Anda di halaman 1dari 19

3

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)
2.1.1 Klasifikasi
Ikan kakap putih (Lates calcarifer) menurut Razi, (2013) adalah sebagai
berikut :
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostomi
Ordo : Percomorphi
Famili : centropomidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer

2.1.2 Morfologi
Ikan kakap putih mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, bagian ke
arah belakang meninggi, sedangkan ke arah depan atau arah kepala menajam dan
sirip ekor melebar. Pada stadia juvenil warnanya gelap atau kecoklatan dan menjadi
terang setelah memasuki tahap gelondongan. Bagian punggung berwarna coklat
dan bagian perut putih keperakan. Selanjutnya pada stadia dewasa, warna bagian
punggungnya berubah menjadi biru kehijauan atau abu-abu, mata merah cemerlang
(bening), dan mulut lebar sedikit serong dengan grigi halus layaknya ikan predator.
Bagian tubuh tertutupi sisik-sisik kasar berwarna perak.
Pada bagian atas penutup insangnya terdapat cuping bergerigi dan pada
bagian bawah memiliki duri-duri kuat. Sirip punggung memiliki jari-jari keras
sebanyak 7-9 buah dan jari-jari lunak sebanyak 10-11 buah, sedangkan sirip
duburnya terdiri dari 3 jari-jari keras dan 7-8 jari-jari lunak. Ukuran kakap putih bisa
mencapai panjang 170-200 cm dan berat lebih dari 50 kg (Kordi, 2012).
4

Gambar 1. Morfologi ikan kakap putih Sumber: (Soetomo, 1997)

2.1.3 Habitat dan Penyebaran


Fahmawati (2014) Habitat Ikan kakap putih ini hampir banyak dijumpai hidup di
pantai atau laut (kedalaman 1 m sampai 10 m ) dan di muara. Selain itu, ikan ini
dapat hidup di muara sungai, tambak, teluk hutan mangrove (bakau) yang
mempunyai air jernih dan air beriak-riak, pantai karang, perairan laut dangkal sampai
dalam, pelabuhan (kedalaman air kurang dari 8 m), pantai berbatu, muara sungai
dengan kondisi khas tertentu. Ikan kakap putih bersifat katadromus, karena ikan
kakap putih memijah di air laut, dan dewasa di air tawar.
Ikan dewasa secara seksual ditemukan di muara sungai, danau atau laguna di
mana salinitas dan kisaran kedalaman antara masing-masing 30-32 ppt dan 10–
15m. Larva yang baru menetas 15-20 hari ukuran panjangnya (0,4 - 0,7 cm) berada
di sepanjang pantai atau muara sungai yang airnya payau, Sedangkan larva yang
berukuran 1 cm dapat di temukan di perairan tawar seperti sawah, danau dan
sungai. Ikan kakap tumbuh di air tawar dan bermigrasi ke air yang salinitasnya lebih
tinggi untuk memijah (Mathew, 2009). Daerah penyebaran ikan kakap putih yaitu di
Samudera Hindia Timur, dan Pasifik Tengah Barat, Laut Jepang, Selat Torres, atau
pantai New Guinea dan Darwin, wilayah Utara, Queensland (Australia) dan Afrikan
Timur (FAO, 2010).

2.1.4 Pakan dan Kebiasaan Makan


Jaya dkk., (2013) Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan
Kakap Putih harus sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi
5

jumlah, waktu, syarat fisik (ukuran dan bentuk) serta kandungan nutrisi, agar
pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kualitas nutrisi yang baik
untuk hidup benih ikan Kakap Putih (Lates calcarifer).
Menurut (Adrianie dan khalil, 2013) pakan yang baik dan sesuai dengan selera
ikan kakap putih meliputi zooplankton dan phytoplankton, organisme air dan ikan
rucah. Pada umumnya para pembudidaya menggunakan cacahan daging ikan rucah
yang segar dan dicampurkan dengan pelet yang telah dihancurkan sebagai pakan
ikan kakap tersebut. Kebiasaan makan Seabass atau barramundi adalah predator
oportunistik. Ikan kakap putih dewasa termasuk ikan karnivora yang rakus, tetapi
juvenil nya bersifat omnivora. Ikan ini terampil menguntit atau menyergap mangsa.
(Mathew, 2009).

2.1.5 Reproduksi
Pada masa perkembangan gonad, ikan kakap bergerak ke laut dekat muara
sungai untuk memijah (melepaskan telur dan sperma untuk penumbuhan). Kakap
putih memjiah di laut yang dalam setelah musim hujan (sekitar Bulan April) hingga
sebelum musim hujan (sekitar Bulan Oktober). Pemijahan ikan kakap putih di alam
biasanya terjadi pada bulan purnama hingga 6 hari berikutnya, ketika air laut masih
surut sekitar pukul 19.00 – 23.00 WIB. Benih ikan kakap putih yang berumur sekitar
3 bulan mulai bergerak ke pantai dan masuk ke sungai-sungai maupun daerah
payau sekitar mangrove (Mayunar dan Genisa, 2002). Ikan kakap putih jenis Lates
calcarifer bersifat hermaprodit potandri, yaitu golongan atau sifat seksual pada ikan
yang dapat membawa jaringan jantan dan betina dalam tubuhnya atau
menghasilkan spermatozoa dan ovum secara bersamaan (Kordi, 1997).

