Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi dan Klasifikasi Ikan Kakap Putih


Ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch) merupakan ikan yang mempunyai
nilai ekonomis dan nilai gizi yang tinggi sebagai ikan konsumsi (Rayes et al. 2013).
Ikan kakap putih pertama kali dideskripsikan oleh Bloch pada tahun 1790. Berikut
merupakan taksonomi ikan kakap putih:

Gambar1. Kakap Putih


Adapun klasifikasi ikan kakap putih adalah sebagai berikut
Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Pencomorphi

Famili : Centropomidae

Genus : Lates

Spesies : Lates calcarifer (Bloch) (Glencross 2006).

1
2.1.1 Morfologi Ikan Kakap Putih
Ikan kakap putih memiliki bentuk tubuh yang memanjang dengan punggung
yang melengkung. Ukuran mulut yang besar, rahang atas mencapai belakang mata,
gigi viliform, dan tidak ada gigi taring. Sirip punggung terdiri atas 7-9 duri dan 10-11
sirip lembut, sirip dada pendek dan bulat, punggung dan bagian dubur memiliki sirip
dengan lapisan bersisik. Sirip ekor memiliki 3 duri dengan 7-8 sirip lembut, sirip ekor
membulat. Sisik ikan ini cukup besar yang kasar apabila disentuh (Mathew 2009).
Warna ikan berbeda pada dua fase, warna cokelat di punggung dan keabuan
pada bagian perut pada lingkungan air laut, sedangkan cokelat keemasan pada
lingkungan air tawar. Pada ikan dewasa warnanya menjadi biru kehijauan atau
keabuan di bagian tubuh atas dan keabuan pada bagian bawah. Sirip berwarna cokelat
kehitaman atau kehitaman. Ikan yang memasuki masa umur awal dewasa memiliki
pola belang cokelat dengan tiga garis putih di kepala dan tengkuk, dan bercak putih
teratur di belakang. Mata berwarna merah cerah yang terlihat bersinar pada malam
hari (Mathew 2009).
2.1.2 Habitat Ikan Kakap Putih
Ikan Kakap putih hidup diperairan tawar selama kurang lebih 2-3 tahun
seperti sungai dan danau yang berhubungan langsung dengan laut. Ikan kakap putih
dewasa yang berumur 3 – 4 tahun biasanya beruaya kemuara sungai, danau atau
laguna yang mempunyai salinitas 30 – 32ppt untuk pematangan kelamin kemudian
memijah secara alami.Pemijahan biasanya terjadi pada akhir musim panas dan awal
musim hujan. Pemijahan pada musim penghujan terjadi karena salinitas dan suhu
merupakan salah satu factor yang penting karena dapat mempengaruhi siklus
pemijahan ikan kakap putih. Bila musim hujan terlambat kemungkinan musim
pemijahan ikan kakap putih juga terlambat. Biasanya ikan kakap putih memijah pada
saat permulaan bulan gelap atau bulan penuh mulai pukul 18.00 – 20.00 malam
bersamaan dengan datangnya air pasang.(Semuaikan,2019)
2.1.3 Siklus Hidup
Ikan kakap putih bersifat euryhaline atau mampu hidup pada kisaran salinitas
yang cukup luas antara 0-35 ppt. Ikan ini merupakan salah satu ikan katadromus. Ikan

2
dewasa di temukan di muara sungai atau danau.Dimana, salinitas berkisar antara 30-
32 ppt dan kedalaman berkisar antara 10-15 m untuk pematangan gonad dan
kemudian melakukan pemijahan. Pergerakan kearah pemijahan terjadi pada akhir
musim panas dan pemijahan terjadi pada musim penghujan. Pemijahan pada musim
hujan terjadi karena salinitas dan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi
siklus pemijahan. Larva yang baru menetas (umur 15-20 hari atau 0,4- 0,7 cm)
tersebar antara garis pantai hingga payau, sedangkan larva ukuran 1 cm dijumpai di
bagian air payau seperti lading padi / sawah, danau. Di bawah kondisi alam, ikan
kakap putih tumbuh dalam air payau dan bermigrasi ke air laut untuk memijah
(Mathew,2009).
Ikan ini bersifat hermaprodit protandri, yaitu mengalami perubahan kelamin
dari jantan ke betina. Pada waktu masih kecil berjenis kelamin jantan dan setelah usia
matang sekitar 4-5 tahun berganti jenis kelamin menjadi betina. Akan tetapi, tidak
semua induk betina berasal dari induk jantan dewasa mengalami perubahan
(Mathew,2009).
2.1.4 Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan
Pakan yang diberikan untuk ikan kakap putih yaitu berdasarkan berat bobot
tubuh. Pakan diberikan 5% dari berat bobot tubuh dengan frekuensi pemberian pakan
yaitu sehari dua kali pagi hari jam 10.00 WIB dan sore hari jam 17.00 WIB. Jenis udang
yang diberikan yaitu dari jenis udang dogol yang diambil di dalam tambak atau
sungai.Jenis udang tersebut yaitu dari jenis udang yang tidak memiliki nilai jual yang
tinggi. Cara pengambilan udang di tambak atau sungai yaitu dengan cara memakai anco.
Kemudian udang dogol yang berukuran kecil yang masih segar,langsung diberikan ke
dalam hapa sedangkan yang berukuran besar dipotong terlebih dahulu sesuai dengan
ukuran mulut benih ikan kakap putih.Benih ikan nila yang digunakan sebagai pakan yaitu
berasal dari tambak pemijahan ikan nila.Benih yang diberikan berukuran lebih kecil
daripada benih ikan kakap putih. Benih ikan nila yang diberikan yaitu benih yang masih
segar dan diberikan secara langsung dengan cara memasukkan ke dalam hapa .Keong mas
yang akan diberikan untuk benih ikan kakap putih yaitu berasal dari areal persawahan,
terutama sekali keong mas diambil dan dihancurkan cangkangnya, kemudian dibersihkan
sisa-sisa cangkangnya lalu dipotong-potong seukuran mulut benih ikan kakap putih.Pelet

