalah – masalah

yang terjadi pada pembesaran udang vannamei, sehingga dapat dilakukan

evaluasi dan analisa mengenai letak kesalahan dalam proses pembesaran jika

terjadi kegagalan panen. Data teknis yang diperoleh tersebut dianalisis

menggunakan analisis deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan subjek

pengamatan pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak atau

sebagaimana mestinya sehingga dapat terinterpretasi dan disimpul kan

(Suryabrata, 1997). Data ini diperoleh dari proses pembesaran udang vannamei

meliputi persiapan media pemeliharaan, penebaran benur, pemeliharaan udang,

panen dan pasca panen maupun hasil pembesaran udang vannamei. Adapun

data- data teknis yang akan dikumpul antara lain data kualitas air yang dapat

dilihat pada Tabel 2 dan data produksi udang vannamei.


32

Tabel 2. Data Kualitas Air


Jenis Metode
No Parameter Satuan Alat Ukur Pengukuran
1. Fisika
 Suhu ºC Thermometer Langsung
 Kecerahan % atau cm Sechidisk Langsung
 Warna Air cm Visual Langsung
2. Kimia
 Salinitas ppt Refraktometer Langsung
 pH - pH meter/ pH Langsung
paper
 DO ppm Do meter Langsung
 Alkalinitas mg/l Titrasi Pengujian
 Nitrit (NO2) mg/l Test Kit Pengujian
 Nitrat (NO3) mg/l Test Kit Pengujian
 Amonia mg/l Test Kit Pengujian
 Phospat (PO4) mg/l Test Kit Pengujian
 TOM mg/l Test Kit Pengujian
3. Biologi
 Plankton Ind/ml Hemacytometer, Pengujian
Sedwickrafter
 Bakteri Cfu/ml Coloni Counter Pengujian

Secara teknis ABW, ADG, SR, populasi dan biomass udang dapat

diketahui dengan rumus :

ABW (gram/ekor) = Berat total udang yang tertangkap


Jumlah udang yang tertangkap

ADG (gram/hari) = ABW II (gram/ekor) – ABW I (gram/ekor)


Selisih waktu dari sampling

SR (%) = Jumlah udang yang hidup (ekor) x 100%


Jumlah udang yang ditebar (ekor)

Populasi (ekor) = SR x Jumlah udang yang ditebar

Biomass (kg) = Berat rata – rata udang (ABW) x jumlah udang yang ditebar
33

VI. KEADAAN UMUM

4.1. Keadaan Umum

4.1.1. Letak Geografrafis dan Topografi

Berdasarkan letak geografis tambak udang vannamei PT. Andulang

Shrimp Farm berada di Desa Andulang Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep

Provinsi Jawa Timur, pada 7o00’30.67oS 113o59’41.15”T. Peta Tambak Andulang

Shrimp Farm dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun batas- batas wilayah PT.

Andulang Shrimp Farm sebagai sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Batang – batang Laok

 Sebelah Selatan : Desa Gresik Putih dan Laut Madura

 Sebelah Timur : Desa Longos dan Laut Madura

 Sebelah Barat : Desa Mandala dan Desa Gapura Timur

Secara topografis lahan tambak berada di pinggir pantai utara selat

madura dengan ketinggian + 3 m dari permukaan air laut pada pasang tertinggi..

Luas tambak yaitu 11 ha yang terdiri dari 5,8 ha difungsikan sebagai petakan dan

sisanya digunakan untuk lahan bangunan. Kondisi tanah pada daerah sekitar

pinggir pantai adalah landai dan bertekstur liat berpasir sehingga air mudah

meresap ke dalam tanah. Jarak pantai dengan tambak sejauh 5 m. Keadaan

Jalan yang menghubungkan lokasi tambak dengan jalan utama kurang baik

dikarenakan jalan ke tambak masih terbuat dari tanah dan apabila terjadi hujan

jalan sulit dilalui karena licin.

Jarak lokasi tambak PT. Andulang Shrimp Farm dengan jalan utama

adalah ± 1 km. Sedangkan jarak lokasi dengan kota Sumenep adalah ± 21 km.

sehingga memudahkan dalam penjualan hasil produksi serta kemudahan dalam

transportasi dan komunikasi. Lokasi tambak juga dekat dengan perkampungan


34

yang akan memudahkan dalam hal penyediaan tenaga kerja. Lokasi PT.

Andulang Shrimp Farm dapat dilihat Pada Gambar 3.

Gambar 3. PT. Andulang Shrimp Farm


Sumber : Data Primer (2018)

4.1.2. Keadaan Iklim

Iklim daerah Madura sangat dipengaruhi oleh adanya angin laut dari selat

Madura. Posisi pantai yang berada pada selat yang berbentuk lurus, membuat

tingkat ombak yang ditimbulkan oleh angin laut tidak begitu besar. Sepanjang

tahun terjadi pergantian musim 2 kali, yakni kemarau dan penghujan dengan

intensitas curah hujan sedang. Suhu harian di lokasi tambak yaitu sekitar 27 o -

31 oC.

4.1.3. Sumber Air

Sumber air laut yang digunakan berasal dari laut Andulang. Pengambilan

air laut dilakukan pada jarak 700 meter dari tepi laut menggunakan pipa

berukuran 6 inchi. Pipa sumber air laut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pipa Sumber Air Laut


Sumber: Data Primer (2018)

Pada lokasi tidak terdapat sumber air tawar, sehigga untuk mendapatkan

air tawar membutuhkan sumur bor. Sumur bor pada lokasi memiliki kedalaman

20 meter. Air sumur bor tawar ini tersedia sepanjang tahun dan hanya
35

dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Seperti keperluaan dapur, mandi,

kultur probiotik, pencucian peralatan operasional, pencucian udang saat panen

dan lain - lain.

4.2. Keadaan Unit Usaha

4.2.1. Sejarah dan Perkembangan

Tambak PT. Andulang Shrimp Farm merupakan perusahaan keluarga

yang dirintis oleh Bapak Sutrisno Lauw, Bapak Johan Wijaya, dan Bapak Ge

Recta Geson.

Tambak ini resmi berproduksi setelah mendapat surat izin yaitu SIUP

(surat izin usaha perikanan) pada tahun 2016 yang diperoleh dari Dinas Kelautan

dan Perikanan Sumenep dengan nomor surat 503/19/SIUP.BI/435.213/2015,

dengan jenis usaha tambak pembesaran udang intensif. Awal mula usaha ini

dimulai pada akhir tahun 2015 mengadakan pembebasan lahan serta

mengadakan sosialisasi pada masyarakat sekitar dan kepala desa. Setelah

semua perizinan keluar dilakukan pembangunan proyek yang diawali dengan 20

petak sampai saat ini telah berjumlah 35 petak budidaya udang vannamei

dengan luas sekitar 2.500 m2 dengan petakan yang berbahan plastik HDPE dan

beberapa semi HDPE.

4.2.2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi tambak PT. Andulang Shrimp Farm yaitu terdiri dari

investor pemegang saham yang membawahi seluruh karyawan pendukung

produksi budidaya.Selanjutnya terdapat kepala lokasi yang memantau keadaan

lokasi yang membawahiteknisi (kepala produksi) yang memegang penuh kendali

dalam menjalankan usaha produksi. Teknisi membawahi semua karyawan,

terutama asisten teknisi, petugas laboratorium, petugas mekanik dan

administrasi. Asisten teknisi akan memantau seluruh kegiatan karyawan dan


36

sementara menggantikan posisi teknisi jika teknisi tidak berada pada lokasi.

Sedangkan petugas laboratorium dan petugas mekanik membantu jalannya

proses produksi, dan bagian administrasi akan mengurus stok barang dan

merangkap bagian gudang. Pandega bertugas dan bertanggung jawab

memelihara udang, setiap pandega merawat 1 petak tambak. Adapun struktur

organisasi PT. Andulang Shrimp Farm dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2.3. Ketenaga Kerjaan

Tenaga kerja pada tambak PT. Andulangfg Shrimp Farm berjumlah 63

orang yang terdiri dari 1 kepala Lokasi, 1 teknisi (kepala unit produksi), 5 asisten

teknisi, 2 madya,1 kepala bagian laboratorium, 1 kepala administrasi, 1 kepala

mekanik, 2 asisten laboratorium, , 1 asisten mekanik, 2 bantuan keamanan, 1

operator laboratorium, 7 operator produksi blok A, 5 operator produksi blok B, 4

operator produksi blok C, 5 operator produksi blok D, 4 operator blok F, 8

operator produksi blok E, 1 operator mekanik, 1 operator administrasi, 1 operator

gudang 1 operator kendaraan, 3 operator dapur, 7 operator keamanan. Adapun

daftar tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Tenaga Kerja di PT. Andulang Shrimp Farm

Pegawai Jumlah Pendidikan


1 2 3
Kepala Lokasi 1 S1
Teknisi 1 S1
Asisten Teknisi 5 D3 dan S1
Asisten Teknisi Madya 2 SMA
Kepala Bagian Laboratorium 1 S1
Kepala Administrasi 1 S1
Kepala Mekanik 1 SMA
Asisten Kepala Mekanik 1 SMA
Asisten Laboratorium 2 D3 dan D4
Bantuan Keamanan 2 S1
Operator Laboratorium 1 D3
Operator Produksi Blok A 7 SMP dan SMA
Operator Produksi Blok B 5 SD, SMP, dan SMA
37

1 2 3
Operator Produksi Blok C 4 SMA
Operator Produksi Blok D 5 SMA
Operator Produksi Blok E 8 SD dan SMA
Operator Produksi Blok f 4 SMP dan SMA
Operator Mekanik 1 SMK
Operator Administrasi 1 S1
Operator Gudang 1 S1
Operator Kendaraan 1 SMA
Operator Dapur 3 SD dan SMA
Operator Keamanan 7 SMP dan SMA
Sumber : Data Primer (2018)

4.2.4. Fasilitas Budidaya

1. Fasilitas Pokok

a. Petakan Tambak

Tambak di PT. Andulang Shrimp Farm terdiri dari 2 jenis petakan yaitu

petakan full HDPE (High Density Polyethylene) yaitu petakan yang dasar dan

dindingnya dilapisi oleh plastik HDPE yang berjumlah 35 petak. Petakan Tambak

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Petakan Tambak


Sumber: Data Primer 2018

b. Sumber Listrik

Sumber listrik utama untuk tambak berasal dari PLN. Sedangkan sumber

energi cadangan yang berasal dari 2 buah genset yang berdaya 500 KVA untuk

kincir, pompa air, dan penerangan. Satu unit genset sudah dapat menggantikan

daya listrik PLN pada saat pemadaman, sedangkan 1 genset dijadikan sebagai
38

cadangan jika terjadi kerusakan. Mesin genset yang digunakan dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Mesin Genset


Sumber : Data Primer (2018)

c. Pompa

Pompa yang ada di PT. Andulang Shrimp Farm berjumlah 8 unit dan yang

digunakan dalam kegiatan budidaya berjumlah 3 unit dengan daya 5000 watt tiap

pompa air dan pipa 6 inci berjumlah 3 buah unit berfungsi untuk mengambil air

laut yang dialirkan menuju petakan pengelolaan air yang berfungsi ganda yaitu

sebagai penampung air bersih dan tempat sterilisasi. Setelah air laut distrerilisasi

kemudian dialirkan ke petakan pembagi menggunakan pipa yang sama yaitu

berukuran 6 inci dengan jumlah 3 buah pipa. Kemudian dari petakan pembagi,

untuk mengalirkan air laut menuju petakan budidaya menggunakan sibel dengan

daya 1500 watt dan pipa berukuran 6 inci yang berjumlah 1 buah pipa yang

bercabang ke setiap petaknya. Sibel dan pompa air laut dapat dilihat pada

Gambar 7

(a) (b)
Gambar 7. (a) Sibel (b) Pompa
Sumber: Data Primer (2018)
39

d. Kincir

Kincir air yang digunakan pada tambak menggunakan singgle paddle

whell. Jumlah total kincir yang digunakan berjumlah 400 unit dengan 16 unit tiap

petaknya. Setiap unit kincir terdiri dari 2 daun kincir, 1 dudukan reducer (gear

box), dan dynamo 1 HP. Kincir air berfungsi untuk menambah kandungan

oksigen terlarut (DO) pada tambak dan memusatkan kotoran dasar tambak ke

central drain. Selain itu kincir ini berfungsi untuk meratakan kapur maupun

probiotik yang diberikan agar dapat tersebar merata. Kincir yang digunakan di

tambak PT. andulang Shrimp Farm dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kincir
Sumber: Data Primer (2018)

Untuk mengetahui kelengkapan fasilitas pokok tambak PT. Andulang

Shrimp Farm dapat dilihat pada Lampiran 3.

2. Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang yang ada di PT. Andulang Shrimp Farm dapat dilihat

pada Lampiran 4.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kontruksi dan Tata Letak Tambak

Konstruksi petakan terbuat dari tanah yang dilapisi plastik HDPE (High

Density Polyethylene) untuk mengurangi resiko meresapnya air ke dalam tanah

dan untuk memudahkan memanajemen air tambak

Petakan tambak berbentuk persegi dengan luasan 2.524 m2. Ketinggian

tambak yaitu 2 m dan kemiringan pematang mencapai 30º serta elevasi

kemiringan dasar tambak yang mencapai 5º. Posisi central drain terletak pada

tengah - tengah dasar tambak, terbuat dari beton membentuk kubangan dan

dihubungkan oleh pipa PVC 8 inchi yang ditanam pada dasar tambak menuju ke

arah pintu panen. Sedangkan pintu panen tersusun dari besi agar tidak bocor

pada saat pengisian air.Lebar pintu panen mencapai 1 meter dengan ketinggian

setara dengan pematang. Konstruksi petak tambak yang diamati dapat dilihat

pada Gambar 9.

