Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Ratu Sukabumi


Ciparanje merupakan salah satu daerah di Jatinangor yang digunakan
FPIK Unpad untuk membudidaya ikan. Ciparanje berada pada ketinggian sekitar 700
m dpl, dengan jenis tanah Inceptisol, dengan pH 6,22 serta tipe iklim C (klasifikasi
menurut Schmidt dan Fergusson, 1951). Ciparanje menjadi darerah tangkapan air
yang sangat penting untuk kawasan jatinangor. Pada pengukuran kualitas air
yang dilakukan di Ciparanje data yang pergunakan adalah data primer yakni,
data hasil pengukuran parameter kualitas air yang diukur secara in situ (suhu,
pH, oksigen terlarut, kecerahan dan Amoniak). Beberapa data yang diperoleh dari
hasil pengukuran yaitu suhu perairan berkisar 25oC, kecerahan 38 hingga 45 cm. dan
parameter kimia untuk oksigen terlarut 6.4 hingga 7.9, derajat keasaman atau pH
sekitar 5.72 hingga 6.69, dan kadar amoniak 0.00 mg/l hingga 0.02 mg/l.
Ciparanje menjadi darerah tangkapan air yang sangat penting untuk kawasan
jatinangor. Daerah ini tidak hanya digunakan sebagai tempat budidaya, tetapi juga
aliran air dari ciparanje dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian.
Akibat dari proses budidaya dan pertanian di Ciparanje mengakibatkan
terjadinya degradasi pada perairan. Juga belom banyak informasi yang diketahui
oleh masyarakat luas sejauh mana keadaan degradasi perairan yang terjadi
dikawasan Ciparanje.

2.2 Biologi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)


Biologi ikan nilem dapat dilihat dari segi taksonomi, morfologi dan habitatnya
serta dapat diketahui ikan lelawak kelas, bentuk tubuh, letak mulut dan habitat selain
itu juga agar pembudidaya mengetahui tempat yang cocok untuk membudidaya.

2.2.1 Klasifikasi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)


Klasifikasi ikan nilem (Osteochilus hasselti C. V.) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :

Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Cyprinoidae
Familia : Cyprinidae
Sub familia : Cyprininae
Genus : Ostechilus
Spesies : Osteochilus hasselti C. V.

2.2.2 Morfologi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)

GAMBAR IKAN KELOMPOK

Ciri ciri ikan nilem adalah badan memanjang dan pipih ke samping
(compress) memiliki panjang baku 2,5 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan permukaan sirip
punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut siripnya warna ikan nilem dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat kehitaman dan coklat
kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan ikan nilem dengan punggung
merah (Hardjamulia 1980 dalam Retno 2002).
Ikan nilem merupakan jenis ikan sungai atau perairan tawar yang bentuknya
mirip ikan mas, tawes, dan karper, hanya perbedaannya lebih kecil, badannya
memanjang, dan sirip punggungnya lebih panjang. Pada kedua sudut mulutnya
terdapat dua pasang sungut peraba. Ukuran yang dipelihara di kolam biasanya hanya
sekitar 25 cm dengan berat lebih kurang 150 gram. Di perairan bebas dapat mencapai
32 cm.