2.1.6 Siklus Hidup


Kakap putih menghabiskan kurang lebih 2-3 tahun di perairan tawar seperti
sungai dan danau yang terhubung langsung ke laut. Hal tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan hingga mencapai ukuran 3-5 kg dalam 2-3 tahun. Kakap
dewasa (3-4 tahun) bermigrasi dari perairan tawar menuju laut dengan kisaran
salinitas 30-32 g/l untuk pematangan gonad dan selanjutnya bertelur. Kakap bertelur
mengikuti siklus bulan serta siklus pasang surut (Kungvankij et al.,1985). Pola
migrasi kakap putih dapat dilihat pada Gambar 2.
6

Gambar 2. Pola Migrasi L. calcarifer Kungvankij etal.,(1985)

2.2. Pra Produksi


2.2.1.Pemilihan Lokasi
Menurut Mayunar dan Genisa, 2002 bahwa keberhasilan usaha pembenihan
sangat bergantung pada pemilihan lokasi yang tepat dan benar dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan, risiko, serta kondisi perairan pantai yang
memenuhi persyaratan fisika, kimia dan biologis. Sesuai dengan keperluan hidup
larva/benih, maka lokasi pembenihan sebaiknya dipilih dekat dengan pantai yang
menyediakan sumber air tawar.

Persyaratan lokasi sebagai tempat pembenihan ikan kakap putih sebagai


berikut:
a. Letak unit produksi di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut
pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan
mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
b. Air laut : harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 ppt – 35 ppt.
c. Sumber air laut : dapat dipompa minimal 20 jam per hari.
d. Sumber air tawar: tersedia atau sumber air payau dengan salinitas maks. 5 ppt.

2.2.2 Persiapan Wadah Pemeliharaan


7

a). Wadah Pemeliharaan Induk


Bentuk bak induk dapat bermacam-macam baik segiempat, oval atau bulat.
Bak bulat lebih memberi jaminan dalam hal kesempurnaan sirkulasi air media,
pengeluaran kotoran lebih cepat dan memudahkan dalam pengumpulan telur.
Ukuran bak induk minimal 15m3, berbentuk bulat, kemiringan dasar 5% yang terbuat
dari semen ataupun fiberglass (Anindiastuti et al., 1999). Bak terlebih dahulu
didesinfektan dengan larutan kaporit 100-150 mg/l (bahan aktif 60%) dan dialirkan
selama 1-2 hari (Basyarie et al., 1991).

b). Wadah Pemeliharaan Larva dan Benih


Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass atau konsstruksi
kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Ukuran dan bentuk bak tidak berpengaruh langsung terhadap
kehidupan larva. Bak berukuran kecil hanya ekonomis untuk padat tebar tinggi dan
fluktuasi suhu tinggi. Sedangkan, bak berukuran besar (>15 m3) seringkali tidak
efisien. Menurut Anindiastuti (1999) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk bak
dalam pemeliharaan larva kakap putih tidak berpengaruh langsung terhadap
kehidupan larva karena larva dapat hidup dalam berbagai ukuran bak, mulai dari bak
berukuran 1 ton hingga >15 ton. Akan tetapi, terdapat beberapa kelemahan dalam
penggunaan bak berukuran kecil, diantaranya yaitu jika padat penebaran tinggi,
maka pemeliharaan harus menggunakan teknologi yang tinggi pula.
Bak pemeliharaan larva sebaiknya terletak dalam ruang tertutup untuk
menjaga kestabilan suhu dan mengurangi intensitas cahaya yang terlalu kuat
(Anindiastuti et al., 1999). Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan saluran inlet
dan saluran outlet serta dilengkapi saluran aerasi dengan pengaturan aerasi, selang
aerasi, timah pemberat dan batu aerasi (Akmal, 2011). Sumber oksigen atau sistem
aerasi untuk balai skala besar diperoleh dari mesin blower yang dialirkan kepipa-
pipa udara. Mesin blower ini bekerja terus-menerus dan digunakan untuk
kelangsungan hidup induk, larva benih, dan plankton, untuk pembenihan skala kecil
sistem aerasinya dapat menggunakan mini blower yang dipasaran sering disebut
dengan hiblow (Kordi, 2005).