Gambar 9. Konstruksi Tambak Block C


Sumber: Data Primer (2018)

5.2. Persiapan Tambak

5.2.1. Perbaikan Konstruksi dan Peralatan Tambak

Perbaikan dilakukan jika terdapat kerusakan pada petakan seperti

kebocoran di dasar atau dinding petakan akibat plastik yang berlubang atau
41

robek, kerusakan saluran air, anco, jembatan anco dan rakit.Untuk mengatasi

kebocoran pada plastik dilakukan penembelan menggunakan pemanas dan

potongan plastik HDPE sebagai bahan untuk menambal. Semua petakan dicek

dengan teliti untuk menghindari kebocoran karena setelah dilakukan pengisian

air penembelan tidak dapat dilakukan. Tiang pancang kincir dan jembatan anco

yang rapuh diganti dengan yang baru agar tidak terjadi kendala pada saat

budidaya berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Tim Perikanan WWF-

Indonesia dan Badrudin (2014) bahwa pada tahapan persiapan dilakukan

pengecekan konstruksi tambak dan bila terdapat kerusakan dilakukan

perbaikan.Kondisi fisik pematang harus kuat dan tidak boleh terdapat

kebocoran.Jika terdapat kebocoran pada pematang segera dilakukan

penambalan dan perbaikan.Perbaikan Konstruksi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Perbaikan Konstruksi Tambak


Sumber: Data Sekunder (2017)

5.2.2. Pembersihan Tambak dan Pemberantasan Hama Penyakit

Pembersihan petakan dilakukan setelah proses panen selesai. Proses

pembersihan dapat meliputi pembersihan tritip yang menempel pada dinding,

dasar,kincir maupun jembatan anco, hal ini perlu dilakukan karena tritip bisa

menjadi carier (pembawa penyakit). Tritip dapat menjadi carier karena bakteri

patogen pada siklus sebelumnya dapat hidup pada tritip, selain itu tritip akan

membusuk jika tidak dibersihkan. Selain pembersihan tritip dilakukan juga


42

pembersihan lumut yang menempel pada kincir.Pembersihan petakan dilakukan

dengan menggunakan densinfektan berupa kapori dengan dosis sebanyak 5 kg

yang dilarutkan dengan 50 liter air yang disiramkan secara merata pada petakan.

Proses pembersihan tambak dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 6. Pembersihan Petakan


Sumber: Data Primer(2018)

Gambar 11. Pembersihan Petakan


Sumber: Data Primer (2018)

5.2.3. Pengeringan

Setelah pembersihan tambak selesai selanjutnya dilakukan proses

pengeringan. Proses pengeringan dilakukan selama 10 – 15 hari dengan

bantuan sinar matahari hingga pada petakan tidak terdapat genangan

air.Pengeringan dilakukan untuk memutus siklus hidup organisme pathogen yang

terdapat dalam petakan tambak yang dikhawatirkan dapat menyebabkan

timbulnya penyakit dan mengoksidasi sisa bahan organik yang ada dalam

petakan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya (2005),

bahwa proses pengeringan dilakukann 3 - 4 hari. Proses pengeringan dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 12. Pengeringan Tambak


Sumber: Data Primer (2018)
43

5.2.4. Pemasangan Sarana Petakan

Pemasangan sarana petakan yang dilakukan berupa pemasangan pintu

dampanen yang berbahan besi agar tidak bocor saat diisi air, pemasangan

saringan central drain agar benur yang baru ditebar tidak masuk ke dalam central

drain. Selain itu pembuatan rakit sebagai alat bantu penebaran pakan dan bahan

– bahan lain yang ditebar di tambak seperti probiotik, kapur. Rakit terbuat dari

potongan pipa berdiameter 6 inchi dengan panjang 1,5 meter dan ditata sejajar

hingg membentuk rakit. Selanjutnya mempersiapkan gayung untuk menebar

probiotik, ember untuk wadah pakan, dan untuk menebar pakan.Hal ini sesuai

dengan pendapat Farchan (2006) yang menyatakan bahwa sebelum penebaran

perlu dilakukan pemasangan rakit, pemasangan saringan pada inlet dan central

drain.

Pemasangan kincir dilakukan pada saat tambak terisi air setinggi 70 cm.

Setiap petakan dipasang kincir sebanyak 16 unit dengan daya 1 HP (single

paddle whell) dengan luasan petakan rata - rata sebesar 2.500 m2 dengan

cangkupan biomas satiap kincir sebanyak 500 kg udang. Hal ini tidak sesuai

dengan pendapat Amri dan Kanna (2008) yang menyatakan bahwa tambak

dengan luas 5000 m2 dapat menggunakan kincir aerator sebanyak 6 – 8 unit,

karena jumlah pemasangan kincir di tambak PT.Andulang Shirim Farm lebih

banyak.

Pemasangan dilakukan dengan cara kincir diikatkan pada tiang pancang

yang diberi pemberat, hal ini bertujuan agar kincir tidak bergeser saat dihidupkan.

Kincir disusun dengan pola bujur sangkar, hal ini dilakukan agar arah arus

putaran kincir mengarah ke seluruh sudut dan kotoran di dasar tambak dapat

terkumpul pada titik tengah tambak (central drain). Pemasangan kincir dan arah

arus air dapat dilihat pada Gambar 13.


44

(a (b
) )
Gambar 13. (a) Pemasangan Kincir Air (b) Arah Arus Air Petak C2
Sumber: Data Primer (2018)

5.3. Persiapan Air Media Budidaya

Persiapan air media budidaya yang dilakukan di PT. Andulang Shrimp

Farm dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persiapan Air Media Budidaya Tambak PT. Andulang Shrimp Farm
No H- Kegiatan Persiapan Air Media Budiadaya
1 H-17 Pengisian air ke petakan pemeliharaan dengan
tinggi 120 cm
2 H-16 Aplikasi TCCA dengan dosis 25 ppm
3 H-14 dan H-13 Aplikasi pupuk ZA dengan dosis 5 ppm
4 H- 12, H-9, dan H- 6 Aplikasi fermentasi dedak dengan dosis 25 kg
5 H- 4 Pengoprasian 4 unit Kincir 24 jam
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4 Pengisian air dimulai pada H-17 pengisian dilakukan

dengan memompa air laut ke petakan pengelolaan air menggunakan pompa.

Kemudian diendapkan sampai air sudah terlihat bersih secara visual. Setelah

dari pengelolaan air akan dialiri melewati petakan pembagi. Kemudian dari

petakan pembagi untuk mengalirkan air menuju petakan pemeliharaan. Pada

awal pengisian, air diisi setinggi 120 cm. Skema pengisian air dapat dilihat pada

Gambar 14.
45

Gambar 14. (a) Pemompaan Air Laut (b) Tandon (c) Petak Pembagi
(d) Pengisian Air Petakan
Sumber: Data Primer (2018)

Pada H-16 dilakukan treatment air, Treatment air yang dilakukan di PT.

Andulang Shirimp Farm pada awal budidaya dilakukan langsung kedalam

petakan. Treatment menggunakan densinfektan berupa TCCA (Trichlor Caporit

Acid) dengan dosis 25 ppm. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara

menghidupkan kincir sebanyak 4 unit yaitu kincir yang berada pada posis ring I

selama setengah jam sebelum pengaplikasian, kemuidian TCCA dilarutkan

menggunakan air secukupnya dan ditebar secara merata pada petakan tambak.

Kincir dioperasikan selama 4 jam setelah itu kincir dimatikan. Pengaplikasian

dilakukan pada sore hari hal ini bertujuan agar proses penguapan tidak berjalan

cepat selanjutnya didiamkan selama 2 hari dan dilakukan pengecekan

kandungan klorin pada air. Proses treatmen air dan pengecekan kadar chlor

dapat dilihat pada Gambar 15.


46

(a) (b)

Gambar 15. (a) Pengaplikasian TCCA (b) Pengecekan Kadar Chlor


Sumber: Data Primer (2018)

Pada H-14 dan H-13 dilakukannya penumbuhan plankton dilakukan

pemupukan yang bertujuan untuk memberikan nutrisi pada palnkton untuk

berkembang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk ZA dengan dosis 5 ppm

pengaplikasian dilakukan 2 hari secara berturut- turut, setelah itu dilakukan

aplikasi fermentasi dedak dengan komposisi bahan meliput : dedak halus 25 kg,

molase (tetes tebu) sebanyak 3 liter, ragi tape sebanyak 250 gram, dan air

sebanyak 100 liter. Setelah semua bahan dicampur secara merata maka bahan –

bahan tersebut ditutup dan didiamkan selama 5 hari baru bisa ditebar. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kordi (2007) yang mengatakan bahwa pemupukan

digunakan untuk memasok unsur hara yang sangat diperlukan seperti nitrogen,

fosfor dan kalium untuk pertumbuhan fitoplankton yang terkait dengan produksi

oksigen dan pakan alami. Plankton akan tumbuh dengan sempurna selang 3 -5

hari dari pengaplikasian.

5.4. Penebaran Benur

a. Asal dan Kriteria Benur

Benur yang ditebar di PT. Andulang Shrimp Farm berasal dar beberapa

hatchery seperti Ndaru Laut Situbondo, WAS ( Windu Alam Sentosa) Rembang,

KKP, Ayen. jenis benur yang digunakan merupakan keturunan pertama (F1)

yang dilengkapi dengan sertifikat SPF (Specific Pathogen Free) sehingga


47

kualitas benur terjamin dan benur memasuki PL 9 dengan panjang benur 8 – 10

mm sehingga keseragaman benur dan tingkat pertumbuhan tinggi. Sebelum

benur ditebar untuk mengetahui ciri–ciri benur yang baik dilakukan pengamatan

secara visual seperti, ada tidaknya vibrio nyala yang menempel pada benur,

benih udang vannamei mempunyai warna bening transparan, aktivitas renang

melawan arus jika air diputar. Hasil pengujian kualitas benur dapat dilihat pada

Tabel 5. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Tabel 5. Pengujian Kualitas Benur


No. No Kriteria Hasil Standar
Pengamatan Visual
1. Panjang 10.40 9 -10
2. Keseragaman Ukuran 0,88 ≤ 0,8
3. Aktivitas Renang Aktif Aktif melawanarus
danmenyebar
4. Bentuk Tubuh Lurus Lurus / Tidak Bengkok
5. Warna Tubuh Transparant Transparant dan bersih
Pengamatan Miskrokopis
1 Hepatopancreas 90 % Penuh, Cerah
2 Usus 10 % Penuh
3 Ektoparasit/ Penempelan 70 % Tidak Ada
4 Necrosis/ Kelainan Bentuk 80 % Tidak Ada
5 Deformatis 0% Tidak Ada
6 MGR 1: 5 (80 %) > 75 %
7 Bolitas 45 % < 30 %
Sumber: Data Primer (2018)

Dari hasil pengujian kualitas benur, benur yang digunakan di tambak PT.

Andulang Shrimp Farm dengan kualitas cukup baik berdasarkan hasil pengujian

secara visual yang didapatkan sesuai dengan standar yang ditetapkan

sedangkan pengamatan secara mikroskopis hasil pengujian cenderung kurang

dari standar yang ditetapkan akan tetapi kisaran penurunan tidak terlalu

signifikan sehingga tidak terlalu berbahaya.

b. Pengukuran Parameter Kualitas Air Pada Benur

Sebelum benur ditebar kedalam petakan terlebih dahulu dilakukan

pengukuran parameter kualitas air pada kantong benur yang meliputi pH, DO,

Suhu, Salinitas, NH4 hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang
48

dibutuhkan dalam proses aklimatisasi. Prosess pengukuran parametr dapat

dilihat pada Gambar 16, Hasil pengukuran parameter kualitas air pada kantong

benur dapat dilihat pada Tabel 6, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 16. Pengecekan Parameter Kualitas Air Benur


Sumber: Data Primer (2018)

Tabel 6. Pengukuran Parameter Kualitas Air Kantong Benur


No Parameter Hasil Standar
1 pH 7,0 7,4-7,9
2 Salinitas 32 Selisih ,< 5 ppt
3 DO 16,09 > 14 ppm
4 Suhu 21,8 22 - 24 °C
5 NH4 1 0
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel hasil pengukuran parameter kualitas air pada kantong

benur hasil yang diperoleh lebih tinggi dari standar yang ditetapkan sehingga

dapat diambil keputusan waktu aklimatisasi benur di dalam petakan akan

berlangsung lebih lama.

c. Padat Tebar

Sebelum penebaran benur dilakukan perhitungan benur pada kantong

benuryang baru datang, perhitungan dilakukan pada 2 sampel kantong

benur.Penghitungan sampel benur dapat dilihat pada Gambar 17 Hal tersebut

dilakukan untuk mengetahui padat tebar benur pada petakan.Padat tebar benur

sebanyak 170 – 185 ekor/m2, berbeda dengan Marindo (2008), bahwa pada

budidaya intensif benur udang vannamei dapat ditebar dengan kepadatan yang
49

tinggi, dalam petak pembesaran dapat ditebar dengan kepadatan 100 – 125

ekor/m2. Penebaran yang dilakukan pada blok C lebih tinggi didasarkan pada

pertimbangan penggunaan kincir yang lebih banyak dari pendapat Amri dan

Kanna (2008). Jumlah penebaran benur tiap petak dapat dilihat pada Tabel 7.

Gambar 17. Perhitungan Benur


Sumber: Data Primer (2018)

Tabel 7. Padat Tebar Benur Udang Vannamei Blok c

NO Tanggal No. Jumlah Luas Padat Asal Banur


Tebar Petakan Tebar Petakan Tebar
(Ekor) (m2) (m2)
1 2 3 4 5 6 7
1 19 Maret C1 428.240 2.324 184 Ndaru Laut
2018 Situbondo
2 19 Maret C2 466.620 2.524 185 Ndaru Laut
2018 Situbondo
3 17 Maret C3 430.535 2.475 174 Was rembang
2018
4 17 Maret C4 426.124 2.425 176 Was Rembang
2018

Jumlah - 1.751.519 9.748 719


Rata-Rata - 437.878 2.437 179
Sumber: Data Primer (2018)

Penulis mengambil data – data teknis dan pada kegiatan Kerja Praktek

Akhir (KPA) dari Blok C yaitu petak C2. Dari Tabel 7 dapat diperoleh jumlah tebar

pada 4 petak produksi sebanyak 1.751.519 ekor dengan jumlah luas petakan

sebesar 9.748 m2 dan padat tebar 719 ekor/m2. Sehingga diperoleh rata – rata

tebar tiap petakan sebanyak 437.878 ekor dengan rata – rata luas petakan
50

sebesar 2.437 m2 dan padat tebar sebesar 179 ekor/m. Sedangkan padat tebar

pada petak C2 sebanyak 179 ekor/m2 dengan luas petakan 2.524 m2 sehingga

diperoleh jumlah tebar sebanyak 466.620 ekor benur yang berasal dari Ndaru

Laut Situbondo.

d. Proses Penebaran Benur

Sebelum ditebar benur dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu agar benur

dapat beradaptasi dengan lingkungan pada petakan.Pada petak C2 penebaran

benur dilakukan dengan cara aklimatisasi menggunakan bak fiber berkapasitas

1000 liter pada setiap petakan. Aklimatisasi dilakukan dengan memasukkan

benur bersama dengan air kantong benur ke dalam bak fiber, setelah itu

disirkulasi dengan air petakan menggunakan pompa celup dengan debit yang

kecil hingga kondisi air (suhu dan salinitas) di wadah mendekati sama atau

samadengan di petakan dan diberi aerasi dengan oksigen murni selama 60

menit. Setelah itu benur dapat ditebar pada petakan. Hal ini tidak sesuai dengan

Haliman dan Adijaya (2005) yang menyatakan bahwa aklimatisasi suhu

dilakukan dengan cara memasukkan kantong benur ke petakan tambak yang

dilakukan hingga suhu air dalam kemasan mendekati suhu air petakan yang

dicirikan dengan munculnya embun di dalam kantong benur.