3
yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan pelet komerisal. Jenis pellet ini
memiliki nilai protein sebesar 40 %.
2.2 Persyaratan Lokasi Pembenihan Kakap Putih
Pemilihan lokasi budidaya kerapu merupakan factor yang sangat penting.
Kesalahan dalam pemilihan lokasi akan berakibat kegagalan. Menurut (SNI,2014)
Persyaratan yang harus diperhatihan sebagai berikut:
a) Produksi telur, benih 1 cm – 1,5 cm, 2 cm – 3 cm, 5 cm – 6 cm di bak
1. Peruntukan lokasi : Sesuai dengan RUTRD/RUTRW
2. Letak : Di pantai dengan memudahkan memperoleh
air laut, pantai tidak terlalu landai dengan
kondisi dasar laut yang tidak berlumpur;
mudah dijangkau untuk transportasi
3. Sumber air laut : Bersih tidak tercemar, salinitas minimal 28
g/l, tersedia sepanjang waktu.
4. Sumber air tawar : Tersedia atau sumber ai payau dengan
salinitas minimal 5 g/l.

b) Produksi benih 5 cm – 6 cm di tambak


1. Peruntukan lokasi : Sesuai dengan RUTRD/RUTRW
2. Lokasi : Bebas banjir
3. Tanah dasar taambak : Tanah liat berpasir
4. pH tanah : 5,0 – 7,0
5. Sumber air : Bersih tidak tercemar, salinitas air minimal
15 g/l

2.3 Sarana dan Prasarana Pembenihan


1. Bak Induk
Bak induk berbentuk bulat agar mempermudah induk dalam memijah dan
memudahkan dalam pengumpulan telur dan sirkulasi air media akan lebih sempurna.
Pada bibir bak pemijahan atau bak induk bagian bawah terdapat pipa PVC berukuran
¾ inci yang mengeliling bak dan berfungsi sebagai pipa aerasi dari blower ke dalam

4
bak. Pipa tersebut dilubangi sebanyak 7-8 buah dan di pasang selang yang terbuat
dari plastic dan karet sepanjang ±1,5 m yang di beri batu aerasi dan timah pemberat.
Pada bak induk juga dilengkapi pipa pembuangan yang terletak pada dasar
bagian tengah untuk mengeluarkan kotoran. Pengeringan dan pergantian air. Bak
induk seluruhnya di tempatkan dalam ruang terbuka yang mendapatkan cukup cahaya
matahari.
2. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva terletak dalam laboratorium/ hatchery yang atapnya
terbuat dari bahan asbes yang tidak tembus cahaya yang dikombinasikan dengan
beberapa atap transparan untuk pemasukan cahaya matahari. Hal ini disesuaikan
karena larva peka terhadap intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Selain itu bak larva
juga ditutup dengan plastic atau terpal berwarna gelap. Penutupan bak juga berfungsi
untuk menjaga kestabilan suhu air media pemeliharaan.Bak pemeliharaan larva yang
digunakan adalah bak beton yang berukuran (5 x 2 x 1,2 ) m dengan kapasitas 10 m3
yang berjumlah 4 buah. Untuk menghindari adanya penumpukan kotoran pada pori-
pori atau sudut-sudut, maka permukaan bak dibuat sehalus mungkin dan sudut bak
dibuat dalam bentuk melengkung.
Bak larva juga dilengkapi dengan bak panen yang berada tepat dibagian pipa
outlet untuk menampung benih sementara pada saat panen.
3. Bak Pendederan
Bak pendederan atau bak pemeliharaan benih kakap putih terdiri dari 16 bak
beton dan 6 bak fiber yang berbentuk persegi 4 berkapasitas 4 m 3. Bak pendederan
dilengkapi dengan inlet, outlet dan masing-masing bak terdapat 2 titik aerasi. Bak ini
terletak diluar ruangan hatchery (semi outdoor).
4. Bak Penampungan Telur
Bak penampungan telur berada tepat di samping bak pemeliharaan atau
pemeliharaan atau pemijahan induk. Bak penampungan telur terbuat dari bahan
beton, berbentuk persegi empat berukuran 75 x 75 x 90 cm serta dilengkapi dengan
saluran pembuangan (outlet) yang terbuat dari bahan pipa PVC 4 inchi.
5. Bak Kultur Fitoplankton

5
Fitoplankton dikultur pada bak bak fiber berbentuk bulat berkapasitas 1 m 3.
Bak kultur ini berada pada bangsal pakan alami. Selanjutnya fitoplankton di kultur
pada bak beton berkapasitas 20 m3 berbentuk persegi panjang. Kultur massal
fitoplankton dilakukan di bak beton berbentuk persegi panjang berukuran 20 x 5 x 1
m3 dengan kapasitas 100 ton. Bak kultur massal dilengkapi dengan saluran inlet yang
menggunakan pipa PVC berukuran 2 inch dan saluran outlet berukuran 3 inch.
Saluran aerasi menggunakan pipa PVC berukuran ¾ inch yang diberi lubang 1,5 m,
serta diberi pemberat berupa batu. Saluran outlet berhubuhan langsung dengan
saluran pembuangan utama. Bak kultur fitoplankton terletak di luar ruangan yang
berada di depah hatchery kakap putih.
6. Bak kultur Zooplankton
Bak yang digunakan dalam kultur rotifer ( Brancionus sp.) menggunakan bak
beton berbentuk persegi panjang pada kultur secara massal. Ukuran bak kultur adalah
6 x 3 x 1 m, dengan kapasitas 18 m 3 . Saluran inlet menggunakan pipa PVC ukuran 2
inch dan pipa PVC ukuran 3 inch untuk saluran outlet. Sistem aerasi yang digunakan
sama dengan sistem aerasi pada bak pemeliharaan larva dan bak pendederan
benih.
7. Bak Penetasan Artemia
Wadah yang digunakan untuk penetasan kista artemia adalah conical tank atau
bak penetasan yang berkapasitas 250 liter dengan tinggi 1 meter dan diameter 0,5 m.
Sebelum digunakan, wadah tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Pada bagian tengah
terdapat outlet yang nantinya akan ditutup dengan pipa yang panjangnya sama
dengan ketinggian conical tank. Pada bagian bawah terdapat kran untuk pemanenan.
Bagian atas bak berwarna gelap sedangkan pada bagian bawahnya berwarna lebih
terang. Hal ini didasarkan pada sifat artemia yang menyukai cahaya sehingga
memudahkan pemanenan.
8. Egg Kolektor atau Kolektor Telur
Untuk memudahkan dalam memanen telur ikan kakap putih maka perlu
dipersiapkan wadah berupa egg kolektor yang dilekakkan pada bak penampungan

