Anda di halaman 1dari 24

Tugas Makalah

TEKNIK BUDIDAYA IKAN CAKALANG


(Katsuwonus pelamis)

OLEH
KELOMPOK 6

BUNAJIR
MARLIN SALILAMA
SITI ZURIYANTI RUSTAM
LASTRIS T. MOLOSE

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul teknik budidaya
Ikan Cakalang (Katwuwonus pelamis).
Tugas makalah ini telah penyusun susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan
praktikum ini. Untuk itu penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penyusun dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga tugas makalah yang berjudul teknik
budidaya Ikan Cakalang (Katwuwonus pelamis). ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, April 2020

Penyusun
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki 18.306 pulau yang

dipersatukan oleh laut dengan panjang garis pantai 81.000 km terpanjang kedua di

dunia, sehingga mempunyai potensi yang sangat besar dalam sumberdaya

perikanan (perikanan tangkap, budidaya, industri pengolahan, dan bioteknologi)

(Makur, 2004). Seiring dengan perkembangan zaman pemanfaatan potensi

perikanan mulai berkembang melalui berbagai usaha, salah satunya adalah usaha

perikanan budidaya yang dilakukan secara intensif maupun ekstensif. Dalam

menunjang perkembangannya maka perlu dilakukan penyediaan ikan secara

berkelanjutan melalui kegiatan budidaya (Utami dkk, 2012). Kegiatan budidaya

dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi ketersedian ikan yang semakin

berkurang dialam akibat dari penangkapan secara terus menerus, hal ini dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan konsumen di saat musim paceklik. Salah satu jenis

ikan yang saat ini sedang dilakukan upaya pembudidayaan secara terkontrol

adalah ikan cakalang.

Ikan cakalang atau Katsuwonus pelamis termasuk dalam kelompok ikan

palagis yang dikenal aktif dan juga memiliki pergerakan lincah di air yang lebih

leluasa. Ikan cakalang merupakan jenis ikan air laut. Ikan cakalang  ini biasanya

hidup dengan berkelompok dan bersifat petualang. Kecepatan ikan cakalang saat

berenang memang terbilang tinggi yakni mencapai 50 km per-jam. Selain itu ikan

cakalang menjadi salah satu sumber protein hewani yang bermanfaat bagi
masyarakat, cakalang banyak digemari karena tekstur dagingnya yang baik

dengan cita rasa yang tinggi karena ikan cakalang mempunyai kandungan protein

yang cukup tinggi sebesar 26% per 100 gram daging..

Sisi lain sebagai sumber protein kebutuhan manusia ikan cakalang juga

merupakan salah satu komoditas perikanan penting dalam kegiatan ekspor

Indonesia ke negara-negara, seperti Korea, Jepang, Vietnam, Iran dan Australia

sehingga dapat berkontribusi dalam peningkatan devisa negara. Ikan cakalang

yang memiliki standar mutu sehingga dapat menjamin keamanan pangan sehingga

ekspor dapat diterima. Dengan adanya permintaan ikan cakalang yang begitu

besar menjadikan beberapa pengusaha berkeinginan untuk membudidayakannya. 

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah

wawasan serta memberikan informasi tentang teknik budidaya ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis).

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah dapat mengetahui dan memahami

serta memberikan informasi mengenai teknik budidaya ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis). sehingga dapat di aplikasikan dalam pengembangan

perikanan pada masa yang akan datang, khususnya dalam produksi budidaya ikan

cakalang (Katsuwonus pelamis).


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keadan Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau skipjack tuna menurut

taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) :

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Scombroidea

Famili : Scombroidae

Sub Famili : Thunninae

Genus : Katsuwonus

Species : Katsuwonus pelamis

Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis

lateral. Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang

memanjang di samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai

berat sekitar 0,5 – 11,5 kg serta panjang sekitar 30-80 cm. Ikan cakalang

mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai


torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis

insang) sekitar 53-63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip punggung yang

letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, pada sirip

punggung perut diikuti oleh 7-9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat

kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor

(Matsumoto et al 1984).