Pengukuran suhu dan salinitas dilakukan secara berkala selama 10 menit

sekali untuk mengetahui suhu dan salinitas air pada kemasan dan petakan sudah

sama. Setelah suhu dan salinitas air pada bak fiber dengan di tambak sudah

sama. Keuntungan dari aklimatisasi atas adalah tidak membutuhkan banyak

tenaga dan benur dapat aktif kembali karena pengaerasian menggunakan

oksigen murni. Penebaran dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 06.00

karena pada pagi hari fluktuasi suhu tidak begitu tinggi. Proses Penebaran Benur

dapat dilihat Pada Gambar 18.


51

Gambar 18. Penebaran Benur


Sumber: Data Primer (2018)

5.5. Pengelolaan Pakan

Penggunaan pakan yang berkualitas diharapkan dapat memberikan

pertumbuhan udang yang optimal karena nutrisi yang diperlukan udang dapat

terpenuhi dari pakan tersebut. Jenis, ukuran, dan kandungan pakan dapat dilihat

pada Tabel 8. Gambar pakan dapat dilihat pada Gambar 19.

Tabel 8. Ukuran dan Nutrisi Pakan


Protein Serat Abu Kadar
Jenis Lemak
Ukuran (mm) (% (% (% Air
pakan (%min)
min) max) max) (max)
SS-00 Crumble < 0,4 38 6 3 13 11
SS-01 Crumble 0,4 – 0,8 38 6 3 13 11
SS-02 Pellet 0,8 – 1,4 38 6 3 13 11
SS-02P Pellet 1,4 – 2,0 35 6 3 13 11
SS-03 Pellet 1,6 – 2,5 35 6 3 13 11
Sumber: CJ Feed Jombang (tanpa tahun)

Gambar 19. Pakan Buatan


Sumber: Data Primer (2018)
52

Penentuan dosis pemberian pakan dapat dilakukan dengan cara program

pakan yaitu dengan menggunakan blind feeding dan program pakan pasca blind

feeding.

1. Blind Feeding

Progam pakan blind feeding ini digunakan pada awal tebar hingga udang

berumur 20 hari. Penghitungan program pakan buta berdasarkan hasil

pengamatan dan pengalaman teknisi dan acuan pakan dari pabrik. Pemberian

pakan dihitung secara matematis berdasarkan jumlah benur yang ditebar dan

berpatokan pada pertumbuhan serta populasi yang standar sejak DOC1 – 20

Dosis pemberian pakan udang vannamei untuk umur 1 – 20 ini menggunakan

pakan buta 2 kg pakan untuk 100.000 ekor udang/hari. Hal ini tidak sesuai

dengan pendapat Rusmiyati (2013), bahwa selama bulan pertama takaran awal

yang diberikan ditetapkan sebanyak 1 kg per 100.000 ekor benur yang kemudian

ditambah 0,02 gram/ekor/hari dan kemudian ditambah sesuaidengan nafsu

makan udang sesuai dengan perkiraan udang yang hidup. Untuk selengkapnya

pakan yang dihabiskan selama blind feeding dapat dilihat Lampiran 6.

2. Pasca Blind Feeding

Pengelolaan pakan pasca blind feeding ditentukan dengan kontrol anco.

Kontrol anco adalah progam penambahan pakan dengan melihat nafsu makan

berdasarkan presentase sisa pakan pada anco, Progam ini diterapkan pada

umur udang mencapai 10 hari. Progam pakan ini adalah lanjutan dari progam

pakan blind feeding sehingga jumlah pakan perhari pada awal progam kontrol

anco ini adalah menambahkan dari jumlah pakan progam blind feeding. Untuk

selengkapnya pakan yang dihabiskan selama Pasca blind feeding dapat dilihat

Lampiran 6.
53

5.6. Pengelolaan Kualitas Air

5.6.1. Monitoring Parameter Kualitas Air

Kondisi dan kesehatan udang vannamei erat kaitannya dengan kualitas

air. Apabila kondisi kualitas air menurun dan memburuk maka akan mengganggu

sistem kekebalan tubuh udang vannamei yang menyebabkan udang vannamei

menjadi rentan terserang suatu penyakit dan menyebabkan suatu kematian pada

udang vannamei yang dibudidayakan. Mengingat prinsip budidaya yang

menyatakan bahwa kondisi kualitas air pada pembesaran selalu menunjukkan

grafik yang menurun maka monitoring terhadap kualitas air mutlak untuk

dilakukan agar dapat mengendalikan penurunan kualitas air, minimal dapat

mempertahankan kualitas air media agar tetap pada kondisi optimum.

Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi tersebut juga dilakukan 2

cara, yaitu pengukuran langsung di lapangan, dan menggunakan sampel yang

ditaruh kedalam botol sampel. Pengambilan sampel menggunakan botol

dilakukan dengan tongkat kayu yang ujungnya diberikan botol plastik untuk

menampung air media. Tempat pengambilan sampel berada pada jembatan

anco dengan tujuan sampel air yang diambil dapat mewakili parameter yang

akan diukur.

1. Parameter Fisika

a. Kecerahan

Kecerahan air menandakan tingkat kepadatan plankton ataupun suspensi

yang dapat dilihat secara visual. Pengukuran kecerahan dilakukan setiap hari

pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan sore hari pukul 01.30 WIB.Alat yang

digunakan adalah secchidisk dengan ketelitian 5 cm. Hasil pengukuran

kecerahan pada pagi hari berkisar antara 90 – 15 cm dengan rata—rata 40 cm,

sedangkan pada sore hari berkisara antara 80 -20 cm dengan rata-rata 35 cm.
54

berdasarkan hasil pengukuran tersebut kecerahan pada petakan tambak C2

termasuk baik hal ini sesuai dengan standar SNI 01 -7246 - 2006 (2006) bahwa

kecerahan air yang sesuai adalah 25 – 45 cm. Adapun dinamika kecerahan air

pada petak C2 dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21 dan untuk hasil pengukuran

dapat dilihat pada lampiran 7.

Gambar 20. Pengukuran Kecerahan


Sumber: Data Primer (2018)

DINAMIKA KECERAHAN PETAK C2


95
85
75
65
55
Cm

Pagi
45
35 Sore
25
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu Ke-

Gambar 21. Dinamika Data Kecerahan Air Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 21. dinamika kecerahan pada petak C2 cenderung

mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh tingkat bahan organik yang

semakin tinggi dan blooming plankton. Pada kondisi seperti ini dapat menggagu

kelangsungan hidup udang dikarenakan terjadinya persaingan dalam


55

mendapatkan oksigen dan terganggunya dalam melakukan aktifitas. Untuk

menanggulangii hal ini PT. Andulang Shrimp Farm melakukan penyiponan dan

pengenceran dengan cara penambahan air.

b. Warna Air

Perubahan warna air tambak disebabkan oleh bahan – bahan yang

terlarut atau tersuspensi dalam air dan berubah-ubah sesuai dengan kondisi

lingkungan.Bila warna air disebabkan oleh plankton, maka perbedaan warna

tersebut disebabkan oleh jenis – jenis plankton yang ada di dalam air

tersebut.pernyataan tersebut sesuai dengan Erlangga (2012) bahwa perubahan

warna air tambak umumnya menggambarkan ketidakstabilan lingkungan didalam

tambak. Warna air tambak umumnya berbeda-beda tergantung dari populasi

plankton yang hidup dalam lingkungan tambak tersebut. Pengamatan warna air

dilakukan pada pagi dan sore. Warna air dan penyebabnya dapat dilihat pada

Tabel 9. Untuk selengkapnya dapat dililhat pada lampiran 7.

Tabel 9. Warna Air dan Penyebabnya

Warna Air Simbol Penyebab

Hijau H Blooming Phytoplankton

Hijau Coklat HC Didominasi phytoplankton dan diatom.,Planton


membaik

Coklat C Didominasi oleh diatom

Coklat Hijau CH Didominasi golongan diatom dan green algae

Coklat Merah CM Kematian diatom dan didominasi oleh golongan


dinoflagelata
Sumber: Erlangga (2012)

c. Suhu

Nilai parameter suhu pada suatu tambak dipengaruhi oleh radiasi cahaya

matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Pengukuran suhu di tambak PT.

Andulang Shrimp Farm, dilakukan dengan menggunakan alat DO meter, karena


56

pada alat tersebut terdapat pengukuran suhu.Pengukuran yang dilakukan pada

titik mati petakan tambak yaitu pada pojok-pojok tambak yang jauh dari kincir dan

dilakukan pada pada waktu pagi (04.00 WIB) dan malam hari (19.00 WIB).Hal ini

dimaksudkan untuk mencari titik terendah pengukuran suhu. Hasil pengukuran

suhu pagi hari berkisar antara 28,3 – 30,4ºC dengan rata - rata 29,1ºC dan pada

malam hari berkisar antara 28,9 – 32,2 ºC dengan rata - rata 30,1ºC. Dalam

kondisi seperti ini suhu pada petakan C2 masih dalam keadaan optimal hal ini

sesuai dengan standar SNI 01 - 7246 - 2006 bahwa suhu air optimal pada udang

vannamei berkisar antara 28 – 31,5ºC. Dinamika suhu petak C2 dapat dilihat

pada Gambar 22. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

DINAMIKA SUHU PETAK C2


33
32
31
30
ºC

Pagi
29
Malam
28
27
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu Ke-

Gambar 24. Dinamika Suhu Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 24. dinamika suhu pada petak C2 cenderung

mengalami penurunan hal ini disebabkan intensitas cahaya yang masuk kedalam

petakan berkurang penyebabnya adalah blooming plankton yang

menghambatnya cahaya matahari masuk kedalam petakan. Untuk

menanggulangi dinamika suhu PT. Andulang Shrimp Farm melakukan

pembuangan plankton mati dengan cara diserok secara manual dan

pengenceran dengan cara penambahan air.


57

2. Parameter Kimia

a. Disolved oksigen (DO)

Pengukuran DO di PT. Andulang Shrimp Farm dilakukan pada pagi dan

malam hari yaitu pukul 04.00 WIB dan 19.00 WIB menggunakan alat yang

dinamakan DO Meter. hasil pengukuran DO pagi berkisar 3,73 – 4,29 ppm

dengan rata-rata 3,98 ppm. Sedangkan pada malam hari DO berkisar antara

3,51 – 4,42 ppm dengan DO rata-rata 3.79 ppm. Dari hasil pengukuran tersebut

DO didalam petakan masih dalam keadaan optimum hal ini sesuai dengan

standar SNI 01 - 7246 - 2006 (2006) yangmenyatakan bahwa batasan DO

minimal tambak udang vannamei adalah 3,5 ppm.Untuk lebih jelasnya Cara

pengukuran DO petak C2 dapat dilihat pada Gambar 23, lampiran 5, sedangkan

grafik pengukuran DO, pada petak C2 dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 23. Pengukuran DO Petak C2


Sumber: Data primer (2018)

DINAMIKA DO PETAK C2
4.4
4.2
4
Ppm

3.8
3.6
3.4 Pagi
3.2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Malam
Minggu Ke-

Gambar 24. Dinamika DO Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)
58

Berdasarkan Gambar 24. dinamika DO pada petak C2 cenderung

mengalami penurunan hal ini dikarenakan tingkat daya dukung lahan (cariying

capasity) yang meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat untuk

mengatasi hal ini PT. Andulang Shrimp Farm melakukan pengoperasian 16 unit

kincir selama 24 jam.

b. pH ( Derajat Keasaman)

Pengukuran pH di PT. Andulang Shrimp Farm menggunakan alat pH

meter tipe SI Analitic, pengukuran ini dilakukan pada waktu pagi dan sore hari.

Pengukuran ini dilakukan dengan mengambil sampel menggunakan botol dari

petakan yang selanjutnya diukur dalam laboratorium. Hasil dari pengukuran pH

yaitu pada pagi hari berkisar antara 7,4 – 8,2 dengan rata-rata 7, 6 dan pada

sore hari 7,7 – 8,6 dengan rata-rata 8,2 dengan fluktuasi pH berkisar 0 – 0,9 ini

masih dalam keadaan optimum karena masih sesuai dengan standar SNI 01 -

7246 – 2006 bahwa pH optimal untuk udang berkisar antara 7,5 – 8,5.

Pengukuran pH dan grafik dinamika pH pada petak C2 dapat dilihat pada

Gambar 25 dan 26.

Gambar 25. Pengukuran pH


Sumber: Data Primer (2018)
59

DINAMIKA pH PETAK C2
9
8.75
8.5
8.25
8
pH 7.75 Pagi
7.5
7.25 Sore
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu Ke-

Gambar 26. Dinamika pH Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 26. dinamika pH pada petak C2 pH pagi cenderung

mengalami penurunan dibandingkan pH sore hal ini disebabkan oleh kegiatan

respirasi dan perombakan bahan organik. Hal ini sesuai dengan Boyd (1998)

Dapat diuraikan dalam reaksi kimia seperti respirasi CO2 H2O = H2CO3

(Asam Karbonat) dan perombakan bahan organik oleh bakteri yang

menghasilkan amonium ( NH4) dan CO2 oleh sebab itu pH pada malam hari lebih

rendah sementara pada sore hari pH lebih tinggi dikarenakan adanya kegiatan

fotosintesis yang menyerap CO2 yang dilakukan oleh pytoplankton. Dapat

diuraikan dalam reaksi kimia sebagai berikut:

CO2 + H2O = C6H12O6 + O2. Untuk menaikan pH PT. Andulang Shrimp Farm

melakukan pengapuran dan untuk menurunkan pH diberikan molase

c. Salinitas

Pengukuran salinitas di PT. Andulang Shrimp Farm menggunakan

refraktometer. Pengukuran dilakukan pada pagi hari dengan cara mengambil

sampel air kemudian dilakukan pengukuran di laboratorium. Hasil dari

pengukuran salinitas yaitu mencapai 27 – 35 ppt dengan rata- rata salinitas 30

ppt. Dari hasil pengukuran masih dalam keadaan optimum hal ini sesuai dengan

SNI 01 - 7246 – 2006 bahwa kisaran salinitas yang baik untuk udang adalah 10 –
60

35 Pengukuran salinitas dapat dilihat pada Gambar 27 dan pegukuran salinitas

dan Gambar 28 grafik dinamika salinitas dapat dilihat pada dapat dilihat pada

lampiran 7.