6
telur yang berukuran 50 x 50 x 50 cm dari bahan kasa berukuran 200 mikron dan
berkapasitas 200 liter.
9. Akuarium
Akuarium digunakan sebagai wadah penetasan telur yang di letakkan di dalam
hatchery, berjumlah 3 buah, masing berukuran 60 x 40 x 40 berkapasitas 100 liter.
10. Filter Air
Filter air yang digunakan di perbenihan Kakap putih berupa sand filter
modern yang penyaringannya disusun atas pasir kwarsa dan arang dari patok kelapa.
Berjumlah dua buah yang digunakan khusus untuk pemeliharaan larva yang
dilengkapi dengan sinar ultraviolet dan ozon.
2.4 Pengelolaan Induk Ikan Kakap Putih
Ikan kerapu calon indukan akan dipindahkan ke kolam pemeliharaan induk, di
seleksi sampai pada tingkat kemarangan gonad dan induk siap di gunakan.
2.4.1 Pemeliharaan Induk
Kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal dalam mata rantai
kegiatan perbenihan. Tujuan dalam pemeliharaan induk adalah mendapatkan induk
matang gonad yang siap dipijahkan untuk menghasilkan telur (Anindiastuti, 2002).
Keberhasilan produksi telur sangat tergantung dari ketersediaan calon induk, baik
jumlah maupun kualitasnya.
2.4.2 Persiapan Bak
SNI (2005) menerangkan bahwa wadah yang disarankan untuk pemeliharaan
induk adalah yang berbentuk bulat bervolume 50 m 3 dengan kedalaman 2,5 - 3,5 m.
Mayunar dan Abdul (2002) menyatakan bahwa pemeliharaan induk menggunakan
sistem air mengalir dengan pergantian air sebanyak 150-200% perhari, pembersihan
bak dilakukan setiap hari.
DEPTAN (2001) menyatakan bahwa pematangan gonad dapat dipacu dengan
pemberian pakan yang bermutu sebanyak 2-4% dari bobot biomassa per hari dan
perlakuan hormon dengan tetap harus mempertimbangkan mutu, jumlah pakan serta
diameter telur saat pengecekan dan jenis hormone yang digunakan untuk perlakuan

7
agar keberhasilan pemijahan terjamin. Pakan tersebut harus mengandung protein,
lesitin dan asam lemak tak jenuh rantai panjang dalam jumlah yang memadai.
2.4.3 Seleksi Induk
Calon-calon induk harus diseleksi terlebih dahulu. Induk yang di pilih
sebaiknya adalah induk yang tidak cacat, sisiknya utuh, tanpa luka pada badan dan
sirip. Induk terlebih dahulu di tangkap menggunakan serokan kemudian induk di
masukkan satu persatu ke dalam wadah yang berkapasitas 100 l yang di isi air laut
dan di beri obat bius seperti polietilen glikol monofenil eter atau minyak cengkeh
sebanyak 1 sendok (10-15 ppm) atau ekstrak biji karet 1-10 ppm atau pembius lainya
(Kordi K,2008).
Menurut Mayunar dan Abdul (2002). Perbedaan jantan dan betina dapat
dilihat dengan cara kanulasi untuk induk betina dan stripping untuk induk
jantan.Kanulasi untuk induk betina dilakukan dengan cara memasukkan selang yang
berdiameter ±1,2 mm sedalam 6-7 cm ke dalam saluran telur.Telur yang telah matang
umumnya berdiameter 0,45-0,65 mm, bentuk spherical dan terurai atau tidak saling
menempel satu sama lain. Untuk induk jantan, sperma yang di hasilkan berwarna
putih dan tidak encer (DEPTAN,2005).
2.5 Teknik Pemijahan Induk
2.5.1 Persiapan Bak Pemijahan
Sebelum proses pemijahan dilakukan, maka dilakukan persiapan bak terlebih
dahulu dengan tujuan untuk membuat kondisi media menjadi lebih baik. Persiapan
bak dilakukan dengan membersihkan, mengeringkan serta membilas bak dengan air
laut. Sebelum digunakan bak dicuci dengan chlorine sebanyak 100-150 ppm,
kemudian didiamkan selama 1-2 hari. Setelah itu bak dibilas dengan air tawar dan
dikeringkan (Subaktyo, S dan Sri Cahyaningsih,2003)
2.5.2 Proses Pemijahan
Pemijahan ikan kakap putih Pada proses pemijahan dilakukan manipulasi
lingkungan yaitu kondisi pasang surut dan temperatur, selama bulan terang dan bulan
gelap. Manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara menurunkan ketinggian air (air
surut) hingga mencapai kira-kira 40-50 cm dan dibiarkan terkena sinar matahari

8
selama 4 – 5 jam untuk meningkatkan temperatur air sampai 30 – 320C. Sekitar
pukul 14.00 WIB, air laut ditambahkan (seolah-olah air pasang) yang akan
menyebabkan temperatur air turun hingga 27 – 280C. Hal ini dilakukan agar kondisi
wadah pemeliharaan sesuai dengan habitat asalnya. Selama pemijahan berlangsung,
air dibiarkan mengalir sepanjang malam melewati saluran outlet menuju saluran
penampungan telur yang berada di bagian pinggir atas bak pemijahan induk, yang
dihubungkan dengan wadah penampungan telur (egg colector).(Akmal,2011)
Ikan akan memijah pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB – 22.00 WIB,
Pada saat proses pemijahan berlangsung, kondisi sekitar harus gelap dan sunyi. Telur
hasil pemijahan yang telah dibuahi akan melayang di permukaan dan terbawa arus air
menuju egg colector. Pemasangan egg colector dilakukan pada sore hari. Egg
colector dipasang di bawah pipa saluran penampungan telur dan tetap terendam air
sehingga telur akan terkumpul di dalam egg colector.
2.5.3 Fekunditas Pemijahan
Telur yang telah dihitung dan tertampung dalam kolektor telur diambil dengan
cara diserok lalu ditaruh ke dalam ember yang telah diisi air laut. Setelah itu telur di
pindahkan ke bak penetasan berukuran (60 x 40 x 40) cm. Yang diambil
menggunakan scoop net kemudian diletakkan sementara pada ember yang telah diisi
air laut lalu kemudian disaring kembali untuk membuang kotoran seperti lumut.
Kemudian bak penetasan diberi aerasi.
Sebelum dipanen dilakukan terlebih dahulu perhitungan telur dengan
menggunakan wadah sampel berukuran 20 ml dan screen net. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak lima titik yaitu pada sudut atas dan tengah kolektor telur. Tiap
sampel yang diambil dan dihitung dengan cara ditebarkan di screen net. Setelah
setiap sampel selesai dihitung hasilnya dijumlahkan kemudian dirata-ratakan. Adapun
rumus perhitungan telur adalah sebagai berikut (Akmal,2011):