2.1.2 Kebiasaan Makan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang

rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya

disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa

bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan

berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Gerombolannya

terbentuk bersama spesies lain, terdiri dari 100 sampai 5.000 ekor. Termasuk

predator oportunistik dengan jenis makanan dari ikan kecil (Clupeidae dan

Engraulidae), Cumi-cumi, Crustacea sampai Zooplankton.

Kebiasaan cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari

makan. Jumlah cakalang dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai

ribuan ekor. Individu suatu schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif

sama. Ikan yang berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam

dengan schooling yang kecil, sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada

lapisan permukaan dengan kepadatan yang besar. Ikan cakalang ukuran besar

berbeda kemampuan adaptasinya dengan ikan cakalang ukuran kecil dalam

mengatasi perubahan lingkungan. Dengan mengetahui ukuran ikan cakalang,

maka dapat melihat sebagian sifat-sifatnya dalam mengatasi perubahan


lingkungan.Di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara

kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin

banyaknya ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk

mencari makan. Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus

terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun

pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja.

Secara umum makanan ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok

utama, yaitu ikan, crustacea dan moluska (FAO,. 1983). Golongan ikan dapat

dikelompokkan pula menjadi dua kelompok yaitu ikan umpan (ikan yang di pakai

selama penangkapan) dan ikan lain selain ikan umpan. Ikan umpan yang sering

digunakan adalah ikan puri/teri, stolephorus spp;ikan lompa, Thrysinabaelama

dari famili Engraulidae ; ikan gosau dan pura-pura, Spratcloiders sp (Famili

Cluipeidea). Dengan mengetahui ikan umpan yang digunakan pada saat

penangkapan, maka isi lambung selain ikan umpan dapat digolongkan sebagai

makanan alami ikan cakalang.

Pada umumnya ikan cakalang yang berukuran panjang lebih besar dari 50

cm memangsa lebih banyak cephalopoda dan crustacea dibandingkan dengan ikan

cakalang yang ukuran panjangnya lebih kecil dari 50 cm. Walaupun demikian

ikan-ikan kecil masih merupakan makanan utamanya. Bervariasi berbagai jenis

organisme dalam makanan ikan cakalang serta adanya sifat kanibalisme

menunjukkan bahwa ikan cakalang tergolong oportunistic feeder, yaitu ikan yang

memangsa segala jenis makanan yang tersedia di perairan. Ikan cakalang yang

berukuran panjang 41 – 87 cm biasanya sudah mulai memijah dan dapat

menghasilkan sekitar 80.000 – 2.000.000 telur (FAO 1983). Namun ukuran ikan
cakalang pertama kali matang gonad yaitu pada ukuran 40 – 45 cm

(www.fishbase.org).

2.1.3 Reproduksi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali

memijah cakalang dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas

meningkat dengan meningkatnya ukuran tetapi sangat bervariasi, jumlah telur

permusim pada ikan betina dengan ukuran fork length41-48 cm antara 8.000 –

2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa,

antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu

pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa.

Pemijahan cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva

cakalang ditemukan di perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan

cakalang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya

larva di perairan tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad

dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur

serta kecepatan pertumbuhan.

Gambar 2. Siklus hidup dari famili Scombridae


Estimasi fekunditas dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya sediaan

dan potensi reproduksi. Selain faktor biologi, faktor ekologis dari perairan yang

menjadi tempat hidup ikan tersebut juga mempengaruhi tigkat kelahiran dan

pertumbuhan ikan. Ikan Cakalang jantan pertumbuhannya leboih cepat

dibandingkan dengan ikan Cakalang betina. Ikan  Cakalang termasuk tuna yang

tidak selektif di dalam kebiasaan makannya, karena itu akan memakan apa saja

yang dijumpai bahkan dapat memakan jenis-jenisnya sendiri.

