Oleh :
I GEDE SURYA RISUANA
1214511012
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ikan Kakap Secara Umum
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai
ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan
kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa
saja diantarannya yang telah dihasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Indonesia memiliki
potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya
ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand
dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah
berkembang. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di
indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
Selain itu kurangnya keahlian masyarakat dalam budidaya ikan kakap putih. Faktor-faktor
pendukung antara lain, ketersediaan lahan yang cukup, kondisi lingkungan perairan yang
memadai, serta ketersedian bibit alam
: Chordata
Sub phillum
: Vertebrata
Klas
: Pisces
Subclas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Famili
: Centropomidae
Genus
: Lates
Species
Gambar 1. Perbedaan jenis kelamin induk kakap putih, a = induk jantan, b = induk betina ikan
kakap putih (Marwiyah, 2001).
yang di pelihara di air payau atau di air tawar. Hal itu mungkin di sebabkan karena makanannya
banyak di habitat aslinya. (Kordi, 2011)
Selain di air laut dan payau, ikan kakap putih juga dapat hidup di air tawar. Larva ikan
kakap dapat di temukan di perairan tawar seperti di sawah dan danau. Pernah ditemukan ikan
kakap putih di temukan di sungai Bengawan Solo sampai sejauh 200 km dari pantai. Di sungai
Kattiong, Langnga, Pinrang, Sulawesi Selatan pernah di jala ikan kakap putih berukuran panjang
107 cm dan berat 40 kg. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kakap dapat juga di pelihara di air tawar.
(Budi, 2009)
cembung di depan sirip punggung. Tubuh ikan jantan lebih silinder dari pada ikan betina yang
lebih lebar. Anggota tubuh induk ikan kakap putih harus lengkap, tidak cacat, dan tidak ada
kelainan pada bentuk tubuhnya, sehat serat bebas dari penyakit. Gerakan induk ikan kakap yang
baik harus lincah, berenang normal dan tidak hidumenyendiri/memisahkan diri dari kakap lain.
(SNI, 2008)
Umur induk ikan kakap putih yang baik dihitung dari telur menetas untuk jantan sekitar
2,5 tahun. Panjang tubuh total untuk jantan 45-55 cm dan berat 2-3 kg. Sedangkan untuk betina 3
tahun. Panjag tubuh total dari mulut ke ekor sekitar 57 cm dan berat 3,5 kg.
2.2.4 Pemijahan
Induk ikan kakap putih dapat di pijahkan dengan tiga cara yaitu pemijahan alami,
pemijahan dengan cara stripping, dan pemijahan dengan penyuntika hormon. Pemijahan dengan
cara alami dan stripping adalah pemijahan yang tradisional dan mudah serta murah. Namun
pemijahan pemijahan dengan cara penyuntikan hormon adalah pemijahan dengan cara modren dan
memerlukan pengetahuan khusus. ( Said, 2007)
1. Pemijahan secara alami
Ikan kakap yang di peroleh dari penangkapan di alam di pelihara di dalm bak
tempat pemijahan kira kira satu bulan sebelum musim pemijahan. Musim pemijahan
biasanya terjadi di bulan Mei sampai Oktober. Perbandingan antara induk jantan dan betina
adalah 1:1, air laut di dalam bak pemijahan harus mmpunyai salinitas berkisar 28-32 ppt.
Air di dalam bak pemijahan harus mengalir. Pergantian air dilakukan setiap hari dengan
mengganti air sekitar 80-100%. Pakan yang diberikan kepada induk berupa ikan rucah
dengan dosis kira kira 1% dari berat tubuh induk ikan kakap tersebut. Pemberian pakan
dilakukan setiap pagi hari. (Bambang, 1997)
Ikan kakap putih yang betina akan memisahkan diri dari kelompoknya. Ciri ciri
induk ikan kakap betina yang matang gonad adalah perutnya membuncit dan selalu
berenang di permukaan. Berbeda dengan induk ikan kakap betina yang kurang aktif, induk
kakap jantan lebih aktif dan bergerombol.
