Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

TEKNIK KULTUR Spirulina sp. SKALA INTERMEDIATE


DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR
SULAWESI SELATAN

OLEH

BUNAJIR
1111417006

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


TEKNIK KULTUR Spirulina sp. SKALA INTERMEDIATE
DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) TAKALAR
SULAWESI SELATAN

OLEH

BUNAJIR
1111417006

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Oleh :

Ketua Jurusan,
Budidaya Perairan Pembimbing
Fakutas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Ir. Rully Tuiyo, M.Si. Arafik Lamadi, SST. M.P.


NIP. 196009161994031001 NIP.198711172015041002

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang berjudul Teknik Kultur Spirulina sp. Skala Intermediate di Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan.
Proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini telah di susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan proposal praktek kerja lapangan ini. Untuk itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan proposal praktek kerja lapangan ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca agar penulis dapat termotivasi dalam
memperbaiki penulisan kedepannya .
Akhir kata penulis berharap semoga proposal Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang berjudul Teknik Kultur Spirulina sp. Skala Intermediate di Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Sulawesi Selatan. ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Gorontalo, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 3
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................................................... 4
2.2 Reproduksi ...................................................................................................... 5
2.3 Kandungan Nutrisi .......................................................................................... 6
2.4 Fase Pertumbuhan ........................................................................................... 8
2.4.1 Fase Lag ................................................................................................. 8
2.4.2 Fase Eksponensial .................................................................................. 9
2.4.3 Fase Stasioner ........................................................................................ 9
2.4.4 Fase Deklinasi ........................................................................................ 9
BAB III METODE PRAKTEK
3.1 Waktu Dan Tempat ......................................................................................... 10
3.2 Alat Dan Bahan ............................................................................................... 10
3.3 Metode Praktek ............................................................................................... 11
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

No Text Hal

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam kultur Spirulina sp. .................................... 10


Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam kultur Spirulina sp. ................................. 11

iv
DAFTAR GAMBAR
No Text Hal

Gambar 1. Spirulina sp. ........................................................................................ 4

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya pakan alami saat ini telah mengalami perkembangan dan kemajuan

yang sangat pesat. Pakan alami sangat berperan penting dalam usaha budidaya

perikanan dikarenakan pakan alami mempunyai sifat daya cerna yang baik,

mudah didapatkan di alam, dan mudah dikembangbiakkan, sehingga dapat

mengurangi biaya produksi. Pakan alami yang sering digunakan pada produksi

budidaya salah satunya yaitu Spirulina sp (Rusyani et al., 2007).

Spirulina merupakan jenis mikroalga golongan Cyanophyta atau alga hijau

biru (blue-green algae) yang telah banyak digunakan sebagai pakan alami dalam

usaha budidaya khususnya dalam pembenihan karena memiliki nilai nutrisi yang

tinggi. (Chrismada et al., 2006; Utomo et al., 2005). Kandungan protein pada

Spirulina sp berkisar antara 63-68 %, kabohidrat 18-20 %, dan lemak 2-3 %.

(Hariyati, 2008).

Menurut riset Cahyaningsih dan Subyakto (2009), mikroalga merupakan

komponen penting dalam akuakultur, karena mikroalga sebagai produsen primer

berfungsi sebagai awal aliran energi dalam rantai makanan di perairan.

Kandungan nutrisi Spirulina sp. yang lengkap terutama protein yang tinggi

menyebabkan Spirulina sp. memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan

sebagai sumber protein (Amanatin, dkk 2013). Selain kandungan protein yang

cukup tinggi, Spirulina sp. memiliki beberapa keunggulan dibanding mikroalga

jenis lain yaitu relatif cepat berproduksi serta biomassa yang dihasilkan mudah

1
dalam pemanenan. Hal ini disebabkan karena ukuran biomassa Spirulina sp. lebih

besar sehingga dapat dipisahkan dari media melalui filtrasi menggunakan filter

berukuran 20 μm. (Syaichurrozi dan Jayanudin, 2016)

Spirulina banyak digunakan sebagai pakan alami tambahan untuk ikan hias

karena dapat menambah pewarnaan akibat pigmen yang terkandung didalamnya.