Gambar 27. Pengukuran Salinitas


Sumber: Data Primer (2018)

DINAMIKA SALINITAS PETAK C2


35
34
33
32
31
ppt

30
29
28
27
26
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu

Gambar 28. Dinamika Salinitas Petak C2


Sumber : Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 28. dinamika salinitas petak C2 cenderung

meningkat. Hal ini disebabkan karena penguapan, tidak adanya penambahan air

tawar selama pemeliharaan, dan sumber air yang digunakan adalah air laut yang

bersalinitas tinggi. Untuk menangani hal ini PT. Andulang Shrimp Farm

melakukan pengenceran dengan cara penambahan air.

d. Total Alkalinitas

Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi

total unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasanya dinyatakan dalam

mg/l atau setara dengan CaCO3. Pengukuran alkalinitas dilakukan dengan cara
61

titrasi. Hasil dari pengukuran alkalinitas petak C2 yaitu 98 – 150 mg/l dengan

alkalinitas rata-rata 124 mg/l hal ini masih dalam keadaan optimum karena

sesuai dengan SNI 01 - 7246 – 2006(2006) bahwa kisaran alkalinitas untuk

budidaya udang vannamei adalah 100 – 150 mg/l. Pengukuran alkalinitas dapat

dilihat pada Gambar 29 , grafik dinamika alkalinitas C2 dapat dilihat pada

Gambar 30 dan data pengukuran alkali dapat dilihat pada Lampiran 7. Prosedur

pengukuran alkalinitas dapat pada lampiran 8.

Gambar 29. Pengukuran Alkalinitas


Sumber: Data Primer (2018)

Dinamika Alkalinitas Petak C2


160
150
140
130
mg/l

120
110
100
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu Ke-

Gambar 30. Dinamika Alkalinitas Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 30. dinamika alkalinitas petak C2 dari terjadi

kenaikan dan penurunan hal ini disebabkan oleh pH yang tidak stabil. Alkali

merupakan penyangga dari pH (buffer). Penurunan alkalinitas akan


62

menyebabkan udang cepat moulting dan keropos sehingga pertumbuhan

terganggu. Sedangkan alkalinitas yang terlalu tinggi menyebabkan udang

mengalami kekerasan kulit. Hal ini karena terjadi peningkatan unsur Ca dan CO2

sehingga dalam pertumbuhannya sulit dan jika melakukan moulting akan

berlangsung lama sehingga udang akan menguras tenaga lebih banyak. Untuk

menjaga fluktuasi total alkalinitas PT. Andulang Shrimp Farm mengaplikasikan

pengapuran dan herrobufferset yang diberikan secara merata pada seluruh

bagian tambak secara berkala.

e. TOM (Total Organic Meter)

Total Organik Matter (TOM) atau bahan organik terlarut total

menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari

bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Pengukuran TOM

dilakukan dengan cara titrasi. hasil dari pengukuran TOM adalah 28.51 – 89,85

mg/l dengan pengukuran rata-rata 54,68 mg/l. Tingkat kadar TOM di Tambak

Andulang Shrimp Farm masih dalam batas optimum hal ini sesuai dengan

standar SNI 01 - 7246 -2006 bahwa batas maksimal untuk jumlah kadungan

bahan organik pada tambak yaitu maksimal 90 mg/l. Pengukuran TOM dapat

dilihat pada Gambar 31 , grafik dinamika TOM C2 dapat dilihat pada Gambar 32

dan data pengukuran TOM dapat dilihat pada Lampiran 5. Prosedur pengukuran

TOM dapat dilihat pada lampiran 8.

Gambar 31. Pengukuran TOM


Sumber: Data Primer (2018)
63

DINAMIKA TOM PETAK C2


90
80
70
60
mg/l 50
40
30
20
10
1 2 4 5 7 8 9 10
Minggu Ke-

Gambar 32. Dinamika TOM Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Dari Gambar 23. dinamika pengukuran TOM pada petak C2 cenderung

mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena penumpukan bahan organik dan

bloming plankton selama pemeliharaan mengalami peningkatan hingga melebihi.

Hal ini diakibatkan dari plankton mati maupun feses. Pengukuran TOM

meningkat maka juga akan menimbulkan banyak masalah seperti pH, DO, Nitrat,

Nitrit dan amonium yang juga akan meningkat. PT. Andulang Shrimp Farm

melakukan pengendalian dengan melakukan penyiponan secara

berkala,penambahan air dan aplikasi probiotik.

f. Amonium (NH4)

Amonium (NH4) merupakan senyawa yang terbentuk dari perombakan

protein dari sisa – sisa pakan dan hasil metabolisme udang pada suatu tambak.

Dalam keadaan pH tinggi senyawa ini sangat berbahaya karena dapat

membentuk senyawa amoniak (NH3) yang bersifat racun. Pengukuran amonium

dilakukan dengan metode test kit. Hasil dari pengukuran ammonium adalah 1 –

8,5 mg/l dengan ammonium rata-rata sebesar 2,9 mg/l. Hasil ini tidak sesuai

dengan pendapat SNI 01 - 7246 -2006 bahwa kandungan ammonium maksimal

adalah 0,3 mg/, sehingga tingkat amonium pada air didalam petakan dalam

kondisi yang tidak optimal. Pengukuran amonium dapat dilihat pada Gambar 33 ,
64

grafik dinamika ammonium petek C2 dapat dilihat pada Gambar 34 dan data

pengukuran amonium dapat dilihat pada Lampiran 5. Cara pengukuran amonium

dapat dilihat pada lampiran 8.

Gambar 33. Pengukuran Amonium


Sumber: Data Primer (2018)

DINAMIKA NH4 PETAK C2


8.5
7.5
6.5
5.5
mg/l

4.5
3.5
2.5
1.5
0.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu Ke-

Gambar 34. Dinamika NH4 Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Dari Gambar 24. dinamika NH4 pada petak C2 mengalami peningkatan.

Secara normal tingkat amoniam yang jauh melebihi standart yaitu 8,5 ppm akan

menimbulkan dampak yang berbahaya pada budidaya udang, namun pada

budidaya di PT. Andulang Shrimp Farm tidak menyebabkan kematian masal atau

menimbulkan masalah yang sangat besar hal ini dikarenakan kualitas benur yang
65

bagus untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5. Untuk menanggulagi

peningkatan amonium ini PT. Andulang Shrimp Farm melakukan penyiponan dan

pengaplikasian probiotik.

g. Nitrit ( NO2)

Pengujian NO2 dengan menggunakan Nitrit test kit. Hasil pengukuran

NO2 pada petak C2 dalah 0,10 – 9.5 mg/l denganhasil pengukuran rata-rata 2.9

mg/l. Berdasarkan standar SNI 01 - 7246 – 2006 bahwa kandungan maksimal

NO2 pada budidaya udang vannamei adalah 0,1 mg/l. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa kandungan NO2 pada petak C2 di atas batas yang

ditentukan SNI. Pengukuran nitrit dapat dilihat pada Gambar 35 , grafik dinamika

nitrit petak C2 dapat dilihat pada Gambar 36 dan data pengukuran nitrit dapat

dilihat pada Lampiran 7. Prosedur pengukuran nitrik dapat dilihat pada lampiran

8.

Gambar 35. Pengukuran NO2


Sumber: Data Primer (2018)
66

DINAMIKA NO2 PETAK C2


10
9
8
7
6
mg/l
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu Ke-

Gambar 36. Dinamika NO2 Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Dari Gambar 36. dinamika NO2 pada petakan C2 cenderung mengalami

peningkatan karena mengalami kepekatan .Kepekatan disebabkan karena

kandungan bahan organik yang terlalu tinggi sehingga proses perombakan

bahan organik oleh bakteri meningkat dan DO turun, akhirnya udang kesulitan

dalam bernafas dan lama-kelamaan akan menyebabkan kematian. Untuk

menanggulagi peningkatan NO2 ini PT. Andulang Shrimp Farm melakukan

penyiponan dan pengaplikasian probiotik.

h. Phospat (PO4)

Pengujian phospat menggunakan phospat test kit. hasil pengukuran pospat

pada petak C2 yaitu 0,25 – 18 mg/l dengan pengukuran rata-rata 8,5 mg/l

Berdasarkan standar SNI 01 - 7246 - 2006 (2006) bahwa kandungan phosphate

pada budidaya udang adalah minimal 0,1 mg/l, maka dapat disimpulkan bahwa

pada awal pemelliharaan kandungan phosphate lebih batas optimal. Pengukuran

phospat dapat dilihat pada Gambar 37 , grafik dinamika phospat petak C2 dapat

dilihat pada Gambar 38 dan data pengukuran phospat dapat dilihat pada

Lampiran 7. Prosedur pengukuran phospat dapat dilihat pada lampiran 8.


67

Gambar 37. Pengkuran Phospat


Sumber: Data Primer (2018)

DINAMIKA PO4 Petak C2


18.25
16.25
14.25
12.25
mg/l

10.25
8.25
6.25
4.25
2.25
0.25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Minggu Ke-

Gambar 38. Dinamika Phospat Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Dari Gambar 38. dinamika PO4 cenderung mengalami peningkatan hal ini

disebabkan berasal dari pemupukan juga bisa dihasilkan dari penguraian

senyawa phospor organik dari bahan organik. Untuk menanggulagi peningkatan

amonium ini PT. Andulang Shrimp Farm melakukan penyiponan dan

pengaplikasian probiotik.

3. Parameter Biologi

a. Analisa Plankton

Plankton merupakan jasad renik tumbuhan atau hewan yang hidupnya

melayang, sedikit berenang atau hanya mengikuti arus dalam air.Plankton terdiri

dari phytoplankton dan zooplankton.Plankton dapat dibedakan menjadi GA


68

(GreenAlgae), BGA (Blue Green Algae), Diatom, Dinoflagellata.Hasil

pengecekkanplankton dapat dilihat pada Lampiran 9.

4. Monitoring Bakteri

Monitoring bakteri dilakukan dengan perhitungan TVC (Total Vibrio

Colone)dan TBC (Total Bacteri Colone). TVC merupakan total bakteri pathogen

yangmerugikan dalam budidaya. Sedangkan TBC merupakan total bakteri yang

ada padabudidaya. TVC terdiri dari vibrio kuning (<103), vibrio hijau (<102), dan

vibrio nyala (<101).Hasil perhitungan TVC dan TBC pada petak C2 dapat dilihat

pada lampiran 7.

5.6.2. Pengelolaan Kualitas Air

Air merupakan media hidup udang dalam kegiatan budidaya pada tambak

sehingga air perlu dilakukan pengelolaan agar kualitas air tidak mengalami

penurunan yang signifikan. Pengelolaan kualitas air berhubungan dengan

keberhasilan dari persiapan lahan yang baik serta mempengaruhi lingkungan

budidaya. Perubahan kualitas air pada tambak dapat menyebabkan nafsu makan

udang turun dan mengakibatkan rentannya tubuh udang terhadap serangan

penyakit atau turunnya stamina udang yang mengakibatkan kematian dan

menghambat pertumbuhan udang. Pengelolaan kualitas air yang dilakukan pada

petak C2 adalah sebagai berikut:

a. Penyiponan

Penyiponan dimulai pada umur udang mencapai 25 hari masa

pemeliharaan. Penyiponan dilakukan untuk membersihkan dasar perairan yang

kotor atau berlumpur dan membuang pakan yang tidak termakan.Awal sipon

dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Setelah itu dilakukan rutin 3

– 4 hari sekali.Namun, penyiponan dapat dilakukan setiap hari jika dasar petakan

kotor atau udang terserang penyakit untuk menjaga kualitas air dan agar dasar

tambak tetap bersih.Penyiponan dilakukan pagi atau sore hari setelah pemberian
69

pakan selesai, hal ini bertujuan untuk mempermudah penyiponan agar udang

menuju ke pinggir petakantambak.Sipon juga dapat dilakukan pada malam

hari.Berbeda dengan Mujiman danSuyanto (2001), setelah pemeliharaan

mencapai umur 45 hari penyiponan dilakukankarena untuk membuang endapan

lumpur hitam dan berbau.

Penyiponan dilakukan menggunakan selang spiral berukuran 6 inci

dengan panjang 5 m. Spiral dipasang pada pipa central drain dengan melepas

saringanyang berada pada tengah petakan. Pada saat penyiponan, bagian pipa

luar central drain dipasang jaring agar cangkang dan udang yang tersedot tidak

terbuang.Penyiponan dilakukan dengan menyedot lumpur dengan mengarahkan

ujung selang spiral ke arah lumpur dan akan terbuang dengan sendirinya. Lama

pembuangan lumpur ini tergantung pada kondisi tambak untuk pembuangan

lumpur dilakukan dengan melihat kekeruhan air pada saat sirkulasi. Jika air

sudah menunjukkan warna yang cukup jernih dan lumpur sudah tidak ada maka

segera dihentikan.Penyiponan dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Penyiponan


Sumber: Data Primer (2018)

b. Penambahan Air

Penambahan air pertama kali dilakukan saat udang berumur 25 hari

selama pemeliharaan (DOC 25), karena pada DOC 25 awal dilakukannya

penyiponan yang menyebabkan volume air berkurang. Penambahan air

dilakukan sebesar 3 – 7 cm.Penambahan air dilakukan pada pagi dan sore hari
70

setelah penyiponan.Air yang masuk ke petakan berasal dari petakan pengelolaan

air yang telah ditreatment terlebih dahulu.

c. Pembuangan Plankton Mati (Klekap)

Plankton yang mati akan mengendap ke dasar tambak dan akan

terakumulasi dengan kotoran yang berada pada dasar tambak. Pada saat siang

hariplankton mati ini akan terangkat ke permukaan air karena adanya proses

oksidasi dengan bantuan sinar matahari. Plankton mati ini mengendap ke dasar

tambak akan menyebabkan rusaknya kualitas air dan apabila termakan udang

akan merugikan.Sebelum mengendap plankton mati ini perlu diangkat

menggunakan serok untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40. Pembuangan Klekap


Sumber: Data Primer (2018)

d. Aplikasi Probiotik

Probiotik merupakan jenis bakteri yang menguntungkan yang dapat

membantu menguraikan bahan – bahan organik maupun anorganik pada

tambak.Jenis probiotik yang digunakan adalah produk dagang merk Aquazime

dan Biomin.Dosis yang digunakan untuk probiotik merk Aquazime sebanyak 10

ppm – 30 ppm yang ditebar pada sore hari yaitu 2 jam setelah pemberian pakan

sore dan dosis yang digunakan untuk probiotik merk Biomin sebanyak 10 ppm –

30 pmm yangditebar 2 jam setelah pakan pagi. Probiotik merk Aquazime dan
71

Biomin perlu dikultur terlebih dahulu selama 2 x 24 jam agar kepadatan bakteri

bertambah.