2.2.3 Habitan Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)


Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia
yang hidup di sungai sungai dan rawa rawa. Di habitat tersebut mudah ditumbuhi
pakan alami dari kelompok peryphyton seperti cyanophyceae, chlorophyceae yang
berfungsi sebagai sumber makanan penting bagi invertebrata, berudu, dan ikan.
Peryphyton juga berfungsi sebagai indikator penting dari kualitas air, dan mampu
menghilangkan polutan padat dan terlarut serta mampu mengurangi kekeruhan.
Peryphyton memiliki respon yang cepat terhadap perubahan kualitas air. Selain
peryphyton di sungai dan rawa-rawa ditumbuhi dengan ceratophyllum atau tanaman
hornwort yang sering mengambang di bawah permukaan air dan bereproduksi dalam
jumlah besar, yang mana berfungsi untuk melindungi ikan yang sedang bertelur, serta
mampu memproduksi oksigen tinggi, biasanya tanaman hornwort ini digunakan di
akuarium air tawar.
Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran kandungan oksigen
terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L (Cholik et al.2005). Di daerah tropis umumnya
ikan nilem dipelihara dengan baik pada daerah dengan ketinggian 150 1000 m dari
permukaan laut, tapi ketinggian optimumnya 800 m dari permukaan laut. Ikan nilem
akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5-6 mg/L,
karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu 1 ppm
(Willoughby 1999). Suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem
berkisar antara 18 - 28C (Asmawi 1983) dan untuk pH berkisar antara 6 - 8,6 ppm,
serta kandungan ammonia yang disarankan adalah < 0,5 mg/L (Susanto 2001)
2.2. 4 Aspek Pertumbuhan Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)
Pertumbuhan dapat dikatakan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat
dalam suatu waktu. Penentuan pola pertumbuhan ikan yaitu dengan mencari
hubungan panjang berat ikan dengan suatu bentuk eksponensial. Berdasarkan hasil
penelitian Vanichkul dan Hongskul (1963) di perairan Teluk Thailand, menunjukkan
bahwa pertumbuhan berat pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)
lebih cepat daripada pertumbuhan panjangnya sehingga mengindikasikan bahwa ikan
kembung perempuan memiliki pola pertumbuhan allometrik positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung
perempuan jantan dan betina bersifat isometrik. Nilai faktor kondisi rata-rata yang
dihubungkan dengan waktu penelitian berkisar antara 1,2777 1,3443 untuk ikan
jantan dan 1,2999 1,3882 untuk ikan betina. Hasil uji chi-square pada selang
kepercayaan 95% ( = 0,05) terhadap nisbah kelamin menunjukkan hasil nyata
bahwa nisbah kelamin yang TKG IV adalah tidak seimbang (1:1,5). Ukuran pertama
kali matang gonad ikan kembung perempuan yang betina dan jantan dengan
menggunakan metode Spearman-Karber terdapat pada selang kelas panjang 179
185mm (tinggi tubuh ikan 48,89 51,10mm). Waktu pemijahan ikan kembung
perempuan berlangsung pada bulan Agustus - November dengan puncak pemijahan
Agustus dan Oktober. Hubungan antara fekunditas dengan panjang maupun berat
total tubuh adalah erat. Potensi reproduksi ikan kembung perempuan dengan selang
kelas panjang 165 210mm berkisar antara 31.147 - 192.028 butir telur. Pola
pemijahan ikan kembung perempuan adalah bertahap (partial spawning). Beberapa
alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah mengatur waktu penangkapan
yaitu tidak melakukan penangkapan berlebih pada bulan Agustus dan Oktober serta
ukuran mata jaring yang digunakan hendaknya lebih dari 2 inchi agar ikan yang
pertama kali matang gonad diberi kesempatan untuk melakukan reproduksi terlebih
dahulu sebelum ditangkap sehingga jumlah rekruit/individu baru tetap terjamin
keberadaannya.
2.2.5 Aspek Reproduksi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai
upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Ikan memiliki reproduksi yang
berbeda-beda tergantung pada jenis, tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki
jumlah telur banyak, namun ukuran telur tersebut relatif kecil dan sintasannya rendah.
Sebaliknya ikan yang memiliki telur yang sedikit mempunyai ukuran telur yang besar.
Reproduksi ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisis dan
gonad yang dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi reproduksi diantaranya yaitu temperatur, cahaya, dan cuaca.
Ikan nilem betina dapat mulai dipijahkan dari umur satu hingga satu setengah tahun
dengan berat badan sekitar 100 g. Ikan jantan sudah mulai dipijahkan sekitar umur
delapan bulan. Induk betina dapat dipijahkan setiap tiga dan empat bulan sekali. Ikan
jantan dan betina dapat dibedakan dengan cara memijit bagian perut ke arah anus. Ikan
jantan akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang genitalnya, sedangkan betina
tidak. Induk betina yang sudah matang telur dapat dicirikan dengan perutnya yang relatif
membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang genital keluar cairan jernih kekuningan
bila perut perlahan-lahan ke arah anus. Induk yang dipijahkan diberok dahulu selama tiga
sampai tujuh hari. Pemberokan jantan dan betina sebaiknya pada kolam yang terpisah
(Sumantadinata 1983).
Ikan nilem memiliki potensi reproduksi yang cukup tinggi. Seekor nilem betina
dapat menghasilkan telur sebanyak 80.000 110.000 butir telur/ kg bobot induk dan
memijah sepanjang tahun. Pemijahan secara alami di mulai pada awal musim penghujan.
Ikan nilem mulai memijah pada umur sekitar satu tahun dengan panjang sekitar 20 cm
dan berat di atas 120 g (Cholik et al. 2005).
Telur ikan nilem banyak mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu
kutub. Warna telur ikan nilem transparan dan bersifat demersal atau terbenam di dasar
perairan. Telur ikan nilem mempunyai diameter berkisar antara 0,8 mm 1 ,2 mm
(Triyani 2002).