Tingkat kematangan gonad yang diamati secara morfologi pada ikan

cakalang terdapat variasi kriterianya. Walaupun demikian, puncak pemijahan

cakalang di Laut Banda dan sekitarnya, terjadi pada bulan Juni dan Desember

dengan karakteristik sebagai ikan pemijah majemuk ( multi spawner ). Dalam

penelitian ini ditemukan cakalang terkecil yang sudah matang gonad berukuran

43,6 cm FL jantan dan 42,8 cm FL . Di perairan sebelah Selatan Bali dan sebelah

Barat Sumatera adalah cakalang jantan dan betina terkecil yang sudah matang

gonad berukuran 41,7 cm FL dan 42,8 cm FL. Sedangkan yang ditemukan di

perairan Sorong berukuran 49 cm FL jantan dan 47 cm FL betina. Di perairan

Philipina, cakalang betina yang pertama kali matang gonad hanya berukuran 34

cm FL, tetapi kebanyakan di atas 40 cm FL. Adanya diferensiasi panjang cakalang

pertama kali matang gonad diduga karena adanya perbedaan kecepatan tumbuh

sehingga ikan – ikan yang di tetaskan pada waktu yang sama akan mencapai

tingkat kematangan gonad pada umur yang berbeda.

Jenis kelamin (Sex ratio) ditentukan secara morfologis, yaitu mengamati

bentuk dan warna gonad. Berdasarkan seluruh contoh gonad yang diamati,

ternyata cakalang jantan dominan pada bulan September dan Desember; proporsi
sebaliknya yaitu pada bulan Oktober. Apabila dikaitkan dengan tingkat

kematangan gonad, maka fluktuasi perbandingan jenis kelamin ini diduga

berkaitan dengan berlangsungnya aktivitas pemijahan dan mortalitas alami.

Berdasarkan ukuran panjang tubuh, perbandingan jenis kelamin seimbang pada

ikan yang berukuran 50,2 – 55,4 cm. Pada ukuran yang lebih kecil didominasi

oleh ikan betina dan yang lebih besar dari ukuran tersebut didominasi oleh ikan

jantan.

2.1.4 Habitat dan Penyebaran Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang sangat menyukai daerah dimana terjadinya pertemua antara

arus /air (convergence) yang pada umumnya terdapat pulau-pulau. Ikan cakalang

juga berada di perairan yang dimana terjadinya pertemuaa antara masa air panas

dan dingin, penaikan tekanan air dan parameter hidrografi yang terdapat

pencampuran yang tidak tetap. Pada siang hari biasanya ikan cakalang berada

dikedalaman 260 meter dan pada malam hari ikan cakalang biasanya akan muncul

kepermukaan. Suhu yang ideal untuk ikan cakalang adalah 26°C – 32°C dan

salinitas 33%.

Penyebaran ikan cakalang umumnya mengikuti penyebaran atau sirkulasi

arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas yang merupakan

daerah kaya akan organisme. Daerah penyebarannya membentang di sekitar

400LU-300LS, sedangkan daerah penangkapannya yang terbesar berada

sepanjang katulistiwa, yaitu antara 100LU-10oLS. Di perairan Indonesia yang

padat sering dijumpai pada perairan sekitar kalimantan, Sulawesi, Halmahera,

kepulauan Maluku dan Irian Jaya (Gunarso 1985). Ikan cakalang menyebar luas
diseluruh perairan sub tropis dan tropis, Anatara lain lautan hindia, atlantik dan

pasifik kecuali lautan mediterania.

2.1.5 Kondisi Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran

Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

menduga keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini karena

sebagian besar organisme bersifat poikilotermik. Tinggi rendahnya suhu

permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi. Perubahan

intensitas cahaya akan mengakibatkan terjadinya perubahan suhu air laut baik

horizontal, mingguan, bulanan maupun tahunan. Pengaruh suhu secara langsung

terhadap kehidupan di laut adalah dalam laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan

proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksi.