Pemberian probiotik merk Aquazime dan Biomin diberikan sejak udang

berumur 3 hari (DOC 3) sampai panen.Penebaran probiotik dilakukan secara

merata dengan menggunakan rakit mengelilingi petakan dengan tujuan probiotik

dapat tersebar merata dan tidak menempel pada pematang.Hal ini, tidak sesuai

dengan pendapat Penyuluh Perikanan (2012) yang menyatakan bahwa probiotik

dosis 1 – 3 ppm yang disebar merata ke seluruh permukaan air tambak dapat

dilihat pada Gambar 41

Gambar 41. (a) Probiotik Merk Aquazime (b) Probiotik Merk Biomin
(c) Penebaran Probiotik
Sumber: Data Primer (2018)

Pada setiap pruduk dagang merk probiotik memiliki kandungan dan

manfaat yang berbeda sehingga perlu untuk mengetahui permasalahan yang ada

pada tambak. Jenis dan fungsi bakteri dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan Bakteri dan Fungsi Bakteri Pada Probiotik

Merk Produk Kandungan Fungsi Bakteri


- Memperbaiki air dari overblooming
dan kerusakan
- Menghilangkan jasad terapung
Aquazime Bacillus subtillis
dan gas – gas
- Memperbaiki mutu air dan
pembusukan dasar
72

Bacillus sp - Menghambat pertumbuhan vibrio


Enterococcus sp sp dan jamur
Biomin Pediococcus sp - Mengontrol dan menstabilkan
Thiobacillus sp plankton
Paracoccus sp - Melarutkan karbonat dan phospat
- Mengurangi bahan organik
Sumber: Data Primer

e. Aplikasi Kapur

Kapur yang digunakan di tambak PT.Andulang Shrimp Farm adalah kapur

gamping (CaO) dan kaptan (CaCO3). Kaptan berfungsi sebagai buffer karena

dapat menaikkan alkalinitas pada air tambak, selain itu kaptan juga dapat

meningkatkan pH perairan. Kaptan diberikan dengan dosis 15 ppm setara

dengan 25 – 45 kg yang dilarutkan pada 100 liter air. Penebaran kaptan pada

pagihari berguna untuk mengikat plankton yang mati agar tidak mencemari

kualitas air,sedangkan penebaran kaptan pada malam hari berguna untuk

menaikkan atau menghasilkan mineral kalsium pada air petakan. Penebaran

kapur cair bertujuan untuk menaikkan alkalinitas air petakan. Kapur cair yang

ditebar sebanyak 10 – 12 liter. Penebaran kapur dapat dilihat pada Gambar 42.

Gambar 42. Penebaran Kapur


Sumber: Data Primer (2018)

5.7. Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah dari hasil kegiatan budidaya sangat penting untuk

keberlangsungan ekosistem disekitar kawasan budidaya. Untuk pengelolaan

limbah di PT. Andulang Shrim Farm sendiri tidak dilakukan secara optimum,
73

limbah hasil budidaya dibuang dari pintu outlet kearah saluran air pembuangan

kemudian ditampung kedalam petakan setelah itu dibuang langsung ke perairan

bebas atau laut. hal ini tidak sependapat dengan Dirjen Budidaya KKP (2017)

Penataan kawasan budidaya menjadi penting salah satunya bahwa setiap

tambak udang harus memiliki instalasi pengolah limbah (IPAL) yang akan

mencegah penularan penyakit.

5.8. Monitoring Pertumbuhan

Monitoring pertumbuhan dilakukan untuk memantau pertumbuhan udang

serta mengetahui berat rata-rata udang di petakan tambak.Monitoring

pertumbuhan dilakukan dengan melakukan sampling pada udang.Sampling

pertama dilakukan pada udang yang telah berumur 10 hari, dan sampling

selanjutnya dilakukan setiap 10 hari sekali.

Pada umur 10 – 30 hari, sampling dilakukan pada udang yang berada di

anco yang kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam kantong untuk diketahui

berat rata – rata udang/ekor dan dilakukan pengecekkan kesehatan udang

menggunakan mikroskop.Sampling udang pada anco dapat dilihat pada

Gambar 43.

Gambar 43. Sampling Udang Pada Anco


Sumber: Data Primer (2018)
74

Pada udang berumur 40 hari dilakukan sampling dengan menjala udang

pada satu titik menggunakan jala yang berdiameter 3 m. Hasil dari jala

dimasukkan ke dalam keranjang dan ditimbang serta dihitung untuk mengetahui

berat rata-rata (ABW) dan pertumbuhan berat perhari (ADG) pada sampling

berikutnya sehingga dapat mengestimasi jumlah pakan/ hari.

Cara melakukan sampling adalah menyiapkan seluruh alat yang

diperlukan,sebelum jala digunakan untuk sampling, jala tersebut harus

disterilisasi terlebih dahulu.Sampling dengan menggunakan jala dilakukan hanya

pada satu titik saja,hal ini bertujuan untuk menghindari stres pada udang.Udang

yang terangkat jala,selanjutnya ditimbang dan dihitung jumlah udang yang

terangkat, setelah itu menghitung ABW (Average Body Weight) atau berat rata-

rata per ekor udang. Dari hasil sampling ADG udang berkisar antara 0,12 – 0,46

gram/ ekor dengan rata- rata 0,28 gram/ekor dengan berat sekian laju

pertumbuhan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahanan yaitu

berkisar 0,25 – 0,30 gram/ekor. Cara sampling jala dapat dilihat pada Gambar

44, dan grafik rata- rata laju pertumbuhan harian dapat dilihat pada Gambar 45.
75

Gambar 44. (a) Menjala Udang U (b) Memasukan Udang Pada Baskom
(c) Penimbangan (d) Penghitungan
Sumber: Data Primer (2018)

LAJU PERTUMBUHAN (ADG)


PETAK C2
0.6
0.4
gram

0.2
0
10 20 30 40 50 60 70
DOC

Gambar 45. ADG Petak C2


Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Gambar 45. laju pertumbuhan harian petak C2 cenderung

mengalami kenaikan hal ini dikarena kebutuhan pakan yang tercukupi dan

pengelolaan air yang baik secara pengontrolan parameter kualitas air yang

terjadwal walaupun ada beberapa parameter seperti naiknya kandungan NH4,


76

NO2, PO4 yang mengalami kenaikan akan tetapi penanganan yang dilakukan

secara optimal tetap dapat memacu laju pertumbuhan.

5.9. Pengendalian Hama dan Penyakit

a. Hama

Ditambak PT. Andulang Shrimp Farm hama yang sering ditemui adalah

kepiting, tritip, dan biawak,ular . Ular akan masuk ke dalam petakan dan

memakan udang pada petakan. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan

pembersihan menggunakan kaporit dan pengendalian ular dengan

menangkapnya secara langsung dan mematikannya sementara untuk

pencegahan dilaakukan pemasangan pagar. Hama ular dapat dilihat pada

Gambar 46.

Gambar 46. Hama Ular


Sumber: Data Primer (2018)

b. Penyakit
Penyakit yang menyerang udang petak C2 adalah WFD (White Feces

Disease). hal ini diawali dengan terjadinya penurunan kualitas air Udang

terserang pada saat DOC 70 saat beberapa parameter kualitas air sudah tidak

optimum seperti NH4, NO2, PO4, dan Kecerahan sehingga memacu

perkembangan vibrio. Vibrio akan menyerang organ pencernaan udang sehingga

menimbulkan nafsu makan udang menurun.


77

Udang yang terserang WFD mempunyai ciri-ciri muncul kotoran putih yang

melayang layang pada bagian permukaan air dan nafsu makan menurun

drastis,hepatopankreas berwarna putih, kondisi ini akan berlanjut dan

menyebabkan udang mengalami keropos jika dipegang dan pertumbuhan

udang melambat. Adapun penanganan yang dilakukan adalah dilakukannya

pemanenan. Untuk Pencegahannya dilakukan dengan cara penerapan

biosecurity sebagai berikut:

 Adanya pagar di area tambak.

 Ada bak sterilisasi kendaraan sebelum memasuki kawasan tambak

 Masing- masih petakan memiliki fasilitas tersendiri, hal ini bertujuan agar

tidak terjadinya kontaminasi.

 Penggunaan sepatu boots saat berada di kawasan petakan

pemeliharaan.

 Tersedia wadah untuk mensterilkan tangan yang terdiri dari wadah berisi

larutan Kalium Permanganat (PK) dan air bersih di masing- masing

petakan pemeliharaan.

5.10. Panen dan Pasca Panen

5.10.1. Panen

Panen yang dilakukan menggunakan sistem panen parsial dan panen

total.Panen parsial adalah panen sebagian yang bertujuan untuk mengurangi

populasi udang dalam petakan dikarenakan udang yang semakin sesak.Indikasi

dilakukannya panen parsial adalah jika DO pada tambak <4 mg/l, ADG udang

mengalami penurunan, jumlah pakan perhari terlalu tinggi.Panen parsial

dilakukan pada udang yang berusia 56 hari. Panen parsial dilakukan dengan

cara penjalaan udang.


78

Penjalaan dilakukan pada satu titik yang berada pada salah satu sudut

petakan dan bertujuan agar udang pada petakan tidak stress. Sebelum dijala

kincir yang berada dekat dengan lokasi penjalaan dimatikan dan tali jalur rakit

dilepas agartidak mengganggu.Agar udang mau mendekat maka perlu adanya

pancingan pakan setiap 10 menit. Hasil yang didapatkan dari panen parsial

sebanyak 1.154 kg dengan size 84 kg/ekor. Proses panen parsial dapat dilihat

47.

Gambar 47. (a) Menjala Udang (b) Melatakan Udang Pada Blong
(c)Pengangkutan Udang (d) Pembersihan Udang
Sumber: Data Primer (2018)

Pemanenan total dilakukan saat udang berumur 75 hari. Panen total

dilakukan dengan membuka dam panen tambak sehingga air dapat mengalir ke

luar menuju saluran outlet tambak. Setelah pintu outlet dibuka, udang akan

masuk pada jaring yang telah dipasang di pintu outlet, sehingga udang yang

keluar akan tertampung pada jaring, selanjutnya udang yang telah terperangkap

akan diangkat dan dibawa ke tempat sortasi udang. Hasil dari panen total

didapatkan sebanyak 5.958 kg dengan size 56 kg/ekor dan hasil panen


79

keseluruhan didapatkan sebanyak 7.113 kg dengan jumlah populasi 432.070

ekor dari tebar awal 466.620 ekor sehingga diperoleh SR 92,60 dengan total

pakan selama pemeliharaan 7564 kg dengan FCR 1,06. Adapun panen total

dapat dilihat pada Gambar 48.

Gambar 50. Panen Total


Sumber: Data Primer (2018)

5.10.2. Pasca Panen

Udang yang sudah dipanen, selanjutnya dilakukan penyortiran oleh pihak

pengepul untuk memisahkan udang yang bagus dan yang jelek udang yang tidak

masuk dalam kriteria penjualan seperti, tubuh udang yang keropos, lembek dan

berat tidak masuk dalam size yang ditentukan. Selanjutnya udang yang bagus

ditiriskan sebelum ditimbang dan dimasukkan ke dalam box yang berisi es.Udang

yang telah ditimbang segera dimasukkan dalam truk yang telah dilengkapi

dengan box yang berisi es curah untuk mempertahankan kesegaran udang

vannamei. Dalam penataannya antara udang dan es disusun secara berlapis.

Hal ini sesuai dengan Kordi (2007), setelah pemanenan selesai maka udang

disortirberdasarkan ukuran dan berat yang kemudian dimasukkan dalam wadah.

Proses pasca panen dapat dilihat pada Gambar 49. hasil panen petak C2 dapat

dilihat pada lampiran 10.


80

Gambar 51. (a) Pembersihan Udang (b) Penyortiran Udang


(c) Penimbangan Udang (d) Pemasukan udang kedalam cool box
Sumber: Data Primer (2018)
81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil Kerja Praktek Akhir (KPA) yang dilaksanakan di PT.Andulang

Shrimp Farm dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kegiatan pembesaran udang vannamai diuraikan sebagai beikut:

a. Persiapan lahan yang sudah berjalan baik dibuktikan dengan

dengan tidak adanya hama serta plankton tumbuh dengan baik.

b. Penebaran benur sudah baik dibuktikan dengan benur yang

digunakan merupakan benur keturunan F1 dan bersertifikat SPF

(Spesific Pathogen Free).

c. Pengelolaan pakan sudah dengan target pertumbuhan yang

bagus dibuktikan dengan ADG rata-rata 0,28 dan FCR 1,06.

d. Pengelolaan Kualitas air sudah cukup baik dibuktikan dengan

 Pengukuran parameter kualitas air yang terjadwal dengan

kisaran pungukuran sudah di batas optimal seperti: Suhu

(28,3 – 32,2°C), DO (3,5 – 4,42 ppm), pH (7,4 – 8,6), Salinitas

(27 – 35 ppt), Alkalinitas (98 – 150 ppm), TOM (28,51 –

89,85). Sedangkan pada minggu ke- 6 hingga minggu ke- 10

terjadi kenaikan yang melebihi batas optimal seperti:

Kecerahan (90 – 15 cm), Amonium NH4 ( 1 – 8,5 ppm), Nitrit

NO2 ( 0,10 – 9,5), Phospat (0,25 – 18 ppm).

e. Pengendalian hama penyakit sudah cukup baik, akan tetapi masih

ditemukan hama seperti biawak dan ular, dan penurunan kualiatas

air pada minggu 6 – 10 menimbulkan terserang penyakit WFD

sehingga diambil keputusan panen pada minggu ke- 11.


82

2. Pengelolaan kualitas air yang cukup baik dibuktikan dengan hasil

produksi yang sudah baik dengan rincian tonase panen parsial 1.154

kg dengan size 84 gram/ekor dan tonase panen total 5.958,48 kg

dengan size 56 gram/ekor sehingga diperoleh jumlah keseluruhan

7.113 kg dengan jumlah populasi 432.070 ekor, SR sebesar 92,60 %.

6.2. Saran

Saran yang dapat diiberikan pada PT. Andulang Shrimp Farm adalah

sebagai berikut:

1. Sebaiknya untuk pengelolaan kualitas air lebih ditingkatkan kembali

terutama pada bagian parameter kualitas air yang melebihi batas optimal.