2.2.6 Aspek Food Habits Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V)


Makanan ikan nilem yaitu detritus dan jasad penempel peryphyton seperti
ganggang (chlorophyceae, cyanophyceae), cyanobacteria, mikroba heterotrofik, dan
detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Pada stadia larva dan benih,
ikan nilem memakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti
diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas cyanophyceae dan
chlorophyceae yang mengandung klorofil a dan klorofil b dan protein (Syandri 2004;
Cholik et al. 2005), sedangkan ikan nilem dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air
seperti chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto 2001).
Dari kelompok famili ciprinidae ikan nilem termasuk ikan yang tahan
terhadap serangan penyakit, diduga dengan kebiasaan makan ikan nilem termasuk
kedalam kelompok omnivora dimana pakan yang dikonsumsi didominasi dengan
pakan alami dari kelompok ganggang yang mudah tumbuh di perairan, yang
disinyalir banyak mengandung anti bodi. Dengan mayoritas makanannya berupa
peryphyton dan tumbuhan yang menempel di jaring apung, dengan demikian ikan
nilem dapat berfungsi sebagai pembersih jaring apung (Jangkaru 1989).

2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan dalam istilah sederhana dapat dirumuskan sebagai pertambahan
ukuran panjang atau bobot dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi
sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan pada individu adalah pertambahan
jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal tersebut terjadi apabila ada
kelebihan input energi dan asam amino (protein) yang berasal dari makanan ( Effendi
2002).
Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, bobot, volume,
jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga
pertumbuhan banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan,
jenis makanan dan kondisi ikan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasi
kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai ( Moyle dan Cech 2004
dalam Tutupoho 2008). Menurut Blackweel (2000) dan Richter (2007), pengukuran
panjang bobot ikan bertujuan untuk mengetahui variasi bobot dan panjang tertentu
dari ikan secara individual atau kelompok-kelompok individu sebagai suatu petunjuk
tentang kegemukan, kesehatan, produktivitas dan kondisi fisiologis termasuk
perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang-bobot juga dapat mengestimasi
faktor kondisi, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk
membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relative populasi ikan atau individu
tertentu ( Everhart & Youngs 1981).