9
2.5.4 Pemanenan Telur
Menurut Mustamin et al., (2004) yang menyatakan bahwa pemanenan
dilakukan pagi hari atau jika telur telah mengalami perkembangan embrio fase
grastula, sehingga sudah cukup kuat untuk dipindahkan.
Pemanenan telur dilakukan dengan cara resirkulasi air dimana telur terbawa
air yang keluar menuju bak pemanenan telur melalui saluran pemanenan yang berada
disisi bak. Telur yang terbawa aliran air ditampung dalam egg collector yang ada
didalam bak pemanenan telur. (Semuaikan, 2017).
2.5.5 Penetasan Telur
Telur ikan kakap putih hasil pemijahan di seleksi terlebih dahulu. Telur yang
dibuahi dan yang berkualitas baik akan mengapung di permukaan air, permukaanya
licin, transparan bagian dalam sedikit, berongga dengan diameter 0,69-0,80 mm.Telur
akan menetas dalam waktu 17-18 jam (DEPTAN,2001)
2.6 Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva merupakan kegiatan utama pada usaha perbenihan kakap
putih dalam menghasilkan benih. Pengelolaan dalam pemeliharaan larva meliputi
persiapan bak, pemberian pakan hidup maupun pakan buatan, dan pengelolaan
kualitas air media pemeliharaan.
SNI (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan dan kelansungan hidup ikan
kakap putih sangat di pengaruhi oleh umur, ukuran, tempat pemeliharaan,
lingkungan, pakan dan padat penebaran.
2.6.1 Sterilisasi Bak Larva
Sebelum digunakan terlebih dahulu bak dan peralatan yang dipakai seperti
selang aerasi, batu aerasi, timah pemberat dan peralatan lainnya disiram dengan
kaporit 100 ppm kemudian dicuci sampai bersih. Hal ini dilakukan untuk
mensterilkan semua peralatan supaya bebas dari penyakit seperti bakteri dan jamur.
(Semuaikan, 2017).
Guna menjaga kebersihan dan tingkat kesterilan lingkungan kerja, maka
dalam unit bak larva dibuatkan tempat cuci kaki dan tangan yang setiap 2 kali sehari

10
diganti airnya. Lingkungan kerja setiap 3 hari sekali disemrot dengan larutan formalin
20 ppm dan peralatan yang digunakan juga secara berkala disterilisasi ulang. Ember
dan filter bag setiap habis dipakai langsung dicuci bersih dan disterilkan dengan
dijemur dan secara berkala dicuci dengan larutan formalin 20 ppm. Beker glas yang
setiap hari digunakan untuk melihat kepadatan rotifer, setiap habis pakai harus
terendam dalam larutan formalin 50 ppm. (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya
BPBAP Situbondo, 2016).
2.6.2 Persiapan Bak
Tahap pertama yang dilakukan adalah pencucian bak. Apabila bak sangat
kotor, pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit. Caranya adalah
dengan menyiramkan larutan kaporit dengan dosis 100 ppm ke dinding bak bagian
dalam dan diamkan selama 1-2 jam agar lumut yang menempel mati dan untuk
membunuh bibit penyakit yang ada dalam bak. Setelah itu, permukaan bak disikat
lalu dibilas dengan air laut bersih. Setelah bersih bak tersebut di isi dengan air laut.
Sebelum digunakan, air laut untuk pemeliharaan larva harus melalui filterisasi
dengan menggunakan sand filter modern yang berisi pasir kwarsa dan arang patok
kelapa kemudian di salurkan melawati sinar ultraviolet dan di ozonisasi. Pengisian air
sebanyak ½ - ¾ dari kapasitas bak.
Bak pemeliharaan larva yang dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 21
titik untuk menambah kandungan oksigen terlarut dalam air. Pemasangannya
dilakukan dengan jarak 5 cm dari dasar bak agar aerasi lebih merata dan untuk
mencegah teraduknya kotoran yang terdapat di dasar bak.
2.6.3 Penebaran Larva
Penebaran larva dilakukan setelah telur menetas semua, yaitu pada siang hari
atau biasanya telur menetas selama 18 jam. Sebelum ditebar harus diaklimatisasikan
terlebih dahulu. Caranya adalah dengan meletakkan gayung diisi air, lalu masukkan
air yang ada dalam bak ke dalam gayung sampai penuh sehingga terjadi
pencampuran. Penebarannya dilakukan dengan menggunakan gayung yang
bervolume 1 liter. Bak larva lalu ditutup dengan plastic transparan untuk

11
memepertahankan suhu air. Plastik yang digunakan transparan agar sinar matahari
masih bisa masuk sehingga fitoplankton berfotosintesis.
2.6.4 Pemberian Pakan

Larva ikan kakap yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa
kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan
selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3)
kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar. Selama
pemeliharaan larva diberikan pakan alami dan pakan buatan.
1. Pakan alami
Digolongkan menjadi dua golongan, yaitu plankton hewani (zooplankton)
dan plankton nabati (phytoplankton). Kedua jenis pakan alami tersebut sangat
memegang peranan penting sebagai dasar pemenuhan gizi pada saat awal-awal
kehidupan larva.
Ada beberapa factor yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
apakah plankton itu termaksud kategori pakan alami yang memenihi syarat,
diantaranya adalah:
a. Bentuk dan ukurannya sesuai dengan lebar bukaan mulut larva
b. Mudah diproduksi secara masala tau mudah dibudidayakan
c. Kandungan nutrisinya lengkap dan tinggi
d. Isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna
e. Tidak mengeluarkan senyawa beracun

Phytoplankton yang telah dikembangkan dengan baik dalam pemeliharaan


ikan kerapu adalah Chlorella sp (Nannochloropsis sp), sedangkan jenis zooplankton
yang dibudidayakan adalah rotifer (Branhionus sp) dan artemia. (Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya BPBAP Situbondo, 2016).
1) Kultur Phytoplankton Chlorella sp
Menurut Pratama DA. (2016), Kultur pakan alami yang perlu diperhatikan
yaitu persiapan wadah. Pakan alami berupa Chlorella sangat rentan terhadap
kontaminasi bahan-bahan asing. Bak yang digunakan untuk kultur Chlorella adalah