Pigmen tersebut antara lain klorofil (0,08%), beta karoten (0,23%) dan xanthofil

(0,12-0,15%). Selain sebagai pakan alami Spirulina sp. banyak digunakan sebagai

imunostimulan, obat-obatan, kosmetik dan pewarna alami. (Utomo et al., 2005).

Kegunaan Spirulina sp. yang beragam menjadikan mikroalga ini berpotensi untuk

dikembangkan. Kegiatan kultur alga merupakan salah satu upaya pengembangan

dan pemenuhan kebutuhan dari Spirulina sp. sehingga pasokan Spirulina sp. tidak

hanya bergantung pada alam (Nanik & Raden, 2018). Menurut Herawati dan

Hutabarat (2014), salah satu tujuan kultur alga adalah untuk mendapatkan

kelimpahan sel yang tertinggi dengan kandungan nutrisi optimal.

Menurut Sukardi et al., (2014), kultur mikroalga dapat dilakukan dalam

skala laboratorium dan skala massal. Bibit fitoplankton dikultur skala

laboratorium terlebih dahulu hingga mencapai volume 15 L. Selanjutnya,

dikembangkan kultur skala semi massal ,kultur dilakukan di luar ruangan atau

semi-outdoor. Kultur plankton semi massal dilakukan untuk meningkatkan

biomassa Spirulina sp. yang telah dikultur pada skala laboratorium sebelumnya,

sehingga diharapkan mendapat kelimpahan Spirulina sp. yang lebih besar

dibandingkan kultur Spirulina sp. pada skala laboratorium.

2
Pemenuhan kebutuhan nutrien untuk Spirulina sp. sangat bergantung pada

ketersediaannya dalam medium kultur. Komposisi nutrien yang lengkap dan

konsentrasi nutrien yang tepat menentukan produksi biomassa dan kandungan gizi

mikroalga. Jenis pupuk yang banyak dipilih masyarakat dalam kultur Spirulina sp.

adalah jenis PA (Pro Analisis) yang sudah distandarkan seperti pupuk Walne,

Guillard, dll. (Amanatin, dkk 2013). Dari berbagai riset yang menyatakan

banyaknya manfaat spirulina ini mendorong penulis untuk mempelajari lebih

lanjut tentang tekhnik kultur Spirullina sp. skala Intermediate di Balai Perikanan

Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah untuk memperoleh

pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik budidaya Spirulina sp dalam skla

intermediate.

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktek kerja lapang (PKL) ini adalah dapat mengetahui dan

memahami aspek-aspek teknis dalam kultur Spirullina sp. sehingga dapat di

aplikasikan dalam pengembangan perikanan pada masa yang akan datang,

khususnya dalam penyediaan Spirullina sp.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi Spirulina sp. menurut Bold dan Wyne (1985) dapat dilihat pada

gambar dibawah ini :

Kingdom : Protista

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Oscilatoriaceae

Genus : Spirulina

Spesies : Spirulina sp

Gambar 1. Spirulina sp

(Sumber. Cifferi, 1983)

Ciri-ciri morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler

berbentuk spiral yang bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom membentuk

filamen terpilin menyerupai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru

kehijauan.

4
Bentuk tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel

yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 μm.

Filamen Spirulina sp. hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Tomaselli,

1997). Spirulina sp. berwarna hijau tua di dalam koloni besar yang berasal dari

klorofil dalam jumlah tinggi. Spirulina sp. memiliki struktur trichoma spiral

dengan filamen–filamen bersifat mortal dan tidak memiliki heterosit. Sel

Spirulina sp. berukuran relatif besar yaitu 110 μm, sehingga dalam proses

pemanenan dengan menggunakan kertas saring lebih mudah (Borowitzka M.A.,

1988).