c). Wadah Kultur Pakan Alami


8

Menurut Kordi (2008), bak kultur plankton digunakan untuk kultur massal
plankton, seperti kultur chlorella, rotifer dan artemia. Bak – bak kultur plankton dapat
dibuat permanen atau tidak permanen seperti wadah – wadah bervolume minimal
0,5 m3. Dalam kultur massal zooplankton seperti pada kultur rotifer, umumnya
digunakan bak permanen dengan kapasitas 3m3 – 5m3, meskipun ukurannya yang
lebih besar sering juga digunakan. Peletakan bak – bak rotifer tidak boleh terlalu
dekat dengan bak – bak kultur alga dan harus ada pemisah untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Berdasarkan perhitungan akan kebutuhan plankton yang
diperlukan dalam pemeliharaan larva dan kultur rotifer, total volume bak kultur
plankton paling sedikit 200% dari total volume bak pemeliharaan larva (Anindiastuti
et al., 1999 dan SNI 6145-4, 2014). Sedangkan menurut Sim et al., (2005) bak kultur
plankton mencakup 30% dari volume produksi total hatchery.

2.2.3 Persiapan Media Pemeliharaan


Persiapan media merupakan suatu tahap yang penting. Secara fisik air laut
yang akan digunakan harus tampak bersih, jenih, tidak berbau, tidak membawa
bahan endapan baik suspensi maupun emulsi dan tidak berwarna. Untuk
mendapatkan air laut yang diharapkan, maka air laut tersebut harus melalui
beberapa rangkaian instalasi air laut yang terdiri dari filter dan pengendapan serta
distribusi air laut, air laut yang telah disaring ditambahkan ke bak dan diberi aerasi
yang halus (Sudrajat, 2008).
Air tawar juga memegang peran penting untuk kegiatan pembenihan. Air tawar
ini digunakan untuk membersihkan peralatan, bak – bak dan lain – lainnya.
Disamping itu dipakai juga untuk menurunkan salinitas air laut yang terlalu tinggi
sesuai dengan kebutuhan hidup ikan kakap dan untuk mengkultur kutu air (Moina
dan Daphnia).

2.3 Produksi
9

2.3.1 Persyaratan Induk


Induk dapat berasal dari alam atau dari hasil pemeliharaan. Induk dalam
keadaan matang gonad, sehat (organ tubuh lengkap dan tidak cacat), gerakan
lincah dan responsive terhadap pakan. Untuk persyaratan kuantitatif dapat dilihat
pada Tabel 1. Pemijahan kakap putih dilakukan dengan perbandingan jantan dan
betina 1:1 (jantan 2,5-4 Kg dan betina 3 Kg) (Akmal, 2011). SNI 6145.4 2014 bahwa
induk yang baik memiliki fekunditas ≥400.000 butir/kg induk dengan tingkat
pembuahan ≥70%.

Tabel 1. Kriteria Induk Kuantitatif

Jenis Kelamin
No Kriteria Kuantitatif Satuan
Jantan Betina
1 Umur Tahun >2 >3
2 Panjang total Cm 40-50 >55
3 Bobot Kg >1,5 ≥3

2.3.2 Pemberian Pakan


Menurut Kungvankij et al., (1985) Induk kakap putih diberi pakan sekali dalam
sehari yaitu pada pukul 16.00. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah yang segar
dan bersih dengan FR (Feeding Rate) 5% dari biomassa. Sedangkan menurut SNI
6145-3 (2014) pakan induk dapat berupa pakan buatan atau ikan segar dan cumi-
cumi dengan FR 2-5% bimoassa/hari.

2.3.3 Pemijahan
Kakap dapat dipijahkan dengan tiga cara, yaitu pemijahan alami, pemijatan
dan penyuntikan hormon. Pemijahan alami dan pemijatan merupakan cara
tradisional, sedangkan penyuntikan hormon merupakan cara mutakhir (Said, 2007).
Ridho dan Enggar (2016) Tingkat kematangan gonad ikan Kakap putih (L.calcarifer)
jantan ditentukan melalui pengamatan secara morfologi. Pengamatan morfologi TKG
ikan jantan berbeda dengan ikan betina. Menurut (Ridho dan Enggar, 2016), bahwa
untuk ikan betina yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna, kehalusan, pengisian
ovarium dalam rongga tubuh serta ukuran, kejelasan bentuk dan warna telur dalam
10

ovarium. Sedangkan untuk ikan jantan yang diamati adalah bentuk, ukuran, warna
dan pengisian testis dalam rongga tubuh serta keluar tidaknya cairan dari testis
(keadaan segar). Tingkat kematangan gonad ikan Kakap Putih (L. calcarifer)
berdasarkan sampel dapat dikelompokkan dalam tingkat kematangan gonad I, II dan
III.

a). Pemijahan alami (Natural spawning)


Induk yang telah matang gonad dan melalui seleksi ditebar ke dalam kolam
pemijahan kira-kira satu bulan menjelang musim pemijahan. Musim pemijahan ikan
kakap di Indonesia terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Perbandingan jumlah
induk jantan dan betina ialah 1:1. Air laut yang digunakan dalam bak bersalinitas
sekitar 30 ppt, dengan menggunakan sistem air mengalir. Pergantian air dilakukan
setiap hari sekitar 80-100%, sedangkan pemberian pakan dilakukan sekali sehari
pada pagi hari dengan dosis 1% berat tubuh induk (Said, 2011).