Secara tidak langsung suhu berpengaruh terhadap daya larut oksigen yang

digunakan untuk respirasi biota laut. Pengaruh suhu terhadap tingkah laku ikan

akan terlihat jelas pada waktu ikan melakukan pemijahan. Setiap ikan mempunyai

kisaran suhu tertentu untukmelakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu

siklus musiman yang tertentu pula.

Aktifitas metabolisme serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu perairan

dan ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03oC

sekalipun. Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai suatu

daerah penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu

merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan. Pada suatu

daerah penangkapan ikan cakalang, suhu permukaan laut yang disukai oleh jenis

ikan tersebut biasanya berkisar antara 16-26 oC, walaupun untuk Indonesia suhu

optimum adalah 28-29 oC dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 280 C
– 290 C. Penyebaran ikan cakalang di suatu perairan adalah pada suhu 17-23 oC

dan suhu optimum untuk penangkapan adalah 20-22 oC dengan lapisan renang

antara 0-40 m. Ikan cakalang sensitif terhadap perubahan suhu, khususnya waktu

makan yang terikat pada kebiasaan-kebiasaan tertentu. Suhu yang terlalu tinggi,

tidak normal atau tidak stabil akan mengurangi kecepatan makan ikan. Ikan

cakalang dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian timur pada

suhu 27-30 oC.Pengaruh suhu permukaan laut terhadap penyebaran cakalang

untuk perairan tropis adalah kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang

tahunnya. Walaupun demikian suhu dapat menandakan adanya current

boundaries. Kemudian dijelaskan penyebaran tuna dan cakalang sering mengikuti

penyebaran atau sirkulasi arus. Garis konvergensi di antara arus dingin dan arus

panas merupakan daerah yang banyak makanan dan diduga daerah tersebut

merupakan fishing ground yang baik untuk perikanan tuna dan cakalang.

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan

oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, gerakan gelombang panjang

dan arus yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhebus di perairan

Indonesia terutama adalah angin musim yang dalam setahun terjadi dua kali

perbalikan arah yang mantap, masing-masing disebut angin barat dan angin timur.

Penyebaran ikan cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus.

Daerah pertemuan antara arus panas dan arus dingin merupakan daerah yang

banyak organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang

baik bagi perikanan cakalang. Kuat lemahnya arus menentukan arah pergerakan

tuna dan cakalang. Pada kondisi arus kuat, tuna dan cakalang akan melawan arus

dan pada arus lemah akan mengikuti arus.


Peranan arus terhadap tingkah laku ikan adalah sebagai berikut :

1. Arus mengangkat telur-telur ikan dan anak-anak ikan dari spawning ground ke

nursery ground dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground.

2. Migrasi ikan dewasa dapat dipengaruhi oleh arus yaitu sebagai alat orientasi.

3. Tingkah laku ikan diurnal juga dipengaruhi oleh arus, khususnya oleh arus

pasang surut.

4. Arus, khususnya pada daerah-daerah batas alih perairan berbeda

mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana pada daerah tersebut terdapat

makanan ikan.

5. Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan dan secara tidak langsung

menentukan spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi distribusi spesies

tersebut secara geografis.

Ikan-ikan yang menginjak dewasa akan mengikuti arus balik ke masing-

masing daerah pemijahan, tempat mereka akan melakukan pemijahan. Salinitas

merupakan salah satu perameter yang berperan penting dalam sistem ekologi laut.

Beberapa jenis organisme ada yang bertahan dengan perubahan nilai salinitas

yang besar (euryhaline) dan ada pula organisme yang hidup pada kisaran nilai

salinitas yang sempit (stenohaline). Salinitas dapat dipergunakan untuk

menentukan karakteristik oseanografi, selanjutnya dapat dipergunakan untuk

memperkirakan daerah penyebaran populasi ikan cakalang di suatu perairan. Ikan

cakalang hidup pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo. Cakalang

banyak ditemukan pada perairan dengan salinitas permukaan berkisar antara 32-

35 o/oo dan jarang ditemui pada perairan dengan salinitas rendah. Cakalang hidup

pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo dan jarang dijumpai pada
perairan dengan kadar salinitas yang lebih rendah atau tinggi dari itu. Salinitas

perairan yang biasa dihuni oleh beberapa jenis tuna berbeda-beda, yaitu 18-38

o/oo untuk madidihang dan tuna sirip biru, 33-35 o/oo untuk tuna albakor dan 32-

35 o/oo untuk cakalang.