12
bak berbahan beton dengan ukuran 4 x 2 x 1,5 m (Volume 12 ton). Prosedur kultur
pakan alami yang dilakukan
a. Persiapan wadah yaitu pencucian bak dengan membasahi seluruh bak kultur. Bagian
dasar bak digosok dengan menggunakan sikat, sedangkan pada bagian dinding
disikat menggunakan Scouring pad dan detergen.
b. Pemasangan fillter bag pada pipa saluran inlet air laut untuk menyaring kotoran yang
terbawah dari air laut. Air diisi setinggi 8-9 ton air atau 5-6 ton air apabila cuaca
sedang mendung. Sterilisasi air laut dengan diberi kaporit sebanyak 10mg/L
(10gr/ton) dan dilarutkan dengan air tawar 12 L, dilakukan pengadukan atau
pengaerasian selama 24 jam, Chlorin test dilakukan untuk mengetahui kenetralan air.
c. Bibit yang digunakan 20-30% dari volume total, salinitas 28-30 ppt, suhu air 30ºC,
pH 8, cahaya yang dibutuhkan 10.000 lux.
d. Pemberian pupuk urea dengan dosis 40-50 gr/ton, Za dengan dosis 30-40 gr/ton, TSP
merek SP-36 sebanyak 20-30 gr/ton, FeCl₃ 5 gr/ton, dan EDTA 1-5 gr/ton.
e. Panen dapat dilakukan setelah 5-7 hari.

Gambar 6. Pakan Alami Chlorella sp.

2) Kultur Rotifer (Brachionus sp)


Menurut Pratama DA. (2016), Wadah yang digunakan berukuran 4 x 2 x 1,5
mdengan kapasitas 12 ton air.kegiatan kultur meliputi:
a. Persiapan wadah yaitu pencucian bak dengan membasahi seluruh bak kultur. Bagian
dasar bak digosok dengan menggunakan sikat, sedangkan pada bagian dinding
disikat menggunakan Scouring pad dan detergen. Jika bak terlihat jamur yang

13
diakibatkan hujan yang terus menerus maka pada saat persiapan wadah ditebar
kaporit sebanyak 1 mg/L. kemudian bak dibilas lagi dengan menggunakan air tawar
dengan cara menyemprotkan air kedinding dan dasar bak hingga bersih dan bau
kaporit menghilang.
b. Pengisian air laut hingga 60-70 cm atau sekitar 5 ton air laut. Pada bagian inlet
dipasang filter bag dengan tujuan untuk menyaring kotoran.
c. Pemasangan aerasi sebanyak 2 titik yang akan menjadi sumber oksigen dan di setting
dengan kecepatan sedang.
d. Selanjutnya ditambahkan Chlorella sebanyak 2-3 ton. Chlorella tersebut sebagai
pakan rotifer.
e. Rotifer dipanen pada hari ke 4, dengan memasang plankton net pada saluran outlet.
Rotifer disaring sambil menggonyang-goyang plankton net agar air dalam plankton
net berkurang dan rotifer semakin padat.

Gambar 7. Rotifer

3) Kultur Artemia

Menurut (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya BPBAP Situbondo, 2016),


inkubasi artemia dalam air laur sangat sederhana dengan memperhatikan:

a. suhu pada kisaran 25-30ºC. dibawah 25ºC cysts akan lambat menetas dan
diatas 33ºC akan membuat metebolisme cysts bisa terhenti
b. salinitas dengan kisaran 25-35 ppt.

14
c. Oksigen terlarut dianjurkan diatas 2 mg/L untuk menghasilkan penetasan
efisiensi yang tinggi pada cysts artemia.
d. kepadatan cysts Artemia tidak lebih dari 5 gram/L air laut.
Cysts artemia menetas dalam waktu 24-28 jam dalam masa inkubasi dan
menjadi naupli. Penetasan cysts artemia ini menggunakan tangki berbentuk
corong(conicle tank).
a. Penetasan Langsung
Cara penetasan langsung dengan merendam cysts artemia selama 15 menit
kedalam larutan klorin 15 ppm untuk membunuh bakteri dan jamur, kemudian dibilas
dengan air tawarsampai baud an rasa larutan klorin hilang. Conicle tang diisi air laut
dan beraerasi kuat, kemudian masukan cysts artemia dengan kepadatan 2-5 gr/L.
salinitas yang digunakan 15-35 ppt, suhu 25-28ºC unutk menghasilkan efisiensi
penetasan tinggi. waktu yang dibutuhkan untuk menetas 24-36 jam.
b. Penetasan Dekapsulasi
Penetasan dengan perlakuan dekapsulasi cysts dimaksutkan untuk menipiskan
lapisan luar cangkang tanpa mempengaruhi embrio hidupnya, yaitu:
1) Cysts direndam dengan air tawar selama 1-2 jam
2) Cysts disaring dan dibilas dengan air tawar, kemudian dimasukan kedalam ember
dan di tuangkan larutan klorin sedikit demi sedikit sambil diaduk.jaga suhu dibawah
40ºC
3) Saring dan bilas dengan air tawar sampai bersih
4) Ulangi sampai terjadi perubahan warna cysts deri coklat menjadi orange tergantung
dari produk cystsnya.proses dekapsulasi memakan waktu 5-15 menit.
5) Stelah terjadi perubahan warna, segera disaring dan dibilas dengan air tawar hingga
klorinnya hilang.
6) Peras cysts tersebut sampai kering dan masukan ke kantong plastic untuk disimpan
pada suhu dinging selama maksimal 1 minggu.