2. Dalam pengelolaan limbah diharapkan lebih diperhatikan lagi

penanganannya sebelum dibuang ke perairan umum agar tidak

mencemari lingkungan sekitar dan berdampak panjang dikemudian hari.

3. Untuk monitoring pertumbuhan udang dengan sampling jala sebaiknya

dilakukan dibeberapa titik agar lebih mewakili .dan lebih akurat dalam

menentukan berat rata-rata udang/ekor (ABW) dan laju pertumbuhan

harian.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaya, D dan Erik S. 2007. Aplikasi Pemberian Pakan Buatan Secara


Optimal pada Budidaya Udang Windu Intensif Berkelanjutan.
http://www.udang-bbbap.com/organisasi/1154-aplikasi-frekuensi-
pemberian-pakan-buatan-secara-optimal-pada-budidaya-udang-windu-
intensif-berkelanjutan [4 Februari 2018]

Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vannamei secara
Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia pustaka. Jakarta.

Boyd E. 1998. Water Quality For Pound Aquaculture.


file:///C:/Users/lenovo/Downloads/43%20%20Water%20Quality%20for%2
0Pond%20Aquaculture.pdf [4 Februari 2018]

Edhy, W. A., Kamaludin, A. Januar, P. Chaerudin, K. 2010. Budidaya Udang


Putih. CV Mulia Indah

Erlangga, E. 2012. Budidaya Udang Vannamei Secara Intensif. Pustaka


Agrowisata. Tangerang Selatan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta

Haliman, R.W dan D, Adijaya. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya.


Jakarta

Haliman dan Dian A. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

Herlina, N. 2004. Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Pembesaran Udang.


Depertemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kejuruan. Jakarta.
http://psbtik.smkn1cms.net/pertanian/budidaya_ikan/budidaya_ikan_air_la
ut/pengendalian_hama_dan_penyakit_pada_pembesaran_udang.pdf [5
Februari 2018]

Ghufran, M dan H. Kordi. 2007. Pemeliharaan Udang Vannamei. Indah.


Surabaya.
Mujiman, Ahmad dan S. Rachmatun Suyanto. 2002. Teknik Budidaya Udang
Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muzaki, A. 2004. Skripsi IPB Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di


Tambak Biocrete Dengan Padat Penebaran Berbeda. Tidak diterbitkan.

Narbuko, C dan A, Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta

Nazir, M. 2003. Metodoloogi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Timur.

Kordi K,M.Ghufran H. 2007. Pemeliharaan Udang Vannamei. PT Citra Aditya


Bakti. Bandung
84

Kordi, Ghufron dan Tancung, Andi Baso. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.

KEP. 28/MEN/2004. PEDOMAN UMUM BUDIDAYA UDANG DI TAMBAK.


http://dfw.or.id/wp-content/uploads/2011/10/referensi/KEPMEN-2004-
28.pdf [4 Februari 2018]

Pribadi, Januar dkk. 2003. Standart Operasional Dan Prosedur (SOP) Udang
Putih (Litopenaeus vannamei). Departemen Pond Operation Divisi
Aquaculture, PT. CPB Lampung.

Raharjo SP. 2002. Budidaya Udang Rostris (Litopanaeus srylirostris)


Berwawasan Lingkungan dengan Sirkulasi Tertutup. Direktorat Jendra
Perikanan Budidaya BBAP Jepara.
Rufiati. I. 2006. Manajemen Akuakultur payau.
http://my.opera.com/sampahbermanfaat/blog/2009/09/13/manajemen-akuakultur-
payau-indah-rufiati-sy-ugm-2006, [02 Februari 2018]

Rusmiati, S. 2013. Menjala Rupiah Budidaya Udang Vannamei. Pustaka Baru


Press. Yogyakarta.

SNI (SNI 01-7246-2006). 2006. Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus


vannamei) Di Tambak Dengan Teknologi Intensif.

Sukenda, P. Hadi dan E. Harris. 2006. Pengaruh Pemberian Sukrosa Sebagai


Sumber Karbon Dan Probiotik Terhadap Dinamika Populasi Bakteri Dan
Kualitas Air Media Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus vannamei.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 179-190 (2006).
http://dosen.narotama.ac.id/wp content/uploads/2012/03/PENGARUH-
PEMBERIAN-SUKROSA-SEBAGAI-SUMBER-KARBON-DAN-
PROBIOTIK-TERHADAP-DINAMIKA-POPULASI-BAKTERI-DAN-
KUALITAS-AIR-MEDIA-BUDIDAYA-UDANG-VANAME-Litopenaeus-
vannamei.pdf [ 11 Februari 2018]

Sukandarrumidi. 2002. Metodologi Penelitian. Gadjah Mada Universiti Press.


Yogyakarta.

Suryabrata, 1997. Metodelogi Penelitian. Gadjah Mada Universiti Press.


Yogyakarta.

Suyanto R. dan Takarina E.P. 2009. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.

WWF Indonesia. 2014. Better Management Pracctices Budidaya Udang


Vannamei.http://awsassets.wwf.or.id/downloads/bmp_budidaya_udang_
vannamei.pdf [Diakses 5 Februari 2018]
Lampiran 1. Peta Tambak Andulang Shrimp Farm

85

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
hhhhhh
86

Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Andulang Shrimp Farm


87

Lampiran 3. Fasilitas Pokok

No Fasilitas Jumlah Spesifikasi Keterangan

1 2 3 4 5

1. Pompa 4 unit 12 PK Untuk menyedot air laut

2. Sibel 5 unit 10 PK Untuk mengalirkan air laut


dari tendon pembagi menuju
petakan

3. Termis 6 unit Untuk mengoperasikan kincir

4. Kincir air 400 unit 1 HP Menambah DO

5. Timbangan 2 unit Kapasitas 300 Menambang Pakan dan


kg bahan saprotan

6. Timbangan 2 unit Kapasitas 10 Menimbang berat udanh hasil


Digital kg sampling dan panen

7. Timbangan 1 unit Kapasitas 10 Menimbang Obat – Obatan


Digital kg
8. Timbangan 1 unit Kapasitas 10 Mengukur berat udang untuk
Duduk kg dibagikan kewarga atau
karyawan

9. Jembatan 100 buah 0,5 m x 5 m Untuk kontrol pakan dan


Anco kondisi udang

10. Tampar 50 rol Diameter 1 cm Sebagai pegangan waktu


pemberian pakan
menggunakan rakit dan untuk
pasang anco

11. Secchi disk 35 buah Ketelitian 5 Mengukur kecerahan


cm
12. Botol Sampel 40 buah 200 ml Mengambil sampel air
petakan

13. Rakit 35 buah Alat bantu pemberian pakan


dan pengapllikasian saprotan

14. Anco 140 buah 80 cm x 80 cm Alat untuk control pakan dam


kondisi udang

15. Blong Bakteri 5 buah 200 ltr Sebagai tempat kultur bakteri

16. Profil Tank 4 unit 1000 ltr Sebagai tempat kultur bakteri

17. Wadah Pakan 35 buah 50 ltr Sebagai wadah pakan yang


akan ditebar dan wadah
bahn- bahn saprotan
88

1 2 3 4 5

18. Selang Spiral 80 m 6 Sebagai alat penyedot lumpur


pada dasar petakan

19. Genset 2 unit 500 KVA Energi Cadangan

20. Kompor 1 buah Rinnai Memanaskan molase

21. Panci 1 buah 8 liter Sebgai wadah mengaduk


molase

22. Seser 35 buah Digunakan untuk menyerok


klekap

23. Gayung 35 buah Menebar aplikasi saprotan

24. Serok 35 buah Digunakan un tuk


menebarkan pakan

25. Ember 70 buah 10 ltr Digunakan untuk mencuci


tangan

26. Jaring 3 buah 3m Digunakan untuk menjala


udang

27. Botol Reagen 4 buah


bening dan
coklat 250 ml
YC Menyimpan reagen
28. Botol Reagen 6 buah
500 ml
29. Botol Reagen 3 buah
1000 ml
30. Tabung 3 buah Tempat untuk mereaksikan
Reaksi bahan untuk meletakkan
Pirex
31. Rak Tabung 3 buah tabung reaksi
Reaksi
32. Erlemenyer 25 2 buah Digunakan untuk menyimpan
ml dan memanaskan larutan,
33. Erlemenyer 50 5 buah menampung filtrat hasil
ml penyaringan, menampung
34. Erlemenyer 6 buah Kimble titran
100 ml
35. Erlemenyer 25 10 buah
0ml

36. Labu Takar 2 buah Untuk membuat larutan dan


250 mengencerkan larutan
Pirex
37. Labu Takar 5 buah
500
38. Labu Takar 3 buah Pirex Untuk membuat larutan dan
1000 mengencerkan larutan
89

1 2 3 4 5

39. Bola 8 buah Brikco Untuk Menghisap larutan


Penghisap yang akan diukur

40. Burner 3 buah cook Alat Pemanas

41. Batang L 4 buah Pirex Mangaduk larutan kimia


didalam gelas hingga larutan
tersebut homogen

42. Corong 4 buah Supertek Digunakan untuk menyaring


cairan kimia

43. Inkubator 1 buah Memmert Digunakan untuk


mensterilkan media kultur
bakteri agar tidak kontaminasi

48. Timbangan 1 buah Acic Untuk menimbang bahan


Digital membuat reagen

49. Cawan Petri 150 buah Pyrex Untuk membiakkan sel

50. Pipet Tetes 20 buah Pyrex Untuk mengambil cairan


dalan sekala tetesan kecil

51. Pipet Ukur 10 buah Supertek Untuk mengambil larutan


dalam volume tertentu

52. Mikro Pipet 2 buah Bibby Sterilin Memindahkan cairan yang


bervolune cukup kecil

53. Kaca Benda 3 kotak Slides Meletakkan objek yang akan


diteliti

54. Pinset 3 buah Baku Untuk mengambil udang yang


akan di cek

55. Alat Sektio 1 Set EM ex. Untuk mengecek kesehatan


udang dan menanam bakteri

56. Kaca Penutup 3 Kotak Slides Untuk menutup objek yang


akan dicek

57. Refraktometer 1 buah Atago Untuk mengukur salinitas

58. Termometer 5 buah Resun Untuk mengukur suhu

59. DO Meter 1 buah SI Analitik Mengukur kadar larutan


oksigen didalam air

60. pH Meter 1 buah SI Analitik Mengukur pH air


61. pH Meter 1 buah Hanna
62. Botol Semprot 5 buah Sellery Untuk menyimpan akuades
dan alkohol
90

1 2 3 4 5

63. Sikat 3 buah Kitty Untik membersihkan


Pembersih perlengkapan laboratorium
yang berukuran kecil

64. Mikskop 2 buah Yazumi Untuk mengecek kesehatan


udang, plankton, bakteri

65. Spatula 3 bauh pirex Untuk mengambil bahan


kimia yang berbentuk padat

66. Gelas ukur 50 2 buah Digunakan untuk mengukur


ml volume zat kimia dalam
Herma
67. Gelas ukur 2 buah bentuk cair
100 ml
38. Gelas ukur 2 buah Herma Digunakan untuk mengukur
150 ml volume zat kimia dalam
bentuk cair

39. Beaker glass 3 buah


200 ml Untuk mengukir volume
40. Beaker glass 5 buah larutan menampung zat kimia
Iwaki Pirex
500 ml memanaskan cairan
41. Beaker glass 2 buah
800 ml
42. Kompor 1 buah Quantum Untuk memasak molase

43. Buret 2 buah Supertek Meneteskan sejumlah reagen


cair dan untuk menitrasi

44. Keranjang 5 buah Kiki Sebagai tempat botol air


sampel sampel
91

Lampiran 4. Fasilitas Penunjang

No Fasilitas Jumlah Keterangan


1 2 3 4
1. Ruang Kantor 1 unit Melakukan kegiataan
( 9 x 12) m2 administrasi

2. Ruang Laboratorium 1 unit Sarana mengecek kualitas air


( 5 x 8) m2
3. Ruang Probiotik 1 unit Ruang untuk mengkultur bakteri
( 4 x 6 ) m2
4. Gudang Probiotik 1 unit Tempat untuk menyimpan
( 4 x 5 ) m2 barang- barang yang dibutuhkan
laboratorium
5. Gudang Pakan 1 unit Tempat menyimpan stok pakan
( 7 x 9 ) m2
6. Asrama 1 unit Tempat Beristirahat
( 10 x 12 ) m2
7. Ruang Makan 1 unit Tempat untuk makan
( 4 x 7 ) m2
8. Dapur 2 unit Ruang memasak
( 5 x 8 ) m2
9. Kamar Mandi 5 unit Tempat Untuk Mandi
( 3 x 4,5 ) m2
10. Pos Pantau 1 unit Tempat untuk memantau
( 5 x 8 ) m2 keadaan tambak

11. Pos satpam 1 unit Tempat untuk menjaga


( 4 x 6) m2 keamanan dan perizinan tamu
yang masuk kelokasi perusahaan
12. Ruang mekanisasi 1 unit Tempat atau ruangan untuk
( 8x10) m2 memperbaiki perlengkapan
budidaya yang rusak
13. Rumah termis 6 unit Tempat untuk mengoperasika
( 2 x 3) m2 kincir

14. Rumah sibel 5 unit Tempat utuk melindungi sibel


( 1 x 2 ) m2 dari hujan maupun pacaran sinar
matahari secara langsung
15. Rumah pompa 1 unit Tempat untuk melindungi pompa
( 4 x 6 ) m2 dari hujan maupun pancaran
sinar matahari secara langsung
16. Gudang saprotan 1 unit Tenpat untuk menyimpan stok
( 4 x 6 ) m2 kapur
92

Lampiran 5. Pemeriksaan Kualitas Benur

FYR QUALITY REPORT


Tambak Andulang :