2.1.6 Kondisi Geografis yang Mempengaruhi Penyebaran

Penyebaran cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan

sub tropis, penyebaran cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudra

Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa

Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman,

diluar pantai Bombay, diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden,

Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur dan selatan

Afrika. Penyebaran cakalang di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia

(perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia

bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat

Makassar) dan Samudra Fasifik (perairan Utara Irian Jaya).

Secara garis besarnya, cakalang mempunyai daerah penyebaran dan migrasi

yang luas, yaitu meliputi daerah tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran

terbesar terdapat disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan merupakan

salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu

operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap, maka daerah

penangkapan tersebut haruslah baik dan dapat menguntungkan. Dalam arti ikan

berlimpah, bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan dan alat tangkap

mudah dioperasika. Musim penangkapan cakalang di perairan Indonesia

bervariasi. Musim penangkapan cakalang di suatu perairan belum tentu sama


dengan perairan yang lain. Penangkapan cakalang dan tuna di perairan Indonesia

dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke

musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Bila hasil tangkapan lebih

banyak dari biasanya disebut musim puncak dan apabila dihasilkan lebih sedikit

dari biasanya disebut musim paceklik.

Daerah penyebaran ikan cakalang membentang disekitar 40º LU - 30º LS.

Sebagian dari perairan Indonesia merupakan lintasan ikan cakalang yang bergerak

menuju kepulauan Philipina dan Jepang. Itulah sebabnya ikan cakalang dijumpai

hampir sepanjang tahun di perairan kita, kelompok padat disekitar

Kalimantan,Sulawesi, Halmahera, Kepulauan Maluku dan sekitar perairan Irian

Jaya.Di Indonesia daerah penyebaran dari ikan yang menjadi tujuan

penangkapan Pole and Line, meliputi seluruh daerah pantai, lepas pantai perairan

Indonesia terutama peredaran Indonesia Timur, Selatan Jawa dan Sumatra barat.

Cakalang adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu

mencari makan. kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. kemampuan

renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat

meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya

beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas

samudera. Pengetahuan mengenai penyebaran tuna dan cakalang sangat penting

artinya bagi usaha penangkapannya.

Ikan cakalang bersifat epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh. Cakalang

sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi

yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu,

cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta
daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertikal terdapat mulai dari

permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari

akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran geografis cakalang

terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang

sedang. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan

migrasi yaitu :

1. Mencari perairan yang kaya akan makanan.

2. Mencari tempat untuk memijah.

3. Terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan perairan seperti suhu air,

salinitas dan arus.

2.2 Budidaya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Secara garis besar cara budidaya ikan cakalang pada umumnya sama dengan

ikan lain, budidaya ikan cakalang sendiri dilakukan di laut lepas dengan

menggunakan wadah berskala besar dan biayanya pun tidak begitu murah. Berikut

adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam budidaya ikan cakalang.