15
Gambar 8. Artemia

2. Pakan buatan
Menurut pendapat sustrisno, et al., (2004) yang menyatakan pemberian pakan
buatan dilakukan sedikit demi sedikit dan diamati setiap satu jam sekali, apabila
pakan terlihat habis ditambahkan lagi. Pakan bauatan yang diberikan ukurannya
berbeda-beda sesuai dengan bukaan mulut larva. Pemberian pakan buatan dilakukan
terus sampai larva menjadi benih.
2.6.5 Pengontrolan Kualitas Air
Menurut pendapat sutrisno, et al., (2004) yang menyatakan penyiponan dapat
dilakukan setelah larva D.20 atau dengan melihat kondisi dasar bak pemeliharaan
larva, apabila sudah kotor maka dilakukan penyiponan. Penyiponan berfungsi untuk
membuang habis sisa metabolism, pakan buatan yang tidak termakan, kotoran lain
yang mengandap di dasar bak pemeliharaan. Pergantian air dilakukan pada larva D.8-
D.15 sebanyak 5-10%. Pergantian air semakin meningkat dengan bertambahnya umur
larva. Setelah larva berumur D.15-D.25, pergantian air dilakukan sebanyak 25-50%
dan selanjutnya dilakukan pergantian air sebanyak 50-100% setelah larva D.25-D.30
dengan cara air mengalir sepanjang hari. Pengelolaan kualitas air yang baik dapat
memberikan pertumbuhan larva yang cepat dengan tingkat mortalitas yang rendah.
Adapun kisaran airmedia pemeliharaan larva yang diamati adalah suhu, pH,
salinitas dan DO.

16
Tabel 1.Kualitas air
Tahapan Pemeliharaan
Benih
No Kualitas Air Satuan
Telur 1cm-6cm di bak 5cm-6cm
Di tambak
0
1 Suhu C 28-32 28-32 26-32
2 Salinitas g/l Minimal 28 Minimal 28 Minimal 15
3 pH 7,0-8,5 7,0-8,5 7,0-8,5
4 DO mg/l Minimal 4 Minimal 4 Minimal 4
Maksimal
5 Amonia (NH3) mg/l Maksimal 0,1 Maksimal 0,1
0,1
6 Nitrit (NO2) mg/l Maksimal 1 Mkasimal 1 Maksimal 1
Maksimal
7 Klor (CI) mg/l Maksimal 0,8 Maksimal 0,8
0,8
8 Kecrahan cm Penetrasi cahaya sampai dasar 30cm-40cm
Sumber:SNI 6145.4:2014

2.6.6 Penyakit Pada Ikan Kakap dan Pencegahannya


Penyakit diartikan sebagai suatu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan
anatomi, kimia maupun fisiologi pada organ tubuh. Penyebabnya dapat dibedakan
atas penyebab pathogen dan non-pathogen. Penyakit yang disebabkan oleh organisme
pathogen disebut juga sebagai penyakit patogenik, yaitu disebabkan oleh bakteri,
virus, cendawan maupun parasite. Penyakit non pathogen dikenal dengan penyakit
non patogenik, misalnya disebabkan oleh kekurangan gizi, factor genetic, maupun
lingkungan. Timbulnya penyakit adfalah akibat adanya interaksi antara ikan dengan
pathogen dan lingkungannya dalam kondisi yang memungkinkan.
Penanggulangan penyakit ini dilakukan dengan cara pergantian air bak larva
sebanyak mungkin dan pencegahan pada pemeliharaan larva meliputi :
1. Mensucihamakan semua sarana dan prasarana yang di gunakan dalam kegiatan
pembenihan
2. Telur berasal dari induk yang sehat dan pengurangan terhadap padat penebaran
larva.

17
3. Pemberian desinfektan terhadap telur yang akan di tebar yaitu dengan melakukan
perendaman dengan larutan iodin
4. Tidak saling menukar peralatan kerja dan mensterilisasi air media pemeliharaan.
Pengobatan sebaiknya merupakan usaha akhir jika tindakan pencegahan tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Efek samping dari pemberian obat-obatan kadang
malah menimbulkan masalah seperti terjadinya resistensi terhadap ikan dan
kemungkinan meninggalkan residu yang tidak di harapkan. (Semuaikan, 2017).

2.7 Panen dan Pasca Panen


2.7.1 Pemanenan dan Grading
Pemanenan larva dilakukan pada umur 25 hari karena telah melampaui masa
kritis dan morfologinya telah sempurna, panjang larva telah mencapai ukuran 1.6-1.8
cm. pemanenan larva dilakukan secepat mungkin dan sangat hati-hati untuk menekan
seminimal mungkin hal-hal yang menyebabkan kesetresan larva, karena sifat larva
yang sangat sensitive terhadap goncangan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari, yang
sebelumnya larva sudah dipuasakan. Pemanenan dilakukan setelah larva menjadi
benih yang sudah siap untuk dipindahkan ke bak-bak pendederan.sebelum dilakukan
pemanena ikan dipuasakan terlebih dahulu atau dilakukan pemberokan. (Semuaikan,
2017).
Pemanenan larva dilakukan dengan cara memasukan tudung saji secara
perlahan –lahan di dekat benih yang bergerombol, sehingga dengan sendirinya benih
akan masuk bersamaan air kedalam tudung saji tersebut. Apabila kepadatan benih
tinggal sedikit, maka pemanenan larva dilakukan dengan cara menurunkan air
pemeliharaan sampai ± 30 cm, kemudian larva ditangkap dengan gayung secara hati-
hati dan dikumpulkan pada ember yang diberi aerasi setelah itu dipindahkan ke bak
pendederan. (Semuaikan, 2017).
Menurut Hermawan, et al., (2001) dalam melakukan grading harus dilakukan
dengan hati - hati karena pada saat grading akan terjadi banyak sentuhan yang dapat
menyebabkan larva mati. Untuk menghindari kematian dapat dilakukan grading

18
dengan cara memilih ikan dengan mengikutkan airnya agar dapat mengurangi
tingkat stres.
Pada saat pemeliharaan larva kebak pendederan dilakukan grading untuk
penyeragaman ukuran larva pada bak pendederan. Grading dilakukan untuk mengurangi
kanibal, mencegah terjadinya persaingan memperoleh pakan. Grading adalah
memisahkan ukuran ikan besar dari ikan yang kecil, sehingga ukuran ikan relatif lebih
seragam sehingga dapat menekan kematian ikan karena kanibal. (Semuaikan, 2017).

Pemanenan benih dilakukan pada umur 60 hari dengan panjang benih berkisar
4.7-4.8 cm atau sesuai permintaan pembeli. Sebelum panen, benih dipuasakan terlebih
dahulu satu hari satu malam. Pemuasaan dalam jangka waktu tertentu, bertujuan
menurunkan proses pencernaran, baik yang bersifat mekanik maupun kimiawi, yang
mengubah makanan menjadi bahan yang mudah diserapdan diedarkan keseluruh tubuh
melalui darah. (Semuaikan, 2017). Ammonia yang dihasilkan dari sisa pencemaran dan
metabolisme dilaporkan bersifat racun pada tingkat 0,6 ppm dalam media air. semakin
tinggi konsentrasinya didalam media air, mengakibatkan ammonia darah meninggi yang
berdampak pada kegiatan metabolisme. Pemuasaan dan penurunan suhu media akan
mengurangi pengeluaran ammonia.