Tanggal : 19 MARET 2018 Time : 05.00


Date of Stocking Standart
1. Pengamatan Visual (Kasat Mata)
1 Panjang PL 10.40 9 - 10
2 Keseragaman Ukuran 0.88 ≤ 0,8
Aktif Melawan Arus dan
3 Aktivitas Renang AKTIF Menyebar
4 Bentuk Tubuh LURUS Lurus/Tidak Bengkok
5 Warna Tubuh TRANSPARANT Transparant Dan Bersih
2. Pengukuran Kualitas Air
1 Ph 7.0 7,4 - 7,9
2 Salinitas 32 Selisih , < 5 ppt
3 DO 16.09 > 14 ppm
4 Temperatur 21.8 22 - 24 °C
5 NH4 1
6 Luminescent visual box NEGATIF negatif
7 Luminescent air benur POSITIF negatif
8 Luminescent benur POSITIF negatif
Stress Tes
3. Tes Salinitas 5 ppt (2 jam)
Jumlah 100
Hidup 94
Mati 6
Presentase (%) 94% > 90 %
4. Tes Salinitas 0 ppt (30 menit)
Jumlah 100
Hidup 35
Mati 65
Presentase (%) 100% > 90 %
5. Tes Salinitas 32 ppt (30 menit) / air kantong
Jumlah 35
Hidup 35
Mati
Presentase (%) 100% > 90 %
6. Tes Salinitas Air Petak 28 ppt (24 jam) / 4 jam
Jumlah 100
Hidup 100
Mati
Presentase (%) 100% > 90 %
7. Pengujian secara mikroskop
93

1 Hepatopancreas 90% Penuh, Cerah


2 Usus 10% Penuh
3 Ektoparasit/Penempelan 70% Tidak ada
4 Necrosis/Kelainan Bentuk 80% Tidak ada
5 Deformitis 0% Tidak ada
6 MGR 1:5 (80%) > 75%
7 Bolitas 45% < 30 %
Spesifikasi
1 Lokasi PT. ANDULANG SHRIMP FARM
NDARU
2 Asal Benur SITUBONDO
3 Kode Benur BENING
Jumlah per Kantong Nota 2,000
4 Jumlah per Kantong
Lokasi 2,126
5 Petak E6,C1,C2,D1,E7

Catatan
: Sumenep, 2018
Disusun :

ARIE PUTRI W., S.Pi


Laboratorist
94

Lampiran 6. Kebutuhan Pakan Selama Pemeliharaan Petak C2

Petak : C2 Padat Tebar : 166 ekor/m2


Luas : 2524 m2 Jumlah Tebar : 466620 ekor
a. Blind Feeding

Pemberaian
DOC Pakan Pakan/Hari Pakan Komulatif
06,00 10,00 14,00 18,00 22,00
1 4 4 8 8
2 4 4 4 3 15 23
3 4 4 4 4 16 39
4 4 5 4 4 17 56
5 4 5 5 4 18 74
6 5 5 5 4 19 93
7 5 5 5 5 20 113
8 5 6 5 5 21 134
9 5 6 5 5 21 155
10 5 6 6 5 22 177
11 6 6 6 6 24 201
12 6 7 7 6 26 227
13 7 7 7 7 28 255
14 7 7 7 7 28 283
15 7 8 8 7 30 313
16 8 8 8 8 32 345
17 8 9 9 8 34 379
18 9 10 9 9 37 416
19 10 10 10 10 40 456
20 12 12 12 12 48 519
Total 504 4266
95

b. Pasaca Blind Feeding

Pemberaian
DOC Pakan Pakan/Hari Pakan Komulatif
06,00 10,00 14,00 18,00 22,00
1 2 3 4 5 6 7 8
21 13 13 13 12 51 570
22 13 14 14 13 54 624
23 14 15 15 14 57 681
24 15 15 15 15 60 741
25 15 16 15 15 10 71 812
26 16 17 16 15 10 74 886
27 17 18 17 15 10 77 963
28 17 18 18 16 10 79 1042
29 18 18 18 16 11 81 1123
30 19 19 19 17 11 85 1208
31 20 20 20 17 12 87 1295
32 20 21 21 17 12 91 1386
33 21 22 22 17 12 94 1480
34 22 22 22 18 12 97 1577
35 23 23 23 18 13 100 1677
36 24 24 24 18 13 103 1780
37 25 25 25 18 13 106 1886
38 26 26 26 19 13 110 1996
39 27 27 27 19 14 114 2110
40 28 28 28 20 14 118 2228
41 29 29 29 20 15 122 2350
42 30 30 30 21 15 126 2476
43 31 31 31 21 16 130 2606
44 32 32 32 22 16 134 2740
45 33 33 32 22 17 138 2878
46 34 34 34 23 17 142 3020
47 35 35 35 23 18 146 3166
48 36 36 36 24 18 150 3316
49 37 37 37 24 18 154 3470
50 38 38 38 25 19 158 3628
51 39 39 39 26 20 163 3791
52 40 40 40 28 21 167 3958
53 41 41 41 27 21 171 4129
54 38 38 38 25 139 4268
55 42 42 42 28 21 175 4443
56 42 30 20 15 107 4550
57 31 31 31 21 16 130 4680
58 32 32 32 22 17 135 4815
59 34 34 34 24 19 145 4960
96

60 36 36 36 26 21 155 5115
1 2 3 4 5 6 7 8
61 37 37 37 27 22 160 5275
62 38 38 38 28 23 165 5440
63 39 39 39 29 24 170 5610
64 40 40 40 30 24 174 5784
65 41 41 41 30 25 178 5962
66 42 42 42 31 25 182 6144
67 43 43 43 32 25 186 6330
68 44 44 44 33 26 191 6521
69 44 44 44 33 27 192 6713
70 45 45 45 34 28 197 6910
71 46 46 46 35 29 202 7112
72 46 46 46 34 172 7284
73 35 35 35 25 135 7418
74 30 30 30 25 15 130 7549
Total 7030 190476

Total pakan Blind Feeding : 504 Kg

Total Pakan Pasca Blind Feeding : 7030 Kg

Total Pakan selama pemeliharaan : 7534 Kg


97

Lampiran 7. Monitoring Parameter Kualiats Air Petak C2.

a. Monitoring Harian

Tinggi Air Kecerahan Warna

Petak

DOC
No

Pg Sr Pg Sr pH
(cm) (cm) (cm) (cm) Pg Sr Pg Sr Fluk
1 19-Mar 1 111 111 TDAW TDAW HC HC 8.4 8.5 0
2 20-Mar 2 111 110 TDAW TDAW HC HC 8.2 8.4 0.2
3 21-Mar 3 115 115 TDAW TDAW HC HC 8.2 8.7 0.5
4 22-Mar 4 114 113 TDAW TDAW HC CH 8.1 8.4 0.3
5 23-Mar 5 112 111 95 TDAW CH CH 8 8.7 0.7
6 24-Mar 6 110 110 90 85 C C 8.1 8.8 0.7
7 25-Mar 7 110 110 85 80 C C 8.3 8.9 0.6
8 26-Mar 8 109 108 70 65 C C 8.2 8.6 0.4
9 27-Mar 9 107 107 60 55 C C 8 8.6 0.6
10 28-Mar 10 107 106 65 60 C C 7.8 8.4 0.6
11 29-Mar 11 106 105 70 60 C C 7.7 8.3 0.6
12 30-Mar 12 105 109 75 70 C C 7.7 8.3 0.6
13 31-Mar 13 109 109 75 70 C C 7.8 8.3 0.5
14 1-Apr 14 108 120 75 60 C C 7.8 8.2 0.4
15 2-Apr 15 120 120 60 50 C C 7.8 8.3 0.5
16 3-Apr 16 120 120 55 40 C C 7.6 8.3 0.7
17 4-Apr 17 119 119 50 35 C C 7.8 8.3 0.5
18 5-Apr 18 118 118 40 45 C C 7.6 8.3 0.7
19 6-Apr 19 116 115 40 45 C C 7.6 8.3 0.7
20 7-Apr 20 113 112 45 40 C C 7.6 8.1 0.5
21 8-Apr 21 112 111 50 45 CH CH 7.7 8 0.3
22 9-Apr 22 110 110 40 45 CH CH 7.7 8 0.3
23 10-Apr 23 109 125 45 50 HC H 7.7 8.2 0.5
24 11-Apr 24 125 124 45 45 H HC 7.8 8.3 0.5
25 12-Apr 25 120 120 50 45 CH CH 7.9 8.3 0.4
26 13-Apr 26 120 120 50 45 CH CH 7.7 8.2 0.5
27 14-Apr 27 120 120 45 45 C CH 7.6 8.4 0.8
28 15-Apr 28 119 119 40 45 C C 7.6 8.4 0.8
29 16-Apr 29 118 118 45 40 C C 7.6 8.4 0.8
30 17-Apr 30 117 117 40 40 C C 7.6 8.4 0.8
31 18-Apr 31 117 117 40 40 C C 7.4 8.2 0.8
32 19-Apr 32 116 118 40 45 C CH 7.6 7.9 0.3
33 20-Apr 33 118 120 40 40 CH CH 7.5 7.9 0.4
34 21-Apr 34 120 120 40 45 CH CH 7.6 8 0.4
35 22-Apr 35 119 119 40 40 CH CH 7.6 8.1 0.5
36 23-Apr 36 120 120 45 45 CH HC 7.6 8.3 0.5
37 24-Apr 37 120 120 40 35 HC HC 7.7 8.3 0.6
98

38 25-Apr 38 120 119 30 30 HC HC 7.6 8 0.4


39 26-Apr 39 118 118 30 30 HC HC 7.5 8.3 0.8
40 27-Apr 40 117 116 30 25 H H 7.6 8.3 0.7
41 28-Apr 41 116 127 30 30 H HC 7.6 8.4 0.8
42 29-Apr 42 130 130 30 25 H H 7.6 8.2 0.6
43 30-Apr 43 129 129 30 25 C C 7.4 7.7 0.3
44 1-May 44 129 128 25 25 C C 7.6 7.7 0.1
45 2-May 45 126 125 25 30 C C 7.6 7.8 0.2
46 3-May 46 124 123 30 30 C C 7.6 7.7 0.1
47 4-May 47 122 121 25 25 C C 7.6 7.7 0.1
48 5-May 48 120 120 25 30 C C 7.5 7.7 0.2
49 6-May 49 120 120 25 25 C C 7.6 7.7 0.1
50 7-May 50 119 118 30 25 C C 7.6 7.7 0.1
51 8-May 51 117 116 25 25 C C 7.5 7.7 0.2
52 9-May 52 115 114 25 20 C C 7.5 7.7 0.2
53 10-May 53 112 128 20 20 C CH 7.6 7.7 0.1
54 11-May 54 127 127 25 20 CH CH 7.5 7.7 0.2
55 12-May 55 126 125 25 20 CH CH 7.4 7.7 0.3
56 13-May 56 124 123 20 25 CH CH 7.4 7.9 0.5
57 14-May 57 122 123 25 25 CH CH 7.4 7.9 0.5
58 15-May 58 120 119 25 25 CH CH 7.5 7.8 0.3
59 16-May 59 119 118 20 20 CH CH 7.7 8.2 0.5
60 17-May 60 118 118 25 25 CH CH 7.5 8.2 0.7
61 18-May 61 118 118 25 25 CH CH 7.6 7.7 0.1
62 19-May 62 117 118 25 25 CH CH 7.4 7.7 0.3
63 20-May 63 116 120 25 20 CH CH 7.4 7.8 0.4
64 21-May 64 130 130 20 25 CH CH 7.4 7.8 0.4
65 22-May 65 130 130 25 20 C C 7.4 8.1 0.7
66 23-May 66 130 129 25 20 C C 7.5 8.1 0.6
67 24-May 67 128 128 20 20 C C 7.5 8.1 0.6
68 25-May 68 128 128 20 25 C C 7.4 8.1 0.7
69 26-May 69 128 128 20 20 C C 7.4 8.1 0.7
70 27-May 70 128 128 20 20 C C 7.4 8.2 0.8
71 28-May 71 127 140 20 20 C C 7.4 8.1 0.7
72 29-May 72 140 140 20 15 C C 7.4 8.2 0.8
73 30-May 73 139 138 15 15 C C 7.5 8.3 0.8
74 31-May 74 138 138 15 15 C C 7.2 8.1 0.9
99
b. Monitoring Mingguan

-
(ppt) Saline

(ppm)NO2
(ppm)NH4

(ppm)PO4
(ppm)TOM
Vibrio
Petak

DO Suhu Alkali (ppm) K H N


DOC
N
o Mlm pg Mlm pg <10³ <10² <10¹
TVC TBC
1 19-Mar 1 0 4,29 0 30,4 27 98 16,93 1 0,05 0,25
2 20-Mar 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 21-Mar 3 0 0 0 0 27 94 9,58 1 0,15 0,25
4 22-Mar 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,4X10'4 1X10'2 1,4X10'4 8,5X10'4
5 23-Mar 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 24-Mar 6 4,42 0 32,2 0 27 0 0 0 0 0
7 25-Mar 7 0 0 0 0 0 102 0 0,5 0 0
8 26-Mar 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0,15 0
9 27-Mar 9 0 4,45 0 29,3 27 0 0 0 0 0,25
10 28-Mar 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 29-Mar 11 4,05 0 31,1 0 0 114 0 1 0 0
12 30-Mar 12 0 0 0 0 27 0 0 0 0 0
13 31-Mar 13 0 0 0 0 27 0 36,92 0 0 0 3,3X10'3 1,4X10'2 3,4X10'3 6,4X10'3
14 1-Apr 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0,15 0
15 2-Apr 15 0 0 0 0 0 116 0 1 0 0
16 3-Apr 16 3,89 0 30,7 0 0 0 0 0 0 0,75
17 4-Apr 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,6X10'4 5X10'2 1,7X10'4 2,4X10'5
18 5-Apr 18 0 0 0 0 27 0 0 0 0 0
19 6-Apr 19 0 4,06 0 30,7 0 112 0 2 0 0
20 7-Apr 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0,15 0
21 8-Apr 21 3,75 0 30,2 0 27 0 0 0 0 0 4X10'4 4X10'2 1X10'24,1X10'4 5,2X10'5
22 9-Apr 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 10-Apr 23 0 0 0 0 0 122 37,98 3 0 1,5
24 11-Apr 24 0 0 0 0 28 0 0 0 0 0
25 12-Apr 25 3,53 0 30,4 0 0 0 0 0 0 0 7,1x10'3 7x10'2 7,8x10'3 3,1x10'4
26 13-Apr 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0,25 0
27 14-Apr 27 0 3,98 0 29,5 29 122 0 2 0 0
100
28 15-Apr 28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 16-Apr 29 3,50 0 31,1 0 0 0 0 0 0 0 1,6x10'4 1,2x10'3 1,7x10'4 3,4x10'5
30 17-Apr 30 0 0 0 0 29 0 0 0 0 2
31 18-Apr 31 0 0 0 0 0 122 0 2 0 0
32 19-Apr 32 0 0 0 0 0 0 0 0 1,25 0
33 20-Apr 33 3,60 0 31,0 0 30 0 53,91 0 0 0 3.3x10'4 4x10'2 3.3x10'4 1,9x10'5
34 21-Apr 34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 22-Apr 35 0 4,26 0 29,3 0 138 0 3 0 0
36 23-Apr 36 0 0 0 0 29 0 0 0 0 0
37 24-Apr 37 3,61 0 30,3 0 0 0 0 0 0 10 4,1x10'3 1,8x10'3 2x10'4 2,6x10'4
38 25-Apr 38 0 0 0 0 0 0 0 0 2,5 0
39 26-Apr 39 0 0 0 0 29 130 0 2 0 0
40 27-Apr 40 3,41 0 30,3 0 0 0 0 0 0 0
41 28-Apr 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,9x10'3 7x10'2 2,6x10'3 1x10'5
42 29-Apr 42 0 3,59 0 28,7 0 0 0 0 0 0
43 30-Apr 43 3,72 0 28,8 0 0 138 66,14 5 0 0
44 1-May 44 0 0 0 0 0 0 0 0 1,25 7,5
45 2-May 45 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 5,7x10'3 2x10'2 5,9x10'3 1,1x10'5
46 3-May 46 3,77 0 29,1 0 0 0 0 0 0 0
47 4-May 47 0 0 0 0 0 158 0 10 0 0
48 5-May 48 0 0 0 0 31 0 0 0 0 0
49 6-May 49 3,55 4,05 29,3 28,0 0 0 0 0 2,5 0 1,5x10'4 6x10'2 1,6x10'4 1,1x10'5
50 7-May 50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10
51 8-May 51 0 0 0 0 31 170 67,66 15 0 0
52 9-May 52 3,54 0 28,9 0 0 0 0 0 0 0
53 10-May 53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,8x10'3 9x10'2 7,710'3 1,9x10'5
54 11-May 54 3,55 3,73 29,3 28,0 33 0 0 0 5 0
55 12-May 55 0 0 0 0 0 130 0 2 0 0
56 13-May 56 3,77 0 29,2 0 0 0 0 0 0 15
57 14-May 57 0 0 0 0 33 0 0 0 0 0 6,8X10'3 9X10'2 7,7X10'3 1,9X10'5
58 15-May 58 4,00 0 28,8 0 0 0 0 0 0 0
59 16-May 59 0 4,14 0 27,9 0 138 67,32 2 5 0
101
60 17-May 60 3,65 0 29,0 0 34 0 0 0 0 0
61 18-May 61 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,8X10'4 7X10'2 1,9X10'4 8,1X10'4
62 19-May 62 3,85 0 28,9 0 0 120 0 0 0 18
63 20-May 63 0 0 0 0 34 0 0 1 0 0
64 21-May 64 4,15 3,89 28,5 28,3 10
65 22-May 65 34 108
66 23-May 66 3,87 29,5 35
67 24-May 67 89,85 1
68 25-May 68 3,59 29,6 116 18
69 26-May 69 9
70 27-May 70 3,85 3,95 29,0 28,3
71 28-May 71 120
72 29-May 72 3,88 28,2 35
73 30-May 73
74 31-May 74 3,90 28,3 8 15
102