b) Pemijatan (Stripping)
Metode pemijatan dengan cara pemijatan atau pengurutan (stripping)
dilakukan apabila induk ikan benar-benar matang gonad. Pemijahan dilakukan
dengan teknik rangsangan hormon atau manipulasi lingkungan. Namun terkadang
ikan tidak dapat memijah karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung sehingga
induk dapat dipijahkan dengan cara pemijatan (Kordi, 2012). Stripping atau
pemijahan dengan cara pemijatan merupakan cara yang baik untuk memperoleh
produksi benih secara besar-besaran. Induk jantan yang digunakan berukuran 2-5
kg dan betina 3-7 kg. Satu orang akan memegang induk kakap diatas sebuah wadah
dan seorang lagi mengeluarkan telur dengan pemijatan perut ikan perlahan-perlahan
dari depan kebelakang dengan ibu jari dan telunjuk (Mayunar, 1991).

c). Pemijahan Hormonal (hormonal spawning)


Pemijahan hormonal pada kakap putih menggunakan hormon HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) atau LHRHa (Luteinizing Hormone Realising Hormone
Analoque) masing-masing dengan dosis 750-1000 IU/kg berat badan lebih kurang 3
cm di bawah sirip dorsal. Penyuntikan hormon HCG dilakukan 2 kali yaitu 250-500
IU (penyuntikan I) dan 500 IU (penyuntikan II), sedangkan untuk hormon LHRHa
11

adalah 50 µg (penyuntikan I) dan 50-75 µg (penyuntikan II). Interval penyuntikan I


dan II lebih kurang 12 jam (Mayunar dan Genisa, 2002).

2.4 Penanganan Telur


2.4.1 Panen Telur
Akmal (2011) mengatakan bahwa telur ikan kakap putih yang dibuahi akan
berwarna putih transparan dan bersifat melayang. Sedangkan telur yang tidak
dibuahi berwarna putih keruh dan mengendap didasar wadah penetasan.
Pemanenan telur dilakukan pada pagi antara pukul 05.00 – 07.00. Tahapan
pemanenan telur dalam bak menurut Parazo et al., (1998) bahwa cek telur dengan
mengambil sampel menggunakan beaker glass. Telur yang dibuahi akan
mengapung dan transparan. Kumpulkan telur menggunakan jaring lembut (mesh
size 0,4-0,5mm), kumpulkan telur pada bagian tengah jaring. Gunakan mangkuk
kecil untukmengambil telur yang terkumpul pada bagian tengah jaring. Masukan
telur ke dalam ember berisi air laut untuk segera dipindahkan.

2.4.2 Penebaran dan Penetasan Telur


Penebaran dilakukan dengan menebarkan telur secara langsung dan
diaklimatisasi 10-20 menit ke dalam bak pemeliharaan larva. Teknik ini mempunyai
kelemahan yaitu sering kali menyebabkan air media pemeliharaan larva menjadi
keruh dan berbusa. Keuntungan lainnya dari penebaran telur ini adalah mengurangi
stres pada larva yang masih sangat sensitif sehingga mengurangi kematian
(Mulyono, 2011). Menurut Santoso dan Hermawan, (1999) bahwa telur yang telah
dibuahi dan dibersihkan kemudian ditetaskan dalam bak penetasan dengan
kepadatan 200 telur/L atau langsung ditetaskan dalam bak pemeliharaan larva
dengan kepadatan 80 – 100 telur/L. Tingkat penetasan yang baik menurut SNI
6145.4 (2014) adalah ≥ 80%.
Penetasan telur kakap putih dilakukan pada wadah yang sama saat
penebaran telur. Penetasan telur kakap putih membutuhkan waktu 18 jam setelah
pembuahan berlangsung. Sama halnya seperti yang diikemukakan Razi (2013)
bahwa penetasan telur kakap putih terjadi sekitar 11-18 jam setelah pembuahan.
Menurut Kungvankij etal.,(1985) Pembelahan terjadi 35 menit setelah pembuahan.
Pembelahan sel berlangsung setiap 15-25 menit dan perkembangan telur ke tahap
12

multi sel dalam 3 jam. Adapun fase perkembangannya yaitu : blastula, gastrula,
neurola dan embrio.