2.3.1 Hubungan Panjang dengan Bobot


Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk keadaan
ikan baik itu dari kondisi ikan itu sendiri dan kondisi luar yang
berhubungan dengan ikan tersebut. Di antaranya adalah keturunan, sex,
umur, parasit, dan penyakit. Pada keturunan yang berasal dari alam sangat
sulit dikontrol, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, ikan mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang bebeda pada tingkatan umur di mana waktu muda
pertumbuhannya cepat, dan ketika tua menjadi lamban, dan parasit dan penyakit
sangat berpengaruh bila yang di serang adalah organ-organ pencernaan.
Faktor luar yang utama ialah makanan dan suhu perairan. Makanan dengan
kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut
sendangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie 2002).
Analisa hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola
pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan berat. Berat dapat
dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapati dari perhitungan
panjang berat ini adalah untukmenduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya.
Selain itu juga dapat diketahui pola pertumbuhan, kemontokan, dan pengaruh
perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan.
Effendie (1997) mengutip bahwa jika panjang dan berat diplotkan dalam suatu
gambar maka akan didapatkan persamaan W=aLb. Nlai b yang merupakan konstanta
adalah harga pangkat yang menunjukan pola pertumbuhan ikan. Selain menunjukan
pola pertumbuhan ikan, hubungan panjang berat pun dapat digunakan untuk melihat
faktor kondisi ikan (Rounsenfell dan Everhart, 1962 dalam Arwani, 2002). Semakin
besar nilai b, maka nilai faktor kondisi ikan akan semakin besar. Faktor kondisi dapat
mengindikasikan kondisi suatu perairan. Semakin besar nilai b, menunjukan semakin
baik kondisi lingkuan perairan tersebut (Rounsenfell dan Everhart, 1962 dalam
Arwani, 2002).
Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang
dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat
tiga dari panjangnya. Hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena
bentuk dan panjang ikan berbeda-beda.
Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan
di alam. Hasil plot data panjang dan berat ikan dalam suatu gambar, maka akan
didapatkan grafik hubungan sebagai berikut :

Gambar 1. Grafik Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan


(Sumber : Effendi 1997)
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b (Effendi 1997) :
Bila b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang
seimbang dengan pertambahan berat).
Bila b 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik;
- Bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu
pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang, menunjukkan
keadaan ikan tersebut montok.
Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu
pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat, menunjukkan keadaan
ikan yang kurus.
Pengukuran berat dari berbagai penimbangan ikan yang paling tepat adalah
dengan menggunakan timbangan duduk dan timbangan gantung, adapun keuntungan
yang dimiliki dari kedua timbangan ini adalah bekerjanya lebih teliti, pengaruh dari
luar seperti angin dapat dikurangi, serta pendugaan pertama terhadap berat ikan yang
ditimbang tidak perlu dilakukan, karena secara langsung dapat menunjukkan beratnya
(Abdul 1985).
Pengukuran panjang ikan dalam penelitian biologi perikanan hendaknya
mengikuti suatu ketentuan yang sudah lazim digunakan. Dalam hal ini panjang ikan
dapat diukur dengan menggunakan sistem metrik ataupun sistem lainnya (Effendie
1979). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam pengukuran tersebut nantinya akan
diperoleh nilai b, yang ikut menentukan seimbang tidaknya antara berat dan panjang
ikan. Dimana nilai b yang mungkin muncul adalah b<3, b=3, atau b>3.

2.3.2 Faktor Kondisi


Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang
menyatakan kemontokan ikan dalam bentuk angka (Royce 1972).
Nilai faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dengan
melihat segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup (survival) dan
reproduksi (Effendie 1997).
Faktor kondisi yang tinggi menunujukan ikan dalam
perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi rendah
menunjukan ikan kurang dapat asupan makanan. Faktor kondisi
juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim atau lokasi
penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat
kematangan gonad dan kelimpahan makanan (King 1995)
Ikan memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan pada setiap ukuran panjang, selain
itu ketersediaan makanan di perairan juga mempengaruhi nilai
faktor kondisi (Effendie 1997). Terlihat bahwa nilai faktor kondisi
ikan jantan maupun betina berfluktuasi terhadap selang kelas
panjang. Nilai tertinggi faktor kondisi rata-rata baik ikan jantan
maupun betina berada pada selang kelas ukuran 151 157mm.
Nilai faktor kondisi rata-rata cenderung menurun ketika ukuran ikan
semakin panjang, sesuai dengan pernyataan Pantulu (1963) in
Effendie (1997) bahwa faktor kondisi relative berfluktuasi terhadap
ukuran ikan, ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relative
yang tinggi kemudian menurun ketika ikan bertambah besar.