2.7.2 Pengepakan
Adapun pengemasan adalah sebagai beriukut : air laut bersih ditampung pada
bak penampungan volume 0,5-1 m³ dan diaerasi dengan oksigen murni selama 20-30
menit, untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air media
pengangkutan. Kantong plastic rengakp dua diisi air laut bersih yang telah disiapkan
sebanyak 5-6 liter. Benih yang telah disiapkan dimasukan kedalam kantong dan
ditambahkan oksigen murni terlebih dahulu dengan membuang udara yang ada dalam
kantong. Oksigen murni dimasukan dengan menggunakan selang sebanyak 3 bagian
dari volume kantong dan diikat rapat menggunakan karet gelang. Perbandingan air
dan oksigen 1:3. Kemudian dimasukan kedalam kotak kardus atau Styrofoam dengan
ditambah es batu yang terbungkus dalam kantong plastic benih sebanyak 1 atau 2

19
bungkus. Selanjutnya Styrofoam ditutup rapat dan dislitp sehingga penutup tidak
terbuka dan diberi label. Dhoe, et al (2004).

20
III METODE PRAKTIK

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Praktik Kerja Lapangan IV yang dilaksanakan di Balai Besar Riset Budidaya
Laut Dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Dusun Gondol, Desa Penyabangan,
Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali .Waktu pelaksanaan Praktik
Kerja Lapangan IV di mulai pada tanggal 3 November sampai 30 November 2019
Taruna/Taruni semester 5 Jurusan Teknik Budidaya Perikanan Politeknik Kelautan
dan Perikanan Kupang.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Persiapan Bak Induk
Prosedur kerja dalam persiapan bak induk sebagai berikut :
 Mensterilisasi bak induk menggunakan kaporit 100-150 ppm dan dibiarkan
selama 1-2 hari.
 Melakukan pembilasan dengan air tawar , lalu dikeringkan.
 Mengisi bak dengan air laut yang telah melalui filtrasi dengan suhu 320C dan
salinitas 28-35 ppt.
 Melakukan pengisian air sekitar setengah volume bak induk.
3.2.2 Persiapan Media
Prosedur kerja dalam persiapan media pemeliharaan sebagai berikut :
 Menyedot air laut dari pinggiran laut dengan menggunakan pompa dan
mengalirkan air ke bak tandon.
 Mengalirkan air dari bak tandon ke bak sand filter dengan menggunakan pipa
 Mengalirkan air dari sand filter ke bak pemeliharaan larva dan kultur pakan
alami
3.2.3 Seleksi Induk
Prosedur kerja dalam melakukan seleksi induk kerapu sebagai berikut :
a. Melakukan seleksi induk jantan dengan ciri – ciri :
 Ukuran tubuh lebih kecil daripada induk betina
 Minimal berat induk kerapu kertang yaitu 40 Kg

21
 Pergerakannya gesit
 Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dilakukan stripping secara
 Perlahan dari perut sampai ujung genitalnya.
b. Melakukan seleksi induk betina dengan ciri-ciri :
 Ukuran tubuh lebih besar daripada induk jantan
 Perut membuncit
 Pergerakannya lambat
 Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dilakukan kanulasi dengan
 Selang kanulasi diameter 1 mm dan dimasukkan kedalam lubang genital
 Sedalam 4-6 cm dan dihisap secara perlahan.

3.2.4 Pemijahan
Prosedur kerja dalam melakukan pemijahan sebagai berikut :
 Melakukan stripping pada induk kakap putih untuk diambil telurnya.
 Mencampur telur indukan betina dengan sperma 1ml untuk 1.000.000 butir
telur dan menambahkan air laut kemudian mengaduknya menggunakan kuas.
 Membiarkan telur selama ±15 menit.
 Memasukkannya kedalam egg collector.

3.2.5 Penebaran Larva


Prosedur kerja dalam melakukan penebaran larva sebagai berikut :
 Melakukan penebaran setelah telur menjadi larva
 Mengangkat aerasi perlahan dan diamkan selama 5-10 menit dan larva akan
berkumpul di permukaan.
 Mengambil larva yang ada di permukan air dan sebelum ditebar dilakukan
aklimatisasi terlebih dahulu.
3.2.6 Manajemen Pakan
Prosedur kerja dalam pemberian pakan sebagai berikut :
 Mengidentifikasi jenis pakan, mutu, kandungan nutrisi dan ukuran pakan.
 Menghitung dosis, frekuensi, dan jumlah pakan yang diberikan.

22
 Membuat jadwal pemberian pakan.
 Melakukan penimbangan dan fermentasi pakan selama 1 jam sebelum
pemberian pakan.
 Melakukan pemberian pakan secara merata dalam satu kolam.
 Mengamati respon ikan kakap putih terhadap pakan yang diberikan.
3.2.7 Kultur Pakn Alami
Prosedur kerja dalam megkultur pakan alami sebagai berikut :
1. Nannochloropis sp.
 Mempersiapkan wadah kultur seperti bak fiber bervolume ± 14 ton, bersihkan
dengan larutan formalin dan sabun.
 Mempersiapkan pupuk yang digunakan seperti UREA, TSP, ZA, EDTA ,
FeCL3 untuk mempercepat pertumbuhan.
 Memasukkan bibit nannochloropis sebanyak 20% dari volume air media
 Melakukan pengontrolan aerasi, suhu, dan salinitas selama masa pemeliharaan
sampai masa panen.
2. Rotifer (Brachionus plicatilis)
 Mempersiapkan alat yang dbutuhkan seperti aerator, selang aerasi, batu aerasi,
selang air, timbangan, kantong plastik, tali rafia, saringan halus/seser, ember,
gayung, gelas ukur kaca dan mikroskop.
 Melakukan persiapan wadah (bak beton/fiberglass) ukuran 25 liter.
 Mempersiapkan media pemeliharaan berupa kotoran ayam atau pupuk kandag
yang telah direbus dengan 500gr/liter air, setelah itu disaring.
 Melakukan penampungan hasil saringan didalam wadah, diencerkan dengan 5-
10 liter air.
 Melakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk mengetahui ada atau
tidaknya rotifer.
 Melakukan inokulasi setelah 1-2 minggu.
3. Artemia
 Mempersiapkan peralatan seperti aerator , selang kecil dan wadah.