Gambar 3. Perkembangan Telur (Kungvankij, 1981)


Keterangan :

1. Telur terbuah 9. Pembelahan telur menjadi 64 sel


2. Pembelahan telur menjadi 1 sel 10. Pembelahan telur menjadi 128 sel
3. Pembelahan telur menjadi 2 sel 11. Pembelahan telur menjadi blastrula
4. Pembelahan telur menjadi 4 se 12. Pembelahan telur menjadi gastrula
5. Pembelahan telur menjadi 6 sel 13. Pembelahan telur menjadi neurola
6. Pembelahan telur menjadi 8 sel 14. Telur mulai berkembang menjadi embrio
7. Pembelahan telur menjadi 16 sel 15. Larva yang baru keluar dari kuning telur
8. Pembelahan telur menjadi 32 sel 16. Larva umur D1.

2.4.3 Pengelolaan kualitas Air


Pergantian air sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya. Penetasan telur
kakap putih sangat dipengaruhi oleh temperature air dan salinitas. Salinitas ideal
untuk penetasan berkisar antara 25 – 34 o/o. Pada temperature 30 – 32oC menetas
setelah 12-14 jam (Mayunar, 1991) dan pada temperatur 26 – 28oC dan akan
menetas dalam waktu 17 – 18 jam (Santoso dan Hermawan, 1999). Selama proses
penetasan telur, aerasi tetap diberikan agar telur tidak saling menempel dan
mencegah telur mengendap di dasar perairan, serta dialiri air agar selalu ada
sirkulasi air (Akmal, 2011). Oksigen yang sesuai untuk penetasan telur menurut
Mayunar (1991) ≥ 5 mg/l. Sedangkan menurut SNI 6145.4 (2014) ≥ 4 mg/l, dan pH
yang sesuai adalah 7 – 8,5.
13

Pada pembenihan kakap dari hari ke 4 - 14 setelah menetas pergantian air


pemeliharaan sebanyak 15-50% dari total volume. Pada hari ke-15 pergantian air
sebanyak 50-75% total volume. Pergantian air dilakukan setiap hari. Saat larva
mulai diberikan pakan berupa rucah pergantian air ssebanyak 100% setiap harinya
(Parazo et al.,1998). Sedangkan menurut Rahmi dan Ramses (2017) menyatakan
bahwa penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur 6 hari
(DOC6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Sunyoto dan Mustahal (2004) mengemukakan
bahwa dengan mematikan aerasi maka larva akan menuju ke air bagian atas
sehingga kotoran yang terlarut tidak menyebar dan mudah dilihat di dasar perairan
bak. Selama pemeliharaan dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH, dan
salinitas.

a) Salinitas
Kakap putih mempunyai kebutuhan salinitas yang berbeda pada tingkat
kehidupannya yang dipengaruhi oleh sifat biologis dan tingkat osmoregulasiya. Bila
dipaksakan pada salinitas yang tidak sesuai maka akan mempengaruhi tingkat
pertumbuhannya Ikan kakap putih dapat tumbuh optimal pada salinitas 28 – 31 g/l.
Pada saat pemeliharaan larva hingga benih muda, salinitas yang sesuai adalah
kisaran 28-31 g/l dan 18-22 g/l pada saat pendederan dan penggelondongan
(Sudarsono dan Sudjiharno, 1999).

b) pH
Ikan kakap putih, sejak berukuran larva hingga menjadi induk dapat tumbuh
baik pada kisaran pH 6,8-8,0. SNI 01-6147-1999 yang menyatakan bahwa standar
pH pemeliharaan benih kakap putih di bak berkisar 7-8,5. Pada umumnya keadaan
air laut bersifat alkalis,yaitu pH 7–9. Hal ini banyak dipengaruhi oleh sifat penyangga
(buffer sistem) yang dimiliki buffer tersebut (Sudarsono dan Sudjiharno, 1999).

c) Suhu
Suhu secara langsung berpengaruh terhadap metabolisme ikan. Pada suhu
tinggi metabolisme ikan dipacu, sedangkan pada suhu rendah metabolisme
melambat (Sudarsono dan Sudjiharno, 1999). Menurut Rayes et al.,(2013) kisaran
suhu optimal untuk kakap putih adalah 25 – 30oC. Sedangkan SNI 6145-4 (2014)
14

kisaran suhu yang sesuai untuk penetasan telur dan benih ikan kakap adalah 28-
32oC.

d) Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen dalam perairan sangat dibutuhkan semua organismeyang ada
didalamnya untuk pernapasan dalam rangka melangsungkan metabolisme
(Sudarsono dan Sudjiharno, 1999).nilai oksigen terlarut optimal adalah 6,5 mg/l atau
minimal 4 mg/l (SNI 6145-4, 2014).

f). Kuantitas Air


Penggantian air dilakukan pada umur larva 7 hari sebanyak 25%. Pada umur
15-25 hari penggantian air dilakukan sebanyak 50% dan setelah itu penggantian air
dilakukan sebanyak 75-100% (Mayunar dan Genisa, 2002).