2.4 Reproduksi
Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan dalam
biologi perikanan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan
reproduksi dan yang tidak. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan
bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan, selama itu sebagian hasil
metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berdasarkan pengetahuan tahap
perkembangan gonad akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu memijah, baru
memijah, atau telah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama kali gonadnya
menjadi masak berhubungan dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya (Effendie 1997). Terdapat dua faktor yang
mempengaruhi saat pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam antara lain adalah perbedaan spesies, kebiasaan
makanan, umur dan ukuran, serta kondisi fisiologis dari ikan tersebut, sedangkan
faktor luar antara lain adalah hubungan antara lamanya terang dan gelap, suhu,
arus, dan keberadaan dari jenis kelamin yang berbeda (Lagler et al. 1962). Pola
pemijahan ikan berbeda-beda pada tiap spesies. Ada dua tipe pola pemijahan, yaitu
total spawning dan partial spawning. Pola pemijahan total spawning merupakan
pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat namun ada juga yang
berlangsung dalam waktu panjang. Sedangkan pola pemijahan partial spawning
merupakan pemijahan sebagian demi sebagian yang mana dapat berlangsung
saelama beberapa hari (Effendie 1997). Pola pemijahan dapat diduga dengan
mengamati pola distribusi diameter telur gonad IV dari ikan contoh.
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar
hipotalamus, hipofisis, dan gonad. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pengaruh
dari lingkungan yaitu temperatur, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan
kemudian diteruskan ke sistem saraf, kemudian hipotalamus melepas hormon
gonad yang merangsang kelenjar hipofisa serta mengontrol perkembangan dan
kematangan gonad dalam pemijahan ( Sumatadinata 1981 ) . Reproduksi
merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya
untuk melestarikan jenisnya / kelompoknya. Ikan memiliki jumlah / ukuran telur
yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki
telur berukuran kecil dengan jumlah yang banyak dan ada juga ikan yang memiliki
telur berukuran besar dengan jumlah yang sedikit. Kegiatan reproduksi pada setiap
jenis hewan air berbeda- beda tergantung kondisi lingkungannya ( Fujaya 2004 ).
Ikan Nilem dapat tumbuh optimum pada suhu 280 - 290 C ( Asnawi 1983 ).
Ikan Nilem betina mulai dapat dipijahkan jika telah berumur dlapan bulan dengan
panjang tubuh 18 cm dan besar 100 gr, walaupun demikian lebih baik jika telah
berumur satu setengah tahun sampai 2 tahun dengan panjang 25 cm dan berat 150
gr. Ikan Nilem jantan lebih baik dipijahkan jika sudah mencapai umur satu tahun
dengan panjang tubuh 20 cm dan berat 100 gr. Kesiapan ini ditandainya dengan
keluarnya cairan putih ( sperma ) jikan bagian bawah perutnya diurut kearah anus (
Sumatadinata 1981 ).
2.4.1 Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah salah satu aspek biologi reproduksi yang berhubungan
dengan kondisi populasi ikan dalam suatu perairan. Perbandingan antara jumlah
jantan dan jumlah betina dalam suatu populasi dengan rasio 1 : 1 (ikan jantan dan
ikan betina masing-masing 50%) merupakan kondisi yang ideal (Ball and Rao 1984).
Nikolsky (1969) in Hermawansyah (2007) menyatakan bahwa perbandingan kelamin
dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Perubahan rasio kelamin secara
teratur dapat terjadi dalam pergerakan ikan untuk memijah, pada awalnya ikan jantan
lebih dominan daripada ikan betina dan kemudian rasio kelamin berubah menjadi 1:1,
diikuti oleh dominasi ikan betina. Penyimpangan seringkali terjadi pada pola
perbandingan 1:1, antara lain karena adanya perbedaan pola tingkah laku
bergerombol, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan antara jantan dan betina
(Febianto 2007).