Struktur sel Spirulina sp. hampir sama dengan tipe sel alga lainnya dari

golongan Cyanobacteria. Dinding sel merupakan dinding sel gram-negatif yang

terdiri dari 4 lapisan, dengan lapisan utamanya tersusun dari peptidoglikan yang

membentuk lapisan koheren.Peptidoglikan berfungsi sebagai pembentukan

pergerakan pada Spirulina sp. yang membentuk spiral teratur dengan lebar

belokan 26-28 μm, sedangkan sel-sel pada trichoma memiliki lebar 6-8.Bagian

tengah dari nukleoplasma mengandung beberapa karboksisom, ribosom, badan

silindris, dan lemak.Membran tilakoid berasosiasi dengan pikobilisom yang

tersebar disekeliling sitoplasma. Spirulina sp. mempunyai kemampuan untuk

berfotosintesis dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk

karbohidrat (Mudjiman,A. 2008).

2.2 Reproduksi

Siklus hidup Spirulina sp. yaitu proses reproduksinya disempurnakan dengan

fragmentasi dari trikoma yang telah dewasa. Reproduksi spirulina sp. terjadi

5
secara aseksual (pembelahan sel) yatiu dengan memutus filamen menjadi satuan-

satuan sel yang membentuk filamen baru. Ada tiga tahap dasar pada reproduksi

Spirulina sp. yaitu proses fragmentasi trikoma, pembesaran dan pematangan sel

hormogonia, serta perpanjangan trikoma. Selanjutnya trikoma dewasa dapat

dibagi menjadi filamen atau hormogonia, dan sel-sel di hormogonia akan

meningkat melalui pembelahan biner, tumbuh memanjang dan membentuk spiral

(Isnansetyo, dkk 1995).

Siklus reproduksi mikroalga tersebut berlangsung melalui pembentukan

hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat di

tengah-tengah trikoma yang mengalami kematian dan membentuk badan yang

disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nekrida

tersebut akan putus dengan segera, kemudian trikoma terfragmentasi menjadi

koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonia dan memisahkan diri

dari filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonia memperbanyak sel

dengan pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel

ditandai terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi

hijau kebiruan (Cifferi, 1983).

2.3 Kandungan Nutrisi

Analisis kimia dari Spirulina sp. dimulai pada tahun 1970 yang menunjukkan

Spirulina sp. sebagai sumber yang sangat kaya protein, vitamin dan mineral.

Kandungan protein pada Spirulina sp. bekisar antara 60% -70% dari berat kering,

mengandung provitamin A tinggi, sumber β-karoten yang kaya vitamin B12 dan

digunakan dalam pengobatan anemia, kandungan lipid sekitar 4-7%, serta

6
karbohidrat sekitar 13,6%. Spirulina sp. juga mengandung kalium, protein dengan

kandungan Gamma Linolenic Acid (GLA) yang tinggiserta vitamin B1, B2, B12

dan C (Rusyani. 2014).

Komposisi pigmen pada Spirulina sp. merupakan komposisi pigmen yang

kompleks dan umum ditemukan pada alga biru hijau. Komposisi tersebut

diantaranya adalah klorofil- a, xanthophyll, fikosianin dan karotenoid yang terdiri

dari myxoxanthophyll, beta karoten, dan zeaxanthin. Fikosianin merupakan salah

satu dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang mampu menangkap radiasi

sinar matahari paling efisien Fikosianin adalah pigmen yang paling dominan pada

Spirulina sp. dan jumlahnya lebih dari 20% berat kering (Borowitzka M.A, 1988).