2.5 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva dimulai setelah telur menetas hingga larva berumur 30
hari. Larva kakap putih yang baru menetas mempunyai cadangan kuning telur atau
yolk sack dan butiran minyak yang disebut oil globule. Pada saat ini, mulut dan mata
larva belum membuka. Larva masih menggunakan kuning telur dan butiran minyak
sebagai sumber energi bagi pertumbuhan maupun pergerakannya. Biasanya larva
akan tumbuh cepat dengan menggunakan sumber energi dan tubuhnya sampai
sumber energi tersebut habis. Biasanya cadangan makanan berupa kuning telur
terserap habis saat larva berumur 2 hari (D-2) (Kordi, 2012).
Sebelum larva ditebar, bak – bak untuk pemeliharaan harus disiapkan
menurut Sunyoto dan Mustahal (2004) bak – bak tersebut diisi air laut yang telah
difilter dengan jumlah kira – kira 80% dari kapasitasnya, serta dipasok aerasi pada
kecepatan rendah, artinya gelembung – gelembung udara yang keluar dari batu
aerator diusahakan sekecil mungkin, tetapi tidak berhenti. Jumlah air disesuaikan
dengan kapasitas bak. Pada bak – bak pemeliharaan skala kecil, misalnya 0,5 –

3 m3 cukup dipasang 3 – 6 aerasi.


15

2.5.1 Pengelolaan Pakan Larva dan Benih


Ikan kakap mulai diberi pakan 50 jam setelah menetas. Tetapi akan lebih baik
jika pakan telah tersedia dalam wadah pemeliharaan sebelum waktu tersebut,
karena jika dalam waktu 60 jam setelah menetas larva kakap tidak mendapat
asupan pakan dikhawatirkan akan terjadi kelaparan yang dapat menyebabkan paling
tidak 50% larva mati (Parazo et al., 1998). Sutrisno et al., 1999 menyatakan bahwa
pakan yang diberikan untuk benih kakap adalah rotifer, daphnia/moina, artemia dan
ikan rucah (trash fish). Rotifera diberikan setiap hari, sebanyak 2 – 3 ind/ml pada
hari kedua, 3 – 5 ind/ml pada hari ketiga sampai hari kesepuluh, dan 5 – 10 ind/ml
pada hari ke 11 – 14 (Akmal, 2011) dan 10 ind/ml (hari ke 13-20) (Mayunar, 1991).
Salah satu faktor penting dalam pengelolaan pakan adalah frekuensi
pemberian pakan, karena menurut hasil penelitian Flavio et al.,(2015) padat tebar
yang tinggi dan frekuensi pemberian pakan yang rendah sangat berpotensi
menyebabkan persaingan pakan yang akan berdampak pada pertumbuhan,
heterogenitas ukuran dan kanibalisme bakan kematian pada barramundi. Jenis dan
dosis pakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan dosis pakan setiap tingkatan benih (SNI 6145-4, 2014)

1) Kultur Pakan Alami


a) Chlorella sp
Berdasarkan Chilmawati dan Suminto. 2008, Chlorella merupakan salah satu
jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya
digunakan sebagai makanan rotifera atau digunakan dalam pembenihan organisme
laut di hampir semua hatcery sebagai pakan yang langsung diberikan pada benih
dan larva ikan. Plankton (fito dan zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan
bagi pemeliharaan larva kakap putih yaitu saat larva mulai mengambil
membutuhkan makanan dari lingkungannya karena cadangan makanannya yang
berupa kuning telur sudah habis (Murtidjo, 1997)
16

Menurut Utami, dkk.(2012), bahwa faktor penting dalam mengukur pakan


alami chlorella sp adalah intensitas cahaya, dmna cahaya sangat diperlukan dalam
proses fotosintesis. Proses fotosintetis pada suatu ekosistem perairan yang
dilakukan oleh fitoplankton merupakan sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
dan mineral.
b) Rotifera
Rotifera hidup pada perairan yang banyak tersuspensi bahan organik. Pada
tubuhnya terdapat organ khusus yang disebut korona. Organ ini bentuknya bulat dan
dilengkapi bulu getar sehingga tampak seperti roda, termasuk kelompok Rotifera
adalah Brachionus sp (Juliati dkk., 1999). Menurut Wati dan Imanto (2009), bahwa
fitoplankton dalam kultur rotifer masih memegang peranan penting sebagai sumber
energi utama dan keberadaannya belum dapat digantikan sepenuhnya oleh jenis
pakan lain dan sangat penting untuk meningkatkan densitas rotifer
Cara kultur rotifer adalah dengan mencampurkan pupuk organik sebanyak
500-700 mg/l, urea 15 mg/l, TSP 20 mg/l, dan kapur sebanyak 60 mg/l. Bahan
tersebut dicampurkan merata, selanjutnya mengisi bak dengan air setinggi 50-60 cm
selama 5 hari. Kemudian disemprotkan dengan argonofos sebanyak 1 mg/l. Kolam
dibiarkan 8-10 hari (Soetomo, 1997). Menurut Anita 2017, Pakan alternatif bagi
Brachionus plicatilis yang umumnya digunakan adalah ragi apabila kultur
fitoplankton tidak mencukupi sehingga kebutuhan pakan rotifer dapat dipenuhi. Ragi
roti (bakery yeast) merupakan salah satu pakan yang potensial dalam meningkatkan
pertumbuhan Brachionus plicatilis, karena memiliki kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi.
Pakan berupa rotifera (Brachionus plicatilis) diberikan setelah larva berumur 2
hari (D2). Dalam pemberian rotifer berbeda-beda untuk masing-masing tingkatan
stadianya. Pada hari kedua, larva diberi rotifer dengan kepadatan 3-4 ind/ml, 4-6
pada hari kelima sampai sepuluh, dan pada hari kesebelas sampai lima belas
sebanyak 5-10 ind/ml (Mayunar, 1991).