Lampiran 8. Prosedur Pengukuran Parameter Kualitas Air

a. ALKALINITAS

 Bahan

- H2SO4 0,02 N

- Indikator PP (Phenolphthalein)

- Indikator MO ( Methyl Orange)

 Cara Pembuatan Bahan

- Asam Sulfat (H2SO4) 0,02 N

Ambil 100 ml asam sulfat H2SO4 murni dan larutkan dengan aquades

hingga menjadi 1 liter

- Indikator PP ((Phenolphthalein)

0,5 gr dalam 50 ml etanol + 50 ml aquades

- Indikator MO ( Methyl Orange)

0,05 gr dalam 30 ml alkohol + 70 ml aquades

 Cara Pengecekan Sampel

- Ambil 50 ml air sampel yang akan diukur alkalinitasnya,tetesi dengan

indikator PP sebanyak 2 tetes,lihat apakah ada perubahn warna pink

(merah muda), apabila terdapat warna pink titrasi dengan asam sulfat

(H2SO4) 0,02 N sampai warna sampel kembali warna aslinya. Catat hasil

titrasi

- Apabila pada saat ditetesi PP tidak berwarna pink, maka langsung ditetesi

indicator MO dan dititrasi sampai berubah warna menjadi orange muda.

Catat hasil titrasi.

 Rumus

- CO3 (Carbonat) = Hasil Titrasi x 40

- HCO3 (Bicarbonat) = Hasil titrasi HCO3 – Hasil titrasi CO3 x 20


103

- Tetapi jika tidak terdapat indikasi kandungan CO3 , Hasil titrasi x 20

- Total Alkali = Hasil CO3 + HCO3

 Contoh Perhitungan

1. Diketahui titrasi CO3 = 0,1 ml

HCO3 = 8,7 ml

Total Alkali: CO3 = 0,1 ml x 40 = 4

HCO3 = (8,7 – 0,1 ) x 20 = 172

Total Alkali = 4 + 172 = 176

b. TOM

 Bahan – Bahan
- H2SO4 (1 : 4)
- H2SO4 (8 N)
- KMnO4 (0,1 N)
- KMnO4 (0,01 N)
- Natrium Oksalat (0,1 N)
- Natrium Okalat (0,01 N)
- Aquadest
 Cara Pembuatan Bahan

- KMnO4 0,1 N

Timbang 3,16 gr KMnO4 dan larutkan dengan aquadest hingga menjadi 1

liter.

- KMNO4 0,01 N

Ambil larutan KMnO4 (0,1N) 100 ml dan larutkan dengan aquadest

hingga menjadi 1 liter.

- Natrium Oksalat 0,1 N

Timbang 3,35 gram Natrium oksalat larutkan dengan aquadest hingga

menjadi 500 ml.

- Natrium Oksalat 0,01 N


104

Ambil larutan Natrium Oksalat (0,1 N) 100 ml dan larutkan dengan

aquadest hingga menjadi 1 liter.

- Asam Sulfat (H2SO4) 1 : 4

Ambil Asam Sulfat murni 100 ml dilarutkan dengan aquadest hingga

menjadi 500 ml.

- Asam sulfat 8 N

Ambil Asam Sulfat murni 55,6 ml dan larutkan dengan aquadest hingga

menjadi 250 ml.

 Standarisasi

1. Ambil 100 ml air tawar dan tuang ke dalam erlenmeyer 250 ml.

2. Tambahkan H2SO4 (8 N) 5 ml.

3. Letakkan thermometer ke dalam erlenmeyer.

4. Panaskan sampai suhu 70 0C.

5. Setelah itu turunkan dari kompor pemanas, ambil thermometer di

erlenmeyer dan tambahkan larutan Natrium Oksalat (0,01 N) 10

ml.

6. Titrasi menggunakan KMnO4 (0,01 N) sampai warna berubah pink

(merah muda).

 Blanko

1. Ambil 25 ml Aquadest dan tuang ke dalam erlenmeyer 250 ml,

tambahkan KMnO4 (0,01 N) 10 ml dan tambahkan H2SO4 (1 : 4) 10

ml.

2. Letakkan thermometer ke dalam erlenmeyer.

3. Panaskan sampai suhu 80 0C.

4. Setelah itu turunkan dari kompor pemanas, ambil thermometer di

erlenmeyer dan tambahkan larutan Natrium Oksalat (0,01 N) 10

ml.
105

5. Titrasi menggunakan KMnO4 (0,01 N) sampai warna berubah pink

(merah muda). Untuk pengecekan blanko hasil titrasi biasanya

tidak lebih dari 1.

6. Titrasi menggunakan KMnO4 (0,01 N) sampai warna berubah pink

(merah muda).

 Pengecekan Air Sampel


1. Ambil 25 ml air sample yang akan diukur kandungan bahan

organiknya (TOM) dan tuang ke dalam erlenmeyer 250 ml,

tambahkan KMnO4 (0,01 N) 10 ml dan tambahkan H2SO4 (1 : 4) 10

ml.

2. Letakkan thermometer ke dalam erlenmeyer.

3. Panaskan sampai suhu 80 0C.

4. Setelah itu turunkan dari kompor pemanas, ambil thermometer di

erlenmeyer dan tambahkan larutan Natrium Oksalat (0,01 N) 10

ml.

5. Titrasi dengan menggunakan KMnO4 (0,01 N) sampai warna

berubah pink (merah muda).

 Rumus :

- Standarisasi Kalium Permanganat (KMnO4) dengan Natrium Oksalat

(Na2C2O4)

- Perhitungan

- Diketahui :

V Na2C2O4 = 10 ml

N Na2C2O4 = 0,1 N

V KMnO4 = v ml (volume hasil titrasi)

N KMnO4 = (0,1 N x 10 ml)

v ml -> (Standarisasi 1 + Standarisasi 2) : 2


106

Catatan :

N : Normalitas (molekul/l)

V : Volume yang diinginkan (l)

- Rumus Menghitung TOM (Total Organik Matter)

TOM = (a – b) x 0,01(N KMnO4) x 158,034 g/mol (massa molar KMnO4) x 1.000

ml : 25 ml ( volume sampel ) : 5 ( valensi KMnO4)

TOM = ( a – b ) x 12,64 mg/l

Catatan :

 N KMnO4 nilainya bisa berubah sesuai dengan standarisasi

a : Volume Titrasi Air Sampel

b : Volume Titrasi Blanko

c. AMMONIUM (NH4)

1. Mengambil sampel 5 ml dan tempatkan pada botol sampel

2. Menambahkan 3 tetes larutan NH4-1

3. Menambahkan 3 tetes larutan NH4-2

4. Menambahkan 3 tetes larutan NH4-3

5. Mengocok sampel yang telah diberi larutan

6. Membandingkan warna sampel dengan warna yang tertera pada kertas

indicator

d. NITRIT (NO2)

1. Mengambil sampel 5 ml dan tempatkan pada botol sampel

2. Menambahkan 1 tetes larutan NO2-1

3. Mengocok sampel yang telah diberi larutan

4. Ditunggu selama 5 menit


107

e. PHOSPAT (PO4)

1. mengambil sampel 5 ml dan tempatkan pada gelas sampel

2. menambahkan 5 tetes larutan PO4-1 lalu sampel dikocok

3. menambahkan 1-2 gram serbuk PO4-2

4. menutup sampel dan mengocok sampel

5. mendiamkan sampel selama 2 menit

6. membandingkan warna sampel dengan kertas indikator yang tersedia

pada posphat test kit.


Lampiran 6. Identifikasi Plankton Petak C2

Tanggal 6-Mar-18 11-Mar-18 12-Mar-18 21-Mar-18 25-Mar-18


Spesies Density % Density % Density % Density % Density
Chlorella sp. 1 2 7 1
Chlamydomonas sp.
Oocystis sp.
Tetraselmis sp.
Cardiomonas sp. 1
Nannochloropsys sp. 7 1 3 1
Asterococus
Pteromonas sp.
Total Green Alga (Chlorophyta)
7 100 2 25.0 6 37.5 7 50 2

Oscillatoria sp. 1
Anabaena sp.
Microcystis sp.
Spirulina sp.
Lyngbia sp.
Gleocystis sp.
Gleocapsa sp.

Total Blue Green Alga (Cyanophyta)


0 0 0 0.0 0 0 1 7.14286 0

Amphora sp.
Nitzchia sp.
Chaetoceros sp. 5 7 1 2
Navicula sp.
Skeletonema sp.
Streptoteca sp.
Sicklotella 2
Total Diatom (Bacillariophyta)
0 0 5 62.5 9 56.25 1 7.14286 2

Gyrodinium sp. 1 1
Gymnodinium sp.
Ochromonas sp. 1 1
Chryptomonas sp. 4 51
Gonyulax sp.
Protoperidium sp.
Peridinium sp.

Total Dynoflagellata 0 0 1 12.5 1 6.25 5 35.7143 52

Euplotes sp.
Zoothamnium sp.
Frontonia sp.
Paramecium sp.
Strombidinium sp. 1
Askensia
Total Protozoa

Euglena sp.
Amoeba
Branchionus sp.

Total Others Plankton 0 0 0 0 0 0 0

Total Plankton 7 100.0 8 100.0 16 100.0 14 100.0 56


MONITORING PLANKTON TAMBAK ANDULANG
Periode 6
25-Mar-18 29-Mar-18 4-Apr-18 9-Apr-18 14-Apr-18 19-Apr-18 24-Apr-18
% Density % Density % Density % Density % Density % Density
4 20 22 16 4 5

2
46
4 4 12 2

3.5714 8 25 20 22.222 26 74.286 16 38.095 16 50 55

3 16 3 1 3 8

3 2 4

0 3 9.375 16 17.778 3 8.5714 4 9.5238 5 15.625 12

1
1

17 1
1 4 2

3.5714 0 0 17 18.889 1 2.8571 1 2.381 5 15.625 3

1 1

5 36 3 21 6 2
15 1
1

92.857 21 65.625 37 41.111 5 14.286 21 50 6 18.75 2


1

0 0 0 0 0 0 0 0 0

100.0 32 100.0 90 100.0 35 100.0 42 100.0 32 100.0 72


NG

24-Apr-18 29-Dec-18 4-May-18 9-May-18 14-May-18 19-May-18 24-May-18


% Density % Density % Density % Density % Density % Density
15 17 11 39 20 16
1 5 36 10 20
2 1

63

1 1
76.3889 78 82.105 18 48.649 16 36.364 78 45.087 32 68.085 36

10 9 12 17 9 13

1 3 7 4 1

16.6667 11 11.579 12 32.432 19 43.182 21 12.139 9 19.149 14

1
2 5 6 69 1 1
2 1 1 2 7

4.16667 4 4.2105 6 16.216 6 13.636 71 41.04 3 6.383 9

1 1 2

2 1 3 1 1 3

2.77778 2 2.1053 1 2.7027 3 6.8182 3 1.7341 2 4.2553 5


1
1 1 2 1

1 1

0 0 0 0 0 0 0 1 2.1277 0

100.0 95 100.0 37 100.0 44 100.0 173 100.0 47 100.0 64


24-May-18 29-May-18
% Density %
22
7
1

56.25 30 42.857

23

21.875 23 32.857

8
3

14.063 12 17.143

1
3
1

7.8125 5 7.1429

1
1

0 0

100.0 70 100.0
109

Lampiran 10. Hasil Panen Petak C2

Diketahui:

 Panen FQ ( Fresh Quality) = 1.154,10 kg + 5.812,48 kg

 Panen US (Undrer Size) = 33,72 kg

 Panen Moulting = 70,54 kg

 Rusak (Broken) = -

 Pemberian (GIVE) = 42,00 kg

 Total = 7.112,58

 Populasi = 432.070,88 ekor

 Size = ekor

 SR Panen = 92 %

 FCR = 1,06

Anda mungkin juga menyukai