23
 Melakukan penimbangan kista yang telah diukur sesuai dosis yang dibutuhkan
 Masukan kista artemia kedalam media penetasan yang diberi aerasi dengan
kecepatan 10 – 20 liter udara / menit, pertahankan suhu 25 – 30 0C dan pH
sekitar 8-9
 Melakukan penyinaran media penetasan dengan menggunakan lampu TL
dengan intensitas cahaya minimal 1000 lux
 Menunggu proses penetasan kista artemia yag berlangsung selama 24-48 jam
Setelah kista artemia menetas 24 - 48 jam stelah ditetas maka akan dilakukan
pemanenan kista ertemia,dengan cara sebagai berikut:
 Melepaskna aerasi yang ada dalam wadah penetasan
 Melakukan penutupan wadah penetasan pada bagian atas dengan menggunakan
plastik hitam
 Menunggu kurang lebih 15 – 30 menit sampai seluruh kista menetas berkumpul
didasar wadah
 Melakukan penyedotan dengan selang untuk mengambil Artemia yang telah
menetas dan ditampung dengan kain saringan diletakan didalam wadah
penampungan
 Melakukan pembersihan artemia yang telah dipanen dengan air tawar hingga
bersih
 Melakukan pemberian pakan alami artemia ke larva ikan kakap putih

3.2.8 Manajemen Kualitas Air


Prosedur kerja dalam melakukan pengontrolan kualitas air sebagai berikut :
a. Suhu
Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
 Menyediakan termometer digital/batang dengan tingkat ketelitian 0,1.
 Masukkan termometer kedalam kolam selama ±2 menit.
 Melihat hasil pengukuran suhu air kolam pembesaran.

24
 Melakukan pengukuran suhu pukul 08.00 WITA dan 17.00 WITA setiap dua
hari sekali.
 Mencatat dan mengolah data hasil pengukuran suhu.

b. pH
Pengukuran pH menggunakan pH meter,dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Menyediakan sampel air dari kolam secukupnya dalam gelas ukur.
 Melakukan kalibrasi dahulu pH meter dengan larutan aquades hingga
menunjukkan angka 7,2.
 Masukkan pH meter kedalam sempel air.
 Mengkalibrasi ulang pH meter dengan aquades setelah digunakan.
 Melakukan pengukuran pH pukul 08.00 WITA dan 17.00 WITA setiap dua hari
sekali.
 Mencatat dan mengolah data hasil pengukuran pH.

c. DO
Pengukuran DO meter menggunakan DO meter,dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
 Menyediakan alat DO meter.
 Mengkalibrasi DO meter dengan menggunakan aquades.
 Melakukan pengukuran dengan memasukkan sensorik DO meter kedalam
kolam selama 2 menit.
 Mengkalibrasi ulang DO meter untuk disimpan kembali
 Melakukan pengukuran di pagi hari dan sore hari.
 Mencatat dan mengolah data pengukuran.
Tabel 2 .Kualitas Air
No Parameter Satuan Alat ukur Kisaran Pustaka
0
1 Suhu C Termometer 28-32 SNI 2014
2 pH pH meter 7,0-8,5 SNI 2014
3 DO Mg\l DO meter Minimal 4 SNI 2014

25
3.2.9 Pengobatan Penyakit
Adapun salah satu contoh cara mengendalikan penyakit dari serangan
protozoa yaitu :
 Merendam ikan ke dalam larutan formalin 50 ppm dan acriflavin 10 ppm
selama 1 jam.
 Merendam ikan kedalam larutan formalin 100 ppm selama 1 jam.
 Merendam ikan ke dalam larutan formalin 25 ppm dan malachite green 0,15
ppm.
 Melakukan perendaman dengan air tawar selama 10 sampai 15 menit, apabila
ikan sudah terlalu parah.
3.2.10 Pemanenan
Prosedur kerja dalam pemanenan benih ikan kakap putih sebagai berikut :
 Melakukan pemanenan benih ikan kakap putih pada saat larva bermur 40-45
hari. Benih yang dipanen biasanya mencapai 2,5 - 3 cm.
 Melakukan pemanenan benih dengan cepat dan secara hati-hati.
 Melakukan pemanenan dengan cara mengurangi air media pemeliharaan
terlebih dahulu sebanyak 70-80%.
 Menyeser benih menggunakan keranjang dan diletakkan dibaskom yang telah
diisi air.
 Meletakkan baskom yang telah terisi benih di bawah air yang mengalir dengan
tujuan untuk memberi oksigen pada larva dan untuk mengurangi stress.
 Memilih larva sesuai dengan permintaan konsumen dan dilakukan sampling
3.2.11 Penanganan Pasca Panen
Prosedur kerja dalam melakukan penanganan pasca panen sebagai berikut :
 Menyiapkan air yang akan digunakan untuk packing.
 Mengisi plastik dengan benih kemudian diberi oksigen.
 Mengikat plastik dengan kuat menggunakan karet gelang.
 Memasukkan plastik packing kedalam styrofoam.

26
 Memasukkan es batu yang sudah dibungkus plastik kedalam styrofoam dan
dilapisi koran.
 Mengirim benih ke pembeli benih
3.3 Analisis Data
Analisa data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai
social, akademis dan ilmiah. Data dianalisis menggunakan analisis kuantitatif yaitu
mssenyajikan data sesuai dengan informasi yang di peroleh dilapangan. Analisa
kuantitatif terdata dengan menghitung Fekunditas (F), Survival Rate (SR), Hatching
Rate (HR), Feed Conversion Ratio (FCR) dari pembenihan ikan kakap putih
1. Fertile Rate (FR)
Perhitungan tingkat pembuahan telur (Fertile Rate) berdasarkan rumus Effendie
(1979), sebagai berikut :

2. Hatching Rate (HR)


Perhitungan tingkat penetasan telur (Hatching Rate) berdasarkan rumus Effendie
(1979), sebagai berikut :

3. Survival Rate (SR)


Perhitungan tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) berdasarkan rumus
Effendie (1979), sebagai berikut :

4. Feed Conversion Ratio (FCR)


Menurut Effendi (1997) dalam Prabowo et al. (2016), rasio konversi pakan atau
food convertion ratio (FCR) di hitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

27
28

Anda mungkin juga menyukai