Spirulina sp. banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil

berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan, antara lain asam lemak tak jenuh

majemuk (Polyunsaturated Fatty Acids) yaitu asam linoleat (LA) dan a-linolenat

(GLA). LA dan GLA berguna untuk pengobatan hiperkolesterolemia, sindroma

prahaid, eksema atopik dan antitrombotik. Pemanfaatan mikroalga Spirulina sp.

sebagai makanan kesehatan sudah banyak dilakukan. Selain mudah dicerna,

mikroalga ini mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, seperti

protein, lipid, karbohidrat, asam lemak tidak jenuh, vitamin-vitamin, mineral,

asam amino, dan beberapa jenis pigmen yang sangat bermanfaat. Pada beberapa

negara tertentu seperti Spanyol, Switzerland, Australia, Jepang, dan Amerika,

mikroalga telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bubuk keringnya dijadikan

sebagai makanan kesehatan yang dipasarkan (Henrikson, 2009).

7
Spirulina dapat ditumbuhkan dalam media yang berbeda bahkan dalam media

limbah. Spirulina sp. tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon,

dan hidrolisat protein sebagai sumber nitrogen.Bahan-bahan organik yang

diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga ini terdapat melimpah dalam limbah–

limbah yang berasal dari tanaman seperti limbah tapioka, limbah lateks, dan

kelapa sawit. Berdasarkan penelitian dari Sumiarsa, dkk (2011), diketahui bahwa

Spirulina sp. berhasil dijadikan sebagai biofilter pada limbah cair peternakan

sapi.Limbah cair peternakan sapi mengandung bahan organik yang dimanfaatkan

oleh Spirulina sp. sebagai bahan makanan khususnya nitrat (NO3) Nitrat adalah

bentuk nitogen utama diperairan alami dan merupakan nutrien utama dalam

pertumbuhan alga (Effendi, 2003).

2.4 Fase Pertumbuhan

Pertumbuhan mikroalga dibagi menjadi empat fase yaitu fase lag, fase

eksponensial (logaritmik), fase stasioner, dan fase deklinasi.

2.4.1 Fase Lag

Fase lag adalah fase adaptasi dimana terjadi penyesuaian sel terhadap

lingkungan baru. Pada saat adaptasi, sel mengalami defisiensi enzim atau

koenzim, sehingga harus disintesis dahulu untuk berlangsungnnya aktivitas

biokimia sel selanjutnya. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh beberapa factor

yaitu media, lingkungan pertumbuhan, dan jumlah inokulan. Pada fase lag,

populasi mikroalga tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel meningkat.

Fotosintesis masih aktif berlangsung dan organisme mengalami metabolisme

8
tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat

(Hariyati, R. 2008).

2.4.2 Fase Eksponensial

Pada fase eksponensial mikroalga membelah dengan cepat dan konstan

sehingga kepadatan sel akan meningkat mengikuti kurva logaritmik. Pada fase

eksponensial mikraolga lebih banyak membutuhkan energi dari pada fase lainnya

dan paling sensitif terhadap keadaan lingkungannya (Vonshak,et al 2004).

2.4.3 Fase Stasioner

Fase stasioner merupakan fase dengan pertumbuhan yang mulai mengalami

penurunan dibandingkan fase eksponensial. pada saat kultur berada pada fase

stasioner, komposisi mikroalga berubah secara signifikan karena terbatasnya

kandungan nitrat pada media kultur yang mengakibatkan kandungan karbohidrat

meningkat hingga dua kali lipat dari kandungan protein (Bougias, 2008).

2.4.4 Fase Deklinasi

Fase deklinasi (kematian) merupakan fase ketika terjadi penurunan jumlah

atau kepadatan mikroalga. Kematian sel dapat disebabkan oleh mulai

berkurangnya nutrisi yang tersedia sehingga tidak mampu mendukung

pertumbuhan sel, penurunan kualitas air, dan akumulasi metabolit (NO2- dan

NH4+). Akibatnya laju kematian sel lebih besar dibandingkan dengan laju

pertambahan sel (Harmoko. 2008)

9
BAB III

METODOLOGI PRAKTEK

3.1 Waktu Dan Tempat

Kegiata Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan pada tanggal 23

Februari sampai 23 Maret 2020 bertempat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau

(BPBAP) Takalar, desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten

Takalar Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan kuktur pakan alami Spirulina sp. dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam kultur spirulina sp.