c) Artemia
Artemia dapat ditetaskan dalam wadah yang berbentuk kerucut atau bak segi
empat. Sebelum dipergunakan wadah terlebih dahulu disterilkan lalu diisi dengan
air asin yang steril atau air yang sudah disaring sehingga tidak mengandung
17

organisme yang menggangu proses penetasan cyste, agar penetasan artemia


subur, media air dipupuk dengan campuran larutan pupuk anorganik, seperti urea
10 mg/l, TSP 30 mg/l, dan ZA 150 mg/l. Kemudian cyste artemia disebar merata
pada dan gunakan aerasi (soetomo, 1997). Adapun panduan pemberian pakan
pada pemeliharaan ikan kakap putih dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Pemberian Pakan pada Larva ikan kakap putih (Indarjo dkk., 2000)

4. Pakan Buatan
Penggunaan pakan buatan sangat dipengaruhi oleh kualitasnya pakan. Oleh
karena itu, untuk menjaga kualitas pakan diperlukan penyimpanan dan kualitas
pakan yang baik. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan kakap
putih harus sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi jumlah,
waktu, syarat fisik (ukuran dan bentuk) serta kandungan nutrisi, agar pemberian
pakan buatan ini sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kualitas nutrisi yang baik
untk hidup benih ikan kakap (Jaya, dkk, 2013). Sedangkan menurut Sunyoto dan
Mustahal (2004) bahwa pakan buatan yang diberikan harus memiliki nutrisi yang
cukup untuk kebutuhan nutrisi benih ikan.
Menurut Mulyono (2011), bahwa pakan buatan diberikan sedini mungkin yaitu
setelah larva berumur 15-17 hari.

2.6 Pengamatan Pertumbuhan Larva dan Benih


Laju pertumbuhan terbagi atas dua yaitu pertumbuhan berat tubuh dan
pertumbuhan panjang tubuh. Pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung
persentase pertumbuhan berat ikan perhari. Benih kakap yang baru menetas disebut
larva (kebul) berukuran 1,5-2,0 mm dengan sebuah kantung kuning telur dan satu
gelembung minyak pada bagian depannya. Berdasarkan pernyataan Mayunar,
1991 ,tubuh larva langsing, berwara pucat, mata, anus dan sirip ekornya sudah
18

keliatan dan mulutya masih tertutup. Pertumbuhan panjang mutlak digunakan untuk
menghitung pertambahan panjang ikan selama pemeliharaan, sedangkan
kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) yaitu persentase jumlah benih ikan
kakap putih yang masih hidup setelah diberi pakan (Jaya & Agustriani., 2013).
Ikan kakap tergolong jenis ikan kanibal, maka perlu dilakukan grading (seleksi
atau penyortiran) terhadap ukuran benih. Grading pertama harus dimulai pada
minggu kedua, sebab sejak saat itu benih-benih ikan kakap yang berukuran lebih
besar akan memangsa benih-benih lainnya yang berukuran lebih kecil. Ukuran
benih yang sama akan mengurangi tingkat kanibalisme, yang berarti akan
menambah tingkat kehidupan dan pertumbuhannya akan lebih cepat (Asikin,
1985). Menurut Mayunar (1991), bahwa pertumbuhan dan kelulushidupan kakap
putih dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam yang meliputi genetis, umur, dan jenis,
sedangkan faktor luar sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan/kualitas air atau
kepadatan. Kualitas air berpengaruh pada kelulushidupan, reproduksi, pertumbuhan
dan produksi.