1. Persiapan Wadah

Hal pertama dalam budidaya ikan cakalang yang perlu diperhatikan yaitu

wadah. Sebagai jenis ikan laut maka tempat budidaya ikan cakalang juga harus

berada di laut menggunakan jenis wadah karamba jaring apung (KJA). KJA yang

perlu dipersiapkan ada beberapa buah yaitu KJA ntuk pemeliharan Induk, dan

pemeliharaan benih, KJA yang digunakan kurang lebih sama dengan yang

digunakan pada budidaya ikan tuna, berbentuk bundar dengan diameter 50 m dan

kedalaman jaring 8 m dengan menggunakan jaring dengan bahan High Density

Poly Ethylene (HDPE) dengan mata jarring 3,5 inci; yang dipasang berjarak 300-
400 m dari pantai dengan kedalaman perairan 20-30 m. Penggunaan keramba

jaring apung lebih rumit dan penuh perhitungan dan juga biayanya lebih mahal

karena instalasi KJA untuk budidaya ikan cakalang perlu menggunakan skala

yang diameternya cukup besar. hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan

kehidupan asli ikan cakalang seperti di habitat aslinya.

2. Pemilihan Benih Ikan Cakalang

Sebelum benih ditebarkan dalam karamba jaring apung maka pilih benih ikan

cakalang terlebih dahulu. Pemilihan benih cakalang dapat diperoleh dari para

penjual benih maupun dengan cara membuat benih itu sendiri dengan cara

memijahkan secara alami.

a. Pemijahan Ikan Cakalang

Pemijahan Ikan Cakalang baru bisa dilakukan setelah mengetahui Tingkat

kematangan gonad. TKG adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelumdan

sesudah ikanmemijah, terutama untuk betina, sedangkan IKG merupakan nilai

dalam % sebagai hasil perbandingan berat gonad dan berat tubuh ikan

(Rachmawati & Hartati, 2017). Pertumbuhan IKG akan sama/proposional dengan

TKG dan menjadi maksimal pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian Restiangsih dan Amri (2018) pada Maret, April,

Oktober ditemukan ikan jantan dan betina dengan TKG IV yang merupakan

indikasi ikan matang gonad dan siap memijah, dan pada Oktober ditemukan juga

ikan jantan dan betina dengan TKGVyangmerupakan indikasi adanya ikan yang

telahmemijah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok ikan cakalang

mengalami kematangan gonad yang tidak bersamaan, sehingga diduga

pemijahannya bersifat bertahap (partial spawner). Hal ini diperkuat dengan nilai
IKG ikan betina tertinggi pada Februari dan Juli dan menurun pada Maret-Mei

dan Agustus-Oktober. Nilai IKG maksimal menandakan ikan dalam tahap siap

memijah dan mengalami penurunan seiring waktu setelah musim pemijahan.

Berdasarkan hasil tersebut diduga awal musim pemijahan terjadi pada Februari-

Maret dan Juli-Agustus. Hal ini serupa dengan pernyataan Wouthuyzen et al

(1990) bahwa sifat pemijahan ikan cakalang secara bertahap tetapi puncak musim

pemijahan ikan cakalang di Laut Banda terjadi pada Juni dan Desember. Musim

pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal antara lain spesies, umur dan ketersediaan hormon, sedangkan faktor

eksternal antara lain suhu perairan dan jenismakanan (Effendie, 2002).

Kemungkinan proses pemijahan ikan cakalang dapat terjadi sesuai dengan

musimnya dialam. Jadi untuk pemilihan benih ikan cekalang yang baik sebaiknya

benih berasal dari alam atau dari pembudidaya langsung yang dapat di percaya

sehingga kualitas ikan cakalang yang dihasilkan dapat di perhitungkan oleh

konsumen.

b. Penetasan Telur Ikan Cakalang

Setelah diyakini induk memasuki musim pemijahan, dilakukan pemasangan

jaring kolektor, telur yang menempel pada bagian dalam dari jarring pemeliharaan

induk ikan. Dalam hal ini digunakan jarring kolektor telur berwarna hitam karena

lebih efektif dibandingkan dengan yang berwarna putih. Warna putih diduga

terlalu kontras sehingga menghambat induk ikan tuna untuk memijah ke

permukaan. Disamping pemasangan jaring kolektor telur keliling KJA, juga

dilakukan pemasangan jaring kolektor di tengah KJA. Jaring ini dapat bergerak

mengikuti arah arus dan berguna sebagai kolektor terapung. Pengamatan


pemijahan tetap dilakukan dengan cara mengambil air dan mengecek ada

tidaknya telur. Telur yang dipanen hanyalah telur yang sudah dibuahi, yaitu telur