No Alat Fungsinya
1 Gelas ukur Sebagai alat ukur media cair
2 Kran aerasi, selang aerasi, dan Untuk mensuplaiO2dan CO2
batu aerasi
3 Kertas lebel Untuk menulis tanggal kultur
4 Selang air Untuk menarik air ke fiber
5 Fiber volume 1 ton Untuk menampung air kutur
6 Kapas Untuk mencegah kontaminasi
7 Sikat Untuk menyikat fiber yang kotor
8 Kain saring Untuk panen
9 Mikroskop Untuk mengamati
10 Timbangan Untuk menimbang
11 Magnetik stirrer dan hot plate Untuk mengaduk dan memanaskan
12 Botol bekas Sebagai wadah ukur bahan
13 Pipet Tetes Untuk mengambil sampel
14 Sedgedwitch Untuk mengamati sample
15 Refraktometer Mengukur salinitas
16 DO Meter Mengukur oksigen terlarut
17 Toples Sebagai wadah spirulina sp
18 Alat hitung Untuk menghitung sample
19 Kantong panen Sebagai alat pemanenan

10
Bahan yang digunakan dalam kegiatan kuktur pakan alami Spirulina sp. dapat

dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam kultur spirulina sp.

No Bahan Fungsinya
1 Spirulina sp. Organisme yang dibudidayakan
2 Air Laut Sebagai media kulur
3 Thiosulfat Untuk menetralkan air
4 Oxcalite Untuk membersikan media
5 Clorin test Untuk membunuh kuman
6 Pupuk walne Pupuk untuk spirulina
7 FeCL Sebagai bahan campuran pembuatan
pupuk walne
8 maCL₂, Sebagai bahan campuran pembuatan
pupuk walne
9 EDTA Sebagai bahan campuran pembuatan
pupuk walne
10 NₐH₂po4 Sebagai bahan campuran pembuatan
pupuk walne
11 KN03 Sebagai bahan campuran pembuatan
pupuk walne
12 Aquades Sebagai pelarut

3.3 Metode Praktek

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam praktek kerja

lapangan yaitu:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dengan wawancara langsung kepada

pembimbing praktek dilapangan yang merupakan pegawai BPBAP yang

khusus mengerjakan kegiatan kultur pakan alami dan melakukan observasi

langsung serta melihat alat dan bahan yang digunakan dalam

kultur Spirulina sp. skala intermediate.

11
2. Data sekunder diproleh dengan cara belajar dari literature yang relevan atau

kepustakaan yang berhubungan dengan teknik kultur Spirulina sp. skala

intemediate.

3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam budidaya Spirulina sp terbilang sangat mudah dan tidak

membutukan waktu yang lama. Kegiatan budidaya plankton spirulina sp. ini dapat

dilakukan sebagai berikut:

1. Persiapan Wadah.

2. Sterilisasi alat dan bahan.

3. Pengisian air pada bak penampung.

4. Pengisian air pada wadah kultur (bak fiber).

5. Pesiapan pupuk.

6. Pemberian pupuk dan penebaran bibit Spirulina sp.

7. Pemeliharaan Spirulina sp.

8. Proses panen.

9. Pengamatan kualitas air.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amanatin D.R, Erna R, Siti. D.N.R, (2013). Produksi Protein Sel Tunggal (PST)
Spirulina sp. Sebagai Super Food dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk
dan Kerawanan Panga Di Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh November.

Ariyati, S. (1998). Pengaruh Salinitas & Dosis Pupuk Urea terhadap


Pertumbuhan Populasi Spirulina sp. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas
Matematikan & Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Bold,H.C. and Michael,J.Wyne., (1985). Introduction to the Algae Structure and


Reproduction,Second Edition.Prentice Hall,Inc.,Englewood Cliffs.New
Jersey.