Pemijahan yang dilakukan didalam bak pemijahan sama seperti di alam yaitu
berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Oktober. Masa pemijahan di dalam bak lebih
lama yaitu dari jam 19.00 23.00 pada bulan purnama sampai 8 hari berikutnya. Induk
ikan kakap yang jantan dan betina akan berenang bersama sama kemudian induk betina
akan mengeluarkan telur dan akan dibuahi oleh induk jantan. Telur yang telah di buahi oleh
induk jantan akan mengapung di permukaan air. Telur yang tidak dibuahi akan tenggelam
di dasar bak. Salinitas yang cocok agar telur cepat menetas adalah 25-33 ppt. Telur akan
menetas memerlukan waktu 12-28 jam. ( Said, 2007)
di dalam bak pemijahan sekitar 3 hari sebelum penyuntikan. Penyuntikan dilakukan dengan
menggunakan hormon seperti Human chrionic Hormone (HCG) dan Punergen (campuran
63% Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan 34 % Lutenizing Hormone (LH).
Penyuntikan sebaiknya di lakukan 2 kali yaitu selang 24 jam. Penyuntikan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08.00 dengan tujuan agar induk ikan kakap memijah
pada malam hari. (Bambang, 1997)
Penyuntikan yang pertama dilakukan menggunakan HCG dengan dosis 250 IU/kg
berat tubuh ikan kakap betina dan Punergen 50 IU/kg berat tubuh induk ikan kakap betina.
Setelah dilakukan penyuntikan induk ikan kakap di masukkan kembali ke dalam bak
pemijahan dan bak di tutup dengan terpal agar terlindung dari sinar matahari langsung.
Penyuntikan kedua dilakukan dengan dosis dua kali lebih banyak dari penyuntikan
pertama. Pada malam harinya, 12 jam setelah penyuntikan kedua induk ikan kakap akan
memijah. (Bambang, 1997)
Telur telur ikan kakap yang memijah dikumpulkan dan di tempatkan di dalam
wadah. Telur tersebut di campurkan dengan sperma yang di keluarkan dari induk jantan.
Telur yang telah di buahi di bilas dengan air bersih dengan salinitas 28-32 ppt. Telur yang
telah di bilas di masukkan ke dalm bak penetasan. (Said, 2007)
ribu/ml yang dipakai sebagai peredup dan makanan rotifer di dalam bak pemeliharaan larva. Jika
plankton sebagai pewarna kurang hijau bisa dibantu dengan pemberian elbaju 1 ppm selain sebagai
antiseptik. Pada hari ke 9-22 air dalam tangki telah mencapai sekitar 9 ton, pergantian air mulai
dilakukan sebanyak 10-20%.Menurut Rodriguez et al. (2004) pergantian air dilakukan mulai dari
10-50%. selanjutnya prosentase pergantian ditingkatkan 100% hingga stadia benih.
Pembersihan dasar bak yang dilakukan dengan cara penyiphonan yang dilakukan pada hari
ke 9 atau ke 11 secara pelan-pelan, setelah diberi pakan buatan penyiphonan dilakukan setiap hari.
Sugama et al. (2003) memberikan standar perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan
larva ikan kakap putih. Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara
penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan
26280C, banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva.
Gambar 2. Perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan larva ikan kakap putih
(Tarwiyah, 2001 dalam www.ristek.go.id, 2007).
Gambar 3. Skema Pemberian Jenis Pakan pada Larva Ikan Kakap Putih (Tarwiyah, 2001 dalam
www.ristek.go.id, 2007).
a. Pemberian Rotifera
Rotifera jenis SS diberikan pada saat mulut larva mulai terbuka yaitu hari ke-2
setelah menetas dengan kepadatan 5-7 ind/ml. Untuk mengetahui sisa rotifer di dalam air
pemeliharaan dihitung kepadatannya dua kali sehari (pagi dan sore). Penambahan rotifera
dilakukan jika kepadatannya kurang dari 5 ind/ml. Mulai umur 5 hari larva diberi pakan
rotifera jenis S dengan kepadatan 8-10 ind/ml, rotifera diberikan hingga umur 20-24 hari
(Sugama et al., 2003).