2.4.2 Tingkat Kematangan Gonad


Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari
reproduksi ikan sebelum terjadinya pemijahan. Proses sebelum pemijahan ini,
mengakibatkan sebagian besar hasil metabolisme dalam tubuh dipergunakan untuk
perkembangan gonad. Pertambahan berat gonad akan diikuti dengan semakin
bertambah besar ukuran panjang, terLalawak dan Serenuk diameter telurnya. Berat
gonad akan mencapai maksimum pada saat ikan akan berpijah, kemudian berat gonad
akan menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai (Kordi
2010).
Kematangan gonad ikan pada umumnya adalah tahapan pada saat
perkembangan gonad sebelum memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi
dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot ikan akan mencapai maksimum sesaat
ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan
berlangsung sampai selesai. Pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium
matang gonad dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh, dan pada ikan jantan 5-10
%. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin bertambahnya tingkat kematangan
gonad, telur yang ada dalam gonad akan semakin besar (Effendie 1997). Pendapat ini
diperkuat oleh Chinabut et al. (1991) bahwa kematangan gonad ikan dicirikan dengan
perkembangan diameter rata-rata telur dan pola distribusi ukuran telurnya. Tingkat
kematangan gonad ikan betina secara morfologi dan histologi adalah sebagai berikut :
a Tingkat I : Ovari Lalawak dan Serenih kecil dan seperti benang, warna ovari
merah muda, memanjang di rongga perut. Secara histologi didominasi oleh
oogonia berukuran 7.5-12.5 m, dan inti sel besar.
b Tingkat II : Ukuran ovarium bertambah besar, warna ovari berubah menjadi
coklat muda, butiran telur belum terlihat. Secara histologi, Oogonia menjadi
oosit, ukuran 200-250 m membentuk kantung kuning telur. Sitoplasma
berwarna ungu.
c Tingkat III : Ukuran ovari relative besar dan mengisi hampir sepertiga rongga
perut. Butiran-butiran telur telihat jelas dan berwarna kuning muda. Secara
histologi luben berisi telur. Ukuran oosit 750-1125 m. Inti mulai tampak.
d Tingkat IV : Gonad mengisi penuh rongga perut, semakin pejal dan warna
butiran telur kuning tua. Butiran telur besarnya hampir sama dan mudah
dipisahkan. Kantung tubulus seminifer agak lunak. Secara histologi inti terlihat
jelas dan sebaran kuning telur mendominasi oosit. Ukuran oosit 1300-1500 m.
e Tingkat V : Ovari tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah memijah. Pada
umumnya, pada ovari ikan yang berada pada tingkat ini terdapat sisa sisa
folikel yang bentuknya tidak teratur yang tersebar di dalam stroma lamela.
Menurut Lagler et al. 1997, faktor yang mempengaruhi ikan pertama kali
matang gonad adalah spesies, umur, ukuran dan sifat fisiologis ikan dalam hal
kemampuan adaptasi. TKG dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu secara morfologis
dan secara histologis. Secara morfologis, yaitu dilihat dari bentuk, panjang, berat,
warna dan perkemangan isi gonad. Secara histologis, yaitu dengan melihat anatomi
perkembangan gonadnya.
2.4.3 Indeks Kematangan Gonad
Peninjauan terhadap perkembangan gonad pada ikan dilakukan dari berbagai
aspek termasuk proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu
maupun populasi. Perkembangan gonad merupakan bagian dari reproduksi sebelum
terjadi pemijahan. Dalam proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju
untuk perkembangan gonad. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad
tersebut secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan
indeks kematangan gonad, yaitu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan antara
berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonadnya (Effendi, 2002).
IKG (Indeks Kematangan Gonad) dan GSI (Gonade Somatic Index) yaitu
nilai dalam persen (%) sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh
ikan. Pertumbuhan IKG akan sama dengan TKG. IKG akan maksimal pada saat akan
terjadi pemijahan.