Borowitzka, A.M., and Lesly B. J. (1988). Microalgal Biotechnology. Cambridge


University Press, Australia

Bougias, (2008). Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta.

Cahyaningsih, S., & Subyakto, S. (2009). Kultur Massal scenedesmus sp. sebagai
Upaya Penyedia Pakan Rotifera dalam Bentuk Alami Maupun Konsentrat.
Jurnal Ilmiah Perikanan & Kelautan. 1 (2) : 143-147.

Chrismada, T., Lily, P., & Yayah, M. (2006). Pengaruh Konsentrasi Nitrogen &
Fosfor terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbohidrat &
Fikosianin pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi, 8 (3):163-
169.

Ciferri, O. (1983). Spirulina, The Edible Microorganism. Microbiological


Reviews. Vol. 47, No. 4 p. 551-578. American Society for Microbiology.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air. Kanisius. Yogyakarta.

Hariyati, R. (2008). Pertumbuhan & Biomassa Spirulina sp. dalam Skala


Laboratoris. Laboratorium Ekologi & Biosistematik. BIOMA, 10 (1) : 19-
22.

Harmoko. (2008). Kandungan Nutrisi Spirulina platensis yang Dikultur pada


Media yang Berbeda. Jurnal Ilmu Kelautan. UNDIP. Semarang.

Henrikson JE, Bech-Nielsen H, (2009). Blood Glucose Levels. Available from:


http://www.netdoctor.co.uk/healthadvice/facts/diabetesbloodsugar. htm
[Accesed 24 March 2010].

13
Herawati, V. E, & Hutabarat, J. (2014). Pengaruh pertumbuhan, lemak & profil
asam amino essensial skeletonema costatum dalam kultur massa
menggunakan media kultur teknis yang berbeda. Jurnal Aquasains. 2(3):
221- 226.

Isnansetyo, A Dan Kurniastuty. (1995). Teknik Kultur Fitoplankton Dan


zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.116 hal.

Mudjiman,A. (2008). Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya.Jakarta.

Nanik, R. B., & Raden Q. N., (2018). Studi Pertumbuhan Populasi Spirulina sp.
pada Skala Kultur yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan ,
10 (1), 26-33.

Rusyani, E., Sapta A. I. M., Lydia E., (2007). Budidaya Fitoplankton Skala
Laboratorium dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai
Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan: 9. Lampung. hal. 48-59.

Rusyani. E., (2014). Pakan Alami. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan dan Kelautan.
UGM. Yogyakarta.

Sukardi, P., Winanto, T., Hartoyo, Pramono, T. B., & Wibowo, E. S. (2014).
Mikroenkapsulasi Protein Sel Tunggal dari Berbagai Jenis Mikroalga.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 13 (2) : 115-119.

Sumiarsa, D., Jatnika, R., Kurnani, T. B. A,. & Lewaro, M. W. (2011). Perbaikan
kualitas limbah cair peternakan sapi perah. Akuatika, II (September), 93.

Syaichurrozi, I. & Jayanudin, J. (2016). Kultivasi Spirulina Platensis pada Media


Bernutrisi Limbah Cair Tahu dan Sintetik. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan, 5 (2), 68-73.

Tomaselli L. (1997). Morphology, Ultrastucture and Taxonomy of Arthrospira


(Spirulina) maxima and Arthrospira (Spirulina) platensis. Di dalam:
Vonshak A, editor. Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology,
CellbiologyandBiotechnology.Taylor&Francis., Bristol,USA.hlm.2.

Utomo, N. B. P., Winarti, & Erlina. (2005). Pertumbuhan Spirulina platensis


yang dikultur dengan Pupuk Inorganik (Urea, TSP & ZA) & Kotoran
Ayam. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1) : 41-48.

Vonshak, A., S. Boussiba; A. Abeliovich & A. Richmond. (2004). Production of


Sprirulina platensis biomass: Maintenance of monoalgal culture outdoors.
Biotech. and Bioengineering. 25(2):341-349.

14

Anda mungkin juga menyukai