yang mengapung di lapisan permukaan air. Pemanenan telur dilakukan selama 1-3

jam, tergantung jumlah telur yang telah diperoleh. Diperkirakan hanya sebagian

kecil dari telur yang dipijahkan yang dapat dipanen karena luasnya permukaan

KJA, serta keterbatasan alat dan waktu. Telur ditampung dalam ember selama 1-2

jam. Ketika jumlah telur yang dipanen sudah banyak walaupun waktunya hanya

sebentar, telur harus segera ditransportasikan agar tetap terjaga kualitasnya. Oleh

karena itu, ke depan agar dapat melakukan estimasi produksi telur per hari, harus

ditetapkan periode pemanenan dan lama waktu pemanenan yang tetap.

(Hutapea.,dkk. 2017).

3. Penebaran Benih Ikan Cakalang

Penebaran benih ikan cakalang dari hasil pemijahan bisa dilakukan setelah

pemeliharaan larva selama ±13 hari (Asri,.2016) dan semua persiapan kolam

dipastikan dalam kondisi yang terbaik sehingga benih benih yang ditebarkan

dalam berkembang dengan normal. Sejauh ini budidaya ikan cakalang memang

berlangsung hanya untuk membesarkan benih yang di bisa dari pengepul yang

mencari bibit ikan cakalang dilaut lepas. Dan belum ada penelitian tentang

kepastian ukuran benih ikan cakalang siap tebar.

4. Pemberian Pakan Ikan Cakalang

Pemberian pakan sangat penting diperhatikan dan menjadi salah satu hal yang

banyak menguras biaya dalam proses budidaya ikan cakalang. Ikan cakalang dan

berbagai jenis tuna lainnya hanya mengkonsumsi makan hidup. Makanan hidup
yang baik untuk proses pembesaran ikan cakalang yaitu ikan teri dan ikan sarden

karena memiliki kandungan lemak tinggi dibandingkan jenis ikan kecil lainnya.

Dalam Penelitian (Hutapea.,dkk. 2017). Menyatakan bahwa pakan yang baik

diberikan selama pemeliharaan adalah pakan segar berupa ikan layang dan cumi-

cumi dengan perbandingan 2:1. Persentase pemberian sebanyak 3%- 5% dari

estimasi biomassa ikan tuna yang dipelihara per hari sehingga diperoleh tingkat

kekenyangan induk yang optimum dan pemberian pakan ditingkatkan sampai 7%

per hari terutama pada musim ikan liar yang melimpah. Pemberian pakan

dilakukan pada pagi dan sore hari. Jumlah pakan segar yang diberikan disesuaikan

setiap 2-3 hari. Jika pemanfaatan pakan oleh induk ikan cakalang meningkat,

maka pemberian jumlah pakan juga ditingkatkan. Demikian juga sebaliknya

jumlah pakan diturunkan jika nafsu makan ikan berkurang. Penambahan vitamin

juga dilakukan sebagai immunostimulant agent yaitu Vitamin C dan E, serta

vitamin mix dengan jumlah 1% dari estimasi bobot kering pakan segar yang

diberikan. Vitamin dimasukkan ke dalam kapsul (0,3 g vitamin/kapsul) lalu

kapsul ini disisipkan ke dalam ikan layang dan cumicumis ebelum diberikan ke

induk ikan.

Dalam setiap pemeliharaan ikan cakalang, khususnya stadia pada larva dan

benih sebaiknya ikan cakalang diberi makan sebanyak 2 kali sehari. Makananya

pun harus jenis pakan yang alami, seperti kutu air atau cacing beku.