2.4.4 Hepatosomatic Indeks


Hepatosomatic Indeks (HSI) adalah salah satu cara untuk mengetahui fase
perkembangan gonad ikan dalam siklus hidupnya dengan cara mengukur bobot hati
ikan. HSI merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan
yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan tempat terjadinya proses
vitelogenesis.
Proses vitelogenesis secara alami dipengaruhi oleh adanya isyarat-isyarat
lingkungan seperti fotoperiod, suhu, aktivitas makanan dan faktor sosial yang
semuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan hormone-hormon
Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH). GnRH yang disekresikan tersebut
kemudian akan merangsang hipofisa untuk mensekresikan hormon gonadotropin
(GtH). Gonadotropin yang diproduksi oleh kelenjar pituitary (hipofisa) tersebut
dibawa oleh darah ke dalam sel teka yang berada pada gonad untuk menstimulasi
terbentuknya testosteron. Testosteron yang terbentuk kemudian akan masuk ke dalam
sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi hormon estradiol 17 yang
selanjutnya akan dialirkan oleh darah kedalam hati untuk mensintesis vitelogenin.
Vitelogenin yang dihasilkan kemudian dialirkan kembali oleh darah kedalam gonad
untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini disertai dengan
perkembangan diameter telur (Sumantri 2006).

2.4.5 Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang telah matang dalam suatu ovarium
sebelum dikeluarkan pada waktu memijah. Fekunditas yang seperti ini dinamakan
fekunditas mutlak(fekunditas individu), sedangkan fekunditas relatifadalah jumlah
telur per satuan berat dan panjang ikan (Effendie 2002 dalam Effendi, Ichsan 1997).
Menurut Nikolsky (1969) terdapat kecenderungan bahwa semakin kecil
ukuran telur, maka fekunditasnya semakin tinggi begitupun sebaliknya. Effendie
(1997) menyatakan bahwa suhu perairan mempengaruhi fekunditas secara tidak
langsung, begitu juga dengan kedalaman air dan oksigen terlarut yang mana
merupakan faktor penghambat terhadap fekunditas. Kondisi lingkungan yang
menguntungkan mengakibatkan telur yang dikeluarkan lebih banyak dibandingkan
dalam kondisi lingkungan yang kurang baik. Fekunditas juga dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan. Pada spesies tertentu dengan umur yang berbeda-beda
menunjukkan fekunditas yang bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan
tahunan (Nikolsky 1969 in Febianto 2007). Effendie (1997) menyatakan bahwa
umumnya individu yang cepat pertumbuhannya memiliki fekunditas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang pertumbuhannya lambat pada ukuran yang sama.

2.4.6 Diameter Telur


Diameter telur adalah garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan
micrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur dipakai untuk
menentukan kualitas kuning telur. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan
larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil. Perkembangan
diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad
(effendi 2002). Ukuran telur dapat dilihat dengan menghitung diameter telur.
Pengamatan fekunditas dandiameter telur dilakukan pada ikan dengan TKG III dan
IV (Arief 2009).
Pada penelitian sebelumnya, didapatkan hasil bahwa Telur ikan nilem banyak
mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu kutub. Warna telur ikan nilem
transparan dan bersifat demersal atau terbenam di dasar perairan. Telur ikan nilem
mempunyai diameter berkisar antara 0,8 mm 1,2 mm (Triyani 2002 dalam Sri
Yuliani Rochmatin, 2014).