Pemberian Rotifera dapat diperkaya kandungan nutrisinya dengan cara memberikan
pakan fitoplankton yang memiliki kandungan asam lemak (HUFA) tinggi, asam lemak
tersebut yaitu eicosapentanoic acid (EPA 20:5n-3 dalam Nannochloropsis sp.) dan
decoshexanoic acid (DHA 22:6-3 dalam Nannochloropsis sp., Isochrysis galbana, atau
Tetraselmis sp.) (Pillay dan Kutty,2005).
Bahan pengkaya lain yang dapat digunakan adalah Selco yang bisa dibeli dipasaran
(Ismi, 2005). Rotifera yang diperkaya dengan protein selco dapat mencapai kandungan
lipid hingga 18 % yang terdiri dari 24,4 mg/g berat kering EPA, 70,6 mg/g berat kering
DHA dan 2,9 mg/g DHA (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Walaupun demikian perlu
diwaspadai kandungan lipid yang tinggi ini karena menurut Rimmer et al. (2004)
kandungan lipid diatas 15% dapat mengakibatkan penimbunan lemak pada larva dan
mengurangi survival rate.
b. Naupli Artemia
Naupli artemia mengandung asam amino, pigmen (cantaxhantin), vitamin C (asam
askorbat 2-sulfat) dan mineral. Artemia juga dapat terkontaminasi bahan kimia sehingga
mengandung pestisida atau logam berat. Pada tiap strain artemia memiliki kandungan yang
berbeda, tergantung pada kondisi dan teknik kulturnya. Tetapi tingkat kandungan nutrisi
artemia kurang berpengaruh pada keberhasilan pembenihan larva kakap putih (Van
Stappen, 1996 dalam Akbar, 2002). Hal yang perlu diperhatikan adalah membuang artemia
yang tidak termakan pada bak pemeliharaan larva, artemia tidak boleh dibiarkan lebih dari
satu hari karena artemia yang tersisa ini akan mengakibatkan penyakit lordosis dan dapat
meningkatkan mortalitas larva (Sugama et al., 2003).
c. Pakan Buatan
akan buatan dengan kandungan nutrisi cukup harus diberikan sedini mungkin yaitu
setelah larva berumur 15-17 hari, agar tidak terjadi kekurangan nutrisi pada larva yang
mengakibatkan syndrom kematian pada usia diatas 25 hari atau 25-day syndrome (Sugama
et al., 2003). Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara menabur sedikit demi sedikit
diatas permukaan air dan ukuranya disesuaikan dengan ukuran perkembangan larva,
jumlah yang diberikan perhari disesuaikan dengan kemampuan larva untuk memakannya,
frekwensi pemberian pakan 4-7 kali/hari (Ismi, 2005).
Bakteri yang menyerang larva adalah jenis Vibrio sp. Umumnya bakteri ini menyerang
pada larva berumur sekitar 17 hari. Bakteri ini bersifat patogen pada larva dan merupakan
penyebab kematian yang besar selain penyakit viral. Ikan yang terserang bakteri vibrio sp
tidak menunjukan perubahan secara fisik, namun pada saat gelap tubuh ikan tampak
bercahaya dan larva kehilangan nafsu makan (Kurniastuty et al., 2004). Penyakit viral yang
pada larva kakap putih adalah VNN (viral nervous necrosis). Virus ini sangat patogenik dan
merupakan penyebab kematian larva terbesar. VNN yang menginfeksi larva dapat
mengakibatkan kematian total 100 % dalam tempo yang relatif singkat (1-2 minggu). Ikan
yang terserang virus VNN tidak menunjukan perubahan secara fisik,gejala yang terlihat
adalah terjadinya kematian secara masal dan tiba-tiba (Kurniastuty et al., 2004).
b. Penyakit NonPatogenik
Penyebab penyakit non patogenik dipengaruhi faktor lingkungan dan erat kaitannya
dengan parameter kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat menyebabkan inang
memilki daya tahan tubuh lemah dan patogen berkembang dengan baik sehingga
menimbulkan kematian pada larva. Beberapa penyakit non patogenik pada larva ikan kakap
putih karena faktor lingkungan antara lain defisiensi oksigen, gas bubble desease dan
keracunan. Menurut Kurniastuty et al. (2004) menyatakan bahwa untuk mencegah mortalitas
pada ikan dapat dilakukan hal- hal sebagai berikut :
a. Mempertahankan kualitas air tetap baik
b. Pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas
c. Mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan satu ke bak
yang lain.
Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada kakap
putih dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Perlakuan untuk mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada ikan kakap putih.
Kurniastuty et al. (2004).
d. Tidak pada Alur Pelayaran : Lokasi yang dekat atau berada di alur pelayaran tidak hanya
mengganggu pelayaran, suara mesin motor atau perahu yang lalu lalang serta gelombang dan
pusaran air yang ditimbulkannya dapat mengganggu ikan peliharaan.
e. Tersedia Sumber Pakan : Pakan merupakan kunci pembesaran ikan Kakap Putih. Lokasi yang
dekat dengan daerah penangkapan ikan menggunakan liftnet atau bagan bisa dijadikan pilihan
karena akan mudah mendapatkan pakan berupa ikan segar dan murah. Karena ikan Kakap putih
ini tergolong hewan karnivora (pemakan daging). Selain itu daerah yang dekat dengan tempat
pelelangan ikan pun akan menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.
f. Dekat dengan Sarana dan Prasarana Transportasi : Tersedianya sarana dan prasarana berupa
jalan darat menuju lokasi merupakan lokasi yang baik karena memudahkan transportasi benih,
pengadaan pakan dan pengangkutan hasil panen.
g. Keamanan : Keamanan merupakan faktor penting seperti kekhawatiran akan pencurian yang
bisa mengakibatkan kerugian.
h. Kualitas Fisik Air : yang dimaksud dengan kualitas fisik air antara lain adalah kecepatan
arus dan kecerahan air
Kecepatan Arus; kecepatan arus ideal untuk pembesaran ikan Kakap Putih tidak lebih dari
1 m per detik. Kecepatan arus > 1 m/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan
sistem penjangkaran. Kuatnya arus dapat menggeser posisi rakit, sebaliknya arus yang
terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan berpengaruh
terhadap ketersediaan oksigen dalam wadah pemeliharaan, serta mudahnya penyakit
terutama parasit menyerang ikan peliharaan. Aliran arus harus mampu mengalirkan
buangan sisa pakan dan limbah keluar dari areal pembudidayaan secara periodik dan terjadi
pengenceran secara alami.
Kecerahan; perairan yang tingkat kecerahannya sangat tinggi bahkan sampai tembus
dasar merupakan indikator lokasi yang baik untuk pembesaran. Sebaliknya dengan tingkat
kecerahan yang rendah menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan
ini dikategorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran karena kondisi tersebut
menyebabkan cepatnya perkembangan organisme penempel seperti lumut, cacing,
kekerangan. Kecerahan perairan yang cocok untuk pembesaran Kakap Putih adalah > 5
meter.
i. Kualitas Kimia Air : Untuk mengetahui kualitas kimia air ada beberapa parameter yang perlu
diketahui antara lain;
Salinitas/Kadar Garam; salinitas optimal yang dibutuhkan untuk pembesaran adalah 2730 per mil.
Suhu; suhu optimum untuk untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 28 30 C.
Perairan laut mempunyai kecenderungan bersuhu konstan.
Konsentrasi Ion Hidrogen (pH); ikan Kakap Putih sangat baik pertumbuhannya pada pH
normal air laut yaitu 7,5 8,5. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktifitas tubuh
menurun dan kondisi ikan menjadi lemah sehingga mudah terkena infeksi yang bisa
mengakibatkan mortalitas tinggi.
Oksigen Terlarut (DO); Oksigen terlarut sangat dibutuhkan bagi kehidupan ikan.
Konsentrasi oksigen dalam air dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan dan
mengurangi daya dukung perairan. Kakap Putih dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik dengan konsentrasi DO lebih dari 5,0 ppm.
Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25, guna untuk
menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
Ukuran: 8 m x 8 m
Jumlah: 9 buah.
d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh
angin, gelombang digunakan jangkar.
e. Peralatan pendukung lainya.
Jumlah : 4 buah
Perahu : Jukung
2.3.6 Pendederan
Pendederan dilakukan setelah benih berumur 30 hari (D-30) dari saat penetasan. Waktu
penebaran benih adalah pagi hari atau sore hari. Padat penebaran antara 80 100 ekor/m3 volume
air. Pakan diberi berupa cacahan daging segar halus dengan dosis 100% per hari dari total berat
badan selama bulan pertama. dan pada bulan kedua dosisnya diturunkan menjadi 75% per hari.
Masa pememliharaan pendederan selama 1 - 2 bulan, benih sudah akan mencapai ukuran
gelondong. Pemeliharaan selama satu bulan ukuran panjang 2,5 - 3,5 cm, sedangkan pemeliharaan
selama 2 bulan 7,5 10 cm. Jaring/hapa yang memiliki lubang (mata jaring) kecil. Dengan ukuran
kurungan pendederan adalah 2x2x2 m3 atau 3x3x3 m3.
2.3.7 Pembesaran
Setelah benih berukuran 75 - 100 cm, langkah pemeliharaan selanjutnya adalah
pemindahan benih ke dalam kurungan pembesaran. Konstruksi kurungan pembesaran yaitu 4x4x3
m3 atau 5x5x3 m3. Bahan kurungan (jaring) dari P (polythilene = eks jarring trawl) dengan mesh
size 3/4 inchi (D.12 - 16) untuk pembesaran tahap I. dan untuk tahap II dengan mesh size 1.25
inchi (D.I8). Padat penebaran untuk tahap I. yakni bulan I dan II, pada kurungan pembesaran
adalah 30-35 ekor gelondong/m3; dan untuk tahap II, yakni bulan 111V kepadatannya
diturunkan menjadi 25-30 ekor gelondong/m3. Usaha pembesaran di perairan atau laut diperlukan
waktu sekitar 4-5 bulan. Untuk ukuran konsumsi waktu pemeliharaannya ditambah beberapa bulan
dan padat penebarannya diturunkan menjadi 15 - 20 ekor/m3.Untuk mernacu pertumbuhan. perlu
diberi tambahan pakan cacahan daging ikan rucah segar dengan dosis 5-10% per hari dari total
berat badan ikan.
2.3.8 Pakan
Ikan rucah, atau pakan buatan yang bergizi tinggi. Ikan rucah bisa diperoleh dari hasil
tangkapan gombang. Ikan rucah bisa diramu dengan bahan pengikat (tepung sagu). ditambah
dengan vitamin, mineral dan protein tambahan, untuk menghasilkan pellet ikan. Pemberian pakan
harus memperhatikan keadaan cuaca. waktu dan ukuran ikan. Ikan berukuran 50 gram, diberikan
10% dari berat total ikan dalam karamba per hari. Ikan berukuran 100-300 gram cukup diberi
sebanyak 5% dari berat total per hari. Berukuan di tas 300 gram, diberi 3% per hari dari berat total
ikan dalam karamba. Ikan rucah akan diperoleh nilai tukar pakan 5-71. Artinya untuk
menghasilkan berat kakap I kg diperlukan ikan rucah sebanyak 5-7 kg.
2.8.9 Panen
Pemanenan ikan kakap dapat dilakukan dengan selektif maupun total. Panen selektif yaitu
memanen ikan kakap yang sudah ukuran konsumsi.panen total dilakukan dengan memanen
seluruh ikan kakap yang dipelihara. Pemeliharaan ikan kakap selama satu tahun akan
menghasilkan ikan kakap dengan berat 1,5-2,5 kg jika pada saat penebaran berat ikan kakap
tersebut 300 gram. Ikan kakap yang biasa di panen untuk konsumsi yaitu pada ukuran 500-1000
gram. Ikan kakap yang mencapi ukuran satu kilo lebih sebaiknya di jadikan calon induk. Panen
sebaiknya di lakukan pada sore hari yaitu suasana suhu rendah sehingga mengurangi stres pada
ikan. ( Sudjiharno, 1999)
Alat yang digunakan dalam memanen ikan kakap bermacam macam. Dapat menggunakan
jala, laring, bubu, serokan. Hindari alat pemanenan yang dapat melukai ikan. Ketika pemanenan
sebaiknya jangan menangkap ikan sekaligus karena dapat mengakibatkan luka pada ikan terutama
ikan yang di jual pada keadaan hidup. Pemanenan ikan kakap tidak di anjurkan menggunakan obat
karena dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan dapat membahayakan manusia yang
mengkonsumsinya. (Sudjiharno, 1999)
BAB III
KESIMPULAN
Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk Pasifik Barat dan
Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50E- 160W garis lintang 24N
25S.
Ikan kakap putih merupakan ikan hermaprodit protandry jika di lihat dari siklus hidupnya.
Pada saat awal reproduksinya ikan kakap putih berjenis kelamin jantan, kemudian pada
umur lebih dari 6-8 tahun akan berubah menjadi betina
Induk ikan kakap putih dapat di pijahkan dengan tiga cara yaitu pemijahan alami,
pemijahan dengan cara stripping, dan pemijahan dengan penyuntika hormone
Perkembangan dan survival rate larva sangat bergantung pada parameter lingkungan
pemeliharaan, yang diantaranya adalah intensitas cahaya, aerasi, suhu, dan salinitas.
Salinitas yang baik dalam pemeliharaan berkisar antara 30-31 ppt, dengan kisaran suhu 2629oC
Tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan
pakan buatan.
Ada dua jenis rotifer menurut ukuran yaitu SS (super smal) dengan ukuran panjang lorica
120-140 m dan S (smal) dengan ukuran panjang lorica 180-200 m
Kepadatan optimal untuk benih berukuran 25-30 gram/ekor adalah 100 ekor/m3.
Sedangkan benih berukuran 100-150 gram/ekor. padat tebarnya adalah 40-50 ekor/m3
KJA.
Pemanenan ikan kakap dapat dilakukan dengan selektif maupun total. Panen selektif yaitu
memanen ikan kakap yang sudah ukuran konsumsi.panen total dilakukan dengan memanen
seluruh ikan kakap yang dipelihara.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S., P. Hartono dan B. Kurnia. 1999. Nutrisi dan Teknik Pembuatan Pakan Ikan Kakap
Putih dalam Budidaya ikan Kakap Putih (Lates carcarifer, Bloch.) di Karamba
Jaring Apung. Departemen Pertanian. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung.
65 Halaman
Asikin,1996. Budidaya Kakap. PEnebar Swadaya. Jakarta.
Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P. dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa
Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar
Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta. 415 hal
FAO. 1974. Logging and log transportation in tropical high forest. Forestry Development Paper
No. 18. Rome
Ismi, S. 2005. Kultur Plankton Untuk Penyediaan Pakan Alami Pada Pembenihan Ikan Kerapu.
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali.
Kordi, G. Dan Tancung, A, B. 2005. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta
Kordi, G.H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistim Polikatur. Dahara
Press. Semarang
Kungvankij, P. 1988. Guide to Marine Finfish Hatchery Management. Food And Agriculture Of
United Nations. Rome.
Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan
Kerapu. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar Lampung. Halaman 77-89.
Lavens P. dan Sorgeloos P. (1996). Manual on The Production and Use of Live Food for
Aquaculture. University of Ghent Press, Belgium, Pages 1-38.
Murtidjo A, Bambang. 1997. Budidaya Kakap dalamTambak dan Keramba.
Kanusius.
Yogjakarta.
Rimmer, M. A., S. McBride & K. C. Will. 2004. Advances in grouper aquaculture. Canberra,
Australia 2601. ACIAR Monograph 110: 137pp
Sudjiharno. 1999. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung.
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut
Lampung. 65 hlm.
Sugama, K., S. Ismi, S. Kawahara and M. Rimmer. 2003. Improvement of Larval Rearing
Technique for Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). Aquaculture Asia
Megazine July-September 2003. NACA. Bangkok. Thailand. Page 34 37.
Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, S. Ismi, E. Setiadi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk Teknis
Produksi Benih Ikan Kerapu Bebek. Cromileptes altivelis. Balai Besar Riset
Budidaya laut Gondol - JICA. Bali. 40 Halaman.
Sugama, K., Trijoko, S. Ismi, K. Maha Setiawati. 2004. Effect of Water Temperature on Growth,
Survival and Feeding Rate of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). In:
Advences in Grouper Aquaculture, Editors: M.A. Rimmer, S. McBride and K.C.
Williams. Australian Centre for International Aqricultural Research. Canberra.
Page 55-60.
Tarwiyah. 2001. Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRTHatchery Skala Rumah Tangga) dalam www.ristek.go.id (2007). Jakarta.