2.7 Penyakit Dan Penanggulangannya


Menurut Razi (2013) penyakit yang sering menyerang ikan kakap putih adalah
bintik putih, penyakit gatal dan peduncle.
a) Bintik Putih
Penyakit ini disebabkan oleh protozoa Ichtiopthirius multifillis. Faktor
pendukung penyebab penyakit ini adalah kualitas air yang buruk, suhu yang terlalu
rendah, dan manajemen pakan yang buruk. Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan
melaului perendaman menggunakan larutan garam dapur dengan dosis 1-3/100cc
air selama 5-10 menit (Razi, 2013).
b) Penyakit Gatal
Penyakit gatal disebabkan oleh protozoa Trichodina yang banyak menempel
pada insang dan permukaan kulit bagian luar tubuh dan sirip ikan. Gejala yang
tampak oleh penyakit ini adalah produksi lendir berlebihan dan necrosis pada kulit
luar (Minjoyo, 1999). Ikan yang terkena serangan ini gerakannya melemah dan akan
menggosok-gosokan tubuhnya kebenda keras. Pengobatan penyakit ini dapat
dilakukan dengan perendaman menggunakan formalin 150-200 mg/l atau ekstrak
19

daun sambiloto 0,2 ml/2L air selama 15 menit (Razi, 2013). Dosis formalin untuk
perendaman benih kakap adalah 10-25 mg/l selama 15-60 menit (SNI 6145-4 2014)
c) Peduncle
Peduncle disebut juga penyakit air dingin (cold water descareases), terjadi
pada suhu 16oC. Disebabkan oleh bakteri Flexbacterpsychropahila (6 mikron). Ikan
yang terkena peduncle akan timbul gejala bergerak lemah, nafsu makan berkurang
serta muncul borok pada kulit secara perlahan. Penanggulangan peduncle dapat
dilakukan dengan perendaman menggunakan Oxytetracycline (OTC) 100 mg/l (30
menit) atau ekstrak kunyit 1 ml/l (15 menit) (Razi, 2013).

2.8 Pasca Produksi


Menurut Said, 2007.Pengangkutan benih ikan biasanya dilakukan dengan dua
sistem yaitu sistem terbuka dan tertutup. Sistem gransportasi terbuka biasanya
menggunakan wadah yang dilengkapi dengan aerasi dan dapat diangkut melalui
darat atau laut

2.8.1 Panen

Ikan kakap putih pada ukuran benih adalah ikan yang mempunyai daya tahan
tubuh yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan jenis
lainnya, seperti kerapu tikus dan kerapu macan, terutama pada saat pemanenan.
Pemanenan dilakukan ketika benih kakap putih telah mencapai ukuran jual, ketia
benih kakap putih telah mencapai ukuran jual, ketika telah mencapai umur 40 hari
dengan ukuran 4 cm (Akmal, 2011).

Menurut Nurmasyitah, dkk (2018) bahwa larva ikan kakap putih merupakan
larva ikan laut yang sangat rendah nilai tingkat kelangsungan hidupnya. Umumnya
larva mampu mencapai ± 30% - 39,4% tingkat kelangsungan hidup dengan lama
pemeliharaan 30 hari. Sedangkan menurut SNI 6145.4:2014 wadah pemeliharaan,
penebaran,lama pemeliharaan dan panen pada setiap tingkatan benih ikan kakap
putih. Dapat dilihat pada Tabel 3.
20

Tabel 3. Wadah pemeliharaan, penebaran, lama pemeliharaan dan panen setiap


tingkatan benih ikan kakap putih.

No. Kegiatan Satuan Benih 1 cm – 1,5 cm


1 Wadah pemeliharaan - Bak
Penebaran 0,08 – 0,11
cm
- ukuran awal larva/benih 10.000 -30.000
2 ekor/m3
- padat tebar
hari
- lama pemeliharaan 30 -32
Panen
3 Minimal 20
- tingkat kelangsungan hidup %
4 Ukuran Cm 1 - 1,5

2.9 Analisis Finansial


2.9.1 Analisis Laba-rugi
Penerimaan merupakan total penjualan dari hasil panen salam 1 tahun.
Analisa rugi-laba dapat diperhitungkan dengan cara jumlah total penerimaan
dikurangi dengan total biaya dimana akan didapatkan total keuntungan. Analisa ini
untuk mengetahui prospek usaha pada periode tertentu dalam memperoleh laba,
rugi atau impas. Suatu usaha dikatakan layak apabila total penjualan lebih besar dari
total biaya yang dikeluarkan (Rahayu dkk, 2010).
2.9.2 Revenue Cost Ratio
Revenue Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara
penerimaan dan biaya yang dikeluarkan untukproduksi . Dimana jika R/C > 1, maka
usaha layak untuk dilaksanakan, R/C = 1, maka usaha impas, sedangkan R/C < 1,
maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan (Pulungan et al.,2015)

2.9.3 Break Even Point


BEP merupakan tingkat produksi dimana perusahaan akan mendapatkan
pendapatan yang tidak untung atau rugi yang disebut titik impas atau Break even
point. BEP juga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara biaya variabel,
biaya tetap, tingkat keuntungan dan volume kegiatan/produksi kegiatan, karena itu
sering juga disebut dengan teori “Cost-Provit-Volume Analysis” atau CPV
(Sumardika, 2013).
21

2.9.4 Payback Period


Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran-pengeluaran investasi atau panjangnya waktu yang diperlukan
untuk mengembalikan investasi yang ditanam (Sumardika, 2013).

Anda mungkin juga menyukai