2.4.7 Tingkat Kematangan Telur


Tingkat kematangan telur atau oocyte maturation (OM) ditentukan
berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal
vesicle migration) dan peluruhan atau penghancuran membran telur. Berdasarkan
pergeseran posisi inti tersebut terdapat empat kriteria posisi inti telur sebelum telur
tersebut dapat diovulasikan yaitu central germinal vesicle (Cgv) atau tahap inti
ditengah, migrating germinal vesicle (mgv) atau tahap inti yang bermigrasi dari
tengah menuju tepi, peripheral (pgv) atau tahap inti ditepi dan germinal vesicle
breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Yaron dan Levavi 2011).
Kualitas kematangan telur ikan pun dapat ditentukan dari diameter telur ikan.
Perkembangan diameter telur ikan semakin meningkat maka TKG juga meningkat.
Proses kematangan telur ditentukan berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur,
maka besar atau kecilnya diameter telur mempengaruhi tingkat kematangan telur.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara diameter telur
dengan TKT ialah berbanding lurus, karena semakin besar diameter telur, semakin
tinggi pula tingkat kematangan telur.

2.5 Kebiasaan Makan dan Cara Makan


Menurut Nikolsky (1963), urutan kebiasaan makanan terdiri dari makanan
utama (makanan yang biasa dimakan dalam jumlah banyak), makanan pelengkap
(makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sedikit), makanan
tambahan (makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan dalam jumlah sangat
sedikit), makanan pengganti (makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak
tersedia). Faktor yang mempengaruhi kebiasaan makanan ikan adalah penyebaran
organisme sebagai makanan, ketersediaan makanan, variasi pilihan ikan itu sendiri,
faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan (Effendi, 1997)

2.5.1 Indeks Proponderan


Kebiasaan makanan ( Food Habits ) dianalisis dengan menggunakan indeks
preponderan (Effendie 1979). Indeks preponderan adalah gabungan metode frekuensi
kejadian dan volumetric.
Kebiasaan makan dianalisis dengan menggunakan indeks preponderan.
Indeks preponderan adalah gabungan metode frekuensi kejadian dan volumetrik.
Pada analisis kebiasaan makanan ikan, pakan dikelompokkan menjadi lima kelompok
pakan yaitu fitoplankton, zooplankton, bagian tumbuhan, bagian hewan dan detritus.
Setiap kelompok pakan dapat dikategorikan berdasarkan nilai Indeks of Preponderan
(IP) yaitu sebagai kelompok pakan utama bagi ikan apabila IP lebih besar dari 20%,
pakan pelengkap apabila 5% IP 20% dan pakan tambahan apabila IP kurang dari
5%.
Pada analisis kebiasaan makanan ikan, pakan dikelompokkan menjadi lima
kelompok pakan yaitu fitoplankton, zooplankton, bagian tumbuhan, bagian hewan
dan detritus. Setiap kelompok pakan dapat dikategorikan berdasarkan nilai Indeks of
Preponderan (IP) yaitu sebagai kelompok pakan utama bagi ikan apabila IP lebih
besar dari 20%, pakan pelengkap apabila 5% IP 20% dan pakan tambahan apabila
IP kurang dari 5%.

2.5.2 Indeks Pilihan


Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang tedapat dalam alat
pencernaan ikan ditentukan berdasarkan indeks pilihan (indeks of electivity) dalam
Effendie (1979). Indeks pilihan merupakan perbandingan antara organisme pakan
ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam
perairan. Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1, apabila 0 < E < 1
berarti pakan digemari, dan jika nilai -1 < E < 0 berarti pakan tersebut tidak digemari
oleh ikan. Jika nilai E=0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya.

2.5.3 Tingkat Trofik


Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan atau
material dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan. Untuk
mengetahui tingkat trofik ikan, ditentukan berdasarkan pada hubungan antara 22
tingkat trofik organisme pakan dan kebiasaan makanan ikan.
Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan
yang bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora dan tingkat
trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy 1986).

Anda mungkin juga menyukai