5. Pembersihan Karamba Jaring Apung

Berbeda dengan cara budidaya ikan air tawar yang memerlukan pemupukan

pada kolam sebelum bibit ikan ditebar dalam kolam, karamba jaring apung tidak

memerlukan proses pemupukan. Sebagai pengganti proses pemupukan tersebut,


kolam apung perlu dibersihkan sebelum benih di tebar dengan cara melihat ada

tidaknya kotoran pada bagian jaring di permukaan dan dasar KJA yang dibuat.,

Pembersihan KJA harus rutin dilakukan untuk menghindari adanya

sampah/kotoran yang masuk dibawah arus kedalam KJA.


BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan diatas penyusun dapat menarik kesimpulan bahwa:

Teknik budidaya Ikan Cakalang pada umumnya sama dengan teknik budidaya

ikan pada umumnya, namun yang dapat ketahui hanya garis besarnya saja, seperti

persiapan wadah, pemilihan benih, penebaran benih, pemberian pakan dan

pembersihan KJA.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S. 2011. Potensi Perikanan Indonesia. http://repository.ipb.ac.id [20
November 2013].

Bahar, S., dan Priyanto R. 1987. Telaah Mengenal Panjang Cagak Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) Yang Tertangkap Di Indonesia Pada Tahun 1985.
Jurnal Pendidikan Perikanan Laut. Vol. X, No. 41 : 11-17. Balai Penelitian
Perikanan Laut, Jakarta.

Kekenusa, J. S., Victor, N. R., Watung, dan Djoni, H. Analisis Penentuan Musim
Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Manado
Sulawesi Utara). Jurnal Ilmiah Sains. Vol. XII, No. 2 : 2–17. Universitas
Sam Ratulangi, Manado.

Limbong, M. 2008. Pengaruh Suhu Permukaan Laut Terhadap Jumlah Dan


Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk Palabuhanratu
JawaBarat. http://repository.ipb.ac.id [20 November 2013].

Lumi, K. W, Eddy, M., dan Max, W. Nilai Ekonomi Sumberdaya Perikanan di


Sulawesi Utara (Studi Kasus Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis). Jurnal
Ilmiah Platax. ISSN: 2302-3589. Vol. X, No. 3 :1-5. Universitas Sam
Ratulangi, Manado.

Manik, N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis)


Di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan Dan Pulau Nusa Laut. Jurnal
Oseanologi dan Limnologi. ISSN 0125 – 9830. Vol. XII, No. 33 : 17-25.
Pusat Penelitian Oseanografi- LIPI, Jakarta.

Mukhlis. 2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus


Pelamis) Dan Tongkol (Euthynnus Affinis) Di Perairan Utara Nanggroe
Aceh Darussalam. http://repository.ipb.ac.id [19 November 2013].

Nugroho, A. Ikan di Perairan Laut. http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id [Oktober


2013].

Rafael, M. R. 2011. Ikan Domersal Perairan Laut. http://damandiri.or.id [5


November 2013].

Rasyid, M. A. 2010. Sistem Rangka Ikan. http://fpik.bunghatta.ac.id [03


November 2013].

Setiyawan, A., Setiya, T. H., dan Wijopriono. 2013. Perkembangan hasil


tangkapan per upaya dan pola musim penangkapan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Perairan Prigi, Provinsi JawaTimur). Jurnal
Depik. ISSN 2089-7790. Vol. II, No. 2 : 76-81. Pusat Penelitian Pengelolaan
Perikanan dan Konservasi SDI, Jakarta.
Simbolon, D. 2010. Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui
Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk
Palabuharatu. Jurnal Mangrove dan Pesisir. ISSN: 1411-0679. Vol. X, No.
1 : 42-49. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wibawa, T. A., Dian, N., dan Budi, N. 2012. Sebaran Spasial Kelimpahan Ikan
Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Berdasarkan Analisis Data Satelit
Oseanografi. http://lipi.go.id [02 November 2013].

Wouthuyyzen, S., Teguh, P., dan Nardin, M. 2008. Makanan dan Aspek
Reproduksi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda : Suatu
Studi Perbandingan. http://coremap.or.id [13 November 2013].

Anda mungkin